You are on page 1of 28

LAPORAN KASUS PASIEN RHINOTONSILOFARINGITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT

Disusun oleh : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Alaa Ulil H. Alditra Fauzy K R Bobby A Diphda Satria R Icha Zulizza P M. Adibul Umam Nur Anita S Rido Muid R Andika Retno A H2A009001 H2A009002 H2A009007 H2A009015 H2A009022 H2A009033 H2A009037 H2A009040 H2A008005

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2013

IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Alamat : Imam : 23 tahun : Jl. Pandan Raya, Semarang

Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat Status Pekerjaan Pendidikan ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Senin, 29 April 2013 pukul 07.30 WIB. Keluhan Utama : Gatal pada tenggorokan Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke dokter dengan keluhan tiba-tiba gatal di tenggorok sejak 7 hari yang lalu. Keluhan dirasakan semakin berat sejak 4 hari yang lalu. Gatal dirasakan hanya mengganggu saat makan, tidak menggangu bicara ataupun nafas, dan gatal pada tenggorokan ini hanya timbul saat makan. Gatal semakin berat saat pasien makan, dan pasien minum air putih banyak dan minum adem sari untuk mengurangi keluhan. Pasien juga mengaku badannya nggreges dan demam tinggi, demam dirasakan bersamaan dengan gatal pada tenggorokan atau seminggu yang lalu. Selain gatal pada tenggorokan, tenggorokan juga dirasakan nyeri saat menelan makanan dan terasa panas. 5 hari yang lalu pasien mengaku hidung tersumbat, terdapat ingus berwarna kuning dan encer, dan keluar setiap hari. Batuk juga timbul sejak seminggu yang lalu, batuk kering dan tidak terlalu sering. 5 hari yang lalu juga timbul pusing, pusing dirasakan cekot-cekot. Pasien tidak merasakan nyeri telinga, gembrebeg, tidak ada keluar cairan dari telinga, dan tidak ada sesak nafas. : Jl. Tandang Raya : Belum menikah : Operator warnet : SMA

Riwayat Penyakit Dahulu pasien pernah merasa sakit seperti ini, dalam satu tahun kira-kira sudah 6 kali. Setiap kambuh berobat ke dokter dan selalu menghabiskan obat yang diberikan oleh dokter. Hipertensi DM Alergi Oprasi tenggorok : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi DM alergi keluhan serupa : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi Pasien bekerja sebagai penjaga warnet, tinggal di rumah bersama orang tua, seorang adik, dan seorang kakak. Pasien gemar makan pedas dan gorengan. Biaya pengobatan ditanggung sendiri. Kesan ekonomi cukup.

PEMERIKSAAN FISIK VITAL SIGN Tensi : 120/80 mmHg Nadi RR : 70 x/menit : 18 x/menit

Suhu :37,50c

Status Generalis Kulit : normal sama dengan daerah sekitar, ikterik (-) Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-) Jantung Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea midclavicula sinistra namun tidak kuat angkat, thrill (-), pulsus epigastrium (-),pulsus parasternal (-), sternal lift (-) Perkusi : batas atas pinggang jantung batas kanan bawah batas kiri bawah : ICS II lin.parasternal sinistra : ICS III parasternal sinsitra : ICS V lin.sternalis dextra. : ICS V 2 cm ke arah medial midclavicula sinistra konfigurasi jantung : Dalam Batas Normal

Auskultasi

: Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler. Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)

Paru

Paru Depan 1. Inspeksi

Dextra

Sinistra

Simetris, statis, dinamis

Simetris, statis, dinamis

2. Palpasi

Nyeri tekan (-) Pelebaran ICS (-) Stem fremitus dextra=sinistra

Nyeri tekan (-) Pelebaran ICS (-) Stem fremitus dextra=sinistra

3. Perkusi

Sonor di seluruh lapang paru

Sonor di seluruh lapang paru

4. Auskultasi

Suara dasar vesikuler Ronki (-) Wheezing (-)

Suara dasar vesikuler Ronki (-) Wheezing (-)

