You are on page 1of 5

Hipotesis,Tahun ke 5, No 1, Januari - April 2013

Pendahuluan Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah nasional dimana jumlah penduduk miskinnya mencapai lebih kurang 35 juta dan kira-kira 15% dari jumlah penduduk Indonesia (Markum, 2009). Nilai indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan di daerah pedesaan jauh lebih tinggi dari pada perkotaan (BPS, 2009). Populasi masyarakat miskin cukup tinggi dari nelayan yang menghuni pesisir dan pulau-pulau kecil. Program pengentasan telah banyak dilaksanakan (Amidi, 2007) namun angka kemiskinan masih saja meningkat. Penyebab kegagalan program tersebut karena salah arah (Waluyo, 2006), hal ini disebabkan oleh metode, strategi, dan pendekatannya yang kurang tepat (Kuncoro, 2003). Hal ini tidak menyelesaikan secara tuntas karena akar permasalahan tidak terselesaikan. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan secara holistik dan komprehensif. Penanggulangan kemiskinan memerlukan strategi besar yang bersifat

holistik dengan program yang saling mendukung satu dengan lainnya sehingga upaya pemahaman terhadap penyebab kemiskinan perlu dilakukan dengan baik (Wiranto, 2009). Metode Penelitian Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2012 - Desember 2012. Lokasi penelitian di 3 (tiga) pulau yaitu Pulau Lumu-lumu, Pulau Barrang Lompo, dan Pulau Kodingareng. Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data lapangan (primer dan sekunder) meliputi peralatan untuk pengukuran karakteristik masyarakat nelayan dan karakteristik sumberdaya alam yang dimiliki yaitu berupa kuisioner yang telah disusun untuk kegiatan wawancara pada masyarakat nelayan. Pengambilan data Penentuan sampel dalam pengambilan data sosial
81

Hasni Yulianti Azis, Husniah, Gasin

budaya dan ekonomi didasarkan pada populasi pada setiap pulau yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga miskin berdasarkan data terakhir di seluruh wilayah Kecamatan Ujung Tanah Kotaa Makassar. Populasi dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan pencatatan yang ada pada instansi yang menangani masalah kemiskinan (Dinas Sosial) Pemerintah Daerah Kota Makassar. Dari populasi akan diambil unit contoh pada tingkat rumah tangga secara acak sehingga jumlahnya memenuhi batas ketelitian sampai 95%, mengacu pada formula yang dikemukakan Slovin (1960) dalam Seivilla (1993) yaitu: N n= 1+ Ne Keterangan : n : Ukuran sampel N: Ukuran populasi e : Nilai kritis (batas ketelitian yang diinginkan) = 0.95 Hasil dan Pembahasan Karakteristik Masyarakat Nelayan Jumlah penduduk miskin di Kecamatan Ujung Tanah berdasarkan kelurahan ketiga pulau lokasi penelitian masing-masing yaitu 85 orang di Barrangcaddi (Pulau Lumu-lumu), 35 orang di Kelurahan Barranglompo dan 327 orang di Kelurahan Kodingareng (Kec. Ujung Tanah Dalam Angka, 2011). Demografi masyarakat miskin di ketiga pulau menunjukkan bahwa pada umumnya kepala keluarga memiliki pekerjaan pokok sebagai nelayan (umumnya nelayan sawi) dan sangat sedikit memiliki pekerjaan pokok alternatif, berpendidikan rendah, jumlah anggota keluarga yang relatif banyak, pendapatan rendah dan tidak menentu, proporsi pengeluaran untuk konsumsi yang besar dan akses terhadap informasi pasar dan sumber modal yang sangat terbatas. Menurut hasil observasi terlihat adanya potensi ekonomi yang belum tergarap dengan baik seperti potensi perairan pantai yang layak untuk budidaya perairan berbagai biota laut seperti ikan kerapu, teripang dan rumput laut. Khusus di Pulau Kodingareng potensi pengembangan kerajinan kerang-kerangan yang dapat dikelola dalam skala rumah tangga oleh kaum perempuan sangat memungkinkan karena potensi sumberdaya pantai berupa pasir yang didalamnya banyak terdapat cangkang kerang dan siput untuk diolah sebagai kerajinan. Jenis Pekerjaan Masyarakat Jenis pekerjaan tetap masyarakat di ketiga pulau

