You are on page 1of 41

Warm up' terdahulu setiap kali anda ingin menyanyi.

Anda boleh melakukan nya walaupun anda tidak pernah mempelajari sebarang latihan vokal secara rasmi. Latihkan menyanyi "Doh", "ah", Mah", "Mee' atau "doh aah maa mee moo" secara menaik dan menurun mengikut 'skel'. Terus kan latihan setiap hari atau dua hari sekali. Suara juga perlu latihan 'warm up' sama seperti latihan otot untuk seorang atlit. Pilih satu lagu yang mempunyai nada yang agak tinggi buat anda pada masa ini. Nyanyikan lagu tersebut dua atau tiga kali setiap kali anda berlatih. Tenang kan suara, gunakan angin yang banyak dan tumpukan perhatian untuk mencapai nada yang tinggi tersebut dengan mudah. Setelah anda berjaya mencapai nada tersebut dengan mudah, cari lagu baru untuk terus berlatih. Pilih satu lagu yang mempunyai nada yang terendah buat anda pada masa ini. Sekali lagi nyanyikan lagu tersebut dua atau tiga kali setiap kali anda berlatih. Tenang kan suara semasa menyanyi nada yang terendah, sekiranya anda rasa terlalu sukar, cuba gunakan bunyi "mah" atau "ah". Setelah anda berjaya mencapai nada tersebut dengan mudah, cari lagu baru untuk terus berlatih. Amalkan meminum banyak air semasa menyanyi dan jangan sesekali memaksa untuk mencapai nada yang tinggi kerana ini boleh merosak kan 'kord suara' anda. Dengan banyak berlatih anda juga akan dapat mencapai nada terendah dan tertinggi dengan selesa. Proses Penghasilan Bunyi Suara Fonasi merupakan proses penghasilan bunyi suara melalui getaran pita suara. Aksi ini terjadi didalam larynx saat pita suara merapat dan tekanan nafas diaplikasikan pada kedua pita suara tersebut sedemikian rupa sehingga menimbulkan getaran. Pita suara dirapatkan oleh aksi otot interarytenoid yang menarik tulang rawan arytenoid sehingga kedua pita suara dapat saling merapat. Terdapat dua teori utama mengenai terjadinya vibrasi pada suara: 1. Teori myoelastik: Merupakan teori yang menyatakan bahwa pada saat pita suara dalam keadaan rapat dan tekanan nafas diaplikasikan kepadanya, pita suara akan tetap merapat, hingga tekanan dibawahnya (tekanan subglottis) mencukupi untuk mendorongnya merenggang. Aliran udara yang mengalir keluar dan mengakibatkan berkurangnya tekanan nafas & menyebabkan pita suara merapat kembali. Tekanan kembali dihimpun hingga pita suara dapat direnggangkan kembali, dan siklus ini terus berulang. Besarnya tekanan yang menyebabkan tertutup atau terbukanya pita suara (jumlah getaran perdetik) menentukan tingkat nada dari suara yang dihasilkan. 2. Teori aerodynamik: Teori ini berdasarkan pada Efek Bernouilli yang menyatakan bahwa nafas mengalir melalui glottis pada saat tulang rawan arytenoid dipisahkan oleh aksi otot-otot interarytenoid. Menurut Efek Bernouilli, nafas yang mengalir melalui pita suara menyebabkan pita suara tersebut bergetar sebelum arytenoid merapat dengan sempurna. Sewaktu arytenoid tertarik secara bersama hingga merapat, aliran udara ini membuat glottis tertutup dan menghentikan aliran udara hingga tekanan nafas medorong pita suara sampai merenggang dan menyebabkan aliran udara mengalir kembali. Aksi ini menghasilkan suatu siklus yang berulang. Perbedaan kedua teori diatas hanyalah terletak pada faktor yang menyebabkan pita suara merapat kembali dalam setiap siklusnya. Teori myoelastis memberikan penekanan pada tekanan otot (elastisitas), sedangkan teori aerodinamis memberikan penekanan pada Efek Bernouilli. Sangatlah mungkin kedua teori tersebut benar dan dapat beroperasi secara simultan dalam menghasilkan dan mempertahankan vibrasi. 3. Teori Neurochronaxic dari Raoul Husson. Teori ini sangat terkenal pada era 1950-an, namun belakangan teori ini telah didiskriditkan. Teori ini menyatakan bahwa: Frekwensi pada pita suara ditentukan oleh cronaxy syaraf yang berulang, dan bukan karena tekanan nafas atau tekanan otot. Penganut teori ini menganggap bahwa setiap vibrasi pada pita suara merupakan impuls dari syaraf-syaraf larynx yang bergetar dan bahwa pusat akustik pada otak diatur oleh kecepatan vibrasi pita suara yang dihasilkan. Jika benar, maka teori ini memiliki keuntungan psikologis bagi para penyanyi, sayangnya teori ini tidak pernah disyahkan.

Karakter Bunyi Suara Yang Baik Sebuah prasyarat dalam menentukan kebiasaan fonatori yang baik bagi seorang penyanyi atau pembicara agar dapat memiliki konsep yang valid bagi bunyi suara yang baik. Berikut ini merupakan gambaran ekspresi yang dapat mewakili beberapa karakteristik penting bagi bunyi suara yang baik: 1. Dihasilkan dengan bebas; 2. Menyenangkan untuk didengar; 3. Cukup keras untuk dengar dengan baik; 4. Kaya, berdering dan memiliki beresonansi; 5. Memiliki energi yang mengalir lembut dari satu nada ke nada yang lain; 6. Dihasilkan secara konsisten; 7. Memiliki vibrasi, dinamik dan hidup; 8. Ekspresif. Berikut ini merupakan daftar karakteristik bunyi suara yang buruk: 1. Tercekik, dipaksakan atau tegang; 2. Melengking, parau; 3. Terlalu keras, menyerupai teriakan atau bentakan; 4. Serak; 5. Mengandung nafas; 6. Lemah, tidak memiliki warna, atau tidak hidup; 7. Dihasilkan secara tidak konsisten; 8. Bergetar atau goyang. Suara yang indah bermula dari pikiran anda. Jika anda tidak dapat memikirkan sebuah nada yang indah, maka anda tidak akan dapat menghasilkannya. Anda harus belajar untuk membayangkan suatu suara di dalam mata batin anda, serta belajar mendengarkan-nya di dalam telinga batin, sebelum anda dapat mewujudkannya. Cara terbaik untuk mencapai gambaran mental dari suara yang indah adalah dengan mendengarkan beberapa penyanyi terkenal secara tekun. Anda harus terus mendengarkan pertunjukan panggung dan rekaman penyanyipenyanyi tersebut hingga anda mampu menampilkan gambaran dari penyanyi yang anda dengarkan. Dengan cara ini diharapkan anda dapat meniru karakteristik suara yang baik, seperti yang telah dijelaskan diatas. Hal terpenting dalam membentuk karakteristik suara yang baik adalah menentukan sebuah model suara yang dapat dijadikan sebagai sebuah panutan dalam pencarian anda terhadap kualitas suara yang prima. Jangan mempolakan diri anda untuk mengimitasi seorang penyanyi tertentu, betapapun baikknya ia menyanyi. Terdapat beberapa alasan mengenai hal ini: Pertama, atribut fisik anda (seperti ketebalan dan panjang pita suara, ukuran dan bentuk resonator dll.) pasti sangat berbeda dengan penyanyi yang anda tiru, sehingga anda tidak akan dapat mencapai kualitas suara yang serupa tanpa melakukan pemaksaan ataupun peniruan. Kedua, seorang penyanyi yang matang dengan pengalaman dapat melakukan banyak hal dengan suaranya tanpa harus merusaknya, dan hal ini tidak berlaku untuk penyanyi pemula. Ketiga, jika anda mempolakan diri anda terlalu serupa dengan seorang penyanyi, anda akan cendrung manjadi imitasi dari penyanyi yang bersangkutan, tanpa memiliki individualitas. Akan lebih bijaksana jika anda mampu memilih sepuluh orang penyanyi yang memiliki katagori suara yang sama dengan anda dan memiliki dan memiliki kelebihan-kelebihan yang dapat anda adopsi sebagai suatu model dalam pembentukan suara anda. Tiga Fase Dalam Sebuah Nada Musikal Setiap nada musikal dapat dibagi menjadi tiga fase: 1. Fase Attack (fase memulai nada); 2. Fase Sustention (fase penahanan nada); dan 3. Fase Release (fase pengakhiran nada). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ketiga fase ini terdiri dari memulai nada, menahan nada dan mengakhiri nada. Setiap fase fungsi yang penting dan memiliki masalah-masalahnya tersendiri. Fase attack: merupakan fase yang sangat penting dalam menyanyi karena memiliki kecendrungan untuk mempengaruhi dua fase lainnya dalam proses menghasilkan suara. Nada yang dimulai dengan baik akan membuka jalan bagi fase penahanan dan fase pengakhiran nada. Nada yang dimulai dengan cara buruk akan menimbulkan dampak serupa pada fase-fase selanjutnya. Awal yang baik berasal dari dalam pikiran penyanyi yang bersangkutan sebelum ia melakukan aktifitas fisik, termasuk didalamnya adalah persiapan untuk pitch

dengan tepat, kualitas nada yang tepat dan tingkat dinamik yang tepat. Pitch harus dimulai dengan tepat, tanpa menyendok keatas ataupun tergelincir kebawah. Untuk dapat melakukannya, seorang penyanyi harus dapat membentuk suatu kebiasaan mendengarkan pitch secara mental sebelum mulai menyanyikan pitch tersebut, dan bukan sewaktu menyanyikannya. Sebuah attack yang baik harus terlebih dahulu dipersiapkan, baik secara fisik maupun mental. Sebuah attack yang sempurna baru akan terjadi jika mekanisme penunjang nafas dan pita suara terlibat dalam suatu aksi bersama secara simultan dan efisien, tanpa andanya ketegangan yang tidak diperlukan, ataupun pembuangan nafas secara sia-sia. Jenis koordinasi yang effortless ini hanya dapat dicapai jika langkah-langkah persiapan telah dilakukan secara matang. Latihlah fase attack anda dengan menggunakan latihan berikut ini: 1. Tariklah nafas seperti saat anda mulai menguap; 2. Rasakan adanya pengembangan pada bagian tengah tubuh anda; 3. Tahan nafas anda begitu paru-paru anda terasa penuh dan nyaman; 4. Mulailah nada dengan terlebih dahulu memikirkan cara menghasilkannya, tanpa usaha fisik yang berlebihan. Untuk menghasilkan suara yang baik, tidak diperlukan usaha yang bersifat lokal, seperti menarik perut atas kedalam atau mendorongnya kearah depan. Jika anda telah menarik nafas dengan benar dengan postur yang baik, berarti anda telah menciptakan tunjangan nafas yang cukup untuk menyanyikan setiap nada dalam jangkauan nada (vocal range) anda tanpa perlu melakukan pengaturan kembali secara sengaja. Yang diperlukan pada tahap ini adalah gambaran mental yang tepat, pitch yang tepat, kualitas nada yang tepat, serta tingkatan dinamik yang diinginkan. Setelah semua itu terpenuhi, maka aksi refleks akan mengambil alih semua kegiatan tersebut. Jika hasilnya tidak seperti yang anda inginkan, berarti terdapat kesalahan dalam persiapan baik mental maupun fisik. Jangan memaksan penggunaan kekuatan otot yang berlebihan sebagai ukuran yang baku dalam menghasilkan suara yang baik. Pikirkanlah terlebih dahulu nada tersebut sebelum anda menyanyikannya. Dalam sebuah attack yang berimbang dan terkoordinasi, rahang haruslah dapat diturun secara bebas sebelum anda menghasilkan suara. Gerakan rahang yang benar adalah turun kearah bawah baru kemudian digerakkan sedikit kearah belakang. Jangan menekan rahang kearah bawah, mendorongnya kearah depan, atau menguncinya dalam suatu posisi, biarkanlah rahang bergerak dengan bebas. Jangan memikirkan pita suara anda pada saat anda menyanyi, karena pada dasarnya anda tidak memiliki kendali atas pita suara anda. Akan lebih baik jika anda memikirkan jenis suara yang akan anda hasilkan, dan sensasi apa yang akan anda rasakan pada saat suara seperti itu dihasilkan. Walaupun fonasi terjadi didalam larynx, ia akan terasa seperti dihasilkan disuatu tempat didalam kepala anda. Beberapa orang penyanyi menyatakan bahwa suara terasa dihasilkan di langit-langit mulut. Hal seperti ini merupakan sensasi yang baik untuk anda coba, karena sensasi seperti itu akan mengalihkan perhatian anda dari pita suara. Dalam pelajaran menyanyi terdapat sebuah pepatah kuno yang berbunyi: Penyanyi yang baik adalah penyanyi yang tidak memiliki leher. Pepatah ini cocok untuk menggambarkan apa yang seharusnya dirasakan oleh seorang penyanyi. Fase Sustention dari suatu nada berlangsung dari saat sesudah nada tersebut dimulai dan saat sebelum nada tersebut berakhir. Durasinya tergantung pada nada yang akan dinyanyikan. Menunjang suatu nada berarti menahan nada tersebut selama yang diperlukan. Berarti menopangnya secara fisik dari arah bawah, membuatnya tetap berbunyi, mempertahankannya atau memperpanjangnya, mempertahankan vitalitas yang terdapat didalamnya. Hal inilah yang seharusnya terjadi selama fase penahanan, dimana energi yang digunakan untuk memulai suara tersebut harus tetap mengalir. Mekanisme pernafasan harus melakukan tunjangan terhadap suara dari arah bawah tubuh. Vitalitas suara yang mendapat tunjangan tersebut haruslah tetap terjaga dan terfokus pada suatu tempat di kepala anda. Sebuah suara yang mendapat tunjangan harus tetap berada dalam keadaan stabil dan konsisten, tidak bergoyang, tidak mengalami perubahan dalam kualitas maupun tingkat dinamik, kecuali dalam merespon tuntutan ekspesif dalam musik. Hal penting yang harus diingat oleh seorang penyanyi adalah: jangalah sekali-kali menyanyikan nada dengan melakukan sentakan pada nafas. Ada dua faktor yang dapat membantu anda dalam memastikan bahwa energi yang anda hasilkan stabil: 1. Pertahankan pengembangan didaerah tengah tubuh selama anda menyanyikan suatu nada; 2. Pertahankan postur yang baik dengan cara berdiri tegap dengan punggung yang meregang. Sebuah ketegangan berimbang yang terjadi antara otot-otot yang digunakan untuk menghirup nafas dan otototot yang digunakan untuk menghembuskan nafas hanya akan terjadi jika anda telah dapat menerapkan postur dan pernafasan yang baik. Hubungan dinamis ini (disebut sebagai tunjangan nafas) merupakan faktor yang penting dalam melakukan tunjangan pada suara.

