Professional Documents
Culture Documents
IPPF
Tahun
PENGUATAN KELEMBAGAAN MELALUI PENERAPAN KAIDAH TATA KELOLA ORGANISASI YANG BAIK ORGANIZATION STRENGTHENING THROUGH GOOD GOVERNANCE IMPLEMENTATION
VISION
Become the Center of Excellence in 2020 by developing self reliant programs and advocacy on sexual and reproductive health & rights
MISSION
To develop a center of information, education, counselling and sexual & reproductive health services, which emphasizes rights and gender perspective, high quality family planning services through the escalation on IPPAs role (profesionalism, credible, autonomous, and sustainable) To empower society to enable citizens to make responsible decisions and behavee responsibly towards their Sexual and Reproductive Health and Rights To advocate policy makers to ensure their support and commitment towards the fulfillment of sexual and reproductive health and rights
Contents
ADDRESS FROM THE CHAIRMAN NOTES FROM EXECUTIVE DIRECTOR COUNTRY SITUATION MAIN THEME PROGRAM 2012 IN PICTURES FINANCIAL REPORT BOARD OF IPPA DAN IPPA EXECUTIVE LIST OF PKBI (IPPA) CHAPTER 4 6 8 10 47 50 56 57
IPPAs future perspective in achieving the organizations vision and mission, including the organizations goals, direction and framework have been written on the 2010-2020 Strategic Plan.
Ever since it was established on December 23 1957, as a volunteer-based organization that pioneers in the field of population, sexual-reproductive health, IPPA has been facing numerous complex challenges. Maternal Mortality rate (MDG target 5a) may not be achieved in 2015), will not subside significantly without the hard work of all parties involved. Meanwhile, the unmet need for family planning shows a tendency of stagnation or degradation. Riskesdas 2010 stated that the unmet need figure had become 2 digits (14%), whereas in 2007 and 2012 IDHS the figure remained stagnant at 9%. Its not surprising if IDHS 2012 will show an increase in TFR to 2.6 compared to the results of 2010 Cencus which was 2.4. During 55 years of service, despite the difficult challenges, IPPA consistently pioneering ideas and programs to fight for the fulfilment of sexual and reproductive health rights. Tracing the history of IPPA, it is obvious that that the role of volunteers can not be separated from IPPAs ability to continue to exist among the community. In its 55th year, IPPAs values of pioneering, volunteerism, professionalism and self-reliant particularly in family planning programs meet a challenge. The Family Planning program that once had its golden age, recently has been lacking of publicity. Therefore, we must be determined to continue pioneering, with the spirit of volunteerism and professionalism, improving organizations performance in order to achieve vision and mission of creating changes for the good of Indonesian people. Sejarah panjang perjuangan PKBI sebagai organisasi yang berbasis relawan, berperan sebagai pelopor yang bergerak dibidang kependudukan, kesehatan seksual-reproduksi, sejak mulai dirintis oleh para pendiri, pada 23 Desember 1957, selalu dihadapkan pada berbagai tantangan yang kompleks. Angka Kematian Ibu (target MDGs 5a) boleh jadi tidak dapat dicapai pada tahun 2015), tak akan turun secara berarti tanpa kerja keras dari semua pihak terkait, sementara itu unmet need KB menunjukkan kecenderungan stagnan atau semakin memburuk, Riskesdas 2010 menyatakan bahwa unmet need telah menjadi 2 digit (14%), padahal SDKI 2007 masih pada tingkat 9% tidak berubah dengan angka SDKI 2012, jangan terkejut jika hasil SDKI 2012 akan memperlihatkan peningkatan TFR menjadi 2,6 jika dibandingkan dengan hasil Sensus 2010 yaitu sebesar 2,4. Selama 55 tahun, meskipun PKBI merasakan tantangan yang berat, namun konsisten pada kepeloporan dalam gagasan dan program untuk memperjuangkan pemenuhan hak seksual dan kesehatan reproduksi. Menilik perjalanan sejarah PKBI, dapat dilihat bahwa peran relawan tidak dapat dipisahkan dari mampunya PKBI terus ada di tengah masyarakat. Menginjak 55 tahun ini, nilai-nilai kepeloporan, Kerelawanan, Profesionalisme dan Kemandirian PKBI terutama dalam program KB, dihadapi sebuah tantangan. Program KB yang sempat mengalami masa keemasan, beberapa tahun belakangan menjadi kian redup. Oleh karena itu, kita harus bertekad untuk terus melanjutkan kepeloporan, dengan semangat kerelawanan dan profesionalisme meningkatkan kinerja organisasi demi pencapaian visi dan misi demi melakukan perubahan bagi kebaikan masyarakat di Indonesia.
PKBI
In 2012, IPPA successfully passed the re-accreditation (this is the second time after the first one in 2007). IPPF Governing Council was very satisfied because IPPA has been "full compliance" to all 49 IPPF standard membership. This shows that not only IPPA is an organization with good management and governance, but also open and democratic, transparent and accountable, strategic and progressive, financially sound, committed to results and quality and a leading sexualreproductive health organizations. IPPAs future perspective in achieving the organizations vision and mission, including the organizations goals, direction and framework have been written on the 2010-2020 Strategic Plan. In the strategic plan implementation scheme, aside from the routine service to the community, there are three parts that become IPPAs priorities:
Tahun 2012 ini, PKBI berhasil lulus re-akreditasi (lulus akreditasi untuk yang kedua kali setelah yang pertama tahun 2007). IPPF Governing Council sangat puas karena PKBI telah full compliance dari seluruh 49 standar keanggotaan IPPF. Ini menunjukkan bahwa PKBI merupakan organisasi yang kepengurusan dan tata kelolanya yang baik, terbuka dan demokratis, transparan dan akuntabel, strategis dan progresif, sehat secara finansial, berkomitmen pada hasil dan kuaitas serta merupakan organisasi kesehatan seksual-reproduksi yang terkemuka. Perspektif PKBI ke depan, dalam upaya mencapai visi-misi, kita telah mempunyai Rencana Strategis 2010-2020 sebagai cita-cita, arah dan kerangka kerja organisasi. Dalam skema implementasi renstra, selain pelayanan kepada masyarakat yang menjadi aktivitas rutin dari PKBI, terdapat tiga bagian prioritas dari PKBI yaitu :
1. First part: 2010-2014, organization empowering and model development 2. Second part: 2014-2018: Strengthenig and Scaling up 3. Third part: 2018-2020: Evaluation and development
As the efforts to empower the organization, on January 1st, 2012, IPPA has established a new organizational structure and restructured the organizations executive. This year, IPPA also has successfully organized accredited instrument in IPPA Chapter a means of evaluation, organizational development and training, especially for IPPA Chapter and Branch. The organizations vision as a center of excellence has been detailed in the strategic plan. It has determined 3 areas to be the models of center of excellence: information and research, institutional organizations, and service to fulfill sexual reproductive health and rights (SRHR). Finally, on behalf of the National Governing Body, I would like to express our gratitude for the support from IPPA partners, Donors, Government of the Republic of Indonesia, IPPA volunteers and staff throughout Indonesia who continuously supporting the work of the IPPA for 55 years. Hopefully, in the coming years, IPPA can do more for the welfare of the Indonesian people, especially in terms of sexual and reproductive health.
1. Bagian pertama: 2010-2014, penguatan kelembagaan dan pengembangan model 2. Bagian kedua: 2014-2018 : penguatan dan scaling up (perluasan) 3. Bagian ketiga: 2018-2020 : evaluasi dan pengembangan
Dalam upaya penguatan kelembagaan, telah ditetapkan struktur organisasi yang baru, restrukturisasi pelaksana yang mulai diberlakukan 1 Januari 2012. Tahun ini juga berhasil tersusun instrumen akreditasi PKBI Daerah sebagai alat evaluasi, pembinaan dan pengembangan kelembagaan organisasi terutama PKBI Daerah dan PKBI Cabang. Visi organisasi sebagai pusat unggulan (center of excellence) yang termaktub dalam rencana strategis, telah ditetapkan area pusat unggulan dan telah disepakati terdapat 3 model unggulan: informasi dan riset, kelembagaan organisasi, dan pelayanan pemenuhan hak seksual-reproduksi atau sexual reproductive health and right (SRHR). Akhir kata, atas nama Pengurus Harian Nasional. Saya ingin menyampaikan rasa terimakasih atas dukungan dari mitramitra PKBI, Lembaga Donor, Pemerintah Republik Indonesia, relawan-relawan PKBI, dan para staf PKBI di seluruh Indonesia yang terus mendukung kerja-kerja PKBI selama 55 tahun ini. Semoga pada tahun-tahun mendatang PKBI dapat lebih berbuat banyak bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama dalam hal kesehatan seksual dan reproduksi.
This annual report also shows IPPA commitment in maintaining the principle of accountability and transparency of non-governmental organizations.
For the family of IPPA, 2012 is an important year that marks IPPAs 55th years of service. This momentum becomes a reflection point that ensures IPPA to stay consistent in fighting for the fulfillment of sexual and reproductive health rights, in helping Indonesian people to achieve social justice in health through various activities, clinic services and advocacy. IPPA has proven its consistancy in servicing the community during 2012 by conducting numerous activities related to womens health, family planning, adolescent health, HIV and AIDS prevention, pre-school children education and so on. Together with the civil society, IPPA also actively provided advocacy related to health, sexual-reproductive health. Besides activities for the community, IPPA also further strengthened its institutional aspects, especially in the areas of organizational governance at the headquarter, chapter and branch offices. Furthermore, IPPA has also been preparing itself for the implementation of IPPA Chapter accreditation that will take place in 2013 and 2014
Bagi keluarga besar PKBI, tahun 2012 adalah tahun yang sangat penting karena pada tahun ini PKBI berusia 55 tahun. Momentum ini menjadi tonggak refleksi untuk memastikan bahwa PKBI tetap konsisten dalam upaya pemenuhan hak seksual dan kesehatan reproduksi, membantu mewujudkan keadilan sosial di bidang kesehatan melalui berbagai kegiatan, layanan klinik dan advokasi Hal tersebut dibuktikan dengan dilakukannya serangkaian kegiatan sepanjang tahun 2012 di masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan perempuan, keluarga berencana, kesehatan remaja, penanggulangan HIV dan AIDS, pendidikan anak pra sekolah dan sebagainya. Juga aktif bersama-sama masyarakat sipil lainnya melakukan advokasi di bidang kesehatan terutama kesehatan seksual-reproduksi. Disamping kegiatan untuk masyarakat, PKBI juga makin memperkuat aspek kelembagaan terutama dalam bidang tata kelola organisasi baik di tingkat pusat, daerah maupun cabang, termasuk persiapan untuk pelaksanaan kegiatan akreditasi PKBI Daerah yang akan dilaksanakan tahun 2013 dan 2014
PKBI
7
The abovementioned activities have provided valuable lessons for IPPA. The positive thing to note is those activities had confirmed IPPA as an organization that pioneered programs in the field of population and reproductive health. This can be measured by the trust from donors, international and national partners in terms of continuous cooperation and supports for IPPA, in the form of grants, technical assistance and institutional strengthening activities. This annual report also shows IPPA commitment in maintaining the principle of accountability and transparency of nongovernmental organizations. Based on this annual report, communities, government and partner agencies may address their appreciation, assessment and correction to IPPA. IPPAs openness in accepting advices and criticisms is also part of the organizations good governance implementation, which is now very rare in Indonesia. Similar to the previous annual report, this annual report (annual report public edition) doesnt describe the overall activity of IPPA. This annual report is more thematic and focusing more on the area of institutional development and organizational resources. The abovementioned potential, experience and lessons are a valuable social foundation for IPPA. This social foundation can bring IPPA to the future to become the pioneer and the leading civil society organization at the regional level, that are concerned about the issue of population development and reproductive and sexual rights. To achieve that goal, IPPA needs to expand its network to various NGOs who are concerned about other issues outside health and population issues, such as labor, environmental, appropriate technology, fair trade, human rights, and so on. Since population and health issues are part of other social issues that can affect each other, it is very important for IPPA to strengthen its role in the cross collaboration within and among civil society organizations. Finally, I would like to express my gratitude to all board members, staff and volunteers in the IPPA Headquarter, Chapter and Branch who have worked for and with the community. Regards,
Kegiatan yang dilaksanakan tersebut di atas, telah memberikan pelajaran berharga bagi PKBI. Hal penting yang bisa dipetik secara positif adalah makin kokohnya PKBI sebagai lembaga yang mempelopori program di bidang kependudukan dan kesehatan reproduksi. Hal ini bisa diukur dari kepercayaan lembaga donor dan mitra internasional maupun mitra nasional yang masih terus menjalin kerjasama dan memberikan dukungan kepada PKBI dalam bentuk dana hibah dan bantuan teknis untuk kegiatan dan penguatan kelembagaan. Laporan tahunan ini juga menggenapkan bukti bahwa PKBI menegakkan prinsip transaparansi dan akuntabilitas lembaga non pemerintah. Masyarakat, pemerintah dan lembaga-lembaga mitra dapat memberikan apresiasi, penilaian maupun koreksi kepada PKBI berdasarkan laporan tahun 2012. Keterbukaan untuk menerima saran dan kritik juga merupakan bagian dari pelaksanaan good governance yang saat ini di Indonesia sangat jarang ditemui. Laporan tahunan ini ( laporan tahunan edisi publik) seperti laporan tahunan sebelumnya tidak menggambarkan keseluruhan aktivitas PKBI, namun bersifat thematik, dengan lebih fokus pada area pengembangan kelembagaan dan sumber daya organisasi Potensi, pengalaman dan pembelajaran di atas merupakan modal sosial yang berharga. Modal sosial tersebut menjadi pijakan untuk membawa PKBI di masa depan menjadi lembaga pelopor organisasi masyarakat sipil yang terkemuka di level regional yang concern terhadap isu population development dan reproductive and sexual right. Untuk mewujudkan cita-cita itu, diperlukan perluasan sayap jaringan kerjasama dengan berbagai lembaga non pemerintah lainnya yang concern terhadap isu berbagai macam isu diluar isu kesehatan dan kependudukan misalnya isu buruh, lingkungan hidup, teknologi tepat guna, perdagangan yang adil, hak asasi, dan sebagainya. Karena isu kependudukan dan kesehatan merupakan bagian dari masalah sosial lainnya yang saling mempengaruhi satu sama lain. Maka kerjasama lintas isu sangat penting dan akan memperkuat peran PKBI di kalangan organisasi masyarakat sipil. Terima kasih bagi pengurus, relawan, dan staf, baik di PKBI Pusat, Daerah, maupun Cabang yang telah bekerja untuk dan bersama masyarakat. Salam
COUNTRY SITUATION
This challenge needs to be met immediately given that theres no significant change in the level of unmet need for family planning
PKBI
COUNTRY SITUATION
(Unmet Need). The data from Indonesia Demographic and Health Survey (SDKI) 2012 and 2007 shows a fixed range of 9%. Another thing to note is the selection of family planning method. The productive age group of 20-44 years were more likely to choose short-term contraceptive method (pills and injections), while in the 45-49 age group preferred long-term contraception, though the short-term contraceptive method prone to unwanted pregnancies. Another fact considered to be the challenge is the high rate of early marriage. This has become a bit of an impact on the decline in educational opportunities. According to the 2010 Population Census, the median age of first marriage in Indonesia was 18.6 years. The median age of first marriage was lower in rural areas, 17.9 years, while in urban areas was 20.4 years. As a complement, the results of SDKI 2012 preliminary report also confirmed that the birth rate in 15-19 years old adolescent in rural areas doubled from Urban (Rural 69, Urban 32). The efforts to respond to these challenges need an ongoing program strategy. This effort requires a great support from the funding source. However, the declines in international grant has required NGOs engaging in population issue like IPPA to be more self reliant. IPPA should seek new breakthroughs to fund its programs and activities in helping the country resolving its population issue. In order to reduce the dependency towards international grants, NGOs can do numerous things such as opening up opportunities for cooperation with private sectors. This cooperation can be done through a scheme of corporate social responsibility (CSR) and must be in accordance with organizations principles. In addition, the big potentials of the community also deserve attention. The habit of gotong royong (sharing burden/ working together for the benefit of all) that has long become the tradition of the community can be used as an opportunity to create a sustainable program. Thus, the proper program approach pattern is through the empowerment of the community it self.