yaitu terlihat bahwa ketiga pulau tersebut hampir sama pekerjaan tetapnya yaitu di Pulau Barrang Lompo sebanyak 50,0% kepala keluarganya berprofesi sebagai nelayan, Pulau Lumu-lumu sebanyak 47,6% dan Pulau Kodingareng sebanyak 41,5%. Rendahnya prosentase kepala keluarga yang berprofesi nelayan di Pulau Kodingareng dibandingkan dengan kedua lokasi penelitian tersebut dikarenakan penduduk di Pulau Kodingareng lebih banyak dan beragam. Aspek Budaya Masyarakat Nelayan Aspek adat istiadat di ketiga pulau tersebut masih menunjukkan masyarakat setempat ternyata masih ada yang memegang teguh adat istiadat dalam bermasyarakat di lingkungannya. Ketiga pulau tersebut menunjukkan presentase sangat besar yaitu lebih dari 75,0% masyarakat nelayan berpegan teguh pada ada istiadat. Begitupula halnya dengan budaya tradisionil yang ada di masyarakat masih sangat dipertahankan. Nilai-nilai kepercayaan masih sangat dijunjung tinggi di ketiga lokasi penelitian ini. Sebanyak 90,0% responden masih menjunjung tinggi nilai-nilai kepercayaan di Pulau Barrang Lompo, Pulau Kodingareng dan Pulau Lumu-lumu masing-masing sebanyak 76,8% dan 66,7%. Contoh ritual yang mereka lakukan seperti ritual-ritual kenelayanan membuat mereka mantap dalam bekerja. Mereka harus mengerjakannya sebelum melaut, ketika di laut, dan juga dalam beberapa kasus setelah pulang dari laut. Seperti ritual parappo dimana sesajian parappo terdiri dari unti bainang (sesisir pisang), sebutir telur, satu buah lilin merah, 5 keping uang logam (biasanya Rp 100,- an). Sesudah parappo selesai dipersiapkan dan didoadoakan, Sanro akan membawa sebuah Parappo ke pantai untuk dicuci atau sekedar dibasah-basahkan dengan air laut. Sesudah parappo selesai dipersiapkan dan didoa-doakan, Sanro akan membawa sebuah Parappo ke pantai untuk dicuci atau sekedar dibasah-basahkan dengan air laut. Penerimaan budaya luar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata diantara ketiga pulau tersebut. Dimana di Pulau Lumu-lumu sangat tidak menerima adanya pengaruh budaya dari luar sementara di Pulau Barrang Lompo tidak seketat dengan masyarakat di Pulau Lumu-lumu walaupun pada kenyataannya juga masyarakat di Pulaun Barang Lompo tidak menerima juga pengaruh budaya dari luar. Aspek Sosial Masyarakat Nelayan Interaksi sosial masyarakat di ketiga pulau tempat penelitian tergolong baik. Interaksi sosial di
82

Hipotesis,Tahun ke 5, No 1, Januari - April 2013

Pulau Lumu-lumu lebih tinggi bila dibandingkan dengan kedua pulau lainnya. Terlihat bahwa sebesar 76,2% responden yang mengatakan cukup baik sampai baik interaksi sosialnya, sedangkan Pulau Barrang Lompo sebesar 70,0% responden yang mengatakan cukup baik sampai baik, namun di Pulau Kodingareng presentase respondennya paling kecil yaitu hanya sebesar 57,3% responden yang mengatakan cukup baik sampai baik. Tingginya responden yang menjawab kategori cukup baik sampai baik di Pulau Lumu-lumu dikarenakan letak pulau tersebut paling jauh dari Kota Makassar sehingga menyebabkan pengaruh dari luar pulau sangat kurang sehingga interaksi sosial lebih terjalin karena merupakan kerabat. Lain halnya dengan sifat kegotongroyongan yang dimiliki oleh masyarakat di tiga pulau tersebut masih cukup baik sampai sangat baik. Terlihat dari responden yang diwawancarai bahwa ternyata di Pulau Barrang Lompo sifat kegotongroyongannya sebesar 40,0% sangat baik dan masing-masing 30,0% dalam kategori cukup baik dan baik, sedangkan di Pulau Lumu-lumu 33,3% dan 42,9% (cukup baik dan baik), sedangkan di Pulau Kodingareng sebesar 29,6%, 27,2%, dan 21,0% (cukup baik, baik, dan sangat baik). Sifat kegotongroyongan yang biasa diterapkan dalam hidup bermasyarakat yaitu mendirikan rumah, mendorong perahu ke laut jika musim ikan telah tiba, saling membantu dalam acara perkawi-nan, membangun/mendirikan alat tangkap di laut, dan saling membantu dalam pengedokan kapal atau perahu. Aspek Lingkungan Masyarakat Nelayan Aktivitas dan respon terhadap pemeliharaan lingkungan di lokasi penelitian mencerminkan cukup intensif sampai sangat intensif. Terlihat di Pulau Barrang Lompo semua responden mengatakan bahwa pemeliharaan lingkungan yang intensif, sedangkan di Pulau Kodingareng terdapat 22,0% responden yang mengatakan bahwa pemeliharaan lingkungan tidak intensif dan 52,3% di Pulau Lumu-lumu. Aktivitas yang biasanya dilakukan di Pulau Lumu-lumu dan Pulau Kodingareng yaitu masyarakat membuang sampah di laut. Kurangnya kesadaran masyarakat di Pulau Lumu-lumu dan Pulau Kodingareng karena tingkat pengetahuan yang sangat minim tentang pemahaman arti pentingnya kesehatan sehingga mereka membuang sampahnya disembarang tempat. Persepsi terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di lokasi penelitian, ternyata di Pulau Barrang Lompo tak seorangpun responden menjawab tidak setuju dengan adanya pemanfaatan sumberdaya alam. Lain haknya di Pulau Lumu-lumu dan Pulau Kodingareng