Saat melakukan penunjangan pada sebuah nada, bayangkanlah bahwa suara yang anda hasilkan mengalir bebas keluar dari tubuh anda, namun nafas anda seakan tetap tertinggal didalam tubuh anda. Pada kenyataannya, nafas pasti akan mengalir keluar dari tubuh anda, namun harus selambat mungkin. Bayangkan anda tengah berada dalam posisi menghirup nafas sewaktu anda menyanyikan suatu nada, ini akan membantu memperlambat keluarnya nafas dan mempertahankan pengembangan pada bagian tengah tubuh anda. Tenggorokan anda harus terasa rileks dan terbuka dari bagian atas hingga bagian bawahnya. Untuk mendapatkan perasaan seperti itu, pertahankanlah posisi awal menguap. Langit-langit mulut anda harus terasa bergetar seperti jika anda tengah bersenandung. Sensasi ini akan mempengaruhi kualitas suara dan efisiensi dari aksi pita suara anda. Tidak perlu melakukan gerakan pada lidah, bibir atau rahang sewaktu melakukan penahanan pada sebuah nada tunggal. Artikulator hanya aktif pada fase pemulaian dan pengakhiran nada, bukan pada fase penahanan nada. Jika suara sudah mulai dihasilkan, lidah, bibir dan rahang telah selesai melakukan tugas utamanya, dalam fase penahanan mereka akan beristirahat hingga tiba fase pengakhiran nada. Salah satu ciri dari penyanyi yang belum berpengalaman adalah melakukan perubahan postur dari alat-alat pengucapannya pada saat menahan sebuah nada. Aksi ini dapat menimbulkan ketegangan yang tidak perlu serta menimbulkan efek yang buruk bagi huruf hidup yang tengah dinyanyikan. Fase Release. Fase pengakhiran sebuah nada memiliki durasi yang sangat singkat dan harus dilakukan secara tegas dan tepat. Fase ini tidak boleh diabaikan, diperlambat atau dipercepat karena fase ini harus dilakukan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang benar. Pada kenyataannya, sebuah nada harus diakhiri, namun bukan dengan cara menghilang atau berhenti karena kehabisan energi. Tunjangan nafas yang digunakan untuk memperpanjang nada harus tetap dilanjutkan hingga fase pelepasan nada ini selesai. Jangan biarkan tunjangan anda mengendur sebelum suara selesai dinyanyikan, jika terjadi, hal ini akan mempengaruhi pitch dan kualitas nada yang anda hasilkan. Jangan mendahului sebuah release. Berpikir untuk mengakhiri nada terlalu cepat akan menyebabkan tunjangan nafas menjadi terlalu cepat rileks, atau menyebabkan tenggorokan anda menyempit dalam persiapannya untuk menghasilkan sebuah huruf konsonan. Sebuah release yang baik seharusnya dilakukan pada saat akhir secara cepat, bersih dan tepat. Lemahnya musikalitas seorang penyanyi merupakan penyebab utama dari release yang buruk. Salah satu keahlian yang harus dimiliki seorang penyanyi adalah kemampuan untuk menghitung nada dengan tepat, karena hanya dengan cara ini ia dapat mengetahui kapan saatnya ia harus memulai, memperpanjang dan mengakhiri sebuah nada. Sebagian besar kata dalam bahasa Inggris berakhir dengan huruf konsonan, karenanya konsonan dalam kata berbahasa inggis memiliki fungsi yang sangat vital dalam melakukan release. Sebuah release akan terdengar baik jika sebuah huruf konsonan akhir dapat diucapkan dengan cepat, tegas dan tepat pada waktunya. Sayangnya, banyak penyanyi yang tidak mengindahkan konsonan akhir, sehingga jarang sekali mereka menggunakan energi atau kelincahan yang cukup dalam melakukan release. Sebuah huruf konsonan harus dinyanyikan hingga batas akhir hitungan, kemudian diakhiri dengan cara yang cepat, dan tegas. Bayangkanlah bahwa sebuah konsonan akhir merupakan batas akhir dari suatu nada. Jangan mengantisipasi release saat anda baru saja mulai menyanyikan sebuah huruf hidup, tunggulah dan biarkan nada tersebut berbunyi hingga pada saatnya diakhiri dengan konsonan. Jangan mencoba untuk menghentikan sebuah nada dengan cara menjepit tenggorokan atau dengan memutuskan nafas anda. Sebuah release yang dilakukan dengan cara seperti itu akan menimbulkan ketegangan dan seringkali berakhir dengan suara yang serak. Biarkanlah organ-organ pembentuk suara (bibir, lidah dan rahang) melepaskannya secara alami. Jika sebuah nada berakhir dengan huruf hidup, anda harus tetap mengakhirinya dengan cara yang sama dengan nada yang memiliki huruf akhir konsonan. Teknik menyanyi tidak memiliki cara yang berbeda dalam melakukan dua aksi diatas. Pada prakteknya, pita suara dan mekanisme penunjang juga melakukan pelepasan suara tepat bersamaan dengan aksi pelepasan yang dilakukan oleh bibir, lidah dan rahang dalam suatu gerakan yang tersingkronisasi. Karenanya, sangatlah baik bagi bagi seorang penyanyi untuk dapat merasakan bahwa alat-alat pengucapannya memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam fase pengakhiran nada ini. KESIMPULAN: Fonasi merupakan proses yang sangat terkait dengan pernafasan. Sangatlah mungkin melakukan pernafasan tanpa melakukan fonasi, namun sangatlah mustahil untuk melakukan fonasi tanpa mendapat bantuan dari nafas. Dalam fonasi yang ideal dan berimbang, kedua proses tersebut terkoordinasi sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan pitch dan tingkat dinamik yang diinginkan dengan hanya menggunakan usaha minimal dari mekanisme penunjang nafas.

Dengan kata lain, hanya dengan tekanan udara dan ketegangan pita suara yang sangat berimbang yang dapat menghasilkan vibrasi yang baik tanpa menimbulkan ketegangan yang tidak diperlukan ataupun inefisiensi nafas. Tubuh penyanyi harus dilatih agar dapat berfungsi sebagai sebuah kesatuan, dibawah kendali pikiran, bukan sebagai kelompok yang terpisah-pisah yang dikendalikan secara lokal. Aksi yang terkoordinasi merupakan dasar bagi fonasi yang baik. Kesalahan Yang Berhubungan Dengan Fonasi Kesalahan dalam fonasi diperkirakan berasal dari tidak berfungsinya mekanisme larynx pada saat penyanyi yang bersangkutan menggunakan suara asli-nya. Kesalahan pada fonasi dibagi menjadi dua jenis: hipofungsional dan hiperfungsional. Fonasi hipofungsional, merupakan proses fonasi yang gagal dalam memenuhi tuntutan aktivitas yang dibutuhkan oleh mekanisme larynx. Kesalahan ini sering terjadi pada penyanyi pemula, namun juga dapat disebabkan oleh sebab faktor penuaan usia pada penyanyi yang bersangkutan. Kesalahan ini merupakan kesalahan yang paling banyak terjadi pada penyanyi. Penyebab utama dari kesalahan hipofungsional ini adalah tidak cukup tertutupnya glottis pada pita suara secara baik. Dampak dari kesalahan ini adalah timbulnya suara yang bercampur dengan nafas, dimana aliran udara dapat dengan bebas mengalir keluar dari celah dari glottis yang tidak tertutup secara baik tersebut. Pada saat pita suara tidak menutup dengan baik, tunjangan nafas akan mendorong udara yang tidak terpakai ini melalui celah pada glottis. Nafas yang terbung percumai sama dengan nada yang terbuang percuma, dan hal ini harus dihindari. Udara yang terbuang percuma juga menyebabkan lemahnya pengendalian nafas. Sebuah ban dengan pentil yang rusak akan cepat sekali kempes, seorang penyanyi yang tidak mampu menutup celah glottisnya dengan baik akan cepat sekali kehabisan nafas. Seorang pakar vokal terkenal, Van A. Christy menyatakan, Efficient tone is basic for efficient breath control (nada yang efisien merupakan dasar bagi pengendalian nafas yang efisien). Dalam konteks ini, nada yang efisien dan aksi pita suara yang efisien merupakan hal yang sinonim). Prosedur terbaik bagi perbaikan suara yang bercampur nafas adalah melatih pita suara agar dapat menutup dengan baik. Cara ini tidaklah mudah karena kita tidak memiliki kendali langsung terhadap pita suara. Tidak mungkin kita dapat memerintah interarytenoid dan otot-otot lateral cricoaritenoid untuk menutup glottis secara langsung. Aksi ini harus dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan pola-pola pemikiran tertentu serta aksi refleks yang terkondisi dengan baik. Sebagai contoh, berpikir untuk melakukan fase awal menguap akan menyebabkan merenggangnya jarak kedua pita suara. Sebaliknya, berfikir untuk melakukan fase awal bersenandung akan membuat pita suara merapat dan menutup celah glottis. Lakukanlah percobaan berikut ini: Hiruplah nafas dalam dengan nyaman dan berfikirlah untuk bersenandung. Anda akan merasakan bahwa mulut dan pita suara anda menutup untuk mempersiapkan aksi bersenandung tersebut (Jika anda menarik otot perut dengan kuat, anda akan merasakan bahwa pita suara anda menahan nafas yang akan keluar). Pada saat anda mulai bersenandung, rapatkan gigi anda kuat-kuat dan cobalah untuk merasakan adanya getaran berdengung pada langit-langit mulut anda. Aksi bersenandung seperti ini terkadang menghasilkan kualitas bunyi suara yang kurang baik, yaitu suara yang terdengar bercampur nafas. Kini cobalah bersenandung dengan mulut yang tetap tertutup sambil memisahkan gigi anda dengan cara menurunkan rahang bawah anda perlahan-lahan. Cobalah untuk mempertahan-kan getaran pada langit-langit selama mungkin. Aksi bersenandung jenis ini akan menimbulkan perasaan rileks dan akan menghasilkan kualitas bunyi suara yang lebih baik dibandingkan cara yang pertama. Dengan cara ini suara anda tidak akan bercampur dengan nafas jika dihasilkan dengan cara yang benar. Cara lain untuk menutup pita suara dengan benar adalah dengan meminta siswa untuk menambah energi pada saat tengah bernyanyi. Pada kebanyakan penyanyi yang kurang berpengalaman, pita suara tidak menutup dengan sempurna karena tubuh tidak cukup bekerja keras dalam menghasilkan suara yang baik. Berikut ini merupakan beberapa penyebab dari kurangnya kerja tubuh dalam menghasilkan suara yang baik: 1. Postur yang buruk; 2. Pernafasan yang dangkal; 3. Kurang baiknya fase penahanan nafas; 4. Bernyanyi terlalu lembut (kesalahan konsep tentang kekuatan suara); 5. Meniru model suara dari penyanyi yang buruk; 6. Kegagalan dalam mengenali kualitas suara yang baik; 7. Jarang terlibat dalam kegiatan bermusik. Masalah yang berhubungan dengan suara mendesah bukan berasal dari kurangnya penggunaan energi dalam

menyanyi. Hal ini dapat diperbaiki dengan beberapa cara. Salah satunya dengan cara meminta siswa untuk menyanyi lebih keras dari biasanya. Bersamaan dengan itu, mintalah siswa untuk melakukan gerak mengangkat secara lembut, seperti berpura-pura akan mengangkat sesuatu benda yang agak berat seperti buku tebal, yang diangkat oleh salah satu lengan dari batas pinggang ke atas. Dalam aksi ini, pita suara akan cendrung menutup untuk menunjang gerakan lengan. Jangan mengangkat benda yang terlalu berat karena epiglottis dan kerah larynx (larygeal collar) akan cendrung untuk menutup sehingga menyulitkan proses fonasi. Pendekatan lain adalah dengan mengimitasi cara menyanyi seorang penyanyi opera, atau menyanyi dengan cara dilebih-lebihkan. Dengan cara ini diharapkan siswa yang bersangkutan dapat memproduksi suara yang lebih hidup dan bulat. Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan membentuk postur dan kebiasaan bernafas yang baik bagi siswa yang bersangkutan, atau dengan membuat siswa yang menyadari fungsi dari mekanisme penunjang nafas. Caranya adalah dengan menirukan cara tertawa Santa Claus (Ho, ho, ho), atau meneriakkan kata panggilan seperti, Hai, atau dapat juga dengan meminta siswa menyanyi dengan keras seperti jika ia mencoba untuk menyanyi untuk penonton yang berada dibarisan belakang. Masalah yang berhubungan dengan kurangnya keterlibatan siswa yang bersangkutan dalam musik dapat ditanggulangi dengan memilihkan lagu-lagu yang dapat direspon secara cepat. Mintalah siswa untuk menghafal syair dalam lagu dan kemudian mengucapkannya secara ekspresif. Cara memberikan sebuah interpretasi terhadap lagu yang bersangkutan dapat dengan cepat memberikan respon yang ekspresif. Cara lainnya adalah dengan memperdengarkan rekaman suara penyanyi dengan lagu yang sama atau serupa. Semua siswa diharuskan memiliki model suara yang ideal, hal ini akan lebih cepat dicapai dengan cara banyak mendengarkan rekaman penyanyi-penyanyi yang ahli. Huruf hidup dan konsonan dapat pula digunakan untuk menghilangkan suara mendesah. Huruf hidup yang bersifat frontal (seperti [i], dan [e]) memiliki sifat tegas dalam produksinya dibanding dengan huruf hidup lainnya. Karenanya, huruf-huruf hidup diatas sangat kondusif untuk menghilangkan suara yang mendesah. Untuk langkah pertama, berikan siswa latihan vokalisi dengan menggunakan huruf hidup frontal, jika suara mendesah masih terdengar, mintalah ia untuk merapatkan giginya saat melakukan vokalisi tersebut. Posisi rahang yang tertutup rapat ini sebenarnya tidak dianjurkan dalam dalam menyanyi, namun sebagai jalan jalan pintas aksi ini dapat memperkuat aksi larynx untuk menghasilkan suara yang terbebas dari desahan nafas. Aksi ini harus dihentikan segera setelah siswa yang bersangkutan telah dapat menghasilkan suara tanpa desah dengan posisi rahang yang rileks. Cara lain untuk menghilangkan suara mendesah adalah dengan menggunakan huruf-huruf konsonan nasal seperti: [m], [n], dan [] yang dikombinasi dengan konsonan yang memerlukan aksi bibir dan/atau lidah yang kuat. Cobalah vokalisi lima buah nada (do, re, mi, fa, sol) secara naik dan turun dengan menggunakan kata seperti: ding, ding, ding, ding, ding; bum, bum, bum, bum, bum; no, no, no, no, no; wing, wing, wing, wing, wing, ting, ting, ting, ting, ting, dan kata-kata sejenisnya. Salah satu atau beberapa dari kata tersebut dapat digunakan sebagai pengganti salah satu kata yang terdapat di dalam lagu. Tingkat efektifitas penggunaan berbagai konsonan diatas akan sangat bervariasi bagi setiap siswa, sangatlah disarankan untuk mencoba beberapa dari kata diatas. Menurut pengalaman, kata, ding lebih sering memberikan hasil yang memuaskan. Salah satu masalah dalam memperbaiki suara yang mendesah adalah bahwa kebanyakan siswa tidak menyadari akan hal tersebut. Suara seperti ini sudah dianggap sebagai bagian dari suara alaminya, dan bukan dianggap sebagai bunyi nafas. Anda dapat memberitahukannya dengan cara merekam suaranya dengan menggunakan tape recorder dan terus memantau kemajuan yang dicapainya, jika hal ini tidak dilakukan, siswa yang bersangkutan akan tetap kembali pada kebiasaan buruknya. Permasalahan lain yang harus diwaspadai adalah bahwa penyebab suara mendesah adalah adanya faktor akil balig pada siswa yang bersangkutan. Ini adalah periode dimana otot-otot interarytenoid tidak dapat atau tidak menutup glottis dengan rapat. Akibatnya terdapat sebuah celah diantara vocal process pada tulang rawan arytenoid. Celah ini sangat umum terjadi pada suara remaja yang mengalami akil balig dan dikenal dengan sebutan mutational chink (celah mutasional). Meskipun siswa yang bersangkutan memiliki celah seperti ini, ia masih dapat mengurangi jumlah nafas yang keluar melalui celah tersebut. Anda dapat melakukan perbaikan pada jenis suara seperti ini dengan menggunakan seluruh metode yang telah dijelaskan sebelumnya, namun tetap dengan mengedepankan kehatihatian. Dalam masalah ini William Vennard menyatakan, Young singers should not be driven to eliminate this breathiness impatiently(Untuk para penyanyi muda, proses penghilangan suara mendesah ini jangan dilakukan dengan tergesa-gesa). Suara seperti ini akan hilang dengan sendirinya jika proses perubahan suara dalam dirinya telah berakhir.