Kesehatan Indonesia ( SDKI) 2012 dan data SDKI 2007 yang tetap dikisaran 9 %. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemilihan metode ber-KB, kelompok produktif usia 20-44 tahun lebih cenderung memilih kontrasepsi jangka pendek ( suntik dan pil), sementara pada kelompok usia 45-49 lebih memilih kontrasepsi jangka panjang. Padahal kontrasepsi jangka pendek rawan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Fakta lain yang menjadi tantangan berikutnya adalah masih tingginya pernikahan pada usia muda yang sedikit banyak berdampak pada menurunnya kesempatan pendidikan. Median usia kawin pertama di Indonesia menurut hasil Sensus Penduduk 2010 adalah 18,6 tahun. Median usia kawin pertama di pedesaan lebih rendah yaitu 17,9 tahun, sedangkan di daerah perkotaan adalah 20,4 tahun. Sebagai pelengkap, hasil laporan pendahuluan SDKI 20122 juga mengkonfirmasi bahwa tingkat kelahiran pada remaja 15-19 tahun di pedesaan dua kali lipat dari daerah Perkotaan ( Perdesaan 69, Perkotaan 32). Upaya dalam menjawab tantangan-tantangan tersebut perlu strategi program yang berkelanjutan. Upaya ini membutuhkan dukungan sumber dana yang besar, namun menurunnya dana hibah internasional membuat Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam bidang kependudukan seperti PKBI diharuskan untuk semakin mandiri. PKBI harus mencari terobosan-terobosan baru dalam hal pendanaan program dan kegiatan-kegiatannya untuk membantu penyelesaian masalah kependudukan di Indonesia. Untuk mengurangi ketergantungan dengan dana hibah internasional beberapa hal yang mungkin dilakukan adalah membuka peluang untuk kerjasama dengan sektor swasta melalui skema tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang tentunya harus sesuai dengan prinsip organisasi. Selain itu potensi besar masyarakat juga perlu diperhatikan karena kebiasaan gotong-royong yang telah hidup sekian lama di dalam masyarakat dapat dijadikan suatu peluang untuk membuat program yang berkelanjutan. Maka dari itu pola pendekatan program yang tepat adalah memberdayakan masyarakat itu sendiri.
MAIN THEME
GOOD GOVERNANCE
10
PKBI
MAIN THEME
11
IPPA, as an organization based on volunteerism has to be supported by a strong organization reflecting four aspects of efficiency, effectiveness, accountability, and quality as stated in the IPPA 2010-2010 Strategic Plan. As a member of International Planned Parenthood Federation (IPPF), IPPA has been acknowledged as an organization with the standard membership of IPPF, where all members are required to have a system that is efficient, effective, accountable, possess good quality and meet international standard. 2012, IPPA received its accreditation certificate for the second time as the acknowledgement of the standard maintained throughout the year. The first certificate was received in 2005. Based on the decision of the IPPA National Governing Board and National Plenary Meeting in 2012, in order to improve and standardize the IPPA organization from the HQ Chapter Branch, it was decided that the IPPA will replicate the accreditation system in its instrument. The system adopted from IPPF to be tested in some IPPA chapters and branches as imposed by IPPF to all of its members (including IPPA). It has been agreed that to replicate the accreditation system there will be an adjustment to the accreditation tools / instruments before testing it to several IPPA chapters and branches. IPPA accreditation will be carried out gradually. The first phase will be carried out by IPPA HQ to IPPA Chapters, and the second phase will be carried out by IPPA Chapters to IPPA Branches. The first phase will consist of two parts involving thirteen IPPA Chapters being accredited in 2013 and another thirteen IPPA Chapters that will be accredited in 2014. Therefore it is expected that, by the end of 2014, prior to the XV National Congress, all IPPA Chapters will have been accredited. The accreditation team consists of National Executive Committee (Governing Body Member), Chapter Executive Committee, and HQ staff. All Chapter Executive Committee chiefs will conduct accreditation to another IPPA Chapter so that every Chapter has its own experience of conducting the accreditation and being accredited. Such mechanism is expected to be able to strengthen the bond between one Chapter and the other, and also to facilitate transfer of knowledge and experiences in managing the IPPA organization, program and financial.
Keorganisasian PKBI yang berbasis kerelawanan, harus didukung oleh sebuah organisasi yang kuat yang mencerminkan empat aspek yaitu efisien, efektif, akuntabilitas dan berkualitas seperti yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis PKBI tahun 2010 2020 PKBI. Sebagai anggota dari Internasional Planned Parenthood Federation (IPPF), PKBI telah mendapatkan pengakuan sebagai sebuah organisasi yang telah memenuhi standar keanggotaan IPPF. Dimana semua anggota IPPF, termasuk PKBI, dipersyaratkan untuk memiliki sistim yang efisien, efektif, akuntabilitas dan berkualitas baik serta bertaraf internasional. Tahun 2012 adalah untuk yang ke dua kalinya PKBI mendapatkan sertifikat akreditasi sebagai sebuah pengakuan atas standar yang telah berhasil dipenuhi PKBI, setelah sebelumnya diterima pada tahun 2005. Berdasarkan pada hasil keputusan Rapat Pengurus Nasional PKBI dan Rapat Pleno Nasional PKBI tahun 2012, dalam rangka peningkatan dan standarisasi organisasi PKBI dari tingkat Pusat Daerah Cabang maka diputuskan bahwa PKBI akan mereplikasi sistim akreditasi yang di adopsi instrumentnya dari IPPF untuk diujicobakan di beberapa PKBI Daerah dan Cabang, seperti halnya yang diberlakukan oleh IPPF kepada seluruh anggotanya ( termasuk PKBI). Disepakati bahwa untuk untuk mereplikasi system akreditasi tersebut akan dilakukan penyesuaian alat / instrument akreditasi dan kemudian mengujicobakannya ke beberapa daerah dan cabang PKBI. Akreditasi PKBI akan dilakukan secara bertahap , tahap pertama akreditasi yang dilakukan PKBI Pusat ke PKBI Daerah sedangkan tahap kedua adalah akreditasi dari PKBI Daerah ke PKBI Cabang. Untuk tahap pertama, terbagi menjadi dua bagian yaitu tahun 2013 yang akan diakreditasi adalah 13 PKBI Daerah. Kemudian di 2014, 13 PKBI Daerah berikutnya akan di akreditasi sehingga sebelum Musyawarah Nasional ke XV pada akhir tahun 2014 semua PKBI Daerah sudah diakreditasi. Tim akreditasi terdiri dari Pengurus Harian Nasional, Pengurus Harian Daerah dan staf Pusat. Khusus untuk Pengurus Harian Daerah semua ketua Pengurus Harian Daerah akan melakukan akreditasi ke PKBI Daerah lainnya sehingga setiap Daerah akan mempunyai pengalaman mengakreditasi dan diakreditasi. Hal ini dilakukan untuk saling menguatkan antara satu Daerah dengan Daerah lainnya dan juga dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam menjalankan organisasi, program dan keuangan PKBI.
Pada Rapat Pengurus Nasional dan Rapat Pleno Nasional PKBI tahun 2012, PKBI melakukan uji coba instrument akreditasi yang akan diterapkan. Pada rapat tersebut, semua peserta yang terdiri dari para pengurus, direktur eksekutif, remaja dan relawan PKBI, diminta untuk melakukan simulasi instrument. Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk membahas prinsip prinsip yang ada dalam instrument tersebut. Dari hasil Rapat Pengurus Nasional dan Rapat Pleno Nasional, tim akreditasi PKBI Pusat yang dipimpin oleh Atas Hendartini
MAIN THEME
Foto kegiatan uji coba instrument akreditasi di Jawa Barat dan Lampung
Based on the results of the National Board Meeting and National Plenary Meeting, IPPA HQ accreditation team, led by Atas Hendartini Habsjah, Vice Chairman of the IPPA National Governing Body, the instrument was revised by taking into consideration the feedback that have been provided by some participants. After going through several phases, an accreditation instrument used by the IPPA was completed, and currently consists of 10 principles and 49 standards that must be met, namely:
Habsjah, Wakil Ketua Pengurus Nasional PKBI, instrument tersebut disusun kembali dengan mempertimbangkan masukan-masukan yang telah diberikan dari beberapa . Setelah melalui beberapa tahapan, instrumen akreditasi yang digunakan oleh PKBI terdiri dari 10 prinsip dan 49 standard yang harus dipenuhi yaitu:
artinya PKBI merupakan sebuah organisasi yang terbuka dan demokratis yang melibatkan relawan dari semua latar belakang dan mendorong mereka berpartisipasi secara penuh dan aktif dalam semua kegiatan bermitra dengan staf. Prinsip ini memiliki 8 ( delapan) standar yang harus dipenuhi, yang diantaranya mencakup : Anggaran dasar sebagai landasan kerja PKBI, memfasilitasi kontribusi individu/ relawan, dari berbagai latar belakang, diakui dan dimanfaatkan secara efektif , system keanggotaan yang tidak diskriminatif ( ras, gender, jenis kelamin, agama, status perkawinan, status kesehatan, dan lain-lain), pelaksanaan kegiatan yang adil dan efektif, komposisi kepengurusan yang terdiri dari paling sedikit 20 % adalah remaja sementara perempuan paling sedikit 50 % sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PKBI, pembatasan masa jabatan untuk menjaga terjadinya pembaharuan.
Prinsip kedua, Menjalankan Tata Kepengurusan yang Baik yang maksudnya adalah PKBI memiliki pengurus yang dipilih
dan merepresentasian cabang ( dari tingkat kabupaten/ kota) dan sudah memahami serta menjalankan peran dan tanggungjawab kepengurusannya secara kolektif. Prinsip ini memiliki 6 standar yang harus dipenuhi terutama dalam hal integritas dan tanggung jawab Pengurus PKBI, Kerjasama Pengurus PKBI dengan Direktur Eksekutif, Pembaharuan dan pengawasan kinerja dan keuangan oleh Pengurus ( baik untuk PKBI Daerah dan PKBI Cabang).
12
IPPA to continuously pioneering in the field of reproductive health and sexual health and rights and to always show strong commitment to the organizations mission, core values and policy. The third principle has three standards that that govern the planning process, based on a thorough analysis of the situation in the chapter through a
makna bahwa PKBI secara terus menerus melakukan kepeloporan dalam bidang kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual serta hak hak reproduksi dan hak-hak seksual dan selalu menunjukkan komitmen yang kuat pada misi, nilai-nilai utama dan kebijakan PKBI . Prinsip ketiga ini memiliki 3 standar yang harus dipenuhi yang mengatur proses perencanaan yang di dasari oleh anlisis menyeluruh terhadap situasi di daerah, melalui proses yang konsultatif yang melibatkan para relawan, staf, klien, dan remaja serta konsisten dengan Kerangkakerja PKBI Pusat. Rencana strategis tersebut dimaksudkan untuk memajukan HAM (Hak Asasi Manusia) , khususnya hak-hak perempuan dan melakukan berbagai perubahan dan perbaikan terkait hak seksual dan reproduksi .
PKBI
MAIN THEME
13
Foto kegiatan inisitaif uji coba akreditasi di Jawa Tengah (Semarang dan Jepara)
consultative process involving the volunteers, staff, clients, and adolescents as well as consistent with the Framework IPPA Center. The strategic plan is intended to promote human rights (Human Rights), particularly the rights of women and to bring changes and improvements related to sexual and reproductive rights.
berarti bahwa PKBI mengelola sumber daya manusia dan finansialnya secara efektif dan efisien untuk merencakanan dan mengimplementasikan program kerjanya. Prinsip kelima memayungi 5 standar yang mengatur kerja dan tanggungjawab dari Direktur Eksekutif di daerah masing-masing yang mencakup 1) Program di daerah memberikan kontribusi kepada rencana startegis organisasi dan disetujui oleh Pengurus Daerah, 2) Memastikan manajemen PKBI Daerah yang efektif dan efisien, mengidentifikasi dan menanggulangi risiko, serta mengimplementasikan berbagai sistem dan prosedur untuk melaksanakan kebijakan yang disetujui oleh Pengurus, 3) Program Kerja dan Anggaran (PKA) sesuai dengan pedoman, 4) terdapat sistem pengawasan internal terhadap kinerja keuangan, 5) mengangkat dan memberhentikan staf lokal sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang berlaku di PKBI.
Prinsip ini memayungi 6 standar yang lebih banyak mengatur kinerja keuangan agar PKBI dapat mengambil langkah langkah yang dianggap perlu untuk memastikan keberlangsungan sumberdaya keuangan secara umum untuk mendukung programnya.
Prinsip ketujuh, organisasi PKBI harus berlaku sebagai Pemberi Kerja yang Baik maknanya adalah
Seventh principle: , IPPA organization has to act as a Good Employer which means that IPPA recruits competent staffs,
treats them with respect, and ensure a favorable working conditions so that all can work effectively. There are 5 standards in this principle that explains about the procedure of recruitment and selection of staffs
PKBI merekrut staf yang berkompeten, memperlakukan dengan hormat, menghargai dan memastikan kondisi kerja yag kondusif agar semua dapat bekerja secara efektif. Terdapat 5 standard di dalam prinsip ini yang menjelaskan prosedur perekrutan dan seleksi staf PKBI Daerah yang harus dipastikan transparan , non-diskriminatif dan memenuhi kualifikasi, ketrampilan, maupun pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas sesuai posisinya. Termasuk larangan kolusi dan penilaian regular terhadap kinerja staf.
MAIN THEME
IPPA Chapter. It has to be transparent, non-discriminatory and meet the qualifications, skills, and experience needed to carry out tasks relevant to the position; including the prohibition of collusion and regular assessment of the staffs performance.
Prinsip kesembilan adalah Berkomitmen pada Kualitas : PKBI memastikan bahwa standar kualitas yang
esensial dipenuhi di semua aspek kegiatan . terdapat 7 standar di dalam prinsip ini yang secara garis besar mengatur pemberian informasi yang menyeluruh dan berkualitas, penyediaan akses dan rujukan ke berbagai pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi tanpa diskriminasi dan memegang teguh hak dari pengakes layanan serta memiliki sistem monitoring, evaluasi, logistik yang efisien dan berkualitas termasuk memperhatikan dampak lingkungan.
Prinsip kesepuluh, PKBI merupakan organisasi SRHR yang terkemuka yang diakui dan dihargai sebagai
pelopor dalam gerakan SRHR di Indonesia/Daerahnya. Dua (2) standar digunakan untuk mengukur prinsip ini adalah PKBI memiliki jaringan yang luas dan efektif baik dari sector pemerintah, masyarakat sipil lainya, media, dan publik pada umumnya yang dapat saling mendukung dan berkerjasama untuk memastikan kontribusi terhadap agenda kesehatan .