terdapat (40,0% dan 32,9%) responden tidak setuju adanya pemanfaatan sumberdaya alam. Ditemukan bahwa masyarakat nelayan di ketiga pulau dalam pemanfaatan sumberdaya terutama menangkap ikan masih ada yang menggunakan cara-cara yang merusak. Aspek Pola Pikir Masyarakat Nelayan Masyarakat di tiga pulau lokasi penelitian menunjukkan cukup aktif dalam prilaku sosial dalam kegiatan aktifitas perekonomian. Terlihat di Pulau Lumu-lumu 65,0% responden menyatakan cukup aktif, di Pulau Kodingareng dan Pulau Barrang Lompo masing-masing 31,7% dan 30,0% bahkan di Pulau Barrang Lompo sebanyak 40,0% responden mengatakan aktif dalam aktivitas ekonomi. Contoh aktivitas ekonomi yang dijalankan yaitu bidang usaha koperasi kenelayanan: 1) Kelompok usaha barangbarang produksi (a. jual-beli komoditi perikanan/ kelautan, b. warung serba ada (sembako), c. kebutuhan alat tangkap nelayan, d. depot air minum, e. home industry hasil laut); 2) Kelompok usaha jasa (a. simpan pinjam, b. pembayaran air minum; dan c. kredit kepemilikan mesin). Lain halnya dengan sikap masyarakat terhadap adanya inovasi baru di lokasi penelitian menunjukkan persepsi yang berbeda-beda dari ketiga pulau. Terlihat di Pulau Lumu-lumu masyarakat dominan tidak mau menerima bila ada inovasi baru yang diterapkan, tetapi di Pulau Kodingareng penduduknya sedikit lebih mau menerima bila dibandingkan dengan masyarakat di Pulau Lumu-lumu, namun yang sangat berbeda yaitu di Pulau Barrang Lompo masyarakatnya sudah sangat menerima bila ada hal demikian. Tingginya tingkat penerimaan inovasi baru di Pulau Barrang Lompo dikarenakan tingkat pendidikan di Pulau Barrang Lompo lebih tinggi dibanding kedua pulau tersebut. Penerimaan inovasi baru bagi masyarakat berbanding terbalik dengan tingkat keresistensinan terhadap perubahan yang terjadi, dimana di Pulau Barrang Lompo sangat tahan terhadap resistensi yang terjadi. Aspek Konflik Masyarakat Nelayan Sumber konflik yang terjadi di masyarakat ke tiga pulau lokasi penelitian pada prinsipnya sama yaitu lebih disebabkan karena pengaruh konflik ekonomi dan pengaruh konflik smberdaya. Ternyata di Pulau Barrang Lompo faktor pemicu terjadinya sumber konflik yaitu disebabkan karena faktor ekonomi dan faktor sumberdaya masing-masing 40,0%, di Pulau Kodingareng pemicu konfliknya lebih dominan karena pengaruh ekonomi masyarakat, sedangkan di Pulau Lumu-lumu disebabkan karena pemicu
83