Belakang 1. Inspeksi Simetris, statis, dinamis Simetris, statis, dinamis

2. Palpasi

Nyeri tekan (-) Pelebaran ICS (-) Stem fremitus dextra=sinistra

Nyeri tekan (-) Pelebaran ICS (-) Stem fremitus dextra=sinistra

3. Perkusi Sonor di seluruh lapang paru 4. Auskultasi Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler Sonor di seluruh lapang paru

Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar, ikterik (-) : Bising usus (+) normal : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-), Pekak Hepar (+), Tidak

terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak teraba Limfe : Pembesaran (-) pada limfe leher dan limfe submandibula Ekstremitas : Superior -/-/-/+/+ 5/5/5 Normotoni Tidak dilakukan Tidak dilakukan Inferior -/-/-/+/+ 5/5/5 Normotoni Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Akral dingin Oedem Sianosis Gerakan Kekuatan Tonus Refleks Fisiologis Refleks Patologis

Berat Badan

: 60 Kg

Tinggi Badan : 165 Cm BMI Status Gizi : 22, 03 (normal) : Baik

STATUS LOKALIS

TELINGA Telinga Mastoid Kiri Nyeri Tekan (-), Masa (-), Abses (-), fistula (-), Pre-aurikula Nyeri Tekan (-), Masa (-), Abses (-), fistula (-), Retro-aurikula Nyeri Tekan (-), Masa (-), Abses (-), fistula (-), Aurikula Nyeri Tekan (-), Masa (-), Abses (-), fistula (-), nyeri tarik aurikula (-) Kanalis Eksternus Benda asing (-), sekret (-), serumen (-), darah (-), lessi (-), massa (-), edem (-) Discharge (-) Membran Timpani Warna Reflek cahaya Putih mutiara Memantulkan cahaya (mengkilap) Perforasi (-) Putih mutiara Memantulkan cahaya (mengkilap) (-) Kanan Nyeri Tekan (-), Masa (-), Abses (-), fistula (-), Nyeri Tekan (-), Masa (-), Abses (-), fistula (-), Nyeri Tekan (-), Masa (-), Abses (-), fistula (-), Nyeri Tekan (-), Masa (-), Abses (-), fistula (-), nyeri tarik aurikula (-) Benda asing (-), sekret (-), serumen (-), darah (-), lessi (-), massa (-), edem (-) (-)

HIDUNG Pemeriksaan Luar Kanan Kiri

Hidung

Deformitas (-), Sianosis (-), Hiperemis (-). Nyeri tekan (-), Krepitasi (-)

Deformitas (-), Sianosis (-), Hiperemis (-). Nyeri Tekan (-), Krepitasi (-) Nyeri Tekan Sinus (-) Discharge (+), Septum deviasi (-), Mukosa Hiperemis (+), Konka Hiperemis (-), Konka hipertrofi (+), Epistaksis (-), Masa (-) Encer, Kuning Hiperemis (+), Masa (-) Hipertyrofi (+), Hiperemis (-) (-) Deviasi (-) Tidak dilakukan

Sinus Rinoskopi Anterior

Nyeri Tekan Sinus (-) Discharge (+), Septum deviasi (-), Mukosa Hiperemis (+), Konka Hiperemis (-), Konka hipertrofi (-), Epistaksis (-), Masa (-),

Discharge Mukosa Konka Tumor Septum Diafanoskopi

Encer, Kuning Hiperemis (+), Masa (-), Hiperemis (-), hipertrofi (-) (-) Deviasi (-) Tidak dilakukan

TENGGOROK Bibir pecah (-) Gigi Gingiva Lidah Tonsil : Karies (-) : Hiperemis (-), Gingivitis (-), stomatitis (-) : Simetris, Spasme (-), Fasikulasi (-), Kotor (-), Stomatitis (-), : Membesar (+), Ukuran Tonsil T3-T3, Hiperemis (+), Detritus (+), Granulasi : Simetris, Sianosis (-), Stomatitis (-), lesi (-), bibir kering (-), bibir pecah-

(+), kripte melebar (+) Uvula Epiglotis Palatum : Simetris, Hiperemis (-), Luka (-), retraksi (-) :Simetris, Hiperemis (-), Masa (-), Luka (-) : Simetris, Masa (-), Hiperemis (-)

Faring (+)