Jika semua metode yang telah dilakukan tidak membawa hasil, masih terdapat satu cara lagi yang dapat ditempuh. Cara yang satu ini tergolong ekstrim, yaitu dengan meminta siswa yang bersangkutan untuk membuat suara yang tercekik atau tegang. Karena banyak metode yang digunakan tidak membuahkan hasil, maka anda harus melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan ketegangan yang cukup untuk dapat menutup pita suaranya dengan baik. Pada kenyataannya, cara ini mengandung resiko cidera yang besar karena adanya ketegangan yang berlebihan pada saat bersuara, dan cara ini juga bukan dimaksudkan untuk menggantikan suatu kebiasaan buruk dalam menyanyi dengan kebiasaan buruk lainnya. Namun demikian, seseorang yang memiliki suara mendesah secara terus-menerus akan jarang sekali mengalami cidera saat pertama kali mencoba untuk menggunakan suara yang tercekik; biasanya mereka akan cendrung mendekati situasi suara yang berimbang ketimbang suara yang tercekik. Saran berikutnya yang mungkin akan berhasil adalah meminta siswa yang bersangkutan untuk menirukan gaya penyanyi country dengan youdel-nya. Pendekatan-pendekatan yang memacu ketegangan seperti diatas tidak dimaksudkan untuk dipergunakan dalam jangka waktu yang lama dan harus segera diakhiri begitu siswa yang bersangkutan telah mengalami kemajuan dalam suaranya.

Rangkuman Prosedur Perbaikan Untuk Jenis Suara Mendesah (Hipofungsional) 1. Bersenandung (dengan vibrasi pada langit-langit mulut); 2. Menggunakan energi yang lebih besar dengan cara menyanyi lebih keras; 3. Menggunakan energi yang lebih besar dengan latihan mengangkat beban; 4. Menirukan gaya penyanyi opera; 5. Menanamkan kebiasaan berpostur dan bernafas yang baik; 6. Mengaktifkan mekanisme penunjang nafas dengan melakukan latihan-latihan; 7. Menyanyi untuk barisan penonton paling belakang dari auditorium; 8. Memiliki keterlibatan yang kuat dalam musik; 9. Membentuk suara yang ideal dengan cara mendengarkan penyanyi-penyanyi yang baik; 10. Melakukan vokalisi dengan menggunakan huruf hidup frontal; 11. Melakukan vokalisi dengan menggunakan konsonan nasal; 12. Menirukan suara tercekik. Suara Desah yang Dipaksakan. Dalam permasalahan suara yang mengandung nafas (breathy voice) terdapat sebuah jenis masalah yang memerlukan penjelasan khusus karena adanya faktor-faktor yang komplikatif didalamnya, jenis ini dikenal dengan suara desah yang dipaksakan. Komplikasi yang terdapat didalam masalah jenis ini berasal dari rendahnya fungsi mekanisme pada larynx yang diikuti dengan rendahnya fungsi mekanisme penunjang nafas. Perbaikan yang ditujukan pada salah satu faktor dapat memperburuk faktor lainnya. Menarik otot-otot perut dapat menghasilkan tekanan udara yang besar pada larynx karena pita suara tidak menutup dengan baik sehingga udara akan menekan pita suara dengan derasnya. Pendekatan terbaik dalam memperbaiki jenis kesalahan seperti ini adalah melakukan pendekatan pada mekanisme penunjang nafas terlebih dahulu melalui metode-metode yang telah dijelaskan sebelumnya, barulah kemudian melakukan perbaikan pada proses fonasi yang mendesah dengan menggunakan metode yang terdapat pada daftar diatas. Hindari metode-metode yang mungkin akan mengakibatkan timbulnya tunjangan nafas yang berlebihan seperti pada nomer 2, 3, 4, 6, 7, dan 8. Fonasi Hiperfungsional, Fonasi hiperfungsional dapat didefinisikan sebagai: terdapatnya aksi fonasi yang berlebihan pada mekanisme larynx sehingga menyebabkan suara yang terdengar tegang, keras dan serak. Penyebab utama dari masalah ini adalah adanya ketegangan yang berlebihan didalam pita suara yang terkadang berasal dari ketegangan pada otot-otot larynx dan daerah sekitarnya. Jika suatu proses fonasi disertai dengan tunjangan nafas yang bersifat hiperfungsional, suara yang dihasilkan akan terdengar parau, melengking, serak, kasar, tertarik bahkan tercekik. Jika dilakukan dalam jangka waktu yang lama atau dilakukan secara ekstrim, fonasi hiperfungsional dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan yang kemungkinan memerlukan perawatan secara medis. Banyak penyanyi yang tidak menyadari bahwa pada dasarnya kesalahan yang dideritanya termasuk dalam apa yang dalam bidang vokal disebut sebagai vocal cripples atau kecacatan vokal, sehingga penyanyi yang bersangkutan bantuan seorang dokter spesialis THT untuk memperbaiki masalah dalam organ menyanyinya. Sangat disarankan bagi setiap guru vokal untuk dapat mengenali gejala-gejala dari apa yang sering disebut sebagai, vocal abuse (penyalahgunaan suara) atau vocal misuse (kesalahan dalam menggunakan suara), sehingga dapat dengan segera memberikan saran pada siswa yang bersangkutan untuk berkonsultasi pada dokter ahli THT. Dalam masalah ini mungkin saja siswa tidak mengalami kesalahan yang bersifat organik atau kesalahan yang

mengakibatkan konsekuensi serius, karena instrumen vokal manusia pada dasarnya sangat tahan menghadapi berbagai macam penyalahgunaan suara yang dibebankan kepadanya. Namun begitu, tetap saja diperlukan saran dari seorang dokter ahli. Semakin dini pencegahan dapat dilakukan, semakin besar kemungkinan untuk memperbaikinya. Dalam situasi seperti ini, pertolongan seorang guru sangat dibutuhkan dalam mengajarkan siswa yang bersangkutan mengenai pembentukan kebiasaan bernyanyi yang baik sehingga problem yang terjadi dapat diperbaiki sesegera mungkin. Gejala yang sering terjadi pada kesalahan dalam penggunaan suara adalah terdengarnya keserakan pada suara. Morton Cooper menyatakan bahwa keserakan merupakan kualitas yang paling sering ditemui dalam vokal klinis. Keserakan merupakan fenomena yang umum ditemui, namun tidak memiliki gejala yang spesifik. Penyebabnya dapat berhubungan dengan alergi, infeksi karena virus, laryngitis, pertumbuhan pita suara, pengobatan, perubahan temperatur, sinusitis, polusi udara, kesalahan dalam penggunaan suara dan banyak lagi lainnya. Penyebab dari keserakan hanya dapat ditentukan oleh seorang dokter yang ahli, namun seorang guru vokal harus dapat mengenali bahwa keserakan yang terjadi pada suara siswanya merupakan sebuah tanda bahaya dan dapat memperingati siswa yang bersangkutan. Jika keserakan terjadi dalam jangka waktu yang lama, terjadi hampir disetiap kali siswa yang bersangkutan menyanyi dalam jangka waktu yang agak lama, atau terdapat keserakan dalam suara berbicaranya, nasihat terbaik bagi siswa tersebut adalah segera mendatangi seorang laryngologis. Gejala umum lainnya dari kesalahan dalam penggunaan suara adalah menyempitnya wilayah nada setelah penyanyi yang bersangkutan menyanyi untuk beberapa menit. Hal ini sering terjadi pada penyanyi yang memiliki wilayah nada yang cukup luas (biasanya penyanyi yang bersangkutan kehilangan nada-nada tertingginya, nadanada terendahnya atau kedua-duanya). Tapi hal ini dapat juga terjadi pada nada-nada tengah, terutama pada wanita. Ini merupakan suatu indikasi dari terlalu banyaknya ketegangan sehingga suara mulai kehilangan fungsi normalnya jika digunakan dalam jangka waktu tertentu. Suara yang dihasilkan dengan baik akan mempunyai daya tahan yang baik. Tidak pernah ada kondisi yang disebut sebagai overuse (penggunaan suara secara berlebihan) dalam berbicara, jika suara berbicara digunakan secara benar. Kutipan dari West, Ansberry dan Carr menyatakan, No amount of vigorous vocalization can damage the edges of the vocal folds if the voice is properly used(Vokalisi yang dilakukan dengan sering tidak dapat merusak tepi pita suara jika suara digunakan dengan benar). Ia mengidentifikasikan kesalahan dalam penggunaan suara sebagai kurangnya pengetahuan mengenai menyanyi dengan baik, kurangnya pelatihan vokal yang baik, buruknya model vokal yang dimiliki, kesulitan emosi, dan/atau masalah-masalah psikologis. Jika seorang penyanyi sering kehilangan wilayah nadanya, atau bahkan kehilangan suaranya setelah menyanyi, itu merupakan sebuah indikasi kuat bahwa penyanyi tersebut kurang mendalami pengetahuan dan/atau teknik vokal. Penyanyi seperti ini sangat membutuhkan seorang guru yang kompeten dibidangnya. Gejala yang sering ditemukan dalam proses fonasi yang tertekan adalah terbatasnya atau tidak terdapatnya vibrasi sering disebut sebagai nada lurus. Tidak adanya vibrato pada suara disebabkan oleh larynx yang mengalami ketegangan. Beberapa faktor yang menjadi kontributor pada fonasi hiperfungsional dan yang berhubungan dengan masalahmasalah vokal adalah: Menyanyi dalam klasifikasi suara yang salah, terutama pada tesitura yang terlalu tinggi; Berbicara dibawah atau diatas tingkat nada yang optimal; Menyanyi atau berbicara pada lingkungan yang ramai; Kebiasaan menyanyi atau berbicara terlalu keras atau dengan menggunakan kekuatan yang terlalu besar; Menjerit, berteriak atau memekik; Memiliki konsep tunjangan nafas yang salah; Teknik pernafasan yang salah; Ketegangan dan kekakuan pada postur; Memiliki model suara yang salah; Ketegangan yang berasal dari masalah psikologis rasa ketakutan, inferioritas, tidak aman, malu dan lain sebagainya. Prosedur Perbaikan Untuk Fonasi Hiperfungsional. Tujuan utama dari prosedur perbaikan ini adalah menghilangkan ketegangan yang berlebihan pada larynx. Karenanya, prosedur perbaikan ini harus dilaksanakan dengan teknik-teknik rileksasi. Disarankan juga agar guru vokal dapat menciptakan suatu suasana kelas yang dapat membuat siswa merasa rileks, sebuah suasana yang didasari oleh pemahaman yang simpatik dan perhatian yang tulus dalam memenuhi kebutuhan siswa. Prosedur perbaikan dapat dimulai dengan menerapkan rileksasi pada tubuh siswa. Pada tahap ini anda dapat menerapkan teknik-teknik yang telah dijelaskan sebelumnya.

