You are on page 1of 13

TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA KORUPSI

Latar Belakang Masalah Penegakan hukum adalah usaha untuk menegakkan norma-norma dan nilainilai budaya masyarakat untuk meningkatkan kesadaran hukum. Dengan demikian, para penegak hukum seharusnya memahami peraturan hukum yang harus ditegakkan. Akhir-akhir ini, penegakan hukum di Indonesia mendapat sorotan yang tajam karena dinilai sangat lemah sehingga tidak dapat mewujudkan keadilan dan kepastian hukum di tengah-tengah masyarakat. Salah satu fenomena yang mendapat sorotan adalah masalah Korupsi yang masuk dalam kategori kejahatan luar biasa (Extraordinary crime). Perkembangan dan pelaksanaan pembangunan khususnya di bidang ekonomi dengan keuangan telah berjalan dengan cepat serta banyak menimbulkan perubahan. Upaya untuk memacu dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi serta peningkatan pembangunan di segala bidang yang dilakukan pemerintah dan masyarakat juga telah banyak menimbulkan perubahan tata nilai di dalam masyarakat. Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang sangat tercela oleh negara manapun, karena dampaknya dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi perekonomian negara. Namun realita pada saat ini di Indonesia telah banyak ditemui kasus-kasus korupsi tersebut, sehingga secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong perekonomian negara ini ke dalam jurang keterpurukan dan berpengaruh langsung pada pelbagai krisis, khususnya krisis ekonomi dan kepercayaan. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat, perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis, serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah: 1. Apakah pengertian dari korupsi dan bagaimanakah modus operandi dari suatu korupsi?. 2. Apakah sebab dan akibat terjadinya korupsi?. 3. Bagaimanakah cara-cara menanggulangi suatu tindak pidana korupsi?

Pembahasan 1.1. Pengertian Korupsi Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptie atau corruptus selanjutnya kata corruption (penyuapan) berasal dari kata corrumpore (suatu kata Latin yang tua yang artinya merusak). Kemudian diikuti dalam bahasa Eropa seperti Inggris: corruption, corrupt; Perancis: corruption; Belanda: corruptive (korruptie). Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa korupsi yaitu gejala bahwa para pejabat badan-badan Negara menyalahgunakan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidak beresan lainnya. Pengertian korupsi secara harfiah dapat berupa: a. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidak jujuran. b. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. c. Perbuatan yang kenyataannya menimbulkan keadaan yang bersifat buruk: Perilaku yang jahat dan tercela, atau kebejatan moral; - Penyuapan dan bentukbentuk ketidakjujuran; - Sesuatu yang dikorup, seperti kata yang diubah atau diganti secara tidak tepat dalam satu kalimat; - Pengaruh-pengaruh yang korup. Istilah korupsi sering diikuti dengan istilah kolusi atau collusion adalah suatu kesepakatan atau persetujuan dengan tujuan yang bersifat melawan hukum atau melakukan suatu tindakan penipuan. Sedangkan pengertian nepotisme adalah suatu tindakan atau pengambilan keputusan secara subjektif dengan terlebih dahulu mengangkat atau memberikan jalan dalam bentuk apapun bagi

keluarga/kelompok/golongannya untuk suatu kedudukan atau jabatan tertentu. Istilah-istilah tersebut selalu dikenal dengan singkatan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). KKN harus diberantas dan dijadikan agenda pemerintahan untuk ditanggulangi secara serius dan mendesak, sebagai bagian dari program untuk memulihkan kepercayaan rakyat dan dunia internasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara yang bersangkutan. Transparency International memberikan definisi tentang korupsi sebagai perbuatan

menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan public untuk keuntungan pribadi. Dalam definisi tersebut, terdapat tiga unsure dari pengertian korupsi, yaitu: a. Menyalahgunakan kekuasaan; b. Kekuasaan yang dipercayakan, memiliki akses bisnis atau keuntungan materi; c. Keuntungan pribadi (tidak selalu berarti hanya untuk pribadi orang yang menyalahgunakan kekuasaan, tetapi juga anggota keluarganya dan temantemannya). Lubis dan Scott dalam pandangannya tentang korupsi disebutkan bahwa dalam arti hukum, korupsi adalah timhkah laku yang menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut, sedangkan menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap korupsi apabila hukum dilanggar atau tidak dalam bisnis tindakan tersebut adalah tercela. Beberapa pengertian korupsi menurut John A. Gardner dan David J. Olson sebagaimana yang dikutip oleh Martiman Prodjohamidjojo antara lain: a. Rumusan korupsi dari sisi pandang teori pasar Jacob Van Klaveren mengatakan bahwa seorang pengabdi Negara (pegawai negeri) yang berjiwa korup menganggap instasinya sebagai perusahaan dagang, sehingga dalam pekerjaannya diusahakan pendapatannya akan diusahakan semaksimal mungkin. b. Rumusan yang menekankan titik berat jabatan pemerintahan M. Mc. Mulan mengatakan bahwa seorang pejabat pemerintahan dikatakan korup apabila menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan

sesuatu yang bisa dilakukan dalam tugas dan jabatannya padahal seharusnya tidak boleh melakukan hal demikian selama menjalankan tugas. c. Rumusan korupsi dengan titik berat pada kepentingan umum Carl J. Friesrich mengatakan bahwa pola korupsi dikatakan ada apabila seorang memegang kekuasaan yang berwenang untuk melakukan hal-hal tertentu yang membahayakan kepentingan umum. d. Rumusan korupsi dari sisi pandangan sosiologi Menurut Syeh Hussein Alatas yang menyatakan bahwa: Korupsi tidak dapat dirumuskan dalam satu kalimat saja, tetapi juga membuat gambaran yang masuk akal mengenai gejala tersebut sehingga dapat dipisahkan dari gejala lain yang bukan korupsi. Korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi. Transparency International Indonesia (TII) mendefinisikan korupsi sebagai: menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi. Berdasarkan beberapa pengertian korupsi di atas maka dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan melawan hukum baik secara langsung maupun tidak langsung yang dapat merugikan perekonomian atau keuangan Negara yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. Pengertian tentang korupsi sering kali tidak dapat dibedakan atau dicampuradukkan dengan pengertian kolusi dan nepotisme. Hal ini disebabkan karena ketiga perbuatan itu mempunyai batasan yang sangat tipis dan dalam prakriknya sering kali menjadi satu kesatuan tindakan atau merupakan unsur-unsur dari perbuatan korupsi. 1.1a. Jenis dan Tipologi Korupsi Menurut Prof. Dr. Syed Husein Alatas, guru besar Universitas Singapura menyebutkan 7 tipologi atau bentuk dan jenis korupsi yaitu: a. Korupsi Transaktif, jenis korupsi dengan adanya kesepakatan timbale balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kepada kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan yang biasanya melibatkan dunia usaha atau bisnis dengan pemerintah.

b. Korupsi perkerabatan, yaitu penyalahgunaan wewenang untuk berbagai keuntungan bagi teman atau sanak saudara dan kroni-kroninya. c. Korupsi yang memeras, adalah korupsi dipaksakan kepada suatu pihak yang biasanya disertai ancaman, terror, penekanan terhadap kepentingan orangorang dan hal-hal yang dimilikinya. d. Korupsi Investif, yaitu memberikan sesuatu kepada pihak lain demi keuntungan di masa depan. e. Korupsi Defensif, yaitu pihak yang dirugikan terpaksa ikut terlibat di dalamnya atau bentuk ini membuat terjebak bahkan menjadi korban perbuatan korupsi. f. Korupsi Otogenik, yaitu korupsi yang dilakukan seorang diri, tak ada pihak lain yang terlibat. g. Korupsi Suportif, yaitu korupsi dukungan dan tak ada pihak lain yang terlibat. Bentuk korupsi universal dalam pelayanan publik yang potensial terjadi di Indonesia sebagai berikut: a. Petit corruption Korupsi kelas teri yang berbentuk extortion atau meminta imbalan, sangat mengganggu masyarakat karena memunculkan pameo Indonesia tidak lagi public servants tetapi to be served by the public. b. Ethics in Government Corruption Yaitu korupsi kelas kakap yaitu kerawanan unit-unit kerja pemerintahan dalam pengelolaan keuangan Negara, dengan cara pejabat unit kerja tersebut memainkan wewenangnya terhadap isi wajib pajak, PNBP, serta bea dan cukai. c. Gurita corruption Model korupsi yang paling berbahaya menghancurkan ekonomi Negara secara laten dan permanen. Misalnya dengan cara pengelolaan sumberdaya alam dengan modus new dimention crime seperti illegal logging, business collusion dan illegal fishing yang sulit diungkap karena dibungkus dengan globalisasi ekonomi, perdagangan bebas dengan berbagai cara monopoli dan manipulasi.

