You are on page 1of 10

PAJAK DAERAH DAN PAJAK LAINNYA (MATERAI, PBB, DAN PBHTB)

1. Pajak dan Retribusi Daerah

Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah Tingkat II. Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai menyelenggarakan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Subjek Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah. Wajib Pajak daerah adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundangundangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jenis Retribusi Daerah dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, Retribusi Perizinan Tertentu. Jenis Retribusi Daerah Jasa Umum Subyek Pajak Orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Obyek Pajak Pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan

Jasa Usaha

Orang pribadi atau badan Pelayanan yang disediakan yang Pemerintah Daerah dengan menggunakan/menikmati menganut prinsip komersial pelayanan jasa usaha yang
1

bersangkutan. Perizinan Tertentu Orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah. Kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan SDA, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

2. Peranan Pajak Daerah dalam Pembangunan Daerah : a. Beberapa Contoh Pajak Daerah Jenis Pajak Daerah Tingkat I terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Jenis Pajak Daerah Tingkat II terdiri dari: a. Pajak Hotel dan Restoran; b. Pajak Hiburan; c. Pajak Reklame; d. Pajak Penerangan Jalan; e. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C;
2

f. Pajak Parkir.

Tarif jenis Pajak sebagaimana disebutkan di atas ditetapkan paling tinggi sebesar: Ditetapkan seragam di seluruh Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah, antara lain: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air sebesar 5%; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air sebesar 10%; Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar 5%; Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan sebesar 20%; Ditetapkan Peraturan Daerah, antara lain: Pajak Hotel dan Restoran sebesar 10%; Pajak Hiburan sebesar 35%; Pajak Reklame sebesar 25%; Pajak Penerangan Jalan sebesar 10%; Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C sebesar 20%; Pajak Parkir sebesar 20%.

b. Mekanisme Pembayaran dan Pelaporan Pajak Daerah Tata Cara Pemungutan Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan. Pajak dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.
3

Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan. Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dibayar sendiri dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan. Terhadap Wajib Pajak tersebut akan diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak.

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan: a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dalam hal: - Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar; - Apabila Surat Pemberitahuan Pajak Daerah tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis; - Apabila kewajiban mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah tidak dipenuhi, pajak yang terutang secara jabatan. b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. d. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Daerah Kurang Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebelum dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. e. Selain itu juga dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Dan tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah apabila: pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar; dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
4

Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, dan ditagih melalui Surat Tagihan Pajak Daerah.

Tata Cara Pembayaran dan Penagihan a. Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah saat terutangnya pajak. b. Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. c. Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. d. Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Kepala Daerah.

3. Subyek, Obyek dan Perhitungan PBB, BPHTB dan Bea Materai Subyek, Obyek dan Perhitungan PBB Subyek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Obyek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah bumi dan atau bangunan. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokkan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak terhutang. Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : a. Letak;
5

b. Peruntukan; c. Pemanfaatan; d. Kondisi lingkungan dan lain-lain Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a. Bahan yang digunakan; b. Rekayasa; c. Letak; d. Kondisi lingkungan.

Tarif pajak yang dikenakan atas obyek PBB adalah sebesar 0,5% (lima persepuluh persen). Dasar pengenaan DPP adalah NJOP yang dihitung dari harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, maka NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek pajak lainnya yang sejenis atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. NJOP ditetapkan tiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sekali sesuai dengan perkembangan daerahnya. Dasar penghitungan pajak adalah NJKP yang ditetapkan serendehrendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Persentase yang digunakan untuk menentukan besarnya NJKP yaitu: - Sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP untuk : Objek pajak perkebunan, objek pajak kehutanan, dan objek pajak lainnya yang wajib pajaknya perorangan dengan NJOP atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp 1.000.000.000,-. - Sebesar 20% (dua puluh persen) dari NJOP untuk: objek pajak Pertambangan, objek pajak lainnya yang NJOP-nya kurang dari RP 1.000.000.000,6

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP = 0,5% x [Persentase NJKP x (NJOP-NJOPTKP)] Subyek, Obyek, dan Perhitungan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) Objek pajak BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi: a. pemindahan hak karena: 1. jual beli; 2. tukar-menukar; 3. hibah; 4. hibah wasiat; 5. waris; 6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya; 7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; 8. penunjukan pembeli dalam lelang; 9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 10 penggabungan usaha; . 11 peleburan usaha; . 12 pemekaran usaha; . 13 hadiah. . b pemberian hak baru karena: . 1. kelanjutan pelepasan hak; 2. di luar pelepasan hak. (3 Hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: ) a. hak milik; b hak guna usaha;menerbitkan:
7

. c. hak guna bangunan; d hak pakai; . e. hak milik atas satuan rumah susun; f. hak pengelolaan. Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang BPHTB.

Tarif pajak BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen). Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP).

Yang termasuk dalam Nilai Perolehan Objek Pajak antara lain adalah: a. Jual beli adalah harga transaksi; b. Tukar-menukar adalah nilai pasar; c. Hibah adalah nilai pasar; d. Hibah wasiat adalah nilai pasar; e. Waris adalah nilai pasar; f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar; g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar; h. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tet adalah nilai pasar; i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar; j. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar; k. Penggabungan usaha adalah nilai pasar; l. Peleburan usaha adalah nilai pasar; m. Pemekaran usaha adalah nilai pasar; n. Hadiah adalah nilai pasar; o. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang. Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun
8

terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. BPHTB = Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak x Tarif = (NPOP NPOPTKP) x 5% Subyek, Obyek dan Perhitungan Bea Materai Pengenaan Obyek Bea Materai dikenakan atas dokumen-dokumen yang ditentukan yaitu: a. Surat perjanjian atau yang lain yang dibuat dengan tujuan digunakan untuk alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata; b. Akta-akta notaris termasuk salinannya; c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkapannya; d. Surat yang memuat jumlah uang yang lebih dari Rp 1.000.000,e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,-; f. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,-; g. Dokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan. Tarif Bea Materai Bea Materai Rp 3.000,00 Bea Materai Rp 6.000,00

Cek dan Bilyet giro tanpa Surat perjanjian dan surat lain yang dibuat untuk tujuan batas pengenaan besarnya sebagai alat pembuktian mengenai suatu perbuatan, harga nominal kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata Akta-akta Notaris termasuk salinannya Akta-akta yang dibuat oleh PPAT Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,9

Surat berharga: wesel, promes, dan aksep yang jumlah nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan

Contoh kasus: Wajib pajak Didid membeli tanah dan bangunan dengan NJOP nya Rp 35.000.00,-. Dan NJOPTKP untuk daerah tersebut adalah Rp 30.000.000,-, berapa besarnya pajak yang terutang? Nilai Jual Objek Pajak . NJOPTKP Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Pajak yang terutang = 0,5% x 20% x Rp5.000.000,00 = Rp5.000,00 Rp35.000.000,00 Rp30.000.000,00 (-) Rp 5.000.000,00

10

You might also like