Langkah pertama ialah: melakukan latihan-latihan pelenturan dan peregangan seperti: memutarkan kepala, menganggukkan kepala, memutar bahu, menggunggangkan lengan dan tangan, latihan-latihan untuk melemaskan rahang, bibir, lidah dan lain sebagainya. Langkah kedua adalah: mengamati postur siswa, memeriksa dengan seksama kelurusan serta kesalahan-kesalahan yang ditimbulkan oleh adanya ketegangan pada postur. Penyebab terjadinya ketegangan pada larynx biasanya disebabkan oleh pernafasan yang salah dan tunjangan nafas yang terlalu besar. Meskipun tampaknya pernafasan dan tunjangan nafas benar, guru harus tetap memeriksanya pada saat siswa yang bersangkutan menyanyi. Periksalah pengembangan yang terjadi pada bagian tengah tubuh siswa, pengaturan tunjangan nafas, dan cara mulai menyanyikan nada tanpa menarik bagian perut. Beberapa orang siswa mungkin dapat melakukan hal-hal tersebut pada saat ia tidak menyanyi, namun ia tetap akan memiliki kecendrungan untuk menghasilkan ketegangan pada saat ia menyanyikan nada-nada tinggi atau kalimat-kalimat panjang. Selalu terdapat godaan untuk menghirup nafas terlalu banyak dan menyimpannya didalam dada yang kesemuanya ini hanyalah merupakan suatu usaha yang sia-sia dalam menciptakan sistem penunjang nafas yang baik. Membuat sebuah attack yang proporsional akan sulit dilakukan oleh orang yang memiliki ketegangan pada pita suara. Kecendrungan untuk memulai fonasi yang diiringi dengan letupan udara merupakan hasil dari glottis yang tertutup rapat dengan tekanan nafas yang meningkat sehingga pita suara terpisah secara kasar. Jenis attack seperti ini dikenal sebagai hard attack (attack yang kuat) atau tight attack (attack yang sempit), dan letupan udara yang menyertainya disebut sebagai glottal plosive (ledakan glottal) atau glottal attack (attack glottal). Attack yang keras merupakan sebuah gejala dari terdapatnya ketegangan pada larynx. Jika ketegangan ini terjadi telalu kuat, ia dapat merusak membran sensitif yang melindungi pita suara, serta menimbulkan ketegangan pada otot-otot larynx. Gesekan yang terjadi di vocal process pada saat tulang rawan-tulang rawan tengah berdekatan, serta ledakan glottal yang berulang-ulang dapat menghasilkan luka pada tulang-rawan tersebut. Vocal misuse dan vocal abuse merupakan faktor terbesar yang dapat menimbulkan terjadinya vocal nodules, polyps dan polypoid. Berdasarkan kenyataan inilah, maka seorang siswa haruslah terampil dalam menghasilkan suatu attack yang lembut dan berimbang. Rahasia dari attack yang berimbang terletak pada adanya sinkronisasi antara tekanan nafas dengan penutupan glottis. Dalam attack yang sempit, pita suara berada dalam keadaan menutup terlebih dahulu baru kemudian tekanan nafas diaplikasikan. Dalam attack yang berimbang, nafas mengalir melalui pita suara sebelum pita suara mulai menutup. Dalam hal ini nafas dan pita suara beraksi secara simultan dalam menghasilkan suara yang bersih tanpa adanya ketegangan atau nafas yang terbuang percuma. Siswa harus selalu didorong agar terus berlatih menghasilkan attack yang lembut hingga pada akhirnya hal tersebut dapat menjadi suatu bagian yang aman dari teknik bernyanyinya. Berikut ini adalah latihan rutin yang dirancang untuk tujuan tersebut: Pertama, lakukan latihan rileksasi (seperti: memutar kepala, bahu dll.) untuk melemaskan otot-otot anda. Kemudian berdirilah di depan cermin dan perhatikan diri anda secara seksama apakah terlihat adanya tandatanda ketegangan pada tubuh anda. Sebelum anda mulai menghasilkan suara, ingatlah untuk selalu menghadirkan bayangan pitch, tingkat dinamik dan kualitas suara yang akan anda hasilkan terlebih dahulu. Kemudian hiruplah nafas dengan santai seperti yang anda lakukan pada saat awal menguap, kembangkan bagian tengah tubuh anda dan tahanlah nafas begitu paru-paru anda telah terasa penuh. Disaat anda akan memulai fonasi, biarkalah sistim penunjang nafas anda yang melakukannya dengan cara memulai nada hanya dengan memikirkan cara melakukannya. Berhati-hatilah untuk tidak menarik daerah perut anda secara sengaja. Sebutkan kata wan beberapa kali dengan memperpanjang konsonan n dan menyambungkannya dengan kata berikutnya secara tidak terputus. Pusatkan perhatian anda pada sensasi getar dari bunyi n dan sensasi suara yang dihasilkan setelah mengucapkan konsonan tersebut. Kemudian lakukan latihan tersebut kembali, namun kini tingkat nada menyanyi anda digantikan dengan tingkat nada berbicara. Jangan menarik bagian perut atau melakukan penekanan (aksen) pada setiap suku kata, biarkanlah setiap kata yang dihasilkan mengalir dan bersambung dan biarkan setiap n membawa nada suara anda ke kata berikutnya. Ulangi kembali latihan diatas dengan menggunakan kata no, no, no kemudian ni, ni, ni dan terakhir dengan menggunakan nu, nu, nu. Guru harus selalu memonitor latihan ini hingga siswa dapat menghilangkan ketegangan pada larynxnya dan tidak mensuplai nafas terlalu banyak ke larynx. Mintalah siswa untuk membayangkan bahwa nada yang dihasilkannya dimulai di dalam kepalanya, bukan pada larynxnya. Cara ini akan membantunya untuk mengalihkan perhatian pada aktifitas larynx. Tekankan padanya tentang perlunya mempertahankan posisi awal menguap saat menyanyi, karena cara ini akan membantunya untuk menyanyi dengan rileks. Ini disebabkan karena larynx berada pada posisi terbaiknya pada saat menyanyi. Huruf hidup (vokal) dan konsonan dapat digunakan untuk memperbaiki suara yang tercekik. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa huruf hidup frontal dapat digunakan untuk menghilangkan desahan nafas pada suara, sedangkan huruf-huruf belakang yang dihasilkan dengan memajukan bibir (seperti [o], dan [u]) merupakan huruf hidup yang memiliki ketegangan yang lebih kecil dibandingkan dengan huruf hidup frontal. Karenanya, huruf hidup jenis ini dapat digunakan untuk menghilangkan ketegangan pada daerah larynx. Kombinasi huruf hidup ini dengan aksi awal menguap merupakan aksi yang paling efektif untuk menghilangkan tensi pada larynx. Untuk mengurangi ketegangan pada rahang, serta untuk dapat menghasilkan suara yang

bebas, mulailah menyanyikan huruf hidup ini dengan menggunakan bantuan konsonan y atau m, seperti: yu, yu, yu; mu, mu, mu dan lain sebagainya. Indikator utama dari adanya ketegangan pada larynx adalah hilangnya vibrasi pada suara. Ketegangan ini hanya dapat dihilangkan jika anda telah dapat mengaplikasikan sistem penunjang nafas dengan baik. Dengan terbentuknya suatu sistem penunjang nafas yang baik, vibrasi pada suara akan muncul dengan sendirinya sebagai dampak yang positif. Jika anda vibrasi tidak juga muncul, maka anda harus menerapkan teknik-teknik khusus yang dapat digunakan untuk merangsang timbulnya vibrasi. Pendekatan lain yang dapat anda gunakan untuk menghilangkan fonasi yang tercekik ini adalah dengan menggunakan penggunaan efek nafas untuk menghasilkan suara. Teknik ini diperkenalkan oleh William Vennard dengan cara meminta siswanya untuk memulai sebuah suara dengan konsonan [h] yang berlebihan dan diikuti dengan pengucapan huruf hidup secara tegas dan bersih. Cara memulai fonasi seperti ini harus kurangi secara bertahap, seiring dengan membaiknya cara attack siswa yang bersangkutan. Selanjutnya konsonan [h] hanya dilakukan secara imajinatif saja. Seorang ahli vokal, WilliamVennard sering menggunakan latihan yang ia dinamakan tanda-menguap untuk menunjang teknik ini. Caranya mudah, mintalah siswa mengeluh seperti pada saat mereka kelelahan. Dengan cara ini siswa akan mengalami tiga fase perubahan suara: dari suara yang tercekik, menjadi suara yang mengandung nafas dan pada akhirnya menjadi suara yang benar

Selain berbagai alasan di atas, tujuan umum dari mempelajari perkembangan dan gangguan dari kemampuan bicara dan bahasa pada anak-anak ini adalah untuk lebih memahami tanda-tanda, implikasi, perawatan, dan hal lain yang berkaitan dengan pasien yang mengalami gangguan bicara, suara, bahasa, atau juga pendengaran. Sebelum membahas lebih jauh, mungkin perlu dijelaskan kembali perbedaan antara kemampuan bicara dan bahasa. Bahasa adalah suatu langkah sistematis dalam mengekspresikan atau menyampaikan ide atau pun perasaan dengan menggunakan isyarat, tanda, simbol, dan terutama suara. Di sisi lain, bicara diartikan sebagai proses mengekspresikan atau menyampaikan pemikiran dalam bentuk kata-kata yang diucapkan. Sebagai contoh, ketika seorang anak yang sedang duduk di kursi pasien menangis, sebenarnya dia sedang menyampaikan atau mengungkapkan ketakutan atau kecemasannya, tapi proses ini bukanlah termasuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa atau pun bicara. Ketika dia menunjuk ke gigi yang sakit, si anak bisa dikatakan sedang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa. Dalam konteks ini adalah bahasa isyarat. Dan ketika si anak berkata, Gigi yang depan ini sakit. berarti si anak sedang berkomunikasi dalam bahasa verbal atau bicara. Bicara adalah hasil dari empat proses dasar yang terjadi pada tubuh seseorang. Proses tersebut adalah respirasi, fonasi, resonansi, dan artikulasi. Respirasi Proses respirasi dalam hal ini menjadi sumber tenaga ketika berbicara. Selama berbicara, terjadi tarikan nafas yang cepat dalam durasi yang tinggi. Terkadang ketika pembicaraan cukup panjang nafas yang keluar juga menjadi panjang. Banyaknya kata atau kalimat yang bisa diucapkan oleh seorang pembicara akan bergantung kepada kemampuannya dalam mengendalikan nafas, terutama nafas yang dikeluarkan. Kelainan bicara jarang sekali disebabkan oleh masalah pada sistem pernafasan. Kecuali, pada beberapa kasus kelainan saraf dan kasus kerusakan sistem saraf pusat, misalnya kasus cerebral palsy. Fonasi

Fonasi adalah proses yang terjadi di dalam tubuh manusia dimana udara dikeluarkan dengan melewati pita suara dan menggetarkan pita suara. Hasilnya keluarlah suara manusia. Kelainan pada laring akan membuat kualitas suara menurun dan sering terjadi suara serak, parau, dan terengah. Resonansi Ketika gelombang udara dari proses respirasi dan fonasi keluar, gelombang suara yang dihasilkan akan melewati beberapa ruangan yang disebut juga sebagai resonator. Proses inilah yang kemudian disebut sebagai resonansi. Proses ini jugalah yang akan memberikan warna pada suara, sehingga suara satu orang dengan orang lainnya akan berbeda satu sama lain. Rongga laring, faring, mulut dan hidung akan membuat semacam bentuk yang harus dilewati oleh gelombang suara untuk mengucapkan atau mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu yang diinginkan. Gangguan pada mekanisme resonansi akan mengurangi kualitas suara yang biasa dikenal sebagai suara melengking, nasal (sengau), serak, datar, bergaung dll. Artikulasi Artikulasi adalah proses dimana suara dihasilkan oleh mekanisme laring (fonasi) dan dimodifikasi oleh beberapa rongga jalan suara (resonansi) kemudian dilanjutkan oleh beberapa gerakan khusus oleh mandibula, bibir, lidah, dan palatum lunak dalam struktur tertentu. Gerakan ini akan membentuk gelombang suara menjadi suara vokal dan konsonan yang merupakan unsur penting dalam berbicara. 2.1 Perkembangan Bahasa dan Gangguannya 2.1.1 Perkembangan Bahasa yang Normal Pada tahun 1950an, Osgood, Sebeok dan Chomsky membuka lembaran baru dalam penelitian bahasa dengan teori psikolinguistik dan transformasi grammar. Implikasinya, kemampuan berbahasa sekarang bisa dianalisis dalam beberapa sub bidang yaitu fonologi (suara yang dihasilkan), sintaksis (struktur dan grammar), dan semantik (maksud dari pembicaraannya).

Berdasarkan definisinya, bisa dikatakan bahwa bahasa adalah apa yang anda katakan dan bicara adalah bagaimana anda mengatakannya. Dalam kasus terjadinya gangguan, jika seorang anak ditanya tentang sebuah gambar kera dan dia mengatakan kewa, itu berarti gangguan bicara. Tapi jika si anak menyebut kera sebagai mobil, itu berarti gangguan bahasa. Pada dasarnya, bahasa dibedakan menjadi dua tipe, yaitu bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Bahasa reseptif adalah kemampuan seseorang dalam menerima bahasa yang digunakan di sekitarnya. Sejauh mana orang tersebut bisa mengerti apa yang diucapkan orang lain kepadanya, apa yang disampaikan radio dll. Bahasa ekspresif adalah bahasa yang digunakan untuk menunjukkan apa yang dirasakan, difikirkan, diinginkan oleh seseorang. Bahasa ini bisa berbentuk bahasa verbal (lewat mulut), isyarat, bahasa tubuh, tulisan dll. Biasanya kemampuan menguasai bahasa reseptif mendahului kemampuan bahasa ekspresif. Seorang anak akan melewati beberapa tahap kemampuan berbahasa sesuai dengan usianya. Akan tetapi, bagaimana mereka melewati tahapan-tahapan tersebut ternyata sama sekali tidak dipengaruhi oleh wilayah tempat tinggal mereka, ras, budaya, atau bahasa ibu mereka. Perkembangan kemampuan bicara ternyata sama saja dengan kematangan proses fisik lainnya misalnya berjalan. Bicara malah sama sekali tidak berproses seperti perkembangan pendidikan anak, misalnya membaca. Seiring dengan erupsi gigi depan, anak-anak biasanya mulai mengucapkan sesuatu yang bisa dimengerti ketika berumur 6-12 bulan. Usia 28 minggu seorang anak mulai bisa mengucapkan ba, da, ka secara jelas. Bahkan waktu menangis pun vokal suaranya sangat lantang dan penuh intonasi. Pada usia 32 minggu, ia akan mampu mengulang beberapa suku kata yang sebelumnya sudah mampu diucapkan. Pada usia 48 minggu, seorang anak mulai mampu sedikit demi sedikit mengucapkan sepatah kata yang sarat dengan arti. Selain itu, ia mulai mengerti kata tidak dan mengikuti instruksi sederhana seperti bye -bye atau main ciluk-baa. Ia juga mulai bisa meniru bunyi binatang seperti guk, kuk, ck. Lebih lengkapnya ditampilkan dalam tabel berikut ini. Tabel Perkembangan Kemampuan Bahasa

Usia Lahir 2-4 bulan 5-6 bulan 7-9 bulan 9-12 bulan Tangisan bayi

Perkembangan Bahasa

Tertawa, vokalisasi yang acak Mengoceh tidak jelas Suku kata yang diulang (mama atau dada) Menirukan suara-suara di sekitarnya, kata pertama yang bisa dimengerti

13-15 bulan

Sikap ekspresif (kadang tidak jelas artinya), memahami perintah sederhana

18-24 bulan

Mulai mengucapkan kalimat, perbendaharaan kata bertambah, bisa mengucapkan 2 kata atau frase, memahami pertanyaan sederhana

2 tahun

Bisa mengucapkan aku, kamu, memahami kata kerja, bisa mengungkapkan perasaan

2 tahun

Perbendaharaan kata meningkat tajam, bisa membandingkan dua hal

3 tahun

Mulai mengucapkan struktur kalimat yang benar, tapi tetap dalam bentuknya yang sederhana, 3-4 kata

4 tahun

Terbiasa menggunakan semua bentuk dasar kalimat dalam bentuk yang sederhana, menggunakan kata sifat, 6-8 kata per kalimat, sanggup mengikuti percakapan yang panjang

5 tahun

Menggunakan bahasa sebagai alat pergaulan, kalimat yang lebih panjang dan lebih kompleks, bisa menanyakan kenapa dan beberapa bentuk pertanyaan lainnya, menjelaskan situasi, tidak lagi menggunakan artikulasi yang kekanak-kanakan

6 tahun

Mengetahui

lebih

banyak

perbendaharaan

kata

lagi,

menggunakan lebih banyak kata depan, mengucapkan karena lebih banyak, lebih memahami sintaksis 7-9 tahun Kalimat yang kompleks, artikulasi yang tepat untuk semua pembicaraan, grammar atau tata bahasa menjadi lebih baik 10-15 tahun Kemampuan untuk mempelajari bahasa asing, memahami konsep-konsep yang lebih rumit

