You are on page 1of 28

TUGAS : Keperawatan Klinik II

ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA

OLEH :

KELOMPOK X (E5 KEPERAWATAN)

1. ANITA 2. SALMIDA 3. CITA ANGGRAENI

4. WAODE CECI MULTI 5. FITRI AYU SATRI 6. LIANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA KENDARI 2013

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan pencipta alam semesta dan pemberi ilmu yang telah memberikan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah KEPERAWATAN KLINIK II, kebutuhan dan tuntutan perkembangan ilmu keperawatan, serta dapat menambah pemahaman pada mahasiswa jurusan keperawatan. Mengingat proses penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penyusun membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritik agar dapat meningkatkan penyusunan makalah yang akan datang, sehingga hal ini dapat menjadi ajang pembelajaran bagi kita semua dalam meningkatkan kualitas diri. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi tenaga keperawatan khususnya.

Kendari,

MEI 2013

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruktif kronik (COPD) merupakan istilah untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang diikuti oleh hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial reversibel, sekalipun empisema dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan dirawat sebagai penyakit khusus, sebagian besar pasien CPOD mempunyai tanda dan gejala kedua penyakit tersebut. Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat, terutama pada penderita laki-laki lanjut usia. Diperkirakan 16,2 orang Amerika menderita bronkitis kronik dan emfisema atau keduanya, yang bertanggung jawab dalam menyebabkan 112.584 kematian pada tahun 1998. Insiden COPD meningkat sejak tahun 1950 dan sekarang merupakan penyebab kematian terbanyak keempat COPD menyerang pria dua kali lebih banyak daripada wanita, diperkirakan karena pria adalah perokok berat, tetapi insiden pada wanita meningkat 600% sejak tahun 1950, dan diperkirakan akibat perilaku merokok mereka.

1.2 RUMUSAN MASALAH a. Bagaimana konsep teori dari emfisema? b. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema? 1.3 TUJUAN 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema. 1.3.2 Tujuan Khusus a. b. c. d. Mengetahui dan memahami definisi emfisema. Mengetahui dan memahami etiologi emfisema. Mengetahui dan memahami patofisiologi emfisema. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien dengan emfisema.

e. f. g. h.

Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan emfisema. Mengetahui dan memahami WOC dari emfisema. Mengetahui dan memahami komplikasi dari emfisema. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan emfisema.

1.4 MANFAAT Manfaat bagi Tim Penulis Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat karya ilmiah dan menambah wawasan khususnya tentang emfisema dan ruang lingkupnya Manfaat bagi pembaca Menjadi bahan masukan dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama mengenai konsep tentang emfisema dan ruang lingkupnya dalam bidang kesehatan

BAB II KONSEP TEORI

2.1 DEFINISi Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta deksruksi dinding alveolar. Emfisema dapat didiagnosis secara tepat dengan menggunakan CT scan resolusi tinggi. Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling umum adalah merokok. Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paruparu ini. 2.2 ETIOLOGI 1. Faktor Genetik Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diantaranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa 1 anti tripsin.

2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. 3. Rokok Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan. 4. Infeksi Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae. 5. Polusi Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.

6. Faktor Sosial Ekonomi Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek. 7. Pengaruh usia 1.3 PATOFISIOLOGI Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebs dan di antara parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada dead space atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok. Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa 1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan

emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas. Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolusalveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

Skema: patofisiologis emfisema beserta bronkhitis kronis

PENYIMPANGAN KDM EMFISEMA Infeksi /pneumonia, polusi, usia, ekonomi rendah, merokok, Defisiensi enzim alfa-1-antitripsin, enzim protease meningkat Inflamasi Elastisitas paru menurun Destruksi jaringan paru penurunan perfusi oksigen, sianosis

Pelebaran ruang udara di dalam paru (bronkus terminal menggembung) hiperkapnia CO2 meningkat / udara terperangkap dalam paru

asidosis respiratorius

Gangguan pertukaran gas dispnea Penurunan perfusi jaringan perifer Nyeri dyspnea Penurunan ventilasi Reflek batuk menurun Peningkatan upaya menangkap O2 Sekret tertahan Peningkatan upaya menangkap O2, peningkatan ronchiRR, retraksi otot bantu napas Ronchi kelelahan

1.4 KLASIFIKASI

Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik dari emfisema yaitu: a. CLE (Emfisema Sentrilobular) CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dindingdinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Mula-mula duktus alveolarisyang lebih distal dapat dipertahankan penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995). b. PLE (Emfisema Panlobular) Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruhparuparu . PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzimalfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami( Cherniack dan cherniack, 1983).

PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak. Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkhiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkhiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.

1.4 MANIFESTASI KLINIK

Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahunbertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia. 1.5 KOMPLIKASI 1. Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernafasan 2. Daya tahan tubuh kurang sempurna 3. Tingkat kerusakan paru semakin parah 4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas 5. Pneumonia 6. Atelaktasis 7. Pneumothoraks 8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien. 1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.6.1

Pemeriksan Radiologis Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.

Foto dada pada emfisema paru

Terdapat dua bentuk kelainan foto dada pada emfisema paru, yaitu : a. Gambaran defisiensi arteri Overinflasi Terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat konkaf.

Oligoemia Penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.

b. Corakan paru yang bertambah sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.

1.6.2

Pemeriksaan Fungsi Paru Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

1.6.3

Analisis Gas Darah Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.

1.6.4

Pemeriksaan EKG Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.

1.7 PENATALAKSANAAN

Penata laksanaan emfisema paru terbagi atas : 1.7.1 Penyuluhan Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik. 1.7.2 Pencegahan Rokok Merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan Menghindari lingkungan polusi Sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama

pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas. Vaksin Dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.

1.7.3 Terapi Farmakologi Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan : Pemberian Bronkodilator a. Golongan Teofilin Biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15 mg/L.

b.

Golongan Agonis B2 Biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.

Pemberian Kortikosteroid Pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas.Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan. Mengurangi Sekresi Mucus a. Minum cukup,supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat. b. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. c. Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum. d. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.

1.7.4 Fisioterapi dan Rehabilitasi Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk : Mengeluarkan mucus dari saluran nafas. Memperbaiki efisiensi ventilasi. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis

1.7.5 Pemberian O2 Dalam Jangka Panjang Pemberian O2 dalam jangka panjang akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EMFISEMA 3.1 PENGKAJIAN Di sebuah Rumah Sakit di Surabaya Tanggal Pengkajian : 12 Novenber 2010 a. Identitas Klien Nama TTL Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Nama Ayah/ Ibu Pekerjaan Istri Alamat Agama Suku bangsa Pendidikan terakhir Pendidikan terakhir Istri Diagnosa : Tuan A : 17/11/1970 : Laki-laki : 40 tahun, 5 hari : Buruh bangunan : Tn. M (Alm) / Ny.M : Ibu rumah tangga : Jl. Kedinding 78, Surabaya : Islam : Jawa : SD : SD : Emfisema Jam 11.30 WIB

b. Riwayat Sakit dan Kesehatan o Keluhan Utama : sesak napas. o Riwayat Penyakit Sekarang : Tuan A tinggal bersama istri dan dua anaknya. Tuan A mengeluh sesak napas, batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas. Banyak sekret keluar ketika batuk, berwarna kuning kental. Tuan A tampak kebiruan pada daerah bibir dan dasar kuku. Tuan A merasakan sedikit nyeri pada dada. Tuan A cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas. o Riwayat Penyakit dahulu : Tuan A selama 3 tahun terakhir mengalami batuk produktif dan pernah menderita pneumonia o Riwayat Keluarga : Tidak Ada 3.2. Observasi dan Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum : Baik, Kesadaran Kompos Mentis b. Tanda-Tanda Vital : S N TD RR : 37,40C :102 x/mnt :130/80 mmHg : 30 x/mnt

c.