14
Noticing the importance of accreditation process in standardizing the IPPA organization, IPPA Chapter Central Java volunteered to be the final testing venue for the revised instrument. The testing was carried out in compliance with the procedure and measurements set out in the IPPA accreditation implementation.
PKBI
MAIN THEME
15
IPPA existing accreditation instrument will be the tool to reorganize the organization from HQ to branches so that IPPA Chapter and Branch can identify areas that need to be developed and is expected to establish a good governance of organizations and programs, to provide quality service for the people of Indonesia where the IPPA located. IPPA Chapter that is appointed to be testing venue of this instrument welcomed the accreditation implementation, as expressed by one of the staffs of IPPA Chapter West Java ,"Its veryo inconvenient to look for the papers, , it turned out our administrative works are not properly organized, many papers scattered, hopefully with this accreditation, everything will get better. This statement was also supported by the Governing Board in National Governing Board Meeting explaining that If this accreditation implemented correctly by IPPA, then IPPA will be a very good organization even better than the government. For the IPPA accreditation team, this implementation has been enjoyable as one of the team members expressed that I am so happy to see the spirit of the IPPA governing board and staffs in reorganizing its organization and you can rarely seen this in other organizations.
mengidentifikasi wilayah wilayah yang perlu dikembangkan dan diharapkan dapat membuat tata kelola organisasi dan program berjalan dengan baik untuk memberikan pelayanan yang berkualitas bagi masyarakat Indonesia di mana PKBI berada. PKBI Daerah yang menjadi tempat uji coba instrumen ini, menyambut baik pelaksanaan akreditasi seperti yang diutarakan oleh salah satu staf pelaksana PKBI Daerah Jawa Barat wah repot banget neh mesti cari cari dokumen hehehehe ternyata baru terlihat kalo kita ini masih belum rapih secara administrasi banyak yang masih tercecer, mudahmudahan dengan akreditasi ini akan menjadi lebih baik.. Pernyataan ini juga didukung oleh Pengurus dalam Rapat Pengurus Nasional yang mengatakan bahwa kalo akreditasi ini benar dilaksanakan oleh PKBI, maka PKBI akan menjadi organisasi yang sangat baik bahkan lebih baik dari pemerintah. Bagi tim akreditasi PKBI, pelaksanaan ini menjadi sangat menyenangkan seperti yang dikatakan oleh salah satu anggota tim akreditasi yang menyatakan bahwa Saya senang sekali melihat semangat dari pengurus dan staf PKBI dalam melakukan pembenahan organisasi dan ini jarang ditemukan di organisasi lainnya.
MAIN THEME
KLINIK WAHANA SEJAHTERA PKBI CABANG JEPARA
Menjaga komitmen semangat kerelawanan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Komitmen dan semangat kerelawanan pengurus PKBI Cabang Jepara dapat dijadikan teladan.
Kota Jepara selalu dihubungkan dengan Pahlawan Emansipasi Raden Ajeng Kartini dan buah Durian Petruk dengan rasa dan aromanya yang khas. Selain dua hal tersebut, di kota kecil yang terletak di Pantai Utara Jawa Tengah inilah kiprah PKBI Cabang Jepara dilakukan. Sejak pertama kali didirikan pada tahun 1977, PKBI Jepara melakukan berbagai macam kegiatan untuk mendukung upaya Pemerintah terutama dalam bidang pelayanan Keluarga Berencana yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
16
PKBI
MAIN THEME
17
Every day, the clinic provides childbirth and other reproductive health services.
The Chairman of IPPA Jepara H. Soeroto, SH admitted that during its early days, IPPA activities were focused only to support the Family Planning programs carried out by BKKBN. He added, Because we dont have our own building at the time, IPPA Jepara activities were mostly incorporated in BKKBN activities. Therefore, it was not surprising that IPPA Governing board at the time was dominated by bureaucrats. The condition lasted until the 90s, when IPPA selected Jepara as one of the cities or regencies that would implement USAID-funded SDES (Service Delivery Expansion Support) project. Through renovation budget stated in the project, Central Java IPPA asked IPPA Jepara to build a clinic. The location for the building was determined by IPPA Jepara while the budget was taken from the projects renovation budget. Finally, in 1995, IPPA Jepara has its own clinic built on a rights-to-use land provided by Jepara municipality. The agreement was stated in Jepara Regent Recommendation letter dated August 7, 1995 No. 590/04099, 1995 on the granting of permit to use 400 m of Jepara Municipalitys land for IPPA Jepara building. Ketua PKBI Jepara H. Soeroto, SH mengakui bahwa pada awal berdirinya, kegiatan-kegiatan PKBI lebih dilakukan dalam upaya mendukung Program KB yang dijalankan BKKBN. Karena belum memiliki gedung, kegiatan PKBI Jepara lebih banyak mendompleng kegiatan BKKBN, tuturnya. Oleh karena itu tak heran bahwa pada masa itu kepengurusan PKBI lebih didominasi oleh birokrat. Hal ini berlangsung hingga tahun 90-an, saat Jepara dipilih PKBI untuk menjadi salah satu Kota/Kabupaten yang menjadi implementasi proyek SDES (Service Delivery Expansion Support) yang didanai USAID (United States Agency for International Development). Melalui budget renovasi yang ada dalam klausul proyek inilah, PKBI Jawa Tengah meminta PKBI Jepara untuk membangun Klinik. Lokasi pengadaan tanah diserahkan kepada PKBI Jepara, sedangkan dana pembangunan menggunakan budget dana renovasi proyek. Akhirnya pada tahun 1995 PKBI Jepara memiliki gedung Klinik yang berdiri di atas tanah hak pakai, yang diberikan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Jepara. Kesepakatan itu tertuang dalam Rekomendasi Bupati Jepara tanggal 7 Agustus 1995 No. 590/04099 Tahun 1995 tentang Pemberian izin Penggunaan Tanah Pemda Jepara seluas 400 m untuk gedung PKBI Cabang Jepara.
Meskipun sudah memiliki gedung, perjalanan Klinik belum mulus. Manajemen Klinik dan Pengurus masih mencari strategi pengembangan Klinik. Selama hampir 15 tahun, perjalanan layanan Klinik mengalami pasang surut. Segala strategi digunakan untuk mengembangkan Klinik, namun hasilnya tetap saja tidak memuaskan, tutur Wakil Ketua PKBI Cabang Jepara dr. Ishak. Bahkan Klinik sempat tutup sekian bulan, akibat tidak ada kegiatan. Akhirnya, pada tahun 2007 Proyek GCAC (Global Comprehensive Abortion Care) singgah di Kabupaten Jepara, dengan menempatkan PKBI Cabang Jepara sebagai pengelolanya. Meski layanan aborsi masih menjadi kontroversi saat itu, namun pada pelaksanannya layanan dapat diterima masyarakat karena mendapat dukungan kuat dari stakeholder. PKBI Cabang Jepara merasakan manfaat dari pengelolaan proyek GCAC yaitu untuk pengembangan Klinik seperti merenovasi bangunan Klinik dan mengembangkan Sumber Daya Manusia. Empat tahun kemudian, tepatnya tahun 2011 PKBI Cabang Jepara berhasil meyakinkan Bupati untuk mendapatkan hak sewa tanah yang dibangun menjadi Klinik seluas 63m. Hak sewa tersebut dilandasi dengan Perjanjian Sewa menyewa antara Badan
MAIN THEME
Planning with IPPA Jepara Branch dated August 14, 2011 No.593.1.1/847/2011 No.20/PKBI Cab./2011 on lease of Jepara Municipalitys Building that is located on Jl. Shima No. 25E Jepara sub-district. Every day, the clinic provides childbirth and other reproductive health services. Mother and child healthcare services offered by the Clinic include 24-hour childbirth assistance, Mother and Child Examination, uterine disease Examination, family planning and immunization services. The clinic facilities include waiting room, Registration Room, Counseling Room, Examination Room, Operation Room, Recovery Room which has 2 VIP Inpatient rooms (1 first class room that consists of 2 beds and 1 second class room that consist of 3 beds). At first, IPPA Jepara Clinic had difficulties in getting permission to run the clinic, particularly for safe abortion. But thanks to the coordination and support from all parties, especially from the Health Department, the permission was finally granted with certain terms and condition. In 2012, the clinic status changed from preprimary to primary. This was in accordance with the decree of Jepara Regency Board of Investment and Integrated Licensing Services dated December 13, 2012 Number: 002/445/KU/11.25/2012 on Health Services Operating Permit.
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Jepara dengan PKBI Cabang Kabupaten Jepara 14 Agustus 2011 No.593.1.1/847/2011 No.20/PKBI Cab./2011 tentang Sewa menyewa Gedung Milik Pemerintah Kabupaten Jepara berlokasi di Jl. Shima No. 25E Kecamatan Jepara. Setiap harinya Klinik melayani persalinan dan layanan kesehatan reproduksi lainnya. Pelayanan KIA yang dijalankan oleh Klinik meliputi Persalinan 24 jam, Pemeriksaan Ibu dan Anak, Pemeriksaan penyakit kandungan, Pelayanan KB dan Imunisasi. Fasilitas yang dimiliki oleh Klinik seperti : Ruang Tunggu, Ruang Pendaftaran, Ruang Konseling, Ruang Periksa, Ruang Tindakan, Ruang Pemulihan yang terdiri dari 2 kamar Rawat Inap VIP, 1 kamar kelas 1 untuk 2 bed, 1 kamar kelas 2 untuk 3 bed. Awalnya, Klinik PKBI Jepara mengalami kesulitan dalam upaya mendapatkan perizinan Klinik, apalagi terkait tindakan aborsi aman. Namun berkat koordinasi dan dukungan dari berbagi pihak terutama dari Dinas Kesehatan, akhirnya izin dapat terpenuhi, tentunya dengan persyaratan yang ditentukan. Pada tahun 2012, status Klinik berubah dari Pratama menjadi Utama. Hal ini sesuai dengan keputusan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Jepara tanggal 13 Desember 2012 Nomor : 002/445/KU/11.25/2012 tentang Izin Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan.
Klinik Wahana Sejahtera merupakan media untuk mencapai tujuan visi dan misi lembaga PKBI yaitu Keluarga Bertanggung Jawab. Diharapkan dengan adanya layanan Klinik, masyarakat mendapatkan informasi, edukasi serta mengakses layanan KB dan Kesehatan Reproduksi. Karena inilah PKBI Jepara akan selalu dikenal sebagai salah satu LSM yang memberikan perlindungan kepada perempuan yang membutuhkan layanan kesehatan reproduksi. Untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang optimal, layanan Klinik ini didukung penuh oleh seorang Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi. Bergabungnya seorang Dokter Spesialis dengan PKBI apalagi di sebuah kota kecil merupakan hal yang sangat langka. Komitmen dan kebanggannya menjadi relawan PKBI ternyata merupakan pendorong utama. Di sisi lain, Dokter tersebut mengatakan bahwa Klinik Bersalin PKBI Jepara prospeknya sangat bagus, letaknya sangat strategis dan didukung dengan kepengurusan yang kompak. SDM yang berjiwa relawan dan profesional serta harga tarif layanan yang terjangkau adalah kunci Klinik Wahana Sejahtera mudah diterima oleh masyarakat. Untuk menjaga hal tersebut PKBI melakukan monitoring dan evaluasi serta berupaya untuk menerapkan sistem Quality of Care. Untuk itu, Klinik Wahana Sejahtera terus menjaga komitmen para provider untuk tetap menjalankan profesinya dengan semangat kerelawanan. Ini memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Namun PKBI Jepara mewujudkannya dengan memberikan nilai-nilai keteladanan dimulai dari Pengurus
18
For that reason, Wahana Sejahtera Clinic continues to maintain its providers commitment in keeping the spirit of volunteerism within their professional activities. Although this is not an easy thing to do, IPPA Jepara successfully implements the exemplary
PKBI
MAIN THEME
19
values, such as discipline, punctuality, and integrity among its board members. As a volunteer-based organization, IPPA Jepara manages to transform various challenges into opportunities for the growth of the organization. These challenges, among others, are financial administration systems and the unaligned understanding of IPPA Systems and Procedures (Sisdur) between the clinic manager and the board members, incomplete infrastructures, the unavailability of sufficient funds and lack of human resources. In the future, the board members hope to receive managerial, technical, personnel and financial supports. The board believes that in the future the clinic will be able to offer comprehensive services supported by professional human resources so that Responsible families can be realized in Jepara.
Cabang, seperti menerapkan nilai kedisiplinan, tepat waktu dan konsisten serta konsekuen antara ucapan dan tindakannya. Sebagai sebuah organisasi berbasis kerelawanan, PKBI Jepara mengelola berbagai tantangan yang ada menjadi peluang untuk pengembangan PKBI. Berbagai tantangan yang dihadapi tersebut seperti sistem pengelolaan administrasi keuangan dan pemahaman Sistem dan Prosedur (Sisdur) PKBI yang belum sama antara pihak pengelola Klinik dan pengurus, belum lengkapnya sarana prasarana, belum tersedianya dana yang cukup memadai dan kondisi SDM yang lengkap. Pengurus mempunyai harapan ke depannya yaitu mendapatkan dukungan manajerial, teknik, tenaga dan dana. Pengurus meyakini bahwa di kemudian hari Klinik dapat memberikan layanan komprehensif yang didukung oleh SDM yang profesional, sehingga PKBI dapat mewujudkan Keluarga yang Bertanggung Jawab di Jepara.
MAIN THEME
PROFIL RELAWAN ABDULLAH SYARWANI
IPPA needs to gather as much people as possible and keep them as friends.
Abdullah Syarwani started his contribution in IPPA in 1981 as a Deputy Director. He was previously a staff of LP3ES. During his 11 years contributing in IPPA , from 1982 to 1992, he served as Executive Director of IPPA. After his tenure in IPPA, Abdullah Syarwani remained active in social organizations both at national and international level such as PDF (Participatory Development Forum), also known as the international organization that is in cooperation with Indonesian NGOs. In addition, he also served as the president of the Indonesian Canadian Forum (1991-1993), actively contributed in UKP4 (Work Unit for Development Supervision), Bina Desa and in MUI (Indonesian Ulema Council). Besides being active in social activities, in 1998, Abdullah began to take part in politics by joining PPP (United Development Party) as secretary of the Assembly of Experts. In 1999, he was elected to the House of Representatives (DPR) Commission I and was in charge of foreign affairs. During this time, Abdullah was involved in the preparation of GBHN (Broad Guidelines of State Policy) as well as the special committee for the Trisakti case. During his tenure in IPPA , Abdullah was very active in promoting the principle of volunteerism, for IPPA is a volunteer-based organization that should also posess understanding and maintain its commitment in its field of work particularly in creating a responsible family. A responsible family not only has been the goal that strengthen IPPA volunteerism at that time but also has made IPPA the pioneer in family planning in Indonesia. The editorial team had the opportunity to talk about his view on IPPA at his residence in Depok
Abdullah Syarwani aktif di PKBI mulai tahun 1981 sebagai Wakil Direktur PKBI, sebelumnya beliau adalah staf dari LP3ES. Selama 11 tahun dari 1982 hingga 1992, beliau menjabat sebagai Direktur Eksekutif PKBI. Setelah purna bakti dari PKBI, beliau tetap aktif dalam organisasi sosial baik di tingkat nasional maupun international seperti di PDF( Participatory Development Forum) atau yang dikenal sebagai lembaga international yang bekerjasama dengan LSM Indonesia. Selain itu, Beliau juga pernah menjadi presiden Indonesian Canadian Forum ( 1991-1993), aktif di UKP4 ( Unit Kerja Pengawasan Pembangunan), Bina Desa dan aktif sebagai relawan di MUI (Majelis Ulama Indonesia). Selain aktif di kegiatan sosial, pada tahun 1998 beliau mulai berkiprah di kancah politik di dalam PPP (Partai Persatuan Pembangunan ) sebagai sekretaris Majelis Pakar. Pada 1999 beliau terpilih menjadi anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) di Komisi I yang membawahi bidang Luar Negeri. Pada saat menjadi anggota DPR beliau terlibat dalam penyusunan GBHN (Garis Besar Haluan Negara) dan juga panitia khusus untuk kasus Trisakti. Selama berkiprah di PKBI Beliau sangat mengedepankan prinsip kerelawanan (volunterism), karena PKBI adalah organisasi kerelawanan yang harus memiliki pemahaman dan komitmen terhadap bidang yang digeluti khususnya keluarga bertanggung jawab. Tujuan keluarga bertanggung jawab menjadi kekuatan kerelawanan PKBI pada masanya, yang telah menjadikan PKBI sebagai pelopor dalam keluarga berencana di Indonesia. Tim redaksi berkesempatan berbincang dengan beliau di kediamannya di kawasan depok untuk berbincang mengenai pandangannya tentang PKBI.