Hasni Yulianti Azis, Husniah, Gasin

sumberdaya yaitu sebesar 52,6% dan pemicu karena faktor ekonomi sebesar 42,1% dan hanya 5,3% responden yang menjawab karena konflik sosial. Bila terjadi konflik di masyarakat nelayan maka cara penanganannya berbeda-beda disetiap lokasi (pulau). Di Pulau Barrang Lompo di tangani dengan cara proses hukum dan melalui tokoh masyarakat (80,0%), di Pulau Kodingareng diselesaikan dengan cara melalui tokoh masyarakat (47,6%) hanya 24,4% responden yang mengatakan diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan 28,0% yang mengatakan diselesaikan melalui proses hukum, sedangkan bila terjadi konflik di Pulau Lumu-lumu cara penyelesaiannya dengan jalan kekeluargaan (47,6%) hal ini dikarenakan di Pulau tersebut merupakan kerabat dekat (keluarga). Akibat konflik sumberdaya biasanya dipicu karena perebutan wilayah penangkapan atau budidaya sedangkan pemicu ekonomi yaitu kecemburuan sosial antara punggawa dan anak buah. Karakteristik Sumberdaya Alam Pulau Potensi sumberdaya alam lahan di darat di ketiga pulau sangat rendah untuk produksi pangan karena paling tinggi bisa digunakan untuk menanam sayuran dalam skala rumah tangga. Keterbatasan ruang untuk pemanfaatan pemukiman dan sarana umum sudah jelas terlihat terutama di Pulau Barrang Lompo yang berpenduduk padat. Ketersediaan air bersih dan sumber air tawar merupakan salah satu kebutuhan yang vital dan perlu dipertimbangkan dalam jangka panjang pada masa yang akan datang. Sumberdaya alam berupa perairan pantai di ketiga pulau terlihat mendukung untuk berbagai kegiatan budidaya perairan (marikultur) untuk berbagai biota laut seperti ikan kerapu, teripang dan rumput laut. Hasil pengukuran parameter lingkungan selama ini menunjukkan dalam batas-batas kisaran yang layak untuk peruntukan tersebut, meskipun pada musim barat terkendala dengan kondisi alam berupa angin dan ombak yang cukup besar di sekitar perairan pantai. Luas terumbu karang yang masih layak untuk berbagai kehidupan beranekaragam ikan hias dan ikan konsumsi potensial untuk menjadi daerah penangkapan apabila kerusakannya dapat dicegah. Padang lamun yang terhampar di zona sebelum karang merupakan daerah potensial untuk kehidupan berbagai jenis biota laut seperti ikan dan bivalvia masih cukup bagus dan belum dikelola secara maksimal. Ternyata di Pulau Lumu-lumu wilayah perairannya sesuai untuk lokasi budidaya rumput laut. Begitupula di Pulau Kodingareng dan Pulau Barrang Lompo wilayah perairannya cocok untuk budidaya rumput laut. Kondisi parameter fisik kedua pulau tersebut

tidak berbeda jauh dengan kondisi fisik perairan di Pulau Lumu-lumu. Adapun nilai kecocokan dari ketiga lokasi yang didapatkan berdasakan perhitungan beberapa parameter berdasarkan Mubarak et al., (1990) yaitu berada pada kisaran nilai atau score 70 79 dengan kategori baik, begitupula dengan perhitungan nilai kecocokan berdasakan Pratomo (1999) didapatkan kisaran nilai yang sama dengan perhitungan yang didasarkan dengan Mubarak et al., (1990). Adapun nilai perhitungan kesesuaian lokasi budidaya ikan kerapu berdasarkan perhitungan Bakosurtanal (1996) yaitu nilai perhitungan yang didapatkan dengan total nilai atau score 19, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga lokasi tersebut sesuai untuk pembudidayaan ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Sedangkan nilai perhitungan kesesuaian lokasi budidaya teripang berdasarkan perhitungan Winanto, dkk (1991) yaitu nilai perhitungan yang didapatkan dengan total nilai atau score 35, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga lokasi tersebut sangat sesuai untuk pembudidayaan teripang. Pelaksanaan Program Pengentasan Kemiskinan Berdasarkan hasil wawancara masyarakat bahwa beberapa program yang mengarah pada pengentasan kemiskinan selama ini kurang tepat sasaran. Beberapa program nasional seperti PNPM Mandiri dan program lokal pemerintah daerah Kota Makassar belum ada yang spesifik khusus menyelesaikan akar masalah kemiskinan nelayan. Pada umumnya program yang telah dilaksanakan selama ini dalam implementasinya tidak spesifik mengintegrasikan dengan kondisi dan potensi sumberdaya alam lokal. Selain teknis pelaksanaan kegiatan yang kurang tepat sasaran juga tidak terlihat adanya keberhasilan dalam penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat yang berbasis pada potensi sumberdaya alam. Sebagian besar responden yang diwawancarai beropini dan ekspektasinya kedepan agar kegiatan semacamnya dapat dilakukan dengan cara yang lebih mudah dan dapat meningkatkan kemampuan individu masyarakat miskin dalam mengelola sumberdaya alam lokal. Simpulan Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Aspek budaya masyarakat nelayan seperti keteguhan masyarakat nelayan dalam memegang adat istiadat, mempertahankan budaya tradisionil, menjunjung tinggi nilai-nilai kepercayaan, dan
84