15 tahun ke atas

Pertambahan perbendaharaan kata berlanjut hingga dewasa

2.1.2 Perbendaharaan Kata Perkembangan jumlah perbendaharaan kata adalah salah satu aspek dari perkembangan bahasa. Jumlah perbendaharaan kata pada seseorang sangat berbeda dengan orang lain. Semua dipengaruhi oleh lingkungan individu tersebut juga kondisi fisiologis dan psikologisnya. Pertambahan perbendaharaan kata yang sangat drastis terjadi antara tahun kedua dan ketiga usia anak. Hal ini mungkin disebabkan lantaran si anak sudah memiliki kemampuan lokomotor dan mulai sibuk menjelajahi dunia barunya. Tabel Hubungan Usia dengan Perbendaharaan Kata Usia 6 bulan 1 tahun 1 tahun 2 tahun 2 tahun 3 tahun 3 tahun 4 tahun 4 tahun 5 tahun 5 tahun 6 tahun 6 tahun ke atas 0 1-4 10-24 250-300 440-500 850-1000 1200-1300 1450-1580 1700-1870 1900-2100 2200-2289 2500-3000 Terus bertambah sampai tua Panjang Respon Berdasarkan Usia Usia 1-1 tahun Panjang Respon Kalimat satu kata Contoh Bola, Atas (biasanya diiringi isyarat) Jumlah Kata

1 - 2 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun

Kalimat dua kata Kalimat 3-5 kata Kalimat 4-6 kata Kalimat 6-8 kata Kalimat 7-10 kata

Mama pergi, Mau makan Mobil besar itu, Itu buku mama Aku punya anjing putih Aku punya anjing dan kucing besar Kenapa Mama tidak ikut di dalam mobil ini? Toni tidak jadi ke sekolah karena dia sedang sakit perut

6 tahun

Kalimat >9 kata

6 tahun ke atas

Kalimat yang lebih rumit Aku akan membawa bola itu ke dan lebih panjang lapangan sore dan bermain bersama

teman-teman sekolahku sampai nanti

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kemampuan Bahasa Sebagaimana hal lainnya, perkembangan kemampuan berbahasa pada setiap orang dipengaruhi oleh berbagai hal. Misalnya, anak perempuan lebih cepat dalam menguasai bahasa di setiap jenjang usia mereka dibandingkan anak laki-laki. Beberapa hal yang berpengaruh besar terhadap perkembangan kemampuan berbahasa adalah : 1. Gangguan pendengaran atau tuli. Kehilangan pendengaran akan membuat sangat sulit atau bahkan mustahil bagi si anak untuk dapat menguasai kemampuan berbahasa. 2. Gangguan saraf. Ini termasuk kasus cedera otak, kelainan sistem saraf pusat dll. 3. Sakit yang lama. Penyakit bisa terjadi pada salah satu fase dalam perkembangan kemampuan berbahasa, dan ini bisa menyebabkan tertundanya perkembangan kemampuan berbahasa.

4. Intelejensia. Tingkat intelejensia si anak akan menentukan apakah dia dapat berkembang sesuai fase normal ataukah tidak. 5. Status sosial ekonomi. Beberapa peneliti menunjukkan kenyataan bahwa beberapa anak dari kalangan ekonomi rendah mengalami ketertundaan dalam perkembangan kemampuan berbahasa. 6. Jenis kelamin Sebagaimana disebutkan di atas, anak perempuan cenderung lebih cepat dalam menguasai kemampuan berbahasa dibandingkan anak laki-laki. 7. Lingkungan sekitar rumah. Rangsangan berbahasa, kemampuan berbahasa dan bahasa yang digunakan oleh orangtua si anak akan mempengaruhi perkembangan kemampuan bahasa si anak. 8. Besarnya keluarga. Beberapa penelitian beranggapan anak tunggal akan lebih cepat menguasai bahasa. Sementara beberapa orang beranggapan justru anak di keluarga besar akan lebih terangsang kemampuan berbahasanya dikarenakan tingginya interaksi dengan anggota keluarga lainnya. 9. Penggunaan bahasa di rumah. Jika di rumah digunakan lebih dari satu bahasa, anak akan mengalami kesulitan untuk menguasai kemampuan berbahasa. 10. Pengaruh genetik. Beberapa penelitian membuktikan ada hubungan antara susunan genetik yang diwariskan ke dalam tubuh si anak dengan perkembangan kemampuan berbahasa si anak.

11. Idiofatik. Ada banyak kasus anak-anak yang mengalami keterlambatan perkembangan kemampuan berbahasa tanpa diketahui penyebab pastinya. 2.1.4 Gangguan Kemampuan Bahasa Tentunya akan sangat sulit untuk merawat anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan kemampuan bahasa tanpa mengetahui penyebab terjadinya gangguan berbahasa tersebut. Gangguan gigi dan kemampuan berbahasa mungkin sekali terjadi di banyak kasus sindrom kongenital. Sebagai contoh, pasien dengan Sindrom Down, atau Trisomi 21, kemungkinan besar akan mengalami penyakit periodontal dan sekaligus keterlambatan kemampuan berbahasa. Mungkin seorang dokter gigi sangat mudah melihat tanda-tanda apakah seorang pasien terkena cerebral palsy, bibir sumbing, atau sindrom Down. Tapi dia tidak bisa begitu saja mendiagnosa bahwa si anak mengalami gangguan perkembangan berbahasa. Untuk keperluan diagnosis banding dalam pemeriksaan klinis, bahasa digolongkan ke dalam empat kategori besar, yaitu : 1. Kemampuan Berbahasa Normal Jika si anak terlihat bisa mengikuti percakapan dan perintah, jika jumlah perbendaharaan kata sesuai dengan usianya, dan jika rata-rata panjang responnya sesuai untuk usianya, kemungkinan besar si pasien berada pada jalur yang benar dan tidak mengalami gangguan apa-apa. 2. Kemampuan Berbahasa Terlambat Jika berdasarkan tabel-tabel yang dicantumkan dalam tulisan ini, si anak memiliki kemampuan yang tidak sesuai dengan usianya, dengan kata lain si anak memiliki kemampuan setara dengan anak di bawah usianya, maka bisa dikatakan si anak mengalami keterlambatan kemampuan berbahasa. Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, keterlambatan ini bisa disebabkan oleh kehilangan pendengaran dan faktorfaktor lainnya.

3. Penggunaan Bahasa yang Tidak Teratur Para ahli agak sulit dalam menggolongkan kasus ini. Jika digolongkan sebagai terlambat tidak bisa, begitu juga jika harus digolongkan sebagai normal juga tidak. Pada kasus ini, si anak menggunakan bahasa dengan susunan tata bahasa yang tidak benar. Ada yang berpendapat ini disebabkan kelainan sistem saraf pusat. Tetapi, sebab-sebab pastinya sampai saat ini belumlah diketahui dengan pasti. 4. Kemampuan Berbahasa yang Ganjil Pada kasus ini, si pasien mengalami apa yang dianggap sebagai ganjil, aneh, tidak biasa. Si anak mengeluarkan reaksi yang sama sekali tidak sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Biasanya kasus ini terjadi pada pasien dengan autis, schizofrenia kanakkanak, dan kelainan otak lainnya. Tetap saja, diagnosis kelainan kemampuan berbahasa adalah hal yang sulit. Bahkan untuk seorang yang sudah terlatih sekali pun. 2.2 Perkembangan Bicara dan Gangguannya Gangguan perkembangan bicara pada umumnya ditujukan pada kasus gangguan artikulasi, ritme bicara, dan suara. 2.2.1 Perkembangan Bicara dan Produksinya Pada kebanyakan bahasa, ada bunyi-bunyi dasar yang dikombinasikan hingga membentuk kata-kata yang berarti. Dalam bahasa Indonesia, bunyi-bunyi ini digolongkan ke dalam dua golongan besar yaitu vokal dan konsonan. Suara vokal keluar sebagai hasil dari ronggarongga resonansi di dalam mulut. Suara konsonan dihasilkan dengan proses lain. Misalnya p,b, dan m yang diucapkan dengan mempertemukan kedua bibir. f dan v dihasilkan dengan mendorong udara lewat pertemuan antara bibir bawah dengan gigi-gigi di rahang atas. Bagian-bagian tubuh yang penting dalam menghasilkan sebuah kata atau suara dalam bahasa Indonesia adalah bibir, gigi, puncak tulang alveolar, pertemuan palatum keras dan lunak, dan tentunya pita suara.

2.2.2 Gangguan Keterlambatan Bicara Gangguan keterlambatan bicara adalah istilah yang dipergunakan untuk

mendeskripsikan adanya hambatan pada kemampuan bicara pada anak-anak, tanpa disertai keterlambatan aspek perkembangan lainnya. Pada umumnya mereka mempunyai

perkembangan intelejensi dan sosial-emosional yang normal. Menurut penelitian, problem ini terjadi atau dialami 5 sampai 10% anak-anak usia prasekolah dan lebih cenderung dialami oleh anak laki-laki dari pada perempuan. Penyebab dari keterlambatan bicara ini disebabkan oleh beragam faktor, di antaranya : 1. Hambatan pendengaran Pada beberapa kasus, hambatan pada pendengaran berkaitan dengan keterlambatan bicara. Jika si anak mengalami kesulitan pendengaran, maka dia akan mengalami hambatan pula dalam memahami, meniru dan menggunakan bahasa. Salah satu penyebab gangguan pendengaran anak adalah karena adanya infeksi telinga. 2. Hambatan perkembangan pada otak yang menguasai kemampuan oral-motor Ada kasus keterlambatan bicara yang disebabkan adanya masalah pada area oralmotor di otak sehingga kondisi ini menyebabkan terjadinya ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. Akibatnya, si anak mengalami kesulitan menggunakan bibir, lidah bahkan rahangnya untuk menghasilkan bunyi kata tertentu. 3. Masalah keturunan Masalah keturunan sejauh ini belum banyak diteliti korelasinya dengan etiologi dari hambatan pendengaran. Namun, sejumlah fakta menunjukkan pula bahwa pada beberapa kasus di mana seorang anak anak mengalami keterlambatan bicara, ditemukan adanya kasus serupa pada generasi sebelumnya atau pada keluarganya. Dengan demikian kesimpulan sementara hanya menunjukkan adanya kemungkinan masalah keturunan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi.

4. Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua Masalah komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari memiliki peran yang penting dalam membuat anak mempunyai kemampuan berbicara dan berbahasa yang tinggi. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anak lah yang juga membuat anak tidak punya banyak perbendaharaan kata-kata, kurang dipacu untuk berpikir logis, analisa atau membuat kesimpulan dari kalimat-kalimat yang sangat sederhana sekali pun. Sering orang tua malas mengajak anaknya bicara panjang lebar dan hanya bicara satu dua patah kata saja yang isinya instruksi atau jawaban sangat singkat. Selain itu, anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri sejak dini (lebih banyak menjadi pendengar pasif) karena orang tua terlalu memaksakan dan "memasukkan" segala instruksi, pandangan mereka sendiri atau keinginan mereka sendiri tanpa memberi kesempatan pada anaknya untuk memberi umpan balik, juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan bicara, menggunakan kalimat dan berbahasa. 5. Faktor Televisi Sejauh ini, kebanyakan nonton televisi pada anak-anak usia batita merupakan faktor yang membuat anak lebih menjadi pendengar pasif. Pada saat nonton televisi, anak akan lebih sebagai pihak yang menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Belum lagi suguhan yang ditayangkan berisi adegan-adegan yang seringkali tidak dimengerti oleh anak dan bahkan sebenarnya traumatis (karena menyaksikan adegan perkelahian, kekerasan, seksual, atau pun acara yang tidak disangka memberi kesan yang mendalam karena egosentrisme yang kuat pada anak dan karena kemampuan kognitif yang masih belum berkembang). Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu yang mana seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari lingkungan/orang tua untuk kemudian memberikan feedback kembali, namun karena yang lebih banyak memberikan stimulasi adalah televisi (yang tidak membutuhkan respon apa-apa dari penontonnya), maka sel-sel otak yang mengurusi masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya. 2.2.3 Merangsang Kemampuan Bicara Anak

Bicara adalah salah satu alat komunikasi yang sangat efektif untuk membuat lingkungan mengerti apa yang kita butuhkan. Bahkan seorang bayi pun akan dapat merasakan bahwa dengan bicara, ia akan lebih mudah membuat orang lain mengerti maksud atau keinginannya, dibandingkan bila ia hanya bisa menggunakan bahasa tangis atau gerak tubuhnya. Misalnya saja, ketika seorang bayi merasa haus, maka ia akan lebih cepat mendapatkan minum apabila ia berbicara meminta minum ketimbang bila ia menangis yang bisa diartikan bermacam-macam atau membuat orang lain bingung. Melihat pentingnya kemampuan bicara, maka selayaknyalah kita

mengusahakan cara-cara yang dapat membuat anak memiliki kemampuan bicara. Agar anak dapat memiliki kemampuan bicara, maka selain diperlukan kematangan otot-otot bicaranya, diperlukan juga stimulasi atau perangsangan terhadap kemampuan bicaranya. Pemberian stimulasi bicara pada anak, dapat dilakukan oleh orangtua, pengasuh, keluarga, ataupun orang lain yang ada di lingkungan dimana anak tersebut berada. Sebagai pedoman untuk dapat mengoptimalkan perkembangan kemampuan bicara anak, hendaknya orang yang memberikan stimulasi bicara pada anak, benarbenar dapat memanfaatkan sebaik mungkin masa-masa dimana anak benar-benar peka atau paling cepat menyerap pengajaran bicara yang diberikan kepadanya (teachable moment). Berdasarkan penelitian, masa dimana seorang anak peka terhadap pengajaran bicara adalah usia 18 bulan, karena pada usia inilah, kematangan otot-otot bicara sudah terbentuk dan secara mental, anak siap untuk mendapat pengajaran. Namun demikian, bukan berarti pada periode sebelumnya, tidak diperlukan latihan atau rangsang bicara. Latihan tetap diperlukan untuk menimbulkan efek positif dari kebiasaan mendengar. Seperti mendapat contoh bagaimana berbicara yang benar, bagaimana membuat kalimat, memperkaya kosa kata, dsb. Selain itu, untuk dapat mengoptimalkan perkembangan kemampuan bicara anak, hendaknya dalam pemberian stimulasi bicara, tidak hanya menggunakan bahasa yang benar atau intonasi suara yang tepat saja, tapi gunakan juga gerakan tubuh dan ekspresi wajah. Hal ini dimaksudkan agar isi pembicaraan dapat mudah dipahami oleh anak. Misalnya pada saat melarang si kecil membuang mainannya,

selain berkata jangan ya dik.., kita juga bisa memperkuatnya dengan menggelengkan kepala atau mengisyaratkan tangan. Dalam usaha menstimulasi kemampuan bicara anak, Berikut ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orangtua atau orang-orang yang terlibat dalam pemberian stimulasi bicara pada anak: 1. Membiasakan anak mendengar suara. Misalnya melalui kegiatan

mendongeng, mendengarkan lagu yang kita nyanyikan sendiri atau dari kaset, memperdengarkan pembicaraan orang di radio atau televisi, dsb. Hal ini dimaksudkan agar anak terbiasa mendengar banyak kosa kata bahasa ibu, sehingga lambat laun ia dapat belajar menirukannya atau mengucapkannya. 2. Beri dukungan atau respon yang positif kepada anak setiap kali si anak berusaha untuk bicara atau berespon terhadap rangsang bicara kita kepadanya . Misalnya dengan memberikan pujian, ciuman, senyuman, pelukan, dsb. Sehingga anak merasa senang dan cenderung mengulanginya. Namun sebaliknya, bila anak hanya menggunakan bahasa isyarat saja, jangan cepat-cepat berespon menuruti apa yang diinginkannya. Ajarkan dan contohkan bagaimana yang seharusnya diucapkan oleh anak. 3. Sering-sering mengajak anak bicara pada saat berinteraksi dengan si anak . Misalnya ketika kita mau memandikan si anak, katakan dan tunjukkan pada anak anda benda-benda yang akan dipakai untuk keperluan mandi serta kegunaannya, seperti air hangat, handuk, sabun, sampo, dst. Pada awalnya memang anak masih belum mengerti apa yang kita ucapkan, tetapi lambat laun, si anak akan terbiasa belajar hal-hal penting, seperti mengenai bagaimana membentuk kalimat, konsep urutan kejadian, konsep sebab akibat, kosa kata, dsb. yang semuanya ini sangat berguna dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dan kemampuan berfikirnya kelak. 4. Ajak anak jalan-jalan di lingkungan sekitar rumah. Misalnya ke taman atau sesekali berkunjung ke rumah tetangga atau saudara, agar anak dapat belajar dan terbiasa mendengar bagaimana orang lain bercakap-cakap. 5. Berikan contoh berbahasa yang benar. Apabila anak masih belum mampu mengucapkan kata-kata dengan benar, maka orangtua seharusnya memperbaikinya dan tidak malah ikut-ikutan atau sengaja berbicara salah karena menganggap hal itu sesuatu yang lucu. Misalnya ketika anak bilang