Review of System o Pernafasan B1 (breath) Bentuk dada Pola nafas Suara napas Batuk : barrel chest : tidak teratur : mengi : ya, ada sekret

Retraksi otot bantu napas : ada Alat bantu pernapasan : O2 masker 6 lpm

o Kardiovaskular B2 (blood) Irama jantung Nyeri dada Akral Tekanan darah Saturasi Hb O2 o Persyarafan B3 (brain) Keluhan pusing (-) Gangguan tidur (-) o Perkemihan B4 (bladder) Kebersihan Bentuk alat kelamin Uretra : normal : normal : normal : regular; S1,S2 tunggal. : ada, skala 6 : lembab : 130/80 mmHg (hipertensi) : hipoksia

o Pencernaan B5 (bowel) Nafsu makan BB Porsi makan Mulut Mukosa : anoreksi disertai mual : menurun : tidak habis, 3 kali sehari : bersih : lembab

o Muskuloskeletal/integument B6 (bone) Turgor kulit Massa otot : Berkeringat : menurun

d. Pengkajian Psikologi dan Spiritual Klien kooperatif, tetap rajin beribadah dan memohon agar penyakitnya bisa disembuhkan. e. Pemeriksaan Penunjang a) Sinar x dada: Xray tanggal 12 November dengan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda

vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma). Kesimpulan : emfisema paru. b) c) d) pO2 : 75 mmHg () pCO2 : 50 mmHg () SO3 : 100%

f. Analisa Data No 1. Data DS: Klien mengeluh sesak napas DO: a) pO2 : 75 mmHg () b) pCO2 : 50 mmHg () c) SO3 : 100% Etiologi Infeksi / pneumonia Polusi Usia Ekonomi rendah Merokok Masalah Gangguan pertukaran gas

Defisiensi enzim alfa-1antitripsin, enzim protease

Inflamasi

Elastisitas paru menurun Destruksi jaringan paru

Pelebaran ruang udara di dalam paru (bronkus terminal menggembung)

CO2 meningkat / udara terperangkap dalam paru

Sesak RR > 20 x/menit CO2 hiperkapnia O2 hipoksia

Gangguan pertukaran gas Pola napas tidak efektif

2.

DS : Klien mengeluh berat saat bernapas

Destruktif kapiler paru

Penurunan perfusi O2 -Sianosis

DO : napas RR : 30 x/menit Penurunan perfusi jaringan perifer Retraksi otot bantu

Penurunan ventilasi

Peningkatan upaya menangkap O2 3.

Peningkatan RR

Retraksi otot bantu napas

4. Pola napas tidak efektif

Bersihan jalan napas tidak efektif DS : Klien mengeluh adanya rasa penuh di tenggorokan DO : Produksi sekret Nyeri dyspnea Sesak (dyspnea)

meningkat karena klien tidak bisa batuk efektif. ronchi Ditemukan suara napas Reflek batuk menurun

Sekret tertahan Intoleransi aktivitas DS :

Klien selalu mengeluh kelelahan dan lemas DO ; RR meningkat setelah Perfusi jaringan perifer menurun Ronchi

melakukan aktivitas Cepat lelah saat

beraktivitas

Ventilasi menurun

Upaya menangkap O2 meningkat

RR meningkat

Retraksi otot bantu napas

Kelelahan

Intoleransi aktivitas

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli yang reversible. b. Pola pernapasan berhubungan dengan ventilasi alveoli. c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret. d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen. 3.4 INTERVENSI a. Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli yang reversible. Tujuan : Pertukaran gas pasien kembali normal Intervensi : o Ajari klien tentang teknik penghematan energi. o Bantu pasien untuk mengidentifikasi tugas-tugas yang bisa diselesaikan. o Kolaborasikan pemberian oksigen sesuai indikasi o Berikan penekan SSP (anti ansietas sedatif atau narkotik) dengan hati-hati sesuai indikasi Rasional : o Pasien dapat bernapas dengan lancer. o Membantu ekspansi paru yang optimal. o Evaluasi tingkat kemapuan pasien dan mempermudah perawat dalam merencanakan kriteria latihan lanjutan. o Meningkatkan keadekuatan jalan napas.