: Dinding Faring Posterior Hiperemis (+), Dinding Faring Posterior Granulasi

KEPALA DAN LEHER

: Kanan Kiri Mesosefal, Simetris pembesaran tiroid (-), deviasi trakhea (-) Pembesaran limfe (-), pembesaran parotis (-),

Kepala Wajah Leher Anterior

Mesosefal, Simetris, pembesaran tiroid (-), deviasi trakhea (-)

Leher Lateral

Pembesaran limfe (-), pembesaran parotis (-),

GIGI DAN MULUT : Kanan Gigi-geligi Kiri

Karies (-), Plak (-), Gingivitis Karies (-), Plak (-), Gingivitis (-) (-) Simetris (-), Spasme (-), Fasikulasi (-), Kotor (-), Stomatitis (-) Simetris (-), Hiperemis (-)

Lidah

Simetris (-), Spasme (-), Fasikulasi (-), Kotor (-), Stomatitis (-)

Palatum Pipi

Simetris (-), Hiperemis (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM/PENUNJANG/KHUSUS Tes Pendengaran Kanan Tes Bisik Tes Garpu Tala Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Kiri Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Konvensional Rinne Schwabach Weber Audiometri Timpanometri

Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Tes Keseimbangan dan Vestibuler : Tes Keseimbangan Dilakukan), Tes Vestibuler : tidak dilakukan : Tidak Dilakukan : Tidak Dilakukan : Tidak Dilakukan : Romberg (Tidak Dilakukan) , Stapping Test (Tidak

Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan Endoskopik Tes alergi Pemeriksaan Patologi Klinik Darah rutin

: Diusulkan : Tidak Dilakukan : merot (-), garis nasolabial ka-ki (+), kelemahan alis

Pemeriksaan Mikrobiologi Fungsi N. Fasialis

(-), mecucu (+), meringis (+), garis dahi (+)

RINGKASAN

Pasien datang ke dokter dengan keluhan tiba-tiba gatal di tenggorok sejak 7 hari yang lalu. Keluhan dirasakan semakin berat sejak 4 hari yang lalu. Gatal dirasakan hanya mengganggu saat makan, tidak menggangu bicara ataupun nafas, dan gatal pada tenggorokan ini hanya timbul saat makan. Gatal semakin berat saat pasien makan, dan pasien minum air putih banyak dan minum adem sari untuk mengurangi keluhan. Pasien

juga mengaku badannya nggreges dan demam tinggi, demam dirasakan bersamaan dengan gatal pada tenggorokan atau seminggu yang lalu. Selain gatal pada tenggorokan, tenggorokan juga dirasakan nyeri saat menelan makanan dan terasa panas. 5 hari yang lalu pasien mengaku hidung tersumbat, terdapat ingus berwarna kuning dan encer, dan keluar setiap hari. Batuk juga timbul sejak seminggu yang lalu, batuk kering dan tidak terlalu sering. 5 hari yang lalu juga timbul pusing, pusing dirasakan cekot-cekot. Pasien tidak merasakan nyeri telinga, gembrebeg, tidak ada keluar cairan dari telinga, dan tidak ada sesak nafas. Pasien pernah merasa sakit seperti ini, dalam satu tahun kira-kira sudah 6 kali. Setiap kambuh berobat ke dokter dan selalu menghabiskan obat yang diberikan oleh dokter. Pasien bekerja sebagai penjaga warnet, tinggal di rumah bersama orang tua, seorang adik, dan seorang kakak. Pasien gemar makan pedas dan gorengan. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan : Rhinoskopi anterior : discharge encer kuning(+/+), mukosa

hiperemes (+/+), konka hipertrofi (-/+) Tonsil : Membesar (+), Ukuran Tonsil T3-T3,

Hiperemis (+), Detritus (+), Granulasi (+), kripte melebar (+) Faring : Dinding Faring Posterior Hiperemis (+),

Dinding Faring Posterior Granulasi (+) DIAGNOSIS BANDING : Rhinotonsilofaringitis et causa bakterial Rhinotonsilofaringitis et causa virus DIAGNOSIS SEMENTARA : Suspect Rhinotonsilofaringitis Kronik Eksaserbasi Akut INITIAL PLAN IpDx : : Subyektif Obyektif IpTx : Medikamentosa : Natrium diklofenac 50 mg 3x1 :: swab Tenggorok