20
PKBI
MAIN THEME
21
In your opinion, what motivates a person to volunteer in IPPA? Contributing actively in non-governmental organizations needs sincerity. Besides that, it all depends on the persons intention. The most important thing is the volunteers have sufficient knowledge on the problems or issues that have been handled by IPPA. According to you, what kind of challenge needs to be adressed by IPPA? IPPA is inseparable from the outside circumstances so there are some challenges from outside that need to be addressed: Currently, IPPA is lacking its commitment at the national level. Theres not much improvement within the organization from year to year and it has not yet accomplished its main mission. Theres also no clear function. At this moment, theres an indication of leadership declining both within the government and NGOS. Public awareness that is not fully empowered, less human resources quality-oriented policy, liberal economic system, and the obsolete people center development. Life values and culture in the community have shifted and become more pragmatic and materialistic. This shift apparently affects the value of volunteerism. We should keep in mind that volunteerism needs real action. IPPA should train its members not only to have good committment and managerial skill but also to have the competencies in builiding networks in the regional and chapters. IPPA needs to focus on one strategic aspect for example teenagers, and this must be managed seriously. Through this, IPPA could introduce important values such as democratic value to children and teenagers. What is the role of volunteer in IPPA? Volunteers can be a great support for IPPA. It is important for IPPA to create small groups of volunteer who can gather informally to brainstorm and create ideas. Since IPPA is a volunteer-based organization then volunteer plays a great role in it. What do you think about volunteerism and what is the challenge for IPPA volunteerism in the future? Todays NGO is the 4th generation of NGO and its no longer serve as a catalisator but as an educator. These 4th generation volunteers in IPPA are educators who have visions. They need to educate themselves and other people and they know the importance of self motivation. In regards to this, IPPA needs to create a human resource management system. IPPA needs to facilitate volunteers wisely. There should not be gap between its staffs and volunteers. IPPA needs to gather as much people as possible and keep them as friends. Regardless of their positions in the organization, IPPA should ensure that each individual can feel proud of their involvement within the organization. Another thing, IPPA needs to conduct intellectual improvement regularly. What is your opinion towards the 4 Pillars of IPPA Spirit (Pioneer, Volunteerism, Independence, and Professionalism)? They are still relevant as long as theres no change in the policy regardless of what IPPA have been doing all this time. At the age of more than a half century, IPPAs values on volunteerism have evolved. This confirms Abdullah Syarwanis views that IPPA has entered the 4th generation era. IPPA should see this as a challenge for the organization is expected to be the leaderi in educating people. Civil society is an enormous power to make IPPA the pioneer in the field of reproductive health. The 4th generation of IPPA should serve as self-motivation educators to raise public awareness about family planning and resurrect the purpose of a Responsible Family.
Menurut pandangan Bapak apa yang mendorong sesorang menjadi relawan di PKBI ? Bergerak dan aktif di LSM itu tergantung niatnya dan harus ada keikhlasan atau barokah. Yang penting kita harus tahu dan menguasai persoalan atau permasalahan yang diperjuangkan oleh PKBI. Berkaitan dengan persoalan relawan PKBI sebagai organisasi yang berbasis relawan tidak boleh terlalu ketat atau kaku tetapi jangan terlalu longgar juga. Menurut Bapak apa tantangan PKBI yang perlu diatasi ? PKBI tidak terlepas dari situasi dan kondisi di luar PKBI ada beberapa hal tantangan di luar PKBI : Saat ini secara nasional komitmennya kurang, tidak banyak bergerak dari tahun ke tahun misi utama belum selesai, tidak jelas fungsinya, ada indikasi penurunan leadership baik di pemerintah maupun LSM. kesadaran masyarakat belum sepenuhnya kuat, kebijakan yang kurang berorientasi pada quality human resources. Sistem ekonomi liberal, people center development mulai ditinggalkan. Pergeseran nilai hidup dan budaya di masyarakat yaitu lebih pragmatis dan materialistis. Terjadinya pergeseran nilai kerelawanan ini karena beberapa faktor antara lain nilai budaya yang lebih pragmatis. Kerelawanan itu tidak hanya diomongin tapi dengan tindakan. PKBI hendaknya mempersiapkan orang-orangnya menjadi kelompok yang mempunyai komitmen dan manajerial yang bagus dan membangun jaringan-jaringan di Daerah dan Cabang. PKBI perlu mengambil satu sisi yang strategis misalnya remaja dan harus dikerjakan secara sungguh-sungguh. Misalnya nilai demokratis harus diajarkan ke anak-anak dan remaja. Menurut Bapak apa peran relawan PKBI ? Relawan bisa membantu kerja PKBI. Dibuat kelompok-kelompok kecil yang bertemu secara informal untuk menyumbang pemikiran. Karena PKBI adalah organisasi yang berbasis relawan maka yang berperan banyak adalah relawan. Bagaimana pandangan Bapak tentang kerelawanan dan apa tantangan kerelawanan PKBI ke depan ? LSM saat ini ada pada generasi ke 4, tidak lagi menjadi katalisator tetapi educator. Relawan PKBI generasi ke-4 ini adalah para educator yang mempunyai pemikiran ke depan ,perlu mendidik diri sendiri dan orang lain atau self motivation . SDM (Sumber Daya Manusia) harus menjadi orientasi. PKBI perlu menterjemahkan relawan dengan bijak. Jarak antara relawan dan staf jangan terlalu jauh. Kita PKBI harus berteman dengan sebanyak mungkin kawan dan jangan membuang kawan. Harus ada kebanggaan terhadap PKBI dan tidak harus pada posisi atau jabatan tertentu. Intellect improvement harus terus dilakukan. Apa pandangan Bapak terhadap 4 pilar semangat PKBI (kepeloporan, kerelawanan, kemandirian, profesionalisme) ? Masih relevan , karena apa yang sudah dilakukan PKBI selama ini terhadap kepeloporan kerelawanan, kemandirian, profesionalisme? Advocacy yang dilakukan masih belum mampu mengubah kebijakan. Dalam usia yang lebih dari setengah abad PKBI mengalami perkembangan tentang nilai-nilai kerelawanan dan beliau melihat PKBI sudah memasuki generasi ke 4 dengan perubahan nilai budaya dan tata nilai yang berlaku. PKBI harus melihat ini sebagai tantangan dan PKBI diharapkan untuk leading dalam melakukan pendidikan kepada masyarakat. Civil society merupakan kekuatan yang sangat besar untuk tetap menjadikan PKBI pelopor di bidang kesehatan reproduksi. Dalam generasi ke 4 ini PKBI harus berperan sebagai educater self motivation untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang keluarga berencana dan membangkitan kembali moment Keluarga Bertanggung Jawab.
MAIN THEME
PROFIL RELAWAN AYU RATNA WULANDARI
Volunteers are potential assets who contribute in promoting and achieving the organizations vision.
Ayu Ratna Wulandari, or Ratna for short, is the second child of two children in her family. Shes been an active volunteer at IPPA since 2009 when she was still a student of Public Health Dept., Udayana University. In 2010, the youth forum of IPPA Bali elected Ratna as the youth representative of IPPA Bali. Later in the same year, IPPA National Youth Forum assigned Ratna, along with Ara Koswara Nugraha, Natalya Desi, Azizannury Mahfud, and Rynaldin Syahputra to be IPPA youth representative at the national level. They are responsible to articulate youngsters into IPPA program and policies under IPPA Youth Working Group. In 2011, Ratna was trusted to bring the voice of Indonesian youth, particularly IPPA youth, to the regional level through IPPF ESEAOR youth forum (The East & South East Asia and Oceania Region). During the regional youth forum, the members elected 8 representatives to be members of IPPF ESEAOR youth. Ratna and 7 other youth representatives were elected to be the Regional Council Member of IPPF ESEAOR for the period of 2011 2014.
Ayu Ratna Wulandari, biasa dipanggil Ratna, adalah anak ke 2 dari 2 bersaudara, ia telah aktif menjadi relawan PKBI semenjak tahun 2009 ketika ia masih berkuliah di Universitas Udayana Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Pada tahun 2010, melalui youth forum PKBI Daerah Bali, Ratna terpilih menjadi perwakilan remaja PKBI Bali. Pada tahun yang sama, Youth Forum Nasional PKBI menyepakati bahwa Ratna,bersama dengan Ara Koswara Nugraha, Natalya Desi, Azizannury Mahfud, dan Rynaldin Syahputra menjadi perwakilan remaja PKBI di tingkat Nasional yang bertugas menyalurkan aspirasi remaja ke dalam program maupun kebijakan PKBI yang tergabung di dalam Youth Working Group PKBI. Pada tahun 2011, Ratna dipercaya untuk membawa suara remaja Indonesia, khususnya suara remaja PKBI ke tingkat regional melalui youth forum IPPF ESEAOR (Wilayah Asia Timur, Asia Tenggara dan Ocenia). Pada saat youth forum regional tersebut, dilakukan pemilihan 8 wakil remaja yang duduk di kepengurusan IPPF ESEAOR. Ratna kemudian terpilih menjadi salah satu dari 8 wakil remaja regional tersebut atau yang disebut dengan Regional Council Member IPPF ESEAOR dengan masa tugas 2011-2014.
22
PKBI
MAIN THEME
23
In an interview with IPPA editorial team, Ratna expressed her views about the volunteers, particularly youth volunteers in IPPA. 1. In your opinion, what drives a person to volunteer at IPPA? (They volunteer) because they are interested in the activities conducted at the youth center. Teenagers tend to join activities that are exciting and of interest to them. In other words, the more exciting the activities are, the more volunteers are willing to join. Time is another factor that drives their willingness to volunteer. Most of the volunteers I interviewed during the open recruitment of new volunteers said that they were looking for something to do in their leisure time when they are not at school or college. By joining the youth center they can make the most of their leisure time. 2. Could you tell us what interest you to join IPPA in the first place? I joined IPPA because at the time I did not have many activities at the campus so I started looking for other activities outside. Fortunately, a friend invited me to join Kisara (Kisara is the name of IPPA Bali youth center. red) and I promptly agreed to join. At first, I did not really know about Kisara, but after the initial training for new volunteers, I felt Kisara was the right place for me to learn and discover new things that I never had before. It may sounds clich but the opportunity to learn something interesting and precious, that I cannot get somewhere else, is what kept me to stay for nearly 5 years now in Kisara. 3. Besides doing something in your leisure time and gaining more knowledge, is there any other factor that drives you to join the youth center? At the time, my concern was only to disseminate the information so everyone could be well-informed. I am not only talking about sufficient information for the students and community but also equal information between the youth in the village and the youth in the city. When I was doing on the job training in remote villages, I found many cases of unplanned pregnancies, early marriage, and other cases. Therefore, that experience drives me to join Kisara, After completing my job training. 4. After becoming a volunteer in IPPA, what challenges do you think need to be addressed by IPPA? IPPA needs to address its human resource management, particularly on how to maintain the existing volunteers to stay and actively involved in IPPAs activities, and how to attract people to volunteer in IPPA. Seeing the current condition, the issues related to volunteers is the high level of volunteer turnover and lack of teenagers who are willing to volunteer in the youth center and this hinders the planned activities in the youth center.
Melalui wawancara dengan tim redaksi, Ratna mengungkapkan berbagai pandangannya mengenai relawan di PKBI khususnya relawan remaja. 1. Menurut pandangan kamu, apa yang mendorong seseorang menjadi relawan di PKBI? Karena ketertarikan remaja tersebut terhadap kegiatan-kegiatan yang dimiliki oleh youth center. Biasanya remaja akan mau bergabung jika mereka merasa kegiatan tersebut seru dan sesuai dengan minat mereka. Bisa dibilang, semakin menarik kegiatan yang dimiliki oleh youth center, maka akan semakin banyak relawan yang berminat untuk bergabung.Selain itu, ketersediaan waktu juga menjadi salah satu faktor remaja untuk mau bergabung menjadi relawan. Kebanyakan dari relawan yang saya wawancarai ketika open recruitment relawan baru mengatakan bahwa mereka mencari kegiatan yang mereka bisa lakukan disela-sela waktu sekolah atau kuliah mereka. Karenanya mereka memilih untuk bergabung di youth center guna mengisi kekosongan waktu yang mereka miliki tersebut. 2. Bisa menceritakan bagaimana awalnya kamu tertarik bergabung dengan PKBI? Kenapa saya bergabung alasannya adalah karena pada saat itu saya tidak memiliki terlalu banyak kegiatan di kampus sehingga mendorong saya untuk mencari kegiatan lain diluar kampus. Dan kebetulan pada saat itu ada teman yang menawari saya untuk bergabung di Kisara sehingga tidak ada alasan saya untuk menolak. Walaupun pada awalnya saya tidak terlalu tahu tentang Kisara, tapi setelah mengikuti pelatihan awal bagi relawan baru, saya merasa bahwa Kisara merupakan tempat yang tepat bagi saya untuk belajar dan menemukan hal-hal baru yang belum pernah saya alami sebelumnya. Mungkin jawaban ini terdengar sangat biasa. Tapi kenyataannya, mampu bertahan selama hampir 5 tahun di Kisara dan PKBI membuktikan bahwa disini saya bisa mendapatkan sesuatu yang menarik dan berharga yang tidak bisa saya dapatkan di tempat lain. 3. Saat kamu diajak masuk Youth Center PKBI (Kisara), selain untuk mengisi waktu luang dan menambah pengalaman. Apakah ada hal lain yang memotivasi kamu? Waktu itu pemikirannya cuma supaya bisa Ikutan bagi2 informasi supaya merata pinternya. Bukan hanya antara remaja sekolah dan komunitas. Tapi merata antara remaja kota dgn remaja desa karena terdapat kesenjangan informasi akibat dari letak geografis dan keadaan di lapangan, padahal terdapat kasus kasus seperti Kehamilan Tidak DIinginkan, Pernikahan Dini, dll yang saya temui ketika saya PKL di Desa Pedalaman. Setelah PKL itu lah saya memutuskan untuk bergabung dengan Kisara PKBI. 4. Setelah menjadi relawan PKBI, menurut pendapat kamu tantangan apa yang perlu diatasi oleh PKBI? Manajemen sumber daya manusia. Bagaimana PKBI mampu mengelola relawan yang sudah bergabung agar tetap betah dan aktif berkegiatan di PKBI serta bagaimana PKBI mampu menarik seseorang untuk mau bergabung menjadi relawan di PKBI. Karena jika dilihat keadaan sekarang, permasalahan yang timbul terkait dengan relawan adalah tingginya tingkat turn over relawan dan minimnya remaja yang mau bergabung menjadi relawan sehingga menyebabkan kekosongan di youth center tersebut yang berdampak terhadap terhambatnya kegiatan yang seharusnya mampu dijalankan oleh youth center.