b. diagnosa 2 : Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan ventilasi alveoli Tujuan Intervensi : o Latih klien napas perlahan-lahan, bernapas lebih efektif. o Jelaskan pada klien bahwa dia dapat mengatasi hiperventilasi melalui kontrol pernapasan secara sadar. o Kolaborasikan pemberian obat-obatan sesuai bronkodilator) Rasional : o Ventilasi alveoli normal. o Tidak terjadi gangguan perubuhan fungsi pernapasan. o Untuk melatih ketahanan jalan napas, serta memungkinkan untuk melatih batuk efektif. o Mampu mengurangi ansietas klien dalam menghadapi hiperventilasi. o Usaha untuk menstabilkan pola napasklien . c. Diagnosa 3 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya sekret atau produksi mukus. Tujuan : Mengatasi masalah ketidakefektifan jalan napas indikasi dokter (ex. : Tidak terjadi perubahan dalam frekuensi pola pernapasan.

Intervensi : o Berikan posisi yang nyaman (fowler/ semi fowler) o Anjurkan untuk minum air hangat o Bantu klien untuk melakukan latihan batuk efektif bila memungkinkan o Lakukan suction bila diperlukan, batasi lamanya suction kurang dari 15 detik dan lakukan pemberian oksigen 100% sebelum melakukan suction o Pasien lebih nyaman, karena dapat membantu kelancaran pola nafasnya

Rasional : o Air hangat dapat mengencerkan sekret o Batuk efektif akan membantu mengeluarkan sekret o Jalan nafas bersih. d. Diagnosa 4 : aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen. Tujuan : o Pasien bernafas dengan efektif. o Mengatasi masalah intoleransi aktivitas pada pasien Intervensi : o Ukur tanda vital saat istirahat dan segera setelah aktivitas serta frekuensi, irama dan kualitas. o Hentikan aktifitas bila respon klien : nyeri dada, dyspnea, vertigo/konvusi, frekuensi nadi, pernapasan, tekanan darah sistolik menurun. o Meningkatkan aktifitas secara bertahap. o Ajarkan klien metode penghematan energi untuk aktifitas. ubah posisi setiap 2 sampai 4 jam o Masalah intoleransi aktivitas pada pasien dapat teratasi untuk mengukur tingkat/kualitas nyeri guna intervensi selanjutnya Rasional : o Untuk melatih ketahanan muskuloskeletal klien, agar tidak terjadi syok. o Penghematan energi seperti bed-rest sangat membantu meningkatkan keadekuatan pernapasan klien. o Mengetahui kebiasaan klien dalam beristirahat serta membantu menentukan langkah yang tepat untuk mengoptimalkan periode istirahat klien.

3.5 EVALUASI 1. Diagnosa 1 : a) Pasien bisa bernapas normal tanpa menggunakan otot tambahan pernapasan b) Pasien tidak mengatakan nyeri saat bernapas. 2. Diagnosa 2: a) Pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif dan mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru. b) Pasien menyatakan faktor penyebab, jika mengetahui. 3. Diagnosa 3: Sekret encer dan jalan napas bersih 4. Diagnosa 4: a. Pasien bisa mengidentifikasikan faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktivitas. b. Pasien memperlihatkan kemajuan khususnya dalam hal mobilitas. c. Pasien memperlihatkan turunnya tanda-tanda

BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN o Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. o Etiologi dari emfisema meliputi: faktor genetik (riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga), Hipotesis Elastase-Anti Elastase, rokok, infeksi, polusi, faktor sosial ekonomi, pengaruh usia o Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru : PLE (Panlobular Emphysema/panacinar), CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar), Emfisema Paraseptal. o Asuhan keperawatan pada penderita emfisema secara garis besar adalah membantu menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen klien.

4.2 SARAN Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita emfisema. Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai pentingnya hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Baughman,D.C & Hackley,J.C.2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35528-Kep%20RespirasiAskep%20Emfisema.html http://yulifitri34.wordpress.com/2012/12/10/askep-enfisema/

You might also like