Hipotesis,Tahun ke 5, No 1, Januari - April 2013

memaknai adanya sifat tabuh dalam bermasyarakat ternyata masih ada diketiga pulau tersebut. 2. Aspek sosial masyarakat nelayan interaksi sosial masyarakat masih tergolong baik dan sifat kegotongroyongan diketiga lokasi penelitian tergolong kategori masih sangat baik. 3. Aspek lingkungan masyarakat nelayan yaitu aktivitas dan respon terhadap pemeliharaan lingkungan di Pulau Lumu-lumu dan Pulau Kodingareng masih cukup baik dan baik, sedangkan persepsi terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di lokasi penelitian masih cukup setuju dan setuju dan di Pulau Barang Lompo masih sangat setuju. 4. Aspek pola pikir masyarakat nelayan yaitu prilaku sosial dalam aktivitas perekonomian di lokasi penelitian masih cukup aktif dan aktif, tingkat resistensi perubahab di Pulau Lumu-lumu cukup tahan (70,0%), sedangkan pola interaksi antar komunitas di lokasi penelitian masih cukup intensif. 5. Aspek konflik masyarakat nelayan yaitu sumber konflik di lokasi penelitian dipicu oleh adanya faktor sumber ekonomi dan faktor sumberdaya dan cara penanganan konfliknya lebih kepada proses hukum dan melalui tokoh masyarakat, sedangkan di Pulau Lumu-lumu diselesaikan dengan cara kekeluargaan. 6. Penilaian kesesuaian lokasi budidaya rumput laut, lokasi budidaya ikan kerapu, dan lokasi pembudidayaan teripang di ketiga pulau masih sesuai kondisi perairan yang disarankan. Saran 1. Sebaiknya masyarakat nelayan di ketiga pulau beralih pekerjaan dari nelayan yang desktruktif fishing menjadi pembudidaya ikan kerapu, rumput laut, dan teripang. Hal ini dimungkinkan karena didukung perairan ketiga pulau tersebut masih mendukung. 2. Bagi apara pemerintah diharapkan pengawasan dalam pengelolaan sumberdaya supaya dikelola dengan baik, diharapkan bagi pelaku destruktif fishing harus ditindak tegas sesuai aturan yang ber-

laku. 3. Sebaiknya program pengentasan kemiskinan dari pemerintah setempat agar tepat sasaran
DAFTAR PUSTAKA Amidi. 2007. Mengeliminir kemiskinan Melalui Pemberdayaan Desa dan Peningkatan Kualitas SD. Jurnal Pembangunan Manusia. Jakarta. [BAKOSURTANAL] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 1996. Pengembangan Prototipe Wilayah Pesisir dan Marine Kupang Nusatenggara Timur. Puslitbang-Inderasig, Bakosurtanal, Cibinong. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2002. S tatistik Kesejahteraan Rakyat Indonesia. BPS. Jakarta. [Kec. Ujung Tanah Dalam Angka]. 2011. Data Statistik Kelurahan Ujung Tanah. Kota Makassar. Kuncoro, M. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis Dan Ekonomi, Jakarta, Airlangga. Markum, M.E. 2009. Pengentasan Kemiskinan dan Pendekatan Psikologi Sosial. Jurnal Psikobuana, Volume 1 No. 1. Mubarak et al., (1990 Seivilla,CG. 1993. Alimuddin T.(Penerjemah). Pengantar Metode Penelitian. UI PRESS. Jakarta. Waluyo, D.E. 2006. Studi Tentang Bentuk Kemiskinan Penduduk di Desa Cindogo Kecamatan Tapen Kab. Bondowoso. Jurnal Humanity, Maret Volume 1, Nomor 2. Winanto, T., Nugroho, A. dan J. Martoyo. 1991. Budidaya Teripang (edisi revisi). Penebar Swadaya Wiranto, T. 2009. Profil Kemiskinan di Perdesaan. Kerjasama Pembangunan Sektoral dan Daerah , Bappenas. Jurnal Info URDI Vol. 14. Zaelany, A.A. Perilaku Para Pihak dalam Kegiatan Penangkapan Ikan di Pulau Barrang Lompo (Makassar) dan Transformasi Menuju Perikanan Berkelanjutan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Mubarak H, Soegiarto A, Sulistyo, Atmadja WS. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Puslitbangkan. IDRC-INFIS. 34 hlm.

85

You might also like