"cucu" maka orangtua seharusnya memperbaikinya dengan mengatakan oh adik mau minum susu ya. Hal ini dimaksudkan agar anak bisa belajar mengenai apa yang seharusnya diucapkan. 6. Periksakan ke dokter atau ahli bila ada hal-hal yang janggal pada anak, seperti anak tidak berespon setiap kali kita berbicara, anak belum mampu berbicara pada saat usianya 2 tahun atau anak tenang saja pada saat diperdengarkan suara yang mengagetkannya. Karena hal ini mungkin terjadi akibat adanya masalah dalam organ pendengaran anak yang membutuhkan bentuk dan cara stimulasi yang lebih khusus dan intensif. 2.2.4 Garis Besar Perkembangan Kemampuan Berbahasa dan Bicara Menurut Dr. Miriam Stoppard (1995) tahapan perkembangan kemampuan bicara dan berbahasa dapat dibagi sebagai berikut: 0 - 8 Minggu Pada masa awal, seorang bayi akan mendengarkan dan mencoba mengikuti suara yang didengarnya. Sebenarnya tidak hanya itu, sejak lahir ia sudah belajar mengamati dan mengikuti gerak tubuh serta ekspresi wajah orang yang dilihatnya dari jarak tertentu. Meskipun masih bayi, seorang anak akan mampu memahami dan merasakan adanya komunikasi dua arah dengan memberikan respon lewat gerak tubuh dan suara. Sejak dua minggu pertama, ia sudah mulai terlibat dengan percakapan, dan pada minggu ke-6 ia akan mengenali suara sang ibu, dan pada usia 8 minggu, ia mulai mampu memberikan respon terhadap suara yang dikenalinya. Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua <!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Semakin dini orang tua menstimulasi anaknya dengan cara mengajaknya bercakap-cakap dan menunjukkan sikap yang mendorong munculnya respon dari si anak, maka sang anak akan semakin dini pula tertarik untuk belajar bicara. Tidak hanya itu, kualitas percakapan dan bicaranya juga akan lebih baik. Jadi, teruslah mengajak anak Anda bercakap-cakap sejak hari pertama kelahirannya.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Jalinlah komunikasi dengan dihiasi oleh senyum Anda, pelukan, dan perhatian. Dengan demikian anak Anda akan termotivasi untuk berusaha memberikan responnya. <!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Tunjukkanlah selalu kasih sayang melalui peluk-cium, dan kehangatan yang bisa dirasakan melalui intonasi suara Anda. Dengan demikian, Anda menstimulasi terjalinnya ikatan emosional yang erat antara Anda dengan anak Anda sekaligus membesarkan hatinya. <!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Selama menjalin komunikasi dengan anak Anda, jangan lupa untuk melakukan kontak mata secara intensif karena dari pandangan mata tersebutlah anak bisa merasakan perhatian, kasih sayang, cinta, dan pengertian. Jika sedang bicara, tataplah matanya dan jangan malah membelakangi dia. <!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Jika anak Anda menangis, jangan didiamkan saja. Selama ini banyak bereda pandangan keliru, bahwa jika bayi menangis sebaiknya didiamkan saja supaya nantinya tidak manja dan bau tangan. Padahal, satu-satunya cara seorang bayi baru lahir untuk mengkomunikasikan keinginan dan kebutuhannya (haus, lapar, kedinginan, kepanasan, kebutuhan emosional, kelelahan, kebosanan) dia adalah melalui tangisan. Jadi, jika tangisannya tidak Anda pedulikan, lama-lama dia akan frustasi karena kebutuhannya terabaikan. Yang harusnya Anda lakukan adalah memberinya perlakuan seperti yang dibutuhkannya saat ia menangis. Untuk itu, kita sebagai orang tua haruslah belajar memahami dan mengerti bahasa isyaratnya. Tidak ada salahnya, jika Anda seakan-akan bertanya padanya, seperti :rupanya ada sesuatu yang kamu inginkan,....coba biar Ibu lihat... 8 - 24 Minggu Tidak lama setelah seorang bayi tersenyum, ia mulai belajar mengekspresikan dirinya melalui suara-suara yang sangat lucu dan sederhana, seperti eh, ah, uh, oh dan tidak lama kemudian ia akan mulai mengucapkan konsonan seperti m, p, b, j dan k. Pada usia

12 minggu, seorang bayi sudah mulai terlibat pada percakapan tunggal dengan menyuarakan gaga, ah goo, dan pada usia 16 minggu, ia makin mampu mengeluarkan suara seperti tertawa atau teriakan riang, dan bublling. Pada usia 24 minggu, seorang bayi akan mulai bisa menyuarakan ma, ka, da dan sejenisnya. Sebenarnya banyak tanda tanda yang menunjukkan bahwa seorang anak sudah mulai memahami apa yang orang tuanya atau orang lain katakan. Lucunya, anak-anak itu akan bermain dengan suaranya sendiri dan terus mengulang apa yang didengar dari suaranya sendiri. Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua <!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Untuk bisa berbicara, seorang anak perlu latihan mekanisme berbicara melalui latihan gerakan mulut, lidah, bibir. Sebenarnya, aktivitas menghisap, menjilat, menyemburkan gelembung dan mengunyah merupakan kemampuan yang diperlukan. Oleh sebab itu, latihlah anak Anda baik dengan permainan maupun dengan makanan. <!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Sering-seringlah menyanyikan lagu untuk anak Anda dengan lagu-lagu anak-anak yang sederhana dan lucu, secara berulang dengan penekanan pada ritme dan pengucapannya. Bernyanyilah dengan diselingi permainan-permainan yang bernada serta menarik. Jadi, luangkan lah waktu Anda untuk terlibat dalam kegiatan menarik seperti itu agar kemampuan bicara dan berbahasa anak Anda lebih berkembang. <!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Salah satu cara seorang anak

berkomunikasi di usia ini adalah melalui tertawa. Oleh sebab itu, seringseringlah bercanda dengannya, tertawa, membuat suara-suara dan ekspresi lucu agar kemampuan komunikasi dan interaksinya meningkat dan mendorong tumbuhnya kemampuan bahasa dan bicara. <!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Setiap bayi yang baru lahir, mereka akan belajar melalui pembiasaan atau pun pengulangan suatu pola, kegiatan, nama atau peristiwa. Melalui mekanisme ini Anda mulai bisa mengenalkan katakata yang bermakna pada anak pada saat melakukan aktivitas rutin, seperti : pada waktu mau makan, Anda bisa katakan nyam-nyam

28 Minggu - 1 Tahun Usia 28 minggu seorang anak mulai bisa mengucapkan ba, da, ka secara jelas sekali. Bahkan waktu menangis pun vokal suaranya sangat lantang dan dengan penuh intonasi. Pada usia 32 minggu, ia akan mampu mengulang beberapa suku kata yang sebelumnya sudah mampu diucapkannya. Pada usia 48 minggu, seorang anak mulai mampu sedikit demi sedikit mengucapkan sepatah kata yang sarat dengan arti. Selain itu, ia mulai mengerti kata tidak dan mengikuti instruksi sederhana seperti bye-bye atau main ciluk-baa. Ia juga mulai bisa meniru bunyi binatang seperti guk, kuk, ck Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua <!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Jadilah model yang baik untuk anak Anda terutama pada masa ini lah mereka mulai belajar meniru kata-kata yang didengarnya dan mengucapkannya kembali. Ucapkan kata-kata dan kalimat Anda secara perlahan, jelas dengan disertai tindakan (agar anak tahu artinya atau korelasinya antara kata yang Anda ucapkan dengan tindakan kongkritnya), dan jangan lupa, bahasa tubuh dan ekspresi wajah Anda juga harus pas. <!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Anak Anda akan belajar bicara dengan bahasa yang tidak jelas bagi Anda. Jadi, ini lah waktunya untuk Anda berdua (Anda dengan anak) saling belajar untuk bisa saling memahami keinginan dan maksud berdua. Jadikanlah kegiatan ini sebagai salah satu bentuk permainan yang menyenangkan agar anak Anda tidak patah semangat untuk terus mencoba mengucapkan secara pas dan jelas. Namun, jika Anda malas memperhatikan suaranya, apa yang dimaksudnya, dan tidak mengulangi suaranya, atau bahkan ekspresi wajah Anda membuat dirinya jadi enggan mencoba, maka anak Anda akan merasa bahwa tidak memungkinkan baginya untuk mencoba mengekspresikan keinginan karena orang dewasa tidak akan ada yang mengerti dan mau mendengarkan <!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Kadang-kadang, ikutilah gumamannya, namun, Anda juga perlu mengucapkan kata secara benar. Jika suatu saat ia berhasil mengucapkan suatu suku kata atau kata dengan benar, berilah pujian

yang disertai dengan pelukan, ciuman, tepuk tangan..dan sampaikan padanya, betapa pandainya dia. <!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Jika mengucapkan sebuah kata, sertailah dengan penjelasan artinya. Lakukan hal ini terus menerus meski tidak semua dimengertinya. Penjelasan bisa dilakukan misal dengan menunjukkan gambar, gerakan, sikap tubuh, atau pun ekspresi. 1 Tahun - 18 Bulan Pada usia setahun, seorang anak akan mampu mengucapkan dua atau tiga patah kata yang punya makna. Sebenarnya, ia juga sudah mampu memahami sebuah obyek sederhana yang diperlihatkan padanya. Pada usia 15 bulan, anak mulai bisa mengucapkan dan meniru kata yang sederhana dan sering didengarnya untuk kemudian mengekspresikannya pada porsi / situasi yang tepat. Usia 18 bulan, ia sudah mampu menunjuk obyek-obyek yang dilihatnya di buku dan dijumpainya setiap hari. Selain itu ia juga mampu menghasilkan kurang lebih 10 kata yang bermakna. Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua <!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Semakin mengenalkan anak Anda dengan berbagai macam suara, bunyi, seperti misalnya suara mobil, motor, kucing, anjing, dsb. Kenalkan pula pada suara-suara yang sering didengarnya seharihari, seperti pintu terbuka-tertutup, suara air, suara angin berdesir di pepohonan, kertas dirobek, benda jatuh, dsb. <!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Sering-seringlah membacakan bukubuku yang sangat sederhana namun sarat dengan cerita yang menarik untuk anak dan gambar serta warna yang eye catching. Tunjukkan obyek-obyek yang terlihat di buku, sebutkan namanya, jelaskan apa yang sedang dilakukannya, bagaimana jalan ceritanya. Minta lah padanya untuk mengulang nama yang Anda sebutkan, dan jangan lupa, berilah pujian jika ia berhasil mengingat dan mengulang nama yang Anda sebutkan. <!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Jika sedang bersamanya, sebutkan nama-nama benda, warna dan bentuk pada setiap obyek yang dilihatnya