MAIN THEME
5. In your opinion, what is the role of volunteer in the IPPA? Volunteers are potential assets who contribute in promoting and achieving the organizations vision. Volunteers also play an important role in maintaining IPPA existence in the society until today. They are responsible to execute program implementation on the field, while the staffs are concentrating on the management of IPPA. 6. What do you think about volunteerism and what will be the challenge of IPPA volunteerism in the future? Volunteering is the implementation of genuine concern to others where our works are mainly driven by conscience without thinking about material advantages. From the youth perspective, volunteerism can be considered as a step to gain more experience today and when we are rich in experience, material prosperity will come along. The challenge for IPPA is how to form mutual advantage between the volunteers and IPPA so the volunteers can enjoy the benefits (not material benefit of course) of volunteering with IPPA and on the other hand, IPPA is benefited by the supports of its volunteers in carrying out its missions. 7. What do you think about the 4 pillars of IPPA Spirit: Pioneering, Independence, Volunteerism and Professionalism? The 4 Pillars of IPPA Spirit are something that has to be embodied and practiced by every volunteer, board member and staff in order to achieve the organizations vision which is to become the Center of Excellence. I think at present, the 4 pillars are still very relevant to be implemented but they are not yet utilized appropriately by IPPA workers as an encouragement and strong foundation in carrying out their duties. 8. So, what should the Youth Center do to attract teen volunteers? The Youth Center needs to create more activities that are more comprehensive and more exciting! The Youth Center cannot rely only on seminars or radio broadcasting to attract teenage volunteers. Teenagers in every region have different interests. Therefore, Youth Center needs to be able to explore these interests to be flexible and in line with the latest trend. A passive youth center will face a hard time to attract teenagers to join. Teenagers always seek to be popular and one of the ways to do so is by joining a popular organization.
5. Menurut pandangan kamu Apa peran relawan di PKBI? Relawan merupakan aset potensial yang berkontribusi untuk memajukan dan mencapai visi perkumpulan. Relawan juga sangat berperan dalam menjaga eksistensi PKBI di masyarakat hingga saat ini, dimana ketika staff lebih bergelut pada manajemen di PKBI, sementara eksekusi di lapangan lebih banyak dilakukan oleh relawan. 6. Bagaimana Pandangan kamu tentang kerelawanan dan apa tantangan kerelawanan PKBI ke depan? Kerelawanan merupakan aksi nyata kepedulian terhadap sesama, dimana kita benar-benar bekerja sesuai dengan hati nurani kita dan bukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan berupa materi. Jika dilihat dari sudut pandang remaja, kerelawanan dapat diartikan sebagai suatu langkah bagi kita untuk memperbanyak pengalaman saat ini dan keuntungan materi akan diperoleh nanti setelah kita mampu mengumpulkan pengalaman tersebut sebanyak-banyaknya.Tantangan bagi PKBI adalah bagaimana PKBI mampu membentuk simbiosis mutualisme antara relawan dengan PKBI sehingga relawan tersebut merasa mendapatkan keuntungan (tentunya bukan keuntungan berupa materi yang ditawarkan) jika bergabung dengan PKBI dan PKBI juga menjadi terbantu dengan kehadiran relawan guna menjalankan misi-misinya. 7. Apa Pandangan kamu terhadap pada 4 Pilar Semangat PKBI:Kepeloporan, Kemandirian, Kerelawanan,profesionalisme? 4 Pilar Semangat yang harus dimiliki dan diamalkan oleh segenap relawan, pengurus dan staff PKBI guna mencapai visi yang telah dicanangkan yaitu menjadi Center of Excellence. Saat ini yang saya lihat, 4 pilar tersebut masih sangat relevan untuk dijalankan namun belum dimanfaatkan dengan baik sebagai penyemangat dan landasan oleh segenap internal PKBI dalam melakukan tugasnya. 8. Jadi apa nih yg seharusnya dilakukan youth center supaya bisa menjaring relawan remaja? Memperjelas, memperbanyak, dan memperseru kegiatan yang dilakukan! Misalnya jangan cuma kegiatan ceramah atau siaran radio aja yg "dijual" sama youth center. Setiap daerah, remajanya pasti punya interest masing2. Itu coba dicari celahnya Youth center harus selalu berkembang dan fleksibel sesuai dengan perkembangan jaman. Youth center yg pasif akan sulit menarik remaja utk bergabung kak, Karena remaja juga ingin terkenal. Jadi salah satu cara supaya cepat terkenal adalah bergabung ditempat yg sudah dikenal banyak org juga hahaha.
24
Frenia Nababan
PKBI
MAIN THEME
PROFIL RELAWAN SOEJATNO PEDRO HD
25
IPPA needs to gather as much people as possible and keep them as friends.
The name Soejatno Pedro HD, sounds so familiar in IPPA environment. The man who was born in Solo 70 years ago, always attends important events in IPPA. The former DPRRI and DPRD West Java member conveyed his opinion towards IPPA, an organization that should always comes up with fresh idea even if it against the mainstream. As the secretary to the Chapter Governing Board of IPPA Central Java, Soejatno Pedro HD, delivered his point of view towards IPPA. Below is the excerpt from his interview with IPPA editorial team in Semarang on last May. * IPPA Annual Report 2012 with its Organization Strengthening through Good Corporate Governance Implementation theme. What is your opinion on that matter? - To make a realization out of the theme, IPPA should be: disciplined, consistent and consequent in implementing its constitution and bylaws - The spirit (Volunteerism, Pioneer, Professionalism and SelfReliance), Long-lasting Vision & Mission/Purpose (Responsible Family & 5 Dimensions of Birth, Health, Education, Welfare and Future), Characteristics (Open, Non-Profit, Innovative and Independent) - The Description of Long-lasting Vision and Mission - to become a long-term Strategic Plan (i.e. 5 times national consultation) - to become medium-term Strategic Plan (1 time national consultation) - each of them includes Vision, Mission, each missions strategies & programs Projects/Activities.
Nama Soejatno Pedro Hd, sangatlah tidak asing, dilingkungan PKBI. Pria kelahiran Solo, 70 tahun yang lalu, selalu hadir dalam event-event penting di lingkungan PKBI. Pria yang pernah menjabat anggota DPRRI dan DPRD Jawa Tengah ini mengemukakan pendapatnya mengenai PKBI yang menurutnya selalu menampilkan gagasan segar, meski terkesan melawan arus. Sebagai Sekretaris PHD PKBI Jawa Tengah, Soejatno Pedro HD, mengemukakan berbagai pandangannya mengenai organisasi PKBI. Berikut petikan wawancaranya dengan tim redaksi yang dilakukan di Semarang pada bulan Mei silam. * ANNUAL REPORT 2012 PKBI dengan tema Penguatan kelembagaan melalui penerapan kaidah tata kelola organisasi yang baik / organization strengthening throung good governance implementation. Apa pendapat bapak mengenai hal tersebut? - Untuk mewujudkan tema tersebut harus : disiplin, konsisten dan konsekuen dalam mengimplementasikan AD/ART Semangat (Kerelawanan, Kepeloporan, Profesional dan Kemandirian), Visi & Misi Abadi/Tujuan (Keluarga Bertanggungjawab & 5 Dimensi Kelahiran, Kesehatan, Pendidikan, Kesejahteraan dan Masa Depan), Sifat (Terbuka, Nirlaba, Inovatif dan Mandiri) - Penjabaran Visi & Misi Abadi Menjadi Renstra Jangka Panjang (missal 5x Munas) Menjadi Renstra Jangka Menengah (1x Munas) masing-masing
MAIN THEME
* THE ROLE OF THE VOLUNTEERS 1. According to you, what motivates a person to volunteer in IPPA? - The Spirit, Purpose and Organizations characteristics in handling nations challenges related to FP/ population and the quality of human resources (HR). - To serve as a facilitator in implementing responsibility and to gradually settle the Social Debt with sincerity (honest, sincere, truthful and professional) To be able to foster the pride in realizing the spirit of organization To improve knowledge and to have more associates from various fields of work.
memuat Visi, Misi, Strategi masing-masing misi & Program Proyek/Kegiatan. * PERAN RELAWAN 1. Menurut pandangan Bapak apa yang mendorong sesorang menjadi Relawan PKBI. - Semangat, Tujuan dan Sifat Perkumpulan dalam menjawab permasalahan bangsa yang berkaitan dengan KB/Kependudukan dan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). - Sebagai wahana untuk mengimplementasikan tanggung jawab dan mengangsur Hutang Sosial yang dilandasi Niat Ikhlas (jujur, tulus, rela, sungguhsungguh dan profesional) Mampu menumbuhkan kebanggaan dalam mewujudkan Semangat Perkumpulan. Menambah pengetahuan dan wawasan serta sahabat dari berbagai Profesi yang profesional.
- -
2. As a volunteer in IPPA, what kind of challenges needs to be addressed by IPPA? - Coaching and Organizational Development particularly in IPPA Branches. We have tried various ways either through Institutional Consolidation or Personal Consolidation, yet the results are not optimal. Though IPPA Branches have been spearheading the organization especially in the Era of Reformation and Regional Autonomy, the City & County Governments attention on FP / Population is very small. - Maintaining the Four Pillars of IPPA Spirit especially the spirit of Volunteerism in the era of hedonism when money is considered to be everything. This makes it difficult to develop both the quality and quantity of IPPA volunteers and to bring new generation to the organization board. FP / Population problems have become more complicated and IPPA organization and personnel development have not yet been able to catch up with this issue. Theres still many momentum left unutilized optimally. IPPA existence and its innovative programs were lacking in socialization and promotion.
- -
2. Setelah menjadi Relawan PKBI, menurut pendapat Bapak tantangan apa yang perlu diatasi oleh PKBI ? - Pembinaan dan Pengembangan Organisasi terutama di tingkat PKBI Cabang, telah kita coba dengan berbagai cara baik melalui Konsolidasi Kelembagaan dan Konsolidasi Personal hasilnya belum optimal. Padahal PKBI Cabang merupakan ujung tombak organisasi apalagi di Era Reformasi dan Otda, perhatian Pemerintah Kabupaten & Kota terhadap KB/ Kependudukan sangat kecil. - Mempertahankan Empat Semangat PKBI terutama Kerelawanan di Era Hedonisme yang mengarah Uang Segala-galanya biarpun memang segalagalanya membutuhkan uang sehingga sulit untuk mengembangkan baik kualitas dan kuantitas relawan PKBI termasuk Regenerasi Kepengurusan. Permasalahan KB/Kependudukan makin komplek belum dapat diimbangi dengan Perkembangan Organisasi dan Personel PKBI, banyak momentum kurang dimanfaatkan secara optimal. Keberadaan PKBI dan Program-Programnya yang inovatif kurang sosialisasi dan promosi.
3. According to you, what is the role of the volunteers in IPPA? - The role of the volunteers in IPPA is very dominant and strategic. They play a great role not only in supporting IPPA to achieve the organizations Vision and Mission but also in encouraging and inviting all parties to help increasing the Family Planning Service quality and expand the quality of life of the Responsible Family. Volunteers role can be realized through mind, energy, and material. -
26
The role of IPPA Volunteer must be based on Sincere Intentions which consists of 5 aspects: Honesty, Sincerity, Willingness, Truthfulness, and Professionalism.
3. Menurut pandangan Bapak apa peran Relawan di PKBI ? - Peran Relawan PKBI sangat dominan dan strategis demi terwujudnya Visi dan mewujudkan Misi PKBI baik dalam mendorong dan mengajak berbagai pihak, membantu meningkatkan kualitas Pelayanan KB dan mengembangkan kualitas kehidupan Keluarga Bertanggungjawab. Peran Relawan tersebut dapat diwujudkan dalam Pikiran, Tenaga dan Materi. - Peran Relawan PKBI dilandasi dengan Niat Ikhlas
PKBI
MAIN THEME
27
The role of IPPA volunteer must be able to improve the Executive Staff performance effectively and efficiently and pay attention to each functions and tasks.
yaitu 5 hal : Jujur, Tulus, Rela, Sungguh-Sungguh dan Profesional. - Peran Relawan PKBI harus mampu meningkatkan kinerja Staf Pelaksana secara efektif dan efisien dan memperhatikan fungsi dan tugas masing-masing.
4. What do you think about volunteerism and what is the challenge of volunteerism in IPPA in the future? - Besides coming from Willingness and also Pleasure so that each activity can be passionately implemented without expecting any returns, volunteerism must put Achievement before Prestige. The challenges for IPPA Volunteerism in the future will be the acculturation of the Nations Noble Culture with the Global Culture supported by the Information Technology Advancement. Materialism and Individualism will be increasingly prominent that it defeats the spirit of Gotong Royong (to share burden/ to work together), the shame culture, the culture of harmonization and tolerance.
4. Bagaimana pandangan Bapak tentang kerelawanan dan apa tantangan kerelawanan PKBI ke depan ? - Kerelawanan disamping dilandasi Keikhlasan juga Kesenangan sehingga dalam melaksanakan aktivitas dan kegiatan selalu Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe Lebih mementingkan Prestasi daripada Prestise. - Tantangan Kerelawanan PKBI ke depan terjadinya Akulturasi Budaya Luhur Bangsa dengan Budaya Global yang ditunjang Kemajuan Teknologi Informasi. Kehidupan materialisme dan individualisme makin menonjol sehingga mengalahkan Budaya Gotong Royong, Budaya Malu, Budaya Harmonisasi dan Toleransi.
5. What is your opinion towards the 4 Pillars of IPPA Spirit (Pioneer, Self-Reliance, Volunteerism, and Professionalism)? - The four pillars of IPPA spirit are remarkable. They represent the implementation of the fourth paragraph of The Preambleto the1945 Constitutionof Indonesia regarding National Objectives: protecting all the people of Indonesia and their entire native land, advancing the general welfare, developing the intellectual life of the nation and contributing in the establishment of an order in the world which is based upon independence, abiding peace and social justice. The four pillars of IPPA spirit is also about Five Principles of Pancasila (official philosophical foundation of the Indonesian state). The sequence of the four pillars of IPPA Spirit cannot be reversed. It must be in sequence as mentioned in IPPA constitution and bylaws, for each pillar of spirit serves as foundation and motivation to the next pillar: a. b. c. d. Kerelawanan (Volunteerism) Kepeloporan (Pioneer) Profesional (Professionalism) Kemandirian (Self-Reliance)
- 5. Apa pandangan Bapak terhadap 4 Pilar Semangat PKBI (Kepeloporan, Kemandirian, Kerelawanan dan Profesionalisme) - 4 Pilar Semangat PKBI sangat Luar Biasa merupakan implementasi Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat yaitu tentang Tujuan Nasional : melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi dan Keadilan Sosial. Serta tentang PANCASILA. - Urutan 4 Pilar Semangat PKBI tidak boleh dibolak balik harus sesuai dengan yang tercantum dalam AD/ART PKBI : a. Kerelawanan b. Kepeloporan c. Profesional d. Kemandirian Sebab masing-masing Pilar Semangat merupakan dasar dan mendorong Pilar berikutnya, Semangat kerelawanan/kejuangan yang ikhlas akan melahirkan Kepeloporan/Inovatif selanjutnya harus ditopang cara kerja yang berkemampuan/profesional dan akhirnya akan mampu mewujudkan kemandirian dalam arti Duduk Sama Rendah,Berdiri Sama Tinggi, tidak tergantung pada dan tidak dipengaruhi oleh, namun tidak menyendiri hubungan didasarkan saling menguntungkan atau simbiosis mutualistis.
The spirit of sincere volunteerism will bring forth the spirit of Pioneer/Innovation which must be supported by Professionalism to be eventually able to create the spirit of Self-Reliant in terms of equality, independent and unaffected but not secluded as its based on mutual benefits.
MAIN THEME
PROFIL RELAWAN IBU SRI MARYATI, S.PD.,MA
Pioneer, independence, volunteerism, and professionalism could be very strong tools to develop IPPA provided that they are implemented simultaneously.
Interview with Volunteers (Mrs. Sri Maryati, S.Pd.,MA/ Chairman of IPPA Cirebon Governing Board) 1. In your opinion, what motivates a person to volunteer in IPPA? People want to volunteer in IPPA because they see IPPA as the only NGO that consistently pays attention to what people need. They are inspired to volunteer after seeing IPPAs concrete contributions in health-related issues. 2. As a volunteer in IPPA, what kind of challenges needs to be addressed by IPPA? IPPA must restructure the organization in terms of the clinic, the organization, and the volunteers. To date, we can see that clinics in several areas are in limbo, unwilling to operate yet refuse to give up. Clinic operation is crucial as it is the foundation of the organization. The existing clinics require total restructuring in order to carry out its vision. In addition, the management of the organization also needs to be restructured as there are several branches that are illmanaged in terms of the quantity and the quality.
Sri Maryati, semenjak masa kuliah-nya telah aktif berorganisasi. Ia tercatat pernah menjadi Ketua Senat FKIP Unswagati , Pengurus HMI Cabang Cirebon. Pengalamannya aktif berorganisasi membuatnya terpilih memimpin beberapa organisasi di Cirebon seperti ketua Persatuan Cabang Renang Seluruh Indonesia kota Cirebon, Ketua Koalisi Perempuan Politik Indonesia Kota Cirebon dan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS ( KPA) Kota Cirebon. Sri Maryati juga aktif memimpin PKBI cabang dengan jabatan sebagai Ketua Pengurus PKBI Cabang Cirebon . Pandangan tentang PKBI, dituangkan oleh Dosen Pada Stikes Mahardika Cirebon ini, melalui wawancara dengan redaksi : 1. Menurut pandangan lbu, apa yang mendorong seseorang menjadi relawan di PKBI? Seseorang menjadi relawan PKBI karena mereka menganggap PKBI sebagai satu - satunya LSM yang selalu konsisten terhadap issu yang selalu menjadi kebutuhan di masyarakat. mereka terpanggil karena PKBI melakukan kerja - kerja kongkrit di bidang kesehatan. 2. Setelah menjadi relawan PKBI, menurut pendapat Ibu tantangan apa yang perlu diatasi oleh PKBI? PKBI harus melakukan pembenahan kelembagaan terkait klinik, organisasi dan relawan. Bisa dilihat saat ini klinik di bebeapa daerah masih terkesan hidup segan mati tak mau. Hal ini menjadi hal yang tak kalah pentingnya karena klinik merupakan nafas bagi lembaga. klinik yang sudah ada memerlukan sentuhan di semua sektor sehingga klinik dapat berjalan
28
3. What is the role of the volunteers in IPPA? IPPA has a lot to improve related to its volunteering and it must be done immediately. For instance, the absence of
PKBI
MAIN THEME
29
systematic recruitment system. This is important because volunteers are the most important foundation in the organization. The current recruitment system was conducted based on local need only. Some branches did not even recruit any volunteer since theres no record of new volunteer. 4. What do you think about volunteerism and what is the challenge of volunteerism in IPPA in the future? The volunteer issue is experienced by every organization including IPPA. Volunteering has become less interesting, especially among teenagers. It is a huge challenge to invite teenagers to volunteer in any organization. Volunteerism, as the basic foundation of IPPA, is something that the organization needs to address. One of the proposed methods is by producing an instruction that regulate simultaneous recruitment system in all branches hence enabling each branch to have regular recruitment program. 5. What is your opinion towards the 4 Pillars of IPPA Spirit? a. Pioneer b. Independence c. Volunteerism, and d. Professionalism The four pillars of IPPA is the foundation that strongly binds every element in IPPA. As the organizations foundation, the four pillars should be treated as a single component that works together in synergy. Its time for IPPA to reform itself and to stop working individually. Pioneer, independence, volunteerism, and professionalism could be very strong tools to develop IPPA provided that they are implemented simultaneously. With such a long footprint in the health sector, IPPA should be taken as an example for other organizations to continue their contribution in providing health to the community. Professionalism, which has become the organizations strength, will distinguish IPPA from other organizations. The independence spirit should be embodied by unceasingly exploring each branchs potential. Its time for IPPA to not only rely on the funding considering the potential it has could be amplified if they are utilized with the best and sustainable way.
sebagaimana visi nya. Selain itu juga kelembagaan terkait kepengurusan juga harus segera dibenahi, ada beberapa cabang yang kondisi kepengurusannya juga sangat memprihatinkan baik dari segi kuantitas terlebih lagi dari segi kualitas 3. Menurut pandangan lbu Apa peran relawan di PKBI? PKBI harus banyak melakukan reformasi tentang kerelawanan. PKBI harus segera berbenah tentang kerelawanan karena hari ini tidak ada pola rekruitmen yang tersistematis. Hal ini penting dilakukan mengingat relawan merupakan pondasi yang paling penting dalam sebuah organasasi. Pola rekruitmen saat ini terkesan berjalan sebagaimana kondisi daerah. Bahkan ada yang tidak melakukan itu sama sekali. Mengingat banyak cabang yang tidak menambah jumlah relawannya 4. Bagaimana Pandangan lbu tentang kerelawanan dan apa tantangan kerelawanan PKBI ke depan? Kondisi kerelawanan hari ini menjadi fenomena bagi semua organisasi begitupun PKBI. Kerelawanan hari ini menjadi sesuatu yang sangat mahal terlebih lagi jika kita melibatkan remaja. Begitu besar tantangan pada remaja itu sendiri untuk mau bergabung pada sebuah lembaga. Kerelawanan yang menjadi modal dasar PKBI menjadi sebuah PR besar yang harus diselesaikan secara kelembagaan . Perlu peraturan organisasi tentang pola rekruitmen yang secara kelembagaan serentak dilakukan disemua cabang. Sehingga cabang pun memiliki program rekruitmen yang dilaksanakan secara reguler 5. Apa Pandangan Ibu terhadap pada 4 Pilar Semangat PKBI ? a. Kepeloporan, b. Kemandirian, c. Kerelawanan dan, d. Profesionalisrne. Empat pilar yang dimiliki PKBI menjadi pondasi yang sangat mengikat bagi semua elemen yang ada ada di PKBI . Sebagai modal dasar sudah seharusnya empat pilar itu menjadi kesatuan komponen yang secara bersamaan harus di jalankan secara sinergis, tidak bisa dipisahkan .Sudah saatnya PKBI mereformasi diri di semua bidang. tidak lagi berjalan sendiri - sendiri. Kepeloporan, kemandirian, kerelawanan dan profesionalisme menjadi pilar yang sangat kuat untuk mengembangkan PKBI jika di jalankan secara serentak. Usia PKBI yang sudah sangat matang menjadi pelopor bagi organisasi lainnya agar tetap memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam bidang kesehatan. Profesionalisme yang menjadi denyut akan membedakan PKBI dengan organisasi lainnya. Pilar kemandirian harus segera di wujudkan dengan terus menggali potensi yang di miliki masing masing cabang. Sudah saatnya pkbi tidak hanya mengandalkan funding mengingat potensi yang ada dapat di maksimalkan jika memang itu dapat tergali secara optimal dan berkesinambungan.
MAIN THEME
FIGUR
During his time at IPPA, he led the forward looking study that becomes the bases for MAsLong-term (25 years) Plan.
RIZAL MALIK
Rizal started as an IPPA youth volunteer when he was 21 years old, at a time when university students in Indonesia took to the streets in massive numbers to show their disappointment over Authoritarian government, which restricted Freedom of Association and Freedom of Expression. Rizal mengawali kiprah sebagai relawan muda di PKBI sejak berusia 21 tahun pada saat mahasiswa Indonesia turun ke jalan dan unjuk rasa besar-besaran untuk mengecam kebijakan pemerintah terhadap larangan kebebasan berserikat dan berekspresi.
As a student activist in Indonesia, he joined discussion groups that then Youth Division of West Java Chapter (one of IPPAs chapters) organized to talk about development issues related to population. This youth division became Students Association for Population Studies and Family Planning Activities and Rizal became its President in 1978. In 1981, Rizal agreed to work as a staff for IPPA and his service continued for eight years, only to be interrupted from 1984-1986 when he did a post-graduate studies at Cornell University. His last position as a staff was Head of Planning and Evaluation Unit. During his time at IPPA, he led the forward looking study that becomes the bases for MAsLong-term (25 years) Plan.The forward-looking studies looked into the organizations vision of development and continued leadership in the field of SRHR Sebagai aktivis mahasiswa di Indonesia, Rizal bergabung dalam kelompok-kelompok diskusi yang pada saat itu dibentuk oleh Divisi Pemuda Cabang Jawa Barat (salah satu cabang PKBI) untuk membahas isu-isu pembangunan seputar populasi penduduk. Divisi pembangunan ini kemudian menjadi Asosiasi Mahasiswa untuk Kajian Populasi dan Kegiatan Keluarga Berencana dan Rizal menjadi ketuanya di tahun 1978. Pada tahun 1981, Rizal bekerja sebagai staf di PKBI dan melanjutkan kontribusinya selama delapan tahun, kecuali pada tahun 1984-1986 ketika ia meneruskan studi pasca-sarjana di Cornell University. Jabatan terakhirnya sebagai staf adalah Kepala Biro Perencanaan dan Unit Evaluasi. Selama berkiprah di PKBI, Rizal memimpin kajian yang berorientasikan masa depan yang menjadi dasar rencana jangka panjang Organisasi (25 tahun). Kajian berorientasikan masa depan ini mengkaji visi pembangunan organisasi dan melanjutkan kepemimpinan di bidang Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi.
30
PKBI
MAIN THEME
31
In 1989, he became Care Internationals Programme Manager in Indonesia. Later he became Oxfam Country Director for Indonesia. He then moved to UNDP Indonesia and took care of the democratic governance portfolio for 6 years. He has been Senior Governance and Anti-Corruption Advisor for the World Bank Office in Indonesia since 2011. From 2006-2010, he served as Chairman of IPPA, and continue as the member of Advisory Board of IPPA. He is currently a Lecturer at GadjahMada University in Jogjakarta and sits in the board of World Wildlife Fund Nature (WWF), Tifa (Indonesia of Society Foundation) Foundation and Trustee of Merapi Resilience Consortium in Yogyakarta.
Pada tahun 1989, Rizal menjabat sebagai Programme Manager untuk Care International di Indonesia. Kemudian ia menjadi Country Director Oxfam untuk Indonesia. Rizal kemudian pindah ke UNDP Indonesia dan menangani portofolio pemerintahan demokratis selama 6 tahun. Ia telah menjadi Senior Governance and AntiCorruption Advisor untuk Kantor Bank Dunia di Indonesia sejak 2011. Pada periode 2006-2010, Rizal menjabat sebagai ketua PKBI dan juga anggota Dewan Penasihat PKBI. Saat ini Rizal menjadi dosen di Universitas GajahMada Yogyakarta dan juga pengurus World Wildlife Fund Nature (WWF), Yayasan Tifa (Yayasan Masyarakat Indonesia) dan Turstee untuk Resiliency Consortium di Yogyakarta.
RIZAL MALIK GOT IPPF AWARD FOR INDIVIDUAL VOLUNTEER CONTRIBUTION TO SEXUAL AND REPRODUCTIVE HEALTH AND RIGHTS
This award honors an individual volunteer who has over the length of his/her career significantly enhanced the promotion, realization or defense of sexual and reproductive health and rights. At the time of nomination, the person must be a volunteer. From the time that Rizal became a Youth Volunteer till the present, he has been an ardent defender of human rights. He believes that the right to health cannot be fulfilled in isolation with other rights. He believes that family planning, or SRH for that matter, must be viewed from the context of development. Looking at the world from this lens, Rizal has devoted his life to fighting for the rights of people to development. His personal and professional involvement with a number of institutions such as Care International, OXFAM, and UNDP reflects this character. At IPPA, Rizal accomplished the following: Out of his commitment to IPPAs vision, mission & values, he steered the development of IPPAs new strategic plan for 2010 2020. He prioritized initiatives and efforts to enable IPPA to contribute to reducing MMR in Indonesia. The focus is notonly services through associations integrated clinics but also through related social, economic and cultural issuesin Indonesian society Rizal Malik is also concerned with inequality and inequity among women and children including the marginalized people in Indonesia. Furthermore, he championed a rights-based approach to people development in which the beneficiary groups must be dealt with as humans with dignity, that have a right to receive true information and ensure that each person is able to exercise the right tochoose.He is very active in campaigning for sexual rights & has profound thoughts on SRHR-related issues.
RIZAL MALIK MENERIMA IPPF AWARD UNTUK KONTRIBUSI RELAWAN INDIVIDUAL TERHADAP HAK DAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL
Penghargaan ini diberikan untuk menghormati relawan individu yang dalam masa kerjanya telah secara signifikan meningkatkan promosi, realisasi atau pembelaan terhadap hak dan kesehatan seksual dan reproduksi. Pada saat pencalonan, orang tersebut harus berstatus relawan. Sejak masih menjadi Relawan Muda sampai dengan saat ini, Rizal telah menjadi pembela hak asasi manusia yang gigih. Ia percaya bahwa pemenuhan hak atas kesehatan tidak dapat dipisahkan dari hak-hak lainnya. Ia juga percaya bahwa keluarga berencana, atau Kesehatan seksual dan reproduksi dalam hal ini, harus dilihat dari konteks pembangunan. Melihat dunia dengan cara ini, Rizal telah mengabdikan hidupnya untuk memperjuangkan hak-hak rakyat untuk pembangunan. Kinerja pribadi dan profesionalnya dengan sejumlah lembaga seperti Care International, OXFAM, dan UNDP mencerminkan karakter ini. Di PKBI, capaian Rizal adalah sebagai berikut: Terlepas dari komitmennya untuk visi, misi & nilai-nilai PKBI, ia mengarahkan pengembangan rencana strategis baru PKBI untuk periode 2010 - 2020. Ia juga memprioritaskan inisiatif dan upaya untuk memungkinkan PKBI berkontribusi mengurangi AKI di Indonesia. Fokusnya tidak hanya pada layanan melalui klinik terpadu tetapi juga melalui isu-isu sosial, ekonomi dan budaya yang terkait dalam masyarakat Indonesia Rizal Malik juga khawatir dengan ketidaksetaraan dan ketidakadilan di kalangan perempuan dan anakanak termasuk kaum marjinal di Indonesia. Selain itu, ia memperjuangkan pendekatan berbasis hak untuk pengembangan masyarakat yang membuat kelompokkelompok penerima manfaat ditangani sebagai manusia yang bermartabat, yang memiliki hak untuk menerima informasi yang benar dan memastikan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk memilih. Ia sangat aktif dalam mengkampanyekan hak-hak seksual & reproduksi. Ia memiliki pikiran mendalam tentang isu-isu terkait hak dan kesehatan seksual dan reproduksi.