1.2. Modus Operandi Korupsi Modus operandi dari korupsi adalah cara-cara melakukan kejahatan korupsi dalam hubungannya dengan perbuatan korupsi, dapat terjadi dengan terencana dan modus operandi yang beragam. Beberapa modus operandi yang sering dilakukan oleh para koruptor antara lain: a. Perilaku oknum aparat pemerintahan atau birokrat dengan modus operandi yang sering digunakan terutama pada bisnis proyek jasa

konstruksi/pembangunan, pengadaan barang dan jasa. b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perbuatan korupsi dengan modus operandi pada impor gula oleh Bulog melalui perusahaan yang menggunakan dokumen palsu. c. Korupsi pada KUD (Koperasi Unit Desa) dan KUT (Kredit Usaha Tani) dengan modus operandi uang kredit pembelian cengkih fiktif, pembiayaan ongkos fiktif. d. Bebarapa kasus korupsi pada departemen pemerintahan dengan modus operandi manipulasi pembangunan gedung sekolah dengan laporan pekerjaan fiktif. Secara global terdapat berbagai modus korupsi di dalam sector public (termasuk politisi, dan pejabat yang dipilih dan pejabat yang diangkat), sering terjadi kegiatan-kegiatan seperti berikut: a. b. Menteri menjual wewenangnya untuk mengambil keputusan. Pejabat mendapat persentase tertentu dari kontrak pemerintah, dan uang komisi ini kemudian disimpan di bank-bank asing. c. Pejabat mendapat pelayanan yang sangat berlebihan dari kontraktor pemerintah dan keuntungan lain dalam berbagau bentuk. d. Pejabat mengantongi sendiri kontrak pemerintah, melalui perusahaan bayangan dan mitran nya atau bahkan secara terang-terangan kepada dirinya sendiri sebagai konsultan. e. Pejabat sengaja melakukan perjalanan ke luar negeri agar dapat mengurangi tunjangan per diem yang besarnya ditentukan sendiri, biasanya sangat besar.

f.

Partai politik menggunakan kemungkinan mendapat kekuasaan, atau melanjutkan kekuasaan yang ada, untuk mengeruk uang sebanyakbanyaknya dari perusahaan-perusahaan internasional terutama, dengan imbalan perusahan-perusahaan itu mendapatkan kontrak-kontrak

pemerintah. g. Pejabat bea cukai melakukan pemerasan dengan mengancam akan mengenakan pada pembayar pajak atau importer pungutan tambahan, kecuali kalau dia diberi suap, pajak yang harus dibayar akan berkurang banyak, atau impor dibebaskan dari bea masuk. h. Pejabat hokum mengutip uang untuk kepentingannya sendiri dengan cara mengancam akan menjatuhkan sanksi pelanggaran peraturan lalu lintas kecuali jika ia diberi uang. i. Petugas pelayanan publik meminta uang imbalan uang imbalan untuk mempercepat penerbitan surat izin bersangkutan atau untuk mencegah kelambatan. j. Kepala unit pelayanan publik meminta bagian dari bawahannya, mengharuskan bawahannya menaikkan uang setoran setiap minggu atau setiap bulan dan meneruskan uang yang masuk ke atasan. k. Unit fiktif diciptakan untuk memperpanjang daftar gaji dan daftar pensiunan, atau untuk menciptakan lembaga-lembaga fiktif, jika benarbenar ada, berhak mendapat dana Negara. Modus korupsi actual yang sering terjadi kerja sama antara sector public dengan personal privat: a. Penipuan terhadap anggaran dengan mengambil pos anggaran lain dengan maksud menyembunyikan nama pos yang mungkin dianggap terlalu mencolok atau mengada-ada. b. c. Menciptakan anggaran baru yang sebenarnya tidak diatur dalam peraturan. Mark up anggaran dengan melebihkan berbagai tunjangan yang diatur dalam UU. d. e. Pengalokasian anggaran yang sebetulnya sama dengan anggaran lainnya. Pembuatn anggaran tanpa perincian.

f. g.