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Anda mulai bisa mengenalkan dengan angka dengan kegiatan seperti menghitung benda-benda sederhana yang sedang dibuat permainan. Lakukan itu dalam suasana yang santai dan nyaman agar anak tidak merasa ada tekanan keharusan untuk menguasai kemampuan itu 18 Bulan - 2 Tahun Pada rentang usia ini, kemampuan bicara anak semakin tinggi dan kompleks. Perbendaharaan katanya pun bisa mencapai 30 kata dan mulai sering mengutarakan pertanyaan sederhana, seperti mana ?, dimana? dan memberikan jawaban singkat, seperti tidak, disana, disitu, mau. Pada usia ini mereka juga mulai menggunakan kata-kata yang menunjukkan kepemilikan, seperti punya ani, punyaku. Bagaimana pun juga, sebuah percakapan melibatkan komunikasi dua belah pihak, sehingga anak juga akan belajar merespon setelah mendapatkan stimulus. Semakin hari ia semakin luwes dalam menggunakan kata-kata dan bahasa sesuai dengan situasi yang sedang dihadapinya dan mengutarakan kebutuhannya. Namun perlu diingat, oleh karena perkembangan koordinasi motoriknya juga belum terlalu sempurna, maka kata-kata yang diucapkannya masih sering kabur, misalnya balon jadi aon, roti jadi oti Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua <!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Mulailah mengenalkan anak Anda pada perbendaharaan kata yang menerangkan sifat atau kualitas. Seperti baik, indah, cantik, dingin, banyak, sedikit, asin, manis, nakal, jelek, dsb. Caranya, pada saat Anda mengucapkan suatu kata tertentu, sertailah dengan kualitas tersebut, misalnya anak baik, anak manis, anak pintar, baju bagus, boneka cantik, anak nakal, roti manis, dsb <!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Mulailah mengenalkan padanya katakata yang menerangkan keadaan atau peristiwa yang terjadi : sekarang, besok, di sini, di sana, kemarin, nanti, segera, dsb <!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Anda juga bisa mengenalkannya katakata yang menunjukkan tempat : di atas, di bawah, di samping, di tengah, di

kiri, di kanan, di belakang, di pinggir; Anda bisa melakukannya dengan menggunakan contoh gerakan. Banyak model permainan yang dapat Anda gunakan untuk menerangkan kata-kata tersebut, bahkan dengan permainan, akan jauh lebih menyenangkan baginya dna bagi Anda. <!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Yang perlu Anda ingat, janganlah menyetarakan perkembangan anak Anda dengan anak-anak lainnya karena tiap anak mempunyai dan mengalami hambatan yang berbeda-beda. Jadi, jika anak Anda kurang lancar dan fasih berbicara, janganlah kemudian menekannya untuk lekas-lekas mengoptimalkan kemampuannya. Keadaan ini hanya akan membuatnya stress 2 Tahun - 3 Tahun Seorang anak mulai menguasai 200 300 kata dan senang bicara sendiri (monolog). Sekali waktu ia akan memperhatikan kata-kata yang baru didengarnya untuk dipelajari secara diamdiam. Mereka mulai mendengarkan pesan-pesan yang penuh makna, yang memerlukan perhatian dengan penuh minat dan perhatian. Perhatian mereka juga semakin luas dan semakin bervariasi. Mereka juga semakin lancar dalam bercakap-cakap, meski

pengucapannya juga belum sempurna. Anak seusia ini juga semakin tertarik mendengarkan cerita yang lebih panjang dan kompleks. Jika diajak bercakap-cakap, mudah bagi mereka untuk loncat dari satu topik pembicaraan ke yang lainnya. Selain itu, mereka sudah mampu menggunakan kata sambung sama, misalnya ani pergi ke pasar sama ibu, untuk menggambarkan dan menyambung dua situasi yang berbeda. Pada usia ini mereka juga bisa menggunakan kata aku, saya kamu dengan baik dan benar. Dengan banyaknya kata kata yang mereka pahami, mereka semakin mengerti perbedaan antara yang terjadi di masa lalu, masa kini dan masa sekarang. Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua <!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Pada usia ini, anak Anda akan lebih senang bercakap-cakap dengan anak-anak seusianya dari pada dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, akan baik jika ia banyak dikenalkan dengan anakanak seusianya dan dilibatkan pada lingkungan sosial yang bisa memfasilitasi kemampuan sosial dan berkomunikasinya. Salah satu tujuan para orang tua

memasukkan anaknya dalam nursery school adalah karena alasan tersebut, agar anaknya bisa mengembangkan kemampuan komunikasi sekaligus sosialisasi. Meskipun demikian, bahasa dan kata-kata yang diucapkan masih bersifat egosentris, namun lama kelamaan akan lebih bersifat sosial seiring dengan perkembangan usia dan keluasan jaringan sosialnya. <!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Sering-seringlah menceritakan cerita menarik pada anak Anda, karena sebenarnya cerita juga merupakan media atau sarana untuk mengekspresikan emosi, menamakan emosi yang disimpannya dalam hati, dan belajar berempati. Dari kegiatan ini pula lah anak Anda tidak hanya belajar berani mengekspresikan diri secara verbal tapi juga belajar perilaku sosial. <!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Ceritakan padanya cerita yang lebih kompleks dan kenalkan beberapa kata-kata baru sambil menerangkan artinya. Lakukan ini secara terus menerus agar ia dapat mengingatnya dan mengenalinya dengan mudah ketika Anda mengulang cerita itu kembali di lain waktu. 3 - 4 Tahun Anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang bersifat perintah; hal ini juga menunjukkan adanya rasa percaya diri yang kuat dalam menggunakan kata-kata dan menguasai keadaan. Mereka senang sekali mengenali kata-kata baru dan terus berlatih untuk menguasainya. Mereka menyadari, bahwa dengan kata-kata mereka bisa mengendalikan situasi seperti yang diinginkannya, bisa mempengaruhi orang lain, bisa mengajak teman-temannya atau ibunya. Mereka juga mulai mengenali konsep-konsep tentang kemungkinan, kesempatan, dengan andaikan, mungkin, misalnya, kalau. Perbendaharaan katanya makin banyak dan bervariasi seiring dengan peningkatan penggunaan kalimat yang utuh. Anak-anak itu juga makin sering bertanya sebagai ungkapan rasa keingintahuan mereka, seperti kenapa dia Ma ?, sedang apa dia Ma?, mau ke mana ? Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua 1. Hindari sikap mengkoreksi kesalahan pengucapan kata anak secara langsung, karena itu akan membuatnya malu dan malah bisa mematahkan semangatnya

untuk belajar dan berusaha. Anda bisa mengulangi kata-kata tersebut secara jelas seolah Anda mengkonfirmasi apa yang dimaksudkannya. Dengan demikian, ia akan memahami kesalahannya tanpa merasa harus malu. 2. Pada usia ini, seorang anak sudah mulai bisa mengerti penjelasan sederhana. Oleh sebab itu, Anda bisa mulai mencoba untuk mengajaknya mendiskusikan soal-soal yang sangat sederhana; dan tanyakan apa pendapatnya tentang persoalan itu. Dengan cara itu, Anda melatih cara dan proses penyelesaian masalah pada anak Anda setahap demi setahap. Hasil dari tukar pendapat itu sebenarnya juga mempertinggi self-esteem anak karena ia merasa pendapatnya didengarkan oleh orang dewasa. 3. Mulailah mengeluarkan kalimat yang panjang dan kompleks, agar ia mulai belajar meningkatkan kemampuannya dalam memahami kalimat. Untuk mengetahui apakah ia memahami atau tidak, Anda bisa melihat respon dan reaksinya; jika ia melakukan apa yang Anda inginkan, dapat diartikan ia cukup mengerti kalimat Anda. 4. Anak-anak sangat menyukai kegiatan berbisik karena hal itu permainan mengasikkan buat mereka sebagai salah satu cara mengekspresikan perasaan, dan keingintahuan. <!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Pakailah cerita-cerita dongeng dan fabel yang sebenarnya mencerminkan dunia anak kita dan memakainya sebagai suatu cara untuk mengajarkan banyak hal tanpa menyinggung perasaannya. Dengan mendongeng, Anda mengenalkan padanya konsep-konsep tentang moralitas, nilai-nilai, sikap yang baik dan jahat, keadilan, kebajikan dan pesan-pesan moral lainnya. Jadikanlah saat-saat bersama anak Anda sebagai masa yang menyenangkan, ceria, santai dan segar. Buatlah ini menjadi kebiasaan di waktu-waktu tertentu, seperti sebelum tidur atau di waktu sore hari. Dari bahasan di atas kita bisa mengetahui bahwa dokter gigi akan sangat membutuhkan informasi tentang keadaan perkembangan bahasa dan bicara pada pasiennya. Pelayanan kesehatan dokter gigi akan menjadi sangat berharga bagi si anak dan orangtuanya jika dokter gigi mengenali kondisi-kondisi berikut ini.

1. Perkembangan alami dari kemampuan bicara, bahasa dan pendengaran serta gangguan-gangguan yang mungkin dialami. 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan kemampuan bicara dan hubungannya dengan kesehatan gigi. Tentu saja perawatan kesehatan gigi tidak serta-merta mengatasi masalah tersebut. Tetapi setidaknya perawatan kesehatan gigi akan mengurangi minimal satu faktor yang menyebabkan gangguan kemampuan bicara dan bahasa tersebut. Sehingga, nantinya si anak akan lebih berhasil ketika diserahkan kepada terapis bicara. Seorang dokter gigi harus merujuk si pasien ke ahli terapi bicara atau tenaga medis terkait lainnya jika menemukan kondisi berikut ini pada anak tersebut : Kemampuan Bahasa

Bayi tidak mengoceh atau berceloteh dan tidak merespon suara ketika berumur 9 bulan. Anak tidak mengucapkan satu kata pun setelah berusia 18 bulan. Anak tidak bisa mengkombinasikan kata-kata menjadi kalimat berarti setelah umur 3 tahun. Anak sepertinya mendengarkan tapi tidak memahami pembicaraan setelah berusia 3 tahun. Anak masih menggunakan struktur kalimat yang ganjil atau tidak beraturan setelah umur 5 tahun.

Kemampuan Bicara

Anak menggunakan suara-suara vokal dan atau jarang menggunakan suarasuara konsonan dalam pembicaraannya setelah umur 2 tahun. Suara vokal si anak terganggu setelah umur 3 tahun Perkataan-perkataan si anak masih tidak bisa dimengerti setelah umur 3 tahun. Si anak masih tidak menggunakan beberapa konsonan setelah umur 4 tahun Anak terlihat gagap setelah umur 4,5 tahun Anak masih tidak bisa mengucapkan beberapa suara konsonan terutama yang diletakkan di akhir kata setalah usia 5,5 tahun.

Anak masih tidak mampu mengucapkan satu atau lebih suara konsonan atau mengabaikan penggunaannya setelah usia 8 tahun. Si anak merasa kecewa atau sedih dengan perkembangan kemampuan bicaranya di usia berapa pun.

Kemampuan Suara dan Resonansi

Semua bentuk kualitas suara yang buruk (sengau, parau, serak) yang berlangsung lebih dari 2 minggu Suaranya lebih lunak atau lebih keras dari biasanya Pitch level lebih tinggi, rendah atau monoton. Hanya bisa mengucapkan beberapa kata dalam satu helaan nafas, sehingga terlihat seperti orang yang tegang. Suara terdengar seperti suara hidung, ditandai juga dengan adanya infeksi saluran nafas atas. DAFTAR PUSTAKA

http://psikologianakindonesia.wordpress.com http://www.e-psikologi.com/anak/bicara-3.htm http://www.sahabatnestle.co.id/main/keluarga http://www.e-psikologi.com/epsi/anak http://www.saranaku.com/wicara.php http://www.anakku.net/index.php

Mekanisme bersuara adalah suatu fenomena biologis yang sangat mengagumkan. Proses bersuara berawal dari udara yang terdapat di paru-paru. Ketika udara mengalir keluar dari paru-paru menuju mulut, udara tersebut akan dimanipulasi menjadi suara dengan beberapa cara. Seiring masa pertumbuhan suara pun akan mengalami perubahan dari suara kanak-kanak menjadi suara dewasa. Namun, dalam perubahan suara ini ada

fenomena yang cukup menarik yang terjadi, yaitu ketika seorang yang sedang mengalami pubertas akan memiliki suara yang "pecah" atau "cempreng". Bagaimana ini dapat terjadi? Berikut informasi yang berhasil Berbagai Hal dapatkan.

Ketika anda mengaktifkan mekanisme bersuara anda, udara di paru-paru akan didorong keluar oleh otot diafragma yang sedang berelaksasi. Udara tersebut kemudian akan mengalir melalui glotis dalam laring dan keluar melalui pita suara yang berbentuk seperti lubang kecil. Karena melewati celah yang kecil, udara tersebut kemudian akan menggetarkan otot-otot yang menempel pada pita suara yang terdapat dalam glotis. Getaran pada pita suara ini akan menghasilkan suara (fonasi) dari udara. Suara yang terbentuk dalam proses fonasi tadi selanjutnya akan masuk ke dalam ruang resonator, dimana suara akan mengalami resonansi dan artikulasi. Setelah melalui proses ini, barulah terbentuk suara yang keluar lewat bibir dan mulut.

Sifat suara (yang mencakup frekuensi, pitch, kekerasan, timbre dan vowel) yang dihasilkan tergantung kepada beberapa hal. Seperti misalnya, panjang pita suara, ketegangan otot pita suara, ketebalan pita suara, pembukaan rimaglotis dan besarnya tekanan udara yang dikeluarkan dari paru-paru. Ketika kita masih dalam masa usia kanak-kanak, laring yang kita miliki berukuran relatif kecil dan pita suara juga masih relatif tipis. Untuk memudahkan anda dalam memahami hal ini, anda dapat membayangkan senar gitar, dimana semakin kecil dan semakin tipis senar gitar tersebut, maka suara yang dihasilkan akan semakin tinggi.

Ketika anak laki-laki melalui tahapan pubertas, peningkatan jumlah testosteron menyebabkan pemanjangan tulang rawan yang terdapat di dalam laring dan penebalan otot pada pita suara. Hal ini akan memanjangkan dan menebalkan kedalaman nada dalam suara mereka. Seiring dengan membesarnya otot pada pita suara, terdapat juga perubahan pada bagian tubuh lainnya yang ikut mempengaruhi perubahan suara seseorang. Misalnya, hidung, belakang tenggorokan (hipofaring), sinus dan tulang wajah yang membesar akan mempengaruhi suara yang dihasilkan. Karena perubahan-perubahan tersebut akan menciptakan lebih banyak ruang di daerah wajah, yang memberikan suara lebih banyak ruang untuk beresonansi.

Perubahan pita suara ini umumnya berlangsung secara bertahap selama periode waktu tertentu. Kadang-kadang, ketika periode perubahan pita suara yang dramatis ini, tubuh tidak berkembang mengimbangi kecepatan pertumbuhan pita suara, sehingga mekanisme bersuara akan mengalami kesulitan untuk membuat suara yang mantap. Jadi, kecepatan pertumbuhan yang berbeda dari setiap bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam proses membuat suara, menyebabkan otak mengalami kesulitan untuk mengendalikan mekanisme bersuara ini untuk mempertahankan resonansi getaran yang tepat. Sehingga, suara yang dihasilkan akan terdengar "pecah" selama periode penyesuaian otak terhadap perubahan tubuh yang sangat cepat ini.

Prosedur terapi musik dapat dapat memberikan beberapa obyek pada pelatihan auditory. Perhatian terhadap suara, perhatian terhadap perbedaan dalam suara, mengenali obyek dan juga suara obyek tersebut, dan penggunaan pendengaran untuk menentukan jarak dan lokasi dari suara dapat dilatih melalui pengalaman pada musik (Darrow 1989). Selain itu, Robbins & Robbins (1980) menemukan bahwa dengan musik yang cocok lebih gampang untuk di dengar dan diasimilasikan

dibandingkan dengan percakapan, sehingga lebih cocok untuk dapat menstimulasi motivasi alami pada sisa pendengaran. Amir & Schuchman (1985) membuat suatu program terapi musik untuk mengembangkan dan meningkatkan kecakapan dalam kesadaran akan suara musik, kesadaran akan kontras intensitas, menyadari adanya suara musik dan juga patron dari musik tersebut. Suatu investigasi untuk melihat keefektifan dari program tersebut memberikan suatu hasil bahwa ada aspek-aspek tertentu untuk seseorang yang profoundly deaf dapat diukur peningkatannya melalui suatu program sistimatik pada pelatihan pendengarannya dalam konteks musikal. Terutama level pendiskriminasian subyek secara signifikan meningkat dan pelatihan dari subyek dalam menerima musik dan juga lingkungan musik tersebut. Amir & Schuchman selanjutnya menyuport penggunaan terapi musik ini dikarenakan hal ini memberikan suatu diversifikasi yang menarik dan pengalam pengajaran yang positif, dengan memperkuat penggunaan sisa pendengaran. Meningkatkan perkembangan percakapan dan meningkatkan intonasi/ritme suara dalam percakapan. Suara dari seseorang yang mempunyai kekurangan pendengaran sering terdengar aneh dan tidak natural. Pada individu ini sering terjadi kurangnya feedback mekanisme internal yang diperlukan untuk memonitor dan menyesuaikan, sebagai contoh, pelafalan kata-kata, perubahan tinggi rendah (pitch) suara ataupun ritme suara. Sebagai konsekuensi produksi dari suara percakapan mereka sering tidak jelas dan terdistorsi. Penderita tuna rungu ini juga cenderung menunjukkan sedikit variasi pitch dan intonasi dibandingkan orang dengan pendengaran normal, sehingga menghasilkan suara yang monoton. Mereka sering memanjangkan suku kata dan atau kalimat dan juga sering menga mbil jeda pada posisi yang tidak tepat. Problem-problem dari ritme dan intonasi ini berpengaruhi pada ketidak jelasan dalam bercakap. Tehnik dari terapi dan aktivitas musik dapat membantu secara efektif pada perkembangan percakapan dari segi ritme, intonasi, rate dan tekanan suara. Darrow (1989) mendisikusikan penggunaan terapi musik dalam pengertian berbahasa, intonasi vokal, kualitas vokal dan berbicara lancar. Proses bernafas, ritme dan pengambilan waktu yang tepat, pitch dan artikulasi yang diperlukan untuk bernyanyi, memberikan struktur dan motivasi yang penting pagi pasien. Darrow juga menekankan pada pentingnya feedback yang konstan untuk si terapis. Darrow & Starmer (1986) mempelajari efek dari pelatihan vokal pada frekuensi dasar, range frekuensi dan kecepatan percakapan pada suara anak-anak tuna rungu. Anak-anak ini cenderung mempunyai frekuensi dasar yang tinggi dan sedikit variasi pitch, memproduksi suatu permasalahan dalam kecakapan berbicara. Hasil dari studi ini menyarankan bahwa dengan latihan pada vokal tertentu dan menyanyikan lagu-lagu pada kunci nada rendah yang tepat dapat

membantu memodifikasian frekuensi dasar dan range frekuensi pada pasien. Studi lain dari Darrow (1984) juga menunjukkan peran dari terapi musik adalah melatih respons ritme, sehingga membuat respons pada ritme dari suara percakapan menjadi lebih baik. Staum (1987) telah sukses menggunakan notasi musik untuk mempengaruhi dalam memperbaiki pengucapan bahasa pasien. Ia menggunakan sistem notasi visual sebagai alat untuk membantu pasien dalam mencocokkan kata-kata atau suara dari kata-kata baik yang lazim maupun tidak lazim, dengan ritme yang tepat dan struktur yang dari pitch yang mudah. Hasil positif yang didapat adalah nada pelafalan pengucapan lebih berkembang, juga penyamarataan dan transfer ilmu berkembang secara signifikan Robbins & Robbins (1980), setelah pelatihan pada pasien tunarungu, mengatakan bahwa kontribusi dari terapi musik untuk memperkuat dan/atau mempercepat pembelajaran dan penggunaan percakapan, vokal yg lebih luas/spontan dan mantap, memperbaiki kualitas suara dan lebih leluasa dalam menggunakan intonasi dan ritme. Meningkatkan perkembangan dan pendidikan bahasa, dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara umum Bagi anak-anak tuna rungu, keterbatasan input pendengaran tidak hanya mempengaruhi kemampuan untuk mendengar suara percakapan dari orang lain, namun juga mempunyai dampak negatif terhadap perkembangan bahasa mereka sendiri. Keteraturan memperdengarkan bahasa melalui pendengaran, memberikan informasi penting mengenai vocabulary, syntax (kalimat), semantics (arti kata) dan pragmatics, yang mana hal ini secara langsung diterima oleh anak dengan pendengaran normal. Tanpa keteraturan mendengarkan ini, bagi anak dengan pendengaran terbatas biasanya akan mempunyak banyak problem pada bahasa mereka. Kesulitan itu biasanya terdapat pada kurangnya vocabulary, kesulitan dalam mengartikan kata, menggunakan kata yang salah, struktur dan isi bahasa yang salah, dan lainnya. Kesulitan-kesulitan dalam menggunakan bahsa ini selanjutnya akan menghalangi individu tersebut dari komunikasi yang mempunyai arti dan juga berinteraksi. Problem berbahasa dapat menimbulkan efek negatif pada pendidikan seperti membaca, menulis dan pemahaman (Gfeller, & Baumann, 1988). Secara signifikan terapi musik memberikan konstribusi pada kemampuan untuk berkomunikasi dan berbahasa pada pasien tuna rungu. Sebagai contoh Gfeller (1990), mendiskusikan tentang pengayaan repertoire musik dan pengalaman bergerak dalam terapi musik, yang dapat di gabungkan dengan percakapan dan, setelahnya penulisan kata. Anakanak kecil terutama menggunakan setiap saat pergerakan motorik dan belajar sesuatu melalui manipulasi dari lingkungannya. Instrument musik dan materialnya kaya akan sumber-sumber keterlibatan pada sensorik

dan motorik. Pengalaman pada Multi sensory bahwa musik merupakan alat pembelajaran yang bernilai, yang pada akhirnya juga terkait pada representasi mental atau simbol, Gfeller (1990). Event musik dan sekuensialnya dapat dibuat oleh para terapis sebagai model penggunaan bahasa untuk anak. Semenjak rehabilitasi bahasa merupakan suatu proses yang panjang dan lama, terapis musik dapat memberikan motivasi penting untuk membuat aktifitas menjadi bermain dan menyenangkan. Aktivitas dalam terapi musik dapat juga membuat suatu oportuniti untuk menggunakan konsep bahasa dalam konteks yang berbeda Penelitian lain juga menemukan bahwa integrasi musik dalam pendidikan sebagai bahasa seni sangat menguntungkan (Darrow, 1989; Gfeller, & Darrow, 1987). Tidak hanya meningkatkan motivasi tapi juga memberikan sebuah pendekatan multi sensori untuk belajar, yang dapat membantu pasien untuk mendalami arti dari kata-kata baru. Bernyanyi contohnya, memberikan suatu kesempatan untuk secara intensif menggunakan pendengaran dan beraktifitas vokal. Mempelajari lagu dapat menstimulasi latihan dalam pembedaan auditori, membedakan dan meleburkan bunyi huruf, pengucapan suku-suku kata dan pelafalan kata (Gfeller, & Darrow, 1987). Hal ini dapat juga membantu mengembangkan penguasaan kata-kata dan memberikan suatu pengalaman dalam belajar membuat struktur kalimat dan semantiknya. Membuat lagu dapat juga bertujuan sama. Lagu juga mempunyai kelebihan dalam melafalkan suatu patron nada, menjadi tidak monoton. Disamping meningkatkan perkembangan bahasa dan mendidik bahasa pada pasien tuna rungu, terapi musik juga meningkat kan kemampuan berkomunikasi dengan memberikan semacam kesadaran dan kemampuan melihat suatu arti yang diselaraskan/disampaikan melalui nada pada suara. Hal-hal penting didalam berkomunikasi dengan orang lain adalah espresi wajah, body language, dan pitch serta intensitas dinamik. Kesadaran dan kepekaan terhadap style dari bahasa yang diucapkan oleh diri sendiri dan orang lain, dapat diberikan dengan berhasil melalui penerapan terapi musik. Dengan menggayakan suatu lagu dan memberi isyarat pada lagu dengan cara yang gaya baik/indah, seseorang dapat mempelajari untuk menggunakan dan menyadari nuansa dalam berkomunikasi dengan yang lain (Gfeller, & Darrow, 1987). Berisyarat dalam bernyanyi juga memberikan suatu kesempatan untuk mengeksplorasikan ekspresi dari emosi sendiri, karena lirik dan melodi secara persamaan dapat mengungkapakan suatu ekspresi jiwa dibandingkan dengan hanya berbicara. Mengembangkan jiwa sosialisasi, kesadaran diri, kepuasan emosinal dan meningkatkan kepercayaan diri Didalam beberapa literatur mengkarakterkan bahwa seseorang tuna rungu mempunya perasaan kuat akan rendah diri dan depresi, juga mempunyai sikap tidak bisa dipengaruhi dan tertutup (lihat ulasan ulang

dari Galloway, & Bean, 1974). Body-image dan kesadaran yang tidak terlalu baik, kurangnya berbahasa dan berkomunikasi, dan tertutupnya rasa sosialisasi, memberikan kontribusi secara signifikan pada perasaanperasaan ini. Terapi musik dapat memberikan kesempatan yang penting untuk memperbaiki masalah ini dan meningkatkan rasa percaya diri seseorang yang tuna rungu. Brick (1973) menemukan eurhythmicsSeni dari keharmonisan dan gerak tubuh yang ekspresifdan aktifitas musik yang memberikan pasien suatu pengalaman yang menyenangkan, dimana hal tersebut memberikan energi kreatif untuk pasien. Hal ini sebaliknya membantu mengembangkan kepercayaan diri, memberi rasa bangga dalam menyelesaikan sesuatu dan bekerja sama dalam satu grup. Robbins & Robbins (1980) juga menemukan bahwa aktifitas kelompok musik dapat memberikan contoh untuk menyesuaikan didalam bersosialisasi. Hasil hakiki yang didapat dalam pengalaman bermusik sepertinya dapat memotivasi pasien yang selalu melawan untuk dapat bekerja sama (cooperative), yang selalu tidak fokus menjadi fokus dan yang selalu gagal menjadi berusaha untuk selalu menyelesaikan pekerjaannya. Pasien yang juga selalu jelek/gagal dalam hal lain, dapat menerima bantuan spesial dan kompensasi yang baik melalui terapi musik ini. Body-image dan kesadaran juga dapat meningkat melalui terapi musik ini. Galloway & Bean (1974) menemukan bahwa aktivitas bernyanyi dan melakukan gerakan pada musik juga efektif. Robbins & Robbins (1980) juga menekankan pentingnya realistis dan positif pada diri sendiri. Mereka menemukan juga bahwa kecakapan dalam bergerak yang dipelajari melalui musik dapat meningkatkan rasa percaya diri, koordinasi, sikap tenang yang alami dan kesadaran akan jati diri. Bernyanyi, bermain atau bergaya pada suatu lagu dapat menghasilkan seseorang untuk dapat berekspresi dan puas terhadap diri secara emosional. Gfeller & Darrow (1987) menyarankan bahwa bergaya atau bernyanyi pada lagu yang dibuat sendiri, juga dapat membuat seseorang tuna rungu untuk mengekspresikan atau mengilustrasikan pikirannya, perasaannya dan idenya bila hal itu terlalu sulit untuk dituliskan. Staum (1987) juga menemukan bahwa tehnik dan prosedur terapi musik dapat memberikan suatu skill yang fungsional yang dapat terintegrasi langsung di dalam pelajaran musik secara private maupun secara klasikal. Melalui suatu cara yang dapat di transfer diluar sesi terapi, seseorang lebih bisa dan senang untuk berekspresi pada situasi baru , bertemu orang baru, dan dapat bekerja dalam suatu grup-grup. Hal ini sebaliknya pula memberikan suatu rasa tanggung jawab sosial juga kesadaran, kebanggan dan kepercayaan diri dan sosial. Kepustakaan

Amir, D., & Schuchman, G. (1985). Auditory -training through music with hearing-impaired preschool children. The Volta Review, 87(7), 333-343. Investigates the effects of auditory training within a musical context on how hearing-impaired preschool children use their residual hearing. Found music therapy techniques to be a useful adjunct to other techniques for maximizing residual hearing use. Brick, R. (1973). Eurhythmics: One aspect of audition. The Volta Review, 75(3)155-160. Describes the use of eurhythmicsthe art of. harmonious and expressive bodily movement-to enhance the teaching of speech and audition. Darrow, A. (1984). A comparison of rhythmic responsiveness in normal and hearing impaired children and an investigation of the relationship of rhythmic responsiveness to the supra segmental aspects of speech perception. Journal of Music Therapy, 21(2), 48-66. Investigates differences between normal and hearing impaired childrens rhythmic responsiveness. Discusses rhythmic responsiveness as related to perception of prosodic elements of speech. Darrow, A. (1989). Music therapy in the treatment of the hearingimpaired. Music Therapy Perspectives, 6, 61-70. Details a music therapy procedure for auditory training and the speech and language development of the hearing impaired. Darrow, A., & Starker, G. (1986). The effect of vocal training on the intonation and rate of hearing impaired childrens speech. Journal of Music Therapy, 23(4), 194-201. Examines the effect of vocal training on the fundamental frequency, frequency range, and speech rate. Results indicate significant reduction in fundamental frequency and increase in frequency range. Galloway, H., & Bean, M. (1974). The effects of action songs on the development of body-image and body-part identification in hearingimpaired preschool children. Journal of Music Therapy, 11, 125-134. Results suggest that music may be a useful method in teaching selected concepts to hearing-impaired persons. Gfeller, K. (1990). A cognitive-linguistic approach to language development for the preschool child with hearing impairment: Implications for music therapy practice. Music Therapy Perspectives, 8, 47-51.

Outlines the basic components of a cognitive-linguistic model for language rehabilitation and discusses them as they relate to music therapy practice. Gfeller, K., & Baumann, A. (1988). Assessment procedures for music therapy with hearing impaired children: Language development. Journal of Music Therapy, 25(4), 192-205. Presents an overview of language problems common to hearing impaired children, and major treatment goals and procedures in speech pathology and music therapy. Prominent assessment procedures in measuring language development are also examined. Gfeller, K, & Darrow, A. (1987). Music as a remedial tool in the language education of hearing-impaired children. The Arts in Psychotherapy, 14, 229-235. Discusses the role and potential of creative experience, particularly songwriting and song signing, in the language arts education of hearing impaired children. Robbins, C., & Robbins, C. (1980). Music for the hearing impaired and other special groups: A resource manual and curriculum guide. St. Louis: MagnaMusic-Baton. Staum, M. (1987). Music notation to improve the speech prosody of hearing impaired children. Journal of Music Therapy, 24(3), 146-159. Discusses music notational cues as effective in improving the verbal rhythmic and intonational accuracy of hearing impaired childrens speechKerusakan pendengaran ditengarai merupakan salah satu kecacatan syaraf yang paling merusakkan. Dimana kecacatan penglihatan merupakan handicap kita dengan sekeliling kita, sedangkan kecacatan pendengaran merupakan handicap komunikasi dengan masarakat (Darrow, 1989). Komunikasi merupakan dasar dari kehidupan social kita dan aktivitas intelektual, dan tanpa itu kita terputus dari dunia. Untuk alasan inilah, praktek klinik dalam terapi musik untuk tuna rungu di fokuskan pada area yang berhubungan dengan komunikasi seperti : pelatihan auditory, produksi suara (berbicara) dan perkembangan bahasa. Melalui penelitian dalam kekurangan pada komunikasi ini, terapi musik menjadi suatu efek kedua untuk memperbaiki rasa sosial dan kepercayaan diri.

You might also like