Paracetamol 500 mg 3x1

Rujuk ke Sp THT-KL

IpMx : Monitoring vital sign, gejala, post operatif IpEx : jika sudah Tidak panas, segera Lakukan Tonsiloktomi Mengurangi makanan pedas dan gorengan Istirahat yang cukup

PROGNOSIS

: dubia ad bonam

PEMBAHASAN Tonsilitis
Penyebab : Bakteri; Gram positif seperti Streptococcus -hemolyticus group A yang dikenal strept throat, pneumo, Streptococcus pyogenes dan Streptococcus viridans. Virus; Epstein Barr, H. Influenzae

Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus; kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Detritus akan mengisi kriptus tonsil dan tampak bercak kuning.

Gejala dan tanda Gejala; Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering detemukan; - nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, - demam suhu tubuh tinggi, - rasa nyeri di sendi-sendi, - rasa lesu, tidak nafsu makan dan - rasa nyeri di telinga (otalgia). karena nyeri alih referred pain melalui saraf N. Glosofaringeus (N.IX) Tanda;

Pmx tonsil bengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan

Faringitis
Penyebab Virus; Rinovirus, H. Influenzae, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat Bakteri; Streptococcus hemolyticus group A Fungal; candida

Akut; sering bersama dengan tonsilitis akut Penyebab tersering : kuman & virus Penularan : udara & kontak langsung

predisposisi : pengobatan yang tak adekuat infeksi organ sekitar, iritasi, bernapas melalui mulut

Gejala; keluhan, panas nyeri kepala/seluruh tubuh, mual odinofagia, disfagia, batuk Tanda; panas, vaskular injeksi/hiperemis edem dinding faring posterior, pembengkakan kelenjar limfe, regional

Kronis; Faringitis kronik hipertropi terjadi perubahan pada mukosa dinding faring posterior, berbenjol-benjol akibat pembesaran jaringan limfoid, granular Gejala;Keluhan, terasa mengganjal/pancingen, Berlendir, Batuk dll. Tanda; Permukaan tak rata/jaringan granulasi, Tampak basah

TINJAUAN PUSTAKA TONSILITIS A. Definisi Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh virus ataupun bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter atau penyaring menyelimuti organisme berbahaya tersebut dengan sel sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis. B. Etiologi 1. Streptococcus B hemoliticus grup A 2. Streptococcus viridens 3. Streptococcus pyogenes 4. Staphilococcus 5. Pneumococcus 6. Virus 7. Adenovirus 8. ECHO 9. Virus influenza serta herpes C. Manifestasi Klinis Keluhan pasien biasanya berupa nyeri tenggorokan, sakit menelan, dan kadang kadang pasien tidak mau minum atau makan lewat mulut. Penderita tampak loyo dan mengeluh sakit pada otot dan persendian. Biasanya disertai demam tinggi dan napas yang berbau, yaitu : Suhu tubuh naik sampai 40 oC. Rasa gatal atau kering ditenggorokan. Lesu. Nyeri sendi, odinofagia. Anoreksia dan otolgia. Bila laring terkena suara akan menjadi serak.

Tonsil membengkak. Pernapasan berbau. Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi : -T0: Tonsil masuk di dalam fossa -T1: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring -T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring -T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring -T4: >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

D. Klasifikasi Tonsilitis 1. Tonsillitis akut Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus. 2. Tonsilitis falikularis

Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut. 3. Tonsilitis Lakunaris Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil. 4. Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat) Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut menyerupai membran. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan. 5. Tonsilitis Kronik Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok, makanan) pengaruh cuaca, pengobatan

E. Patofisiologi Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,

bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

Tonsilitis akan berdampak terhadap sistem tubuh lainnya dan kebutuhan dasar manusia (Nurbaiti, 2001) meliputi : a. Sistem Gastrointestinal Pasien sering merasa mual dan muntah, nyeri pada tenggorokan sulit untuk menelan sehingga susah untuk makan dan sulit untuk tidur. b. Sistem Pulmoner sering mengalami sesak nafas karena adanya pembengkakan pada tonsil dan faring, sering batuk. c. Sistem Imun Tonsil terlihat bengkak dan kemerahan, daya tahan tubuh menurun, mudah terserang demam.

d.