MAIN THEME
PERINGATAN HUT 55 PUSAT
Besides celebrated in several IPPA Chapters, IPPAs 55th anniversary was also celebrated in IPPA Headquarter. During this celebration, IPPA Headquarter also held two events; open public seminar on "Empower Young People to Save the Future of the Nation" and IPPA alumni gathering which was a more private event. These two events were held on December 20, 2012 at Wisma IPPA. The open to public seminar started on 08.30. In this event, the Minister of Health of the Republic of Indonesia, Nafsiah Mboi gave an opening speech through a video recording after an introduction from the Director General of Nutrition and MCH-the Ministry of Health, Slamet Riyadi Sudarsono.
Selain diselenggarakan di beberapa PKBI Daerah, HUT PKBI ke 55 tahun juga diselenggarakan di PKBI Pusat. Pada acara di PKBI Pusat, terdapat 2 acara yaitu Seminar yang terbuka untuk umum yang bertema Berdayakan Kawula Muda untuk Menyelamatkan Masa Depan Bangsa dan dan temu alumni PKBI yang lebih bersifat internal. Kedua acara tersebut diadakan pada 20 Desember 2012 di Wisma PKBI. Seminar untuk publik, dimulai pada jam 08.30 dengan Sambutan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nafsiah Mboi, melalui video rekaman yang sebelumnya diberikan pengantar oleh Dirjen Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan, Slamet Riyadi Juwono.
32
PKBI
MAIN THEME
33
The key speaker, Prof. Emeritus Dorojatun Kuntjoro-Jakti, explained the importance of demographic bonus in the period 2010-2040 as it would be Indonesias Last Opportunity to become a developed country. Another key speaker who was also a teenager representatives from IPPA, Ara Koswara Nugraha, elaborated the Role of the Youth in Development. From the private sector, Okty Damayanti-General Manager CSR of PT Adaro Energy Tbk described the Anti-Drug and HIVAIDS Campaign in the working area of PT Adaro Energy Tbk, while from civil society, Theresia Sri Endras Iswarini explained the importance of Youth Reproductive Health and Sexuality Education and its relation to human rights. In the afternoon, there were a lot of IPPA figures attending the IPPA alumni gathering. Moderated by Prof. Priyono, IPPA volunteers and members conveyed their expectations for IPPA in the future as an organization. In this one-day event, as a birthday present for IPPA ,several representatives from the community also presented various performances like Qchoir, Good Tree, and Ria Irawans Poetry reading with friends from JAPI.
Pemateri kunci ( keynote speaker), Prof. Emiritus Dorojatun Kuntjoro-Jakti memaparkan pentingnya Bonus Demografi pada periode 2010-2040 sebagai Peluang Terakhir Indonesia untuk Tinggal-Landas. Pemateri lain seperti Ara Koswara Nugraha, sebagai perwakilan remaja PKBI memaparkan tentang Peran apa yang dapat disi oleh Remaja dalam Pembangunan. Dari sektor swasta, Okty Damayanti-General Manager CSR of PT Adaro Energy Tbk juga Berbagi Pengalaman Kampanye Anti Narkoba dan HIV-AIDS di Wilayah Kerja PT Adaro Energy Tbk, sementara dari masyarakat sipil, Theresia Sri Endras Iswarini mengemukakan pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas Remaja dan hubungannya dengan Hak Asasi Manusia. Pada sore hari, berbagai tokoh PKBI hadir dalam rangka temu alumni PKBI. Di pandu oleh Prof Priyono sebagai moderator, relawan dan anggota PKBI memaparkan harapan mereka ke depan untuk PKBI sebagai organisasi. Dalam acara sehari ini, beberapa perwakilan dari komunitas turut memberikan pertunjukkan sebagai hadiah ulang tahun bagi PKBI seperti Qchoir, Good Tree, dan tak ketinggalan Ria Irawan yang membacakan Puisi bersama teman-teman dari JAPI.
Frenia Nababan
Laporan Tahunan | Annual Report 2012
MAIN THEME
PERINGATAN HUT 55 JAWA BARAT
34
PKBI
MAIN THEME
35
After a quick break, the event was continued with a panel discussion themed Save Women and Children from Unnecessary Death Caused by HIV-AIDS The key speakers in the discussion were Dr. Ronald Jonathan, a former WHO West Java representative for HIV-AIDS program who is also an observer of HIV-AIDS issue and a consultant for local and international NGOs; Otang Qodarliyah, the Secretary for Indonesian Women Coalition (KPI) West Java Region who has high concern on sexual abuse on women; Karyantri Dewi, S.Sos, representing IPPA West Java, and moderated by Abdurokhim Agus Riyadi, M.Pd. The discussion was begun with a brief presentation from dr. Ronald Jonathan on data related to national HIV-AIDS cases and cases found in West Java. In the occasion, dr. Ronald explained about HIV-AIDS from medical view and followed by a presentation on womens right on sex by Otang Qodarliah. Commenting on dr. Ronald Jonathans data, that showed high prevalence of HIV infection among housewives, she said it was part of the consequences of women inability to fulfill their sexual rights. The only solution to this was to empower Indonesian women. He also added that the patriarchal culture in Indonesia played a big role in the failure of preventing HIVAIDS infection in Indonesia.
Setelah rehat sejenak kegiatan dilanjutkan diskusi Panel dengan tema : Selamatkan Perempuan dan Anak dari Kematian Sia-sia Karena HIV-AIDS Hadir dalam disusi Dr. Ronald Jonathan sebagai figur pemerhati issue HIV-AIDS yang sangat dekat dengan komunitas dan merupakan Konsultan di beberapa NGO lokal maupun internasional pernah juga menjadi perwakilan WHO wilayah Jawa Barat untuk Program HIV-AIDS, Otang Qodarliyah Sekretaris wilayah Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jawa Barat yang sangat konsen terhadap issue kekerasan sexual pada perempuan, dan Karyantri Dewi, S.Sos mewakili Pengurus Harian Daerah PKBI Daerah Jawa Barat sebagai nara sumber, dan di pandu moderator yaitu Abdurokhim Agus Riyadi, M.Pd. Diskusi diawali dengan pemaparan singkat terkait data kasus HIV-AIDS Nasional dan Jawa Barat yang disampaikan oleh dr Ronald Jonathan. Dalam kesempatan ini dr ronald membahas HIV-AIDS pada sisi medis. Dilanjutkan dengan paparan singkat teh Otang Qodarliah yang membahas tentang hak perempuan dalam seksualitas. Menanggapi data yang disampaikan oleh dr Ronald Jonathan dimana angka Ibu rumah tangga yang meningkat, ditanggapinya sebagai bagian dari konsekwensi atas ketidak berdayaan perempuan dalam pemenuhan hak seksualnya. Dan satu-satunya solusi adalah menguatkan perempuanperempuan Indonesia. Dalam paparannya budaya patriakhi telah memberikan sumbangan besar atas gagalnya upaya pencegahan HIV-AIDS di Indonesia.
MAIN THEME
PERINGATAN HUT 55 JAWA BARAT
She even frankly stated that when the government is unable to handle the issue of prostitution, it is our duty as human being to encourage sex workers to raise their price, said Otang Qodarliyah. She admitted that, I am a Muslim, I dont know if this is a sin or not, but this is the only way we can to at least reduce the number of paid sex. "It's been an interesting discussion and I'm sure the audience here is ready to give their feedbacks after hearing the presentation from our two speakers today. But before that, we still have one more speaker whose presentation is also important, said the moderator. He invited Karyanti Dewi to present her presentation. Her presentation mostly mirrored IPPAs view on HIV-AIDS issue plus comments on the previous two presentations. The discussion was quite lively and there were many participants who provided feedbacks. There were also a number of hot arguments over various opinions. The moderator skillfully facilitated the argument and transformed it into ideas that are worth appreciating. The discussion was enlivened with a performance by the Borokokok Institute who sang Sundanese lines accompanied by Sundanese harp and flute. There was also a teenage music band performance during the heated discussion. There were two interesting things brought up in the two-hour discussion: HIV-AIDS as a moral issue and HIV-AIDS as a health issue. The discussion was concluded at 5.11 PM and resulted in a precious recommendation: that HIV-AIDS should be brought up to public and similar discussions should be conducted more often anywhere and at all level of the community in order to find effective solutions to prevent HIV-AIDS infections.
Bahkan lebih ekstrim beliau menyatakan saat negara tidak mampu menentukan sikapnya atas prostitusi yang ada maka tugas kita sebagai manusia adalah bagaimana menguatkan mereka pekerja seks untuk berani meningkatkan harga layanan sexnya kepada pembeli seks, paparnya sambil menggelengkan kepala dan mengatakan saya muslim saya tidak tahu apakah ini dosa atau bukan, karena hanya ini cara kita minimal dapat mengurangi angka pembelian seks. Ini diskusi yang menarik dan saya yakin hadirin sudah mulai bersiap untuk angkat bicara setelah mendapat paparan dari dua orang nara sumber kita hari ini, namun kita masih punya satu nara sumber yang tak kalah penting untuk kita dengar paparannya, ujar pria yang sering di sapa Doket yang memoderasi diskusi ini sambil mempersilahkan teh Karyanti dewi untuk menyampaikan paparannya. Dalam paparanya teh dewi lebih banyak melihat persoalan HIV-AIDS sebagaimana menjadi pandangan umum PKBI secara nasional terhadap isue ini. Beberapa konfirmasi disampaikannya terkait paparan dua narasumber sebelumnya. Diskusi berlangsung cukup hidup banyak peserta yang juga memberikan tanggapan-tanggapannya, beberapa kali sempat terjadi perdebatan alot atas pandangan hadirin yang cukup beragam. Namun dengan kepiawaian moderator dalam memfasilitasi forum perdebatanpun tidak berlansung sengit namun lebih banyak dikonfirmasi seagai sebuah ide dan patut untuk dihargai. Dan yang lebih membuat hidupnya diskusi ini adalah dengan hadirnya The Borokokok Institut yang melantunkan syair-syair kritis berbahasa Sunda diiringi musik kecapi dan suling dan tampilnya group band remaja disela panasnya diskusi. Ada dua hal yang menarik dari diskusi yang berlangsung kurang lebih dua jam ini yaitu : HIV-AIDS sebagai Isu moral, HIV-AIDS sebagai isue kesehatan dan HIV AIDS sebagai isue kesehatan. Diskusi ini berakhir pada pukul 17.11. WIB dan menghasilkan rekomendasi berharga yaitu : HIV-AIDS harus mulai dibawa pada ruang publik dan diskusi-diskusi semacam ini harus sering diadakan dalam berbagai tempat dan dimensi masyarakat sehingga diharapkan akan melahirkan solusi-solusi efektif dalam upaya pencegahannya.
36
During the event, there were also exhibition and bazaar conducted at IPPA West Javas parking area. There were 3 exhibition stands; 2 stands belonged to IPPA Branches (IPPA Garut and IPPA Bandung Satu Regency) and the stand showed IPPA West Java programs.
PKBI
MAIN THEME
37
3. GATHERING NIGHT (BUILDING CHAPTERS COMMITMENT AND THE SYNERGY TO ACHIEVE IPPA WEST JAVA VISION AND MISSION)
The gathering night was an informal event held to create togetherness among the board members where the board members sang and dance together accompanied by oldies songs and a single piano. They sang, laughed, and dance together. As seen in the picture, the branch board members looked very happy. The event was led by the MC who also delivered several materials related to the draft of IPPA West Java RENSTRADA. The draft had been socialized the day before and would be sent to plenary session on the next day as a guideline for the realization of IPPA West Java Mission and Vision. The board members were so happy that they loudly repeated some points of the RENSTRADA draft. The event ended at 11:00 PM.
3. MALAM KEAKRABAN (MEMBANGUN KOMITMEN CABANG DAN SINERGITAS TUJUAN DALAM PERWUJUDAN VISI-MISI PKBI JABAR
Malam keakraban adalah acara informal sebagai sarana kumpul bersama para pengurus cabang . kegiatan ini diisi dengan dangdutan dan lagu-lagu nostalgia diiringi dengan organ tunggal. Menyanyi bersama, tertawa bersama, berjoged bersama. Tampak dalam kegiatan ini para pengurus Cabang begitu bahagia. Kegiatan ini dipandu oleh MC yang menyampaikan beberapa hal terkait draft RENSTRADA PKBI Jawa Barat yang pernah di sosialisasikan sebelumnya dan akan di plenokan pada hari berikutnya sebagai pedoman bagi upaya perwujudan Visi dan Misi PKBI Jawa Barat. Begitu bahagianya pengurus dalam kegiatan ini hingga dengan suara lantang bersedia menirukan beberapa point dalam draft RENSTRADA oleh MC disela pergantian lagu. Kegiatan ini berakhir pada pukul 23.00 WIB.
MAIN THEME
PERINGATAN HUT 55 JAWA TENGAH
COMMEMORATION OF IPPAS 55TH ANNIVERSARY IPPA CENTRAL JAVA
38
PKBI
MAIN THEME
39
"The seminar is particularly held for midwives since midwives possess a strategic potential in actively preventing HIV transmission, especially to infants,
"The seminar is particularly held for midwives since midwives possess a strategic potential in actively preventing HIV transmission, especially to infants, said Chairman of the Committee, dr. Sumarningsih who works as an executive physician at Warga Utama clinic IPPA Central Java. She added that most women are having their prenatal care by midwives. Therefore, if these midwives are supported with adequate information, they can encourage pregnant women to have VCT (voluntary counseling and HIV testing). Considering the current condition where HIV cases on mothers are continuously rising, midwives need to accelerate the VCT campaign. A baby born to an HIV-positive mother has 40% risk of carrying the HIV. The risk can be reduced through PMTCT (Prevention Mother To Child Transmission) procedure. The key speakers of the event were, Head of Semarang Dept. of Health, dr. Widoyono, MPH, who explained the condition of HIV and AIDS in Central Java; Chairman of Health Law Master Program Soegijapranata University who is also the Chairman of Women and Children Care Network (JPPA) Central Java Prof. Dr. Agnes Widanti, SHCN, who talked about the Effect of HIV and AIDS on Mother and Children; and the last speech, The Role of Midwives in the Prevention of HIV and AIDS on Women and Children, was delivered by the Chairman of IPPA Central Java dr. H. Hartono Hadisaputro, SpOG. The midwives were very enthusiastic as shown by the numerous questions addressed to the speakers. One of them highlighted the importance of insurance and support to midwives who were infected by HIV when doing their job. In addition, during the opening ceremony, the Chairman of IBI (Indonesian Midwives Association) Central Java, Imbarwati said that the seminar was very useful for midwives, especially those in Central Java, as most private midwives never received training on HIV and AIDS.