Memghilangkan pos anggaran. Pengalihan anggaran yang seharunya diberikan dalam bentuk jaminan asuransi menjadi dalam bentuk uang.

h. i.

Bantuan berbentuk uang diubah barang dan mengurangi pesifikasinya. Pengadaan barang dan jasa dengan cara di mark up harga barang dan jasa demi harga pasar dan kolusi dengan kontraktor.

j.

Penghapusan inventaris dan asset Negara dengan cara memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi atau menjual invenaris kantor untuk kepentingan pribadi.

k.

Pemotongan bantuan social atau subsidi melalui cara dengan menyunat dana bantuan yang dilakukan di setia tingkatan meja.

l.

Penyelewengan dana proyek dengan cara mengambil dana proyek di luar ketentuan dan memotong dana proyek.

m.

Proyek fisik fiktif dalam laporan tercantum tetapi di lapangan nihil tidak ada proyek.

n.

Pungli penerimaan CPNS, pembayaran gaji, kenaikan pangkat, pengurusan pensiun dengan cara memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.

o.

Manipulasi hasil penerimaan penjualan, penerimaan pajak, retribusi dan iuran dari jumlah riil penerimaan pajak tidak dilaporkan serta penetapan target penerimaan pajak lebih rendah dari penerimaan riil.

p.

Manipulasi proyek fisik dengan cara mark up nilai proyek, pungutan komisi tidak resmi.

2.1. Sebab Terjadinya Korupsi Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi di India adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2%), hambatan struktur sosial (7,08 %). Sementara itu, Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut : a. Peninggalan pemerintahan kolonial. b. Kemiskinan dan ketidaksamaan.

c. Gaji yang rendah. d. Persepsi yang populer. e. Pengaturan yang bertele-tele. f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya. Di sisi lain Ainan menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi yaitu : a. Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna. b. Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes. c. Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap. d. Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi. e. Di India, misalnya menyuap jarang dikutuk selama menyuap tidak dapat dihindarkan. f. Menurut kebudayaannya, orang Nigeria Tidak dapat menolak suapan dan korupsi, kecuali mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya. g. Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah, mengapa orang harus mempersoalkan korupsi. Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut : 1. Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya. 2. Warisan pemerintahan kolonial. 3. Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. 2.2. Akibat Terjadinya Korupsi Nye menyatakan bahwa akibat-akibat korupsi adalah : 1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap. 2. Ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.

3. Pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi. Selanjutnya Mc Mullan menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat-akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut : 1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal. 2. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial. 3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik. 4. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan

kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif. Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendisendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

3.

Cara-Cara Penanggulangan Korupsi Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang

masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut : a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu. b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat. c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah

pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling

10

bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi. d. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman. e. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa

meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya. Selanjutnya, Myrdal memberi saran penaggulangan korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, pengadakan pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan

pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula. Persoalan korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja, melainkan perlu ditinaju dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya (practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya korupsi.

11

Kartono menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut : 1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh. 2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan

kepentingan nasional. 3. Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi. 4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi. 5. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya. 6. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan achievement dan bukan berdasarkan sistem ascription. 7. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi pemerintah. 8. 9. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien. 10. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi. Marmosudjono (Kompas, 1989) mengatakan bahwa dalam menanggulangi korupsi, perlu sanksi malu bagi koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para koruptor di televisi karena menurutnya masuk penjara tidak dianggap sebagai hal yang memalukan lagi. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut : a. Preventif. 1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.

12

2. Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya. 3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara. 4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan. 5. Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan. 6. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan sense of belongingness dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik. b. Represif. 1. Perlu penayangan wajah koruptor di televisi. 2. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.

13

You might also like