Sistem Muskuloskeletal mengalami kelemahan pada otot, otot terasa nyeri keterbatasan gerak susah untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

e. Sistem Endokrin Adanya pembengkakan kelenjar getah bening, adanya pembesaran kelenjar tiroid . F. Alur Diagnosis Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut 1. Anamnesa Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher. 2. Pemeriksaan Fisik Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti pus atau dempul amat banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta. 3. Pemeriksaan Penunjang Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajatkeganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus,Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus . G. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan tonsilitis akut a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin. b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.

c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif. d. Pemberian antipiretik. 2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap. b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil. TONSILEKTOMI Indikasi dari tonsilektomi dibagi 3 : 1. Indikasi absolut a. Hipertrofi tonsil yang menyebabkan : Obstruksi saluran napas misal pada OSAS (Obstructive Sleep ApneaSyndrome ) Disfagia berat yang disebabkan obstruksi Gangguan tidur Gangguan pertumbuhan dentofacial Gangguan bicara (hiponasal) Komplikasi kardiopul\oner b. Riwayat abses peritonsil. c. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomiterutama untuk hipertrofi tonsil unilateral.d. Tonsilitis kronik atau berulang sebagai fokal infeksi untuk penyakit-penyakitlain. 2. Indikasi relatif a. Terjadi 7 episode atau lebih infeksi tonsil pada tahun sebelumnya atau 5episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 2 tahun sebelumnya atau 3episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 3 tahun sebelumnya denganterapi antibiotik adekuat. b. Kejang demam berulang yang disertai tonsilitis. c. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberianterapi medis. d. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus B-hemolitikusyang tidak membaik dengan pemberian antibiotik resisten -laktamase.

3. Operasi adenoid. Kontraindikasi

tonsilektomi

pada

anak-anak

tidak

selalu

disertai

adenoidektomi,adenoidektomi dilakukan hanya bila ditemukan pembesaran

Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi,namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetapmemperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah: 1. Gangguan perdarahan 2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat 3. Anemia 4. Infeksi akut yang berat H. Komplikasi 1. Abses pertonsil Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A. 2. Otitis media akut Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga. 3. Mastoiditis akut Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid. 4. Laringitis 5. Sinusitis 6. Rhinitis I. Prognosis Prognosis ditentukan oleh kecermatan diagnosis dan ketepatan tindakan. Bila pemberian antibiotik dan tindakan insisi yang tepat dan adekuat, maka prognosis umumnya baik, tetapi bila keadaan di mana sudah terdapat komplikasi berupa

pneumonia aspirasi, abses paru ataupun mediastinitis, prognosis akan menjadi kurang baik apalagi bila kuman penyebabnya fulminans

FARINGITIS A. Definisi Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid B. Etiologi Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan. C. Patogenesis Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat

pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi D. Klasifikasi Faringitis 1. Faringitis Akut a. Faringitis Viral Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.

Gambar Viral Pharyngitis Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan

HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. b. Faringitis Bakterial Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.

Gambar Streptococcal Pharyngitis Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam - Anterior Cervical lymphadenopathy - Tonsillar exudates - absence of cough Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A. c. Faringitis Fungal

Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.

2. Faringitis Kronik Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. a. Faringitis Kronik Hiperplastik Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular. b. Faringitis Kronik Atrofi Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. E. Manifestasi Klinik Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit

F. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher. G. Pemeriksaan Penunjang Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose antara lain yaitu : - pemeriksaan darah lengkap - GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A - Throat culture Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas H. Penatalaksanaan Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau antiseptik. Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik ( electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada

faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut. I. Prognosis Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu. J. Komplikasi Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.

DAFTAR PUSTAKA Soepardi, E. A., dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher . Jakarta : FKUI. 2007. Price, Sylvia A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi IV. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995. Guyton, A. C., Buju Ajar Fisiologi Kedokteran 2, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1983. Baron D. Kapita Selekta Patologi Klinik, Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 1995.

You might also like