Seminar ini memang dikhususkan untuk Bidan, karena Bidan mempunyai potensi strategis untuk turut serta dalam upaya mencegahan penularan HIV, khususnya pada bayi. Karena Bidan bekerja pada lini depan yang langsung bertemu dengan ibu hamil, ujar Ketua Panitia penyelenggara, dr. Sumarningsih yang kesehariannya bekerja sebagai dokter pelaksana Klinik Warga Utama PKBI Jawa Tengah. Dr. Sumarningsih melanjutkan, bahwa sebagian besar perempuan memeriksakan kehamilannya kepada bidan, maka jika bidan dibekali informasi yang cukup, dia dapat mengajak ibu-ibu yang hamil untuk periksa VCT (voluntary counseling and testing HIV). Terlebih dalam situasi saat ini kasus HIV pada ibu rumah tangga terus meningkat, maka kegiatan VCT pada ibu hamil perlu digiatkan. Karena bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mengidap HIV mempunyai risiko tertular HIV sebesar 40 %. Risiko ini bisa dikurangi bila dilakukan melalui PMTCT (Prevention Mother To Child Transmission). Narasumber yang mengisi acara tersebut yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, dr. Widoyono, MPH yang memaparkan situasi HIV dan AIDS di Jawa Tengah. Selanjutnya, Ketua Program Magister Hukum Kesehatan Universitas Soegijapranata yang juga Ketua Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) Jawa Tengah Prof. Dr. Agnes Widanti, SHCN menyampaikan materi mengenai Dampak HIV dan AIDS pada Ibu dan Anak. Materi terakhir, Peran Bidan Dalam Pencegahan HIV DAN AIDS pada Ibu dan Anak, disampaikan Ketua PKBI Jawa Tengah dr. H. Hartono Hadisaputro, SpOG. Para Bidan sangat antusias mengikuti seminar ini, terlihat dari banyaknya pertanyaan kepada Narasumber, di antaranya mengusulkan pentingnya asuransi dan juga bantuan bagi Bidan yang terinfeksi HIV karena pekerjaannya. Selain itu, Ketua IBI Jawa Tengah Imbarwati pada acara pembukaan mengatakan bahwa seminar ini sangat bermanfaat bagi para Bidan khususnya di Jawa Tengah karena sebagian besar Bidan praktik swasta belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai HIV dan AIDS.
MAIN THEME
PERINGATAN HUT 55 KALIMANTAN TIMUR
IPPA Chapter East Kalimantan performed a series of activities to commemorate IPPA 55th anniversary and World AIDS Day on the 1st of December. This year, the theme for IPPA 55th anniversary, Ensuring the Fulfillment of Sexual and Reproductive Health and Its Related Rights for All is considered in line with the theme of World AIDS Day 2012 which is Protecting Women and Children from HIV and AIDS". IPPA regarded the two themes of this important moment as a sign of lack of understanding about sexuality and reproductive rights within all parties. This will eventually affect the access to services that have not been fully used by women and children. "IPPA East Kalimantan performed a series of activities to bring together the two abovementioned important moments and concluded it into a slogan: Stop AIDS through Gender Equality to Eliminate All Forms of Stigma and Discrimination. With this theme and slogan, not only that the stigma and discrimination is expected to be eliminated but also the participation of men or husbands in the fulfillment of women's reproductive rights and the protection of children is expected to be increased," said the Executive Director of IPPA East Kalimantan Sumadi Atmodiharjo. Also included in the events agenda, HIV / AIDS Prevention (Kamseupay) Road Show conducted by IPPA East Kalimantan and
PKBI Daerah Kalimantan Timur melaksanakan serangkaian kegiatan dalam rangka HUT PKBI ke 55 Tahun sekaligus memperingati hari AIDS se-dunia yang jatuh pada 1 Desember setiap tahunnya. Pada tahun ini, Tema HUT PKBI ke-55 adalah Memastikan Terpenuhinya Kesehatan Seksual dan Reproduksi serta Hak Terkaitnya bagi Semua dinilai sejalan dengan tema peringatan hari AIDS sedunia 2012 yaitu "Lindungi Perempuan dan Anak dari HIV dan AIDS". Kedua tema momen penting ini, dimaknai oleh PKBI Kalimantan TImur sebagai sebuah tanda bahwa masih kurangnya pemahaman semua pihak tentang hak-hak seksualitas dan reproduksi, sehingga dapat mempengaruhi akses layanan yang belum dirasakan sepenuhnya oleh kaum perempuan dan anak. PKBI Kaltim melakukan serangkaian kegiatan untuk menyatukan dua momen penting di atas dengan mengusung slogan: "Stop AIDS Melalui Kesetaraan Gender untuk Menghapus Segala Bentuk Stigma dan Diskriminasi"'. Diharapkan dengan tema dan slogan ini dapat menghapus stigma serta diskriminasi juga dapat meningkatkan partisipasi laki-laki atau suami dalam pemenuhan hak reproduksi perempuan dan perlindungan anak, ujar Direktur Eksekutif PKBI Kaltim Sumadi Atmodiharjo.
40
PKBI
MAIN THEME
41
HIV facilitators. The road show that was started from June to December 2012, aimed on teenagers at 10 schools in Samarinda. Furthermore, this event also included the following series of activity: poster, photography, short films and yells competition. The event culminated in a "Stop AIDS Samarinda" talk show which was held on December 1, 2012 in Mal Samarinda Square. The talk show was attended by 100 high school and colleges students. Besides conducting socialization, IPPA East Kalimantan also provided free health services in June 2012. Through this service, IPPA distributed additional nutrition to 30 People Living With HIV / AIDS (PLWHA). After that, in August 2012 IPPA conducted medical examinations at 3 red-light districts: Loa Hui, Bayur and Bandang Raya. There were also numerous activities conducted for IPPAs internal personnel such as meetings with IPPA branch, board of Bina Anprasa Samarinda and Kutai Kertanegara. The Chairman of IPPA East Kalimantan, Elmy Rustam, then closed these series of internal event during the commemoration of IPPA 55th anniversary on December 20, 2012 by cutting the tumpeng (the cone shaped turmeric-flavouredbrightyellow rice surrounded by assorted Indonesian dishes). The series of IPPA 55th anniversary and AIDS Day 2021 commemoration events was conducted successfully thanks to the mutual cooperation between IPPA East Kalimantan, HIV Facilitators and central and local government such as the Ministry of Social, Local Office of Social Welfare East Kalimantan, City Government of Samarinda, East Kalimantan PP and FP Agency and East Kalimantan Provincial Health Office. (Excerpted from IPPA 55th anniversary report)
Berbagai kegiatan yang dilakukan sebagai satu rangkaian diantaranya adalah Road Show Kampanye Pencegahan HIV/ AIDS ( Kamseupay) dilaksanakan oleh PKBI Kaltim dan Fasilitator HIV yang dimulai pada bulan Juni hingga Desember 2012 kepada remaja di 10 sekolah di Samarinda, acara kemudian dilanjutkan dengan serangkaian lomba poster, fotografi , film pendek dan yel-yel. Puncak acara rangkaian ini dilakukan pada talkshow Samarinda Stop AIDS yang dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 2012 di Mal Samarinda Square yang dihadiri oleh 100 orang pelajar dan Mahasiswa. Selain melakukan sosialisasi, PKBI Kalimantan Timur juga memberikan pelayanan kesehatan gratis yang dilaksanakan pada bulan Juni 2012, dengan pemberian nutrisi tambahan bagi 30 Orang yang Hidup Dengan HIV/AIDS( ODHA), kemudian pada bulan Agustus 2012 melaksanakan pemeriksaan kesehatan di 3 lokalisasi yaitu Loa Hui, Bayur dan Bandang Raya. Bagi internal PKBI, berbagai kegiatan juga dilakukan yaitu pertemuan dengan PKBI Cabang, pertemuan dengan pengasuh Bina Anaprasa Samarinda dan Kutai Kertanegara. Serangakaian acara internal ini, ditutup dengan pemotongan tumpeng oleh Ketua PHD PKBI Kaltim, Elmy Rustam, dalam acara syukuran memperingati HUT PKBI ke-55 yang dilaksanakan 20 Desember 2012. Rangkaian HUT PKBI ke -55 dan Rangkaian acara peringatan hari AIDS 2012 dapat dilakukan selain karena kekompakan kerjasama dari jajaran PKBI Kalimantan Timur dan Fasilitator HIV, juga tak kalah penting dukungan dari pemerintah pusat maupun daerah seperti Kementerian sosial, Dinas Sosial Provinsi Kaltim, Pemkot Samarinda,Badan PP dan KB Provinsi Kalimantan TImur, dan Dinas Kesehatan Prov Kaltim. ( Disarikan dari Laporan HUT PKBI ke 55 Tahun)
MAIN THEME
60 TAHUN IPPF
Atashendartini with Member Association from Oman, DR. Yasmin and one member from Lebanon at the Pan African Parliament in Johannesburg.
IPPFs60
42
th
Anniversary Celebrations
On November 29th, 60 years to the day after the organisation was founded, representatives of all of IPPFs152 Member Associations, from all over the world, come together to celebrate the Federations diamond jubilee. All of representative fromRegional OfficesandMember Associationsfrom around the globe, gathered with politicians and NGO leaders. It commemorated 6 strong decades of commitments to sexual and reproductive health rights within the human rights agenda.
PKBI
MAIN THEME
43
The event was held at the Pan African Parliament in Johannesburg and proceedings were opened by an amazing dance by The Mutanzi Youth Choice from Sowetoand a opening speech fromProfessor Osi Nuebo, the Chairman of the Pan African Parliament. He highlighted how important it was to be having these celebrations in Africa given the continent has the highest maternal mortality rates in the world. IPPF was formed in 1952 at the Third International Conference on Planned Parenthood in Bombay. Spearheaded by 8 brave and courageous women, today IPPF is the largest international organization within the sexual and reproductive health rights field. Opening the Welcome Address, IPPFs President, Naomi Seboni, stated We are here because every individual has the right to choose parenthood or not. We long for a world where gender and sexuality are no longer a source for inequality or stigma. As a member associations of IPPF, IPPA was represented by Mrs. Atashendartini Habsjah, MA at the South African 60th years celebration of IPPF. At the picture she was seen with Member Association from Oman, DR. Yasmin and one member from Lebanon at the Pan African Parliament in Johannesburg. ( Taken from IPPF Central Office Website with some adjustment)
Acara yang diselenggarakan di Parlemen Pan Afrika di Johannesburg ini dibuka dengan tarian yang menakjubkan oleh The Mutanzi Youth Choice dari Soweto serta pidato pembukaan dari Profesor Osi Nuebo, Ketua Parlemen Pan Afrika. Beliau menekankan betapa pentingnya memperingati perayaan ini di Afrika, benua dengan tingkat kematian ibu tertinggi di dunia. IPPF dibentuk pada tahun 1952 di Konferensi Internasional Ketiga tentang Planned Parenthood di Bombay. Dipelopori oleh 8 wanita pemberani, hari ini IPPF adalah organisasi internasional terbesar dalam bidang hak kesehatan seksual dan reproduksi. Dalam pidato sambutannya, Presiden IPPF Naomi Seboni menyatakan Kami berada di sini karena setiap individu berhak menentukan apakah mereka ingin menjadi orangtua atau tidak. Kami menginginkan dunia yang tak lagi menjadikan jender dan seksualitas sebagai sumber ketidakadilan atau stigma. Turut hadir untuk mewakili IPPA sebaga asosiasi anggota IPPF dalam perayaan HUT IPPF ke-60 di Afrika Selatan ini, Ibu Atashendartini Habsjah, MA. Pada gambar, beliau terlihat bersama dengan Asosiasi Anggota dari Oman, DR. Yasmin dan satu anggota dari Lebanon di Parlemen Pan Afrika di Johannesburg. (Diambil dari Situs Kantor Pusat IPPF dengan sedikit penyesuaian)
Atashendartini Habsjah
Laporan Tahunan | Annual Report 2012
MAIN THEME
ORIENTASI PENGURUS PKBI
44
PKBI
MAIN THEME
45
One of the interesting thing was found when discussing about the IPPA values applied in the program. The session revealed that even the staffs who have been with IPPA for decades are yet to fully understand the values applied in IPPA. This is an important homework for IPPA, to internalize the organizations vision and mission to its staff, especially those related to the sensitive issues such as safe abortion, contraception for teenagers, sexual and reproduction rights for LGBTIQ, and also working with sex workers. The situation was revealed when the following questions were asked to the staffs: 1. Do the staffs agree IPPA providing the reproduction health service? 2. Do the staffs agree to provide sex education to children age 4 10 years 3. Do the staffs agree PKBI working with sex workers? 4. Do the staffs agree to provide safe abortion service in the first trimester for women needing the service 5. Do the staffs agree IPPA providing contraception for teenagers? 6. Do the staffs agree IPPA fight for the sexual and reproduction rights for LGBTIQ? Responses to the questions revealed that the staffs agreed IPPA providing reproduction health service and sex education to children age 4 10. However, many participants disagreed on the statements no. 3, 4, 5, and sex.
Hal yang sangat menarik adalah ketika membicarakan mengenai klarifikasi nilai PKBI berkaitan dengan program yang dijalankan oleh PKBI. Disini dapat dilihat walaupun pengurus sudah terlibat puluhan tahun di PKBI tetapi ternyata masih memiliki nilai yang belum sesuai dengan program yang dijalankan oleh PKBI sehingga hal ini menjadi sebuah pekerjaan rumah yang cukup besar bagi PKBI dalam menjalankan visi dan misinya terutama pada nilai nilai yang sangat sensitive seperti pelayanan aborsi aman, kontrasepsi bagi remaja, hak kesehatan seksual dan reproduksi bagi LGBTIQ dan juga bekerja dengan pekerja seks. Hai ini dapat dilihat dalam orientasi ketika ditanyakan kepada seluruh peserta tentang: 1. Apakah Peserta setuju PKBI bekerja untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi 2. Apakah peserta setuju untuk memberikan pendidikan seks kepada anak usia 4 10 tahun 3. Apakah peserta setuju PKBI bekerja bersama Pekerja Seks 4. Apakah peserta setuju untuk memberikan pelayanan aborsi aman pada trimester pertama bagi semua perempuan yang membutuhkan 5. Apakah peserta setuju PKBI memberikan kontrasepsi bagi remaja 6. Apakah peserta setuju PKBI berjuang untuk hak seksual dan hak reproduksi bagi LGBTIQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transjender, Intersex, Queer) Dari hasil pertanyaan tersebut terlihat bahwa semua peserta setuju bahwa PKBI berjuang untuk memberikan pelayanan Kesehatan Reproduksi dan juga memberikan pendidikan seks bagi anak usia 4 10 tahun. Akan tetapi untuk pernyataan ke 3, 4, 5 dan 6 banyak peserta belum atau kurang setuju dengan pernyataan tersebut.
Recommendation
1. The orientation program needed to be held regularly and carefully planned and incorporated into the IPPAs budget and program 2. With regards to the clarification of values, training for staffs and board members is required to support IPPAs programs and activities that have been agreed with the National Board, to ensure the smooth program execution 3. Board members who have been participated in the orientation are required to conduct orientation program for the other chapter board to spread the knowledge among them. 4. IPPA chapters need to update the membership system. This will help ensuring the proper administration process. IPPA headquarter will develop a mechanism to synchronize the membership data.
Rekomendasi
1. Orientasi ini sebaiknya dilakukan secara rutin dan diagendakan dengan baik sehingga masuk ke dalam program kerja anggaran PKBI. 2. Berkaitan dengan klarifikasi nilai diperlukan pelatihan klarifikasi nilai untuk pengurus untuk mendukung program dan kegiatan PKBI yang telah disepakati bersama oleh Pengurus Nasional sehingga memudahkan pelaksanaannya. 3. Pengurus yang telah mendapatkan orientasi saat ini harus memberikan orientasi kepada anggota Pengurus Daerah lainnya sehingga pengetahuan tentang ke-PKBI-an akan menjadi rata diantara anggota Pengurus Daerah. 4. PKBI Daerah perlu melakukan up dating keanggotaan dengan menggunakan sistim keanggotaan yang