You are on page 1of 2

KEBERHASILAN PENDIDIKAN KARAKTER DITENTUKAN PADA PENILAIAN PERILAKU SISWA BUKAN PADA TES NORMATIF SAJA OLEH: AGUS

BUCHORI, A.Md. ( GURU DI SMAM 6 PONPES KARANGASEM PACIRAN LAMONGAN ) Pendidikan karakter sekarang ini sedang marak dibicarakan di lingkungan dunia pendidikan. Keprihatinan mengenai karakter bangsa Indonesia yang mulai luntur menjadikan pakar pendidikan di Indonesia berniat memasukkan unsur pemnbangun karakter dalam mata pelajaran.

Karakter

bangsa

Indonesia

yang

terkenal

sebagai

bangsa

dengan

keramahtamahannya serta kesantunannya mulai luntur dari benak setiap warga Negara. Ketitidakjujuran semakin mengakar yang membuat para pakar pendidikan miris menyaksikannya. Ini dibuktikan dengan tingkat korupsi yang semakin tinggi, serta masyarakat mudah melakukan kekerasan di mana-mana. Kondisi inilah yang mau tidak mau harus ditanggulangi secara strategis dengan cara memasukkanya pendidikan karakter dalam setiap mata pelajaran di sekolah.

Sebelum pendidikan karakter ini ramai dibicarakan, sebenarnya dalam dunia pendidikan sudah ada mata pelajaran agama, tapi mengapa masih ditambah dengan pendidikan karakter? Apakah pendidikan agama tidak cukup untuk membina moral bangsa ini?

Dari sini bisa kita pertanyakan bahwa ada yang salah dengan proses pembelajaran agama selama ini karena, seperti kita semua tahu, sejak tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi pendidikan agama telah dengan secara masif diberikan namun mengapa perilaku korupsi masih meraja lela di bumi Indonesia, kejujuran semakin jauh panggang dari api.

Selain pendidikan agama di sekolah juga diberikan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) yang di dalamnya juga mengandung nilainilai moral yang mestinya bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari hari. Sekali lagi mengapa kebobrokan moral masih saja menjadi persoalan kita bersama.

Kebanyakan selama ini parameter yang digunakan untuk menilai moral hanyalah angka angka yang tentunya tidak siknifikan dengan perilaku sehari-hari. Bagaimana mungkin seorang anak didik yang Nakal kadang kadang nilai agamanya maupun PPKNnya tinggi. Inilah sebenarnya pangkal persoalannya yang harus kita ubah bersama.

Dari kasus di atas semoga pendidikan karakter tidak mengulangi hal yang sama dan diharapkan mampu mencetak anak didik yang betul betul mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya strategi penilaian pada setip aktifitas anak didik harus mengacu juga pada penilaian perilaku sehari-hari tidak pada tes normative belaka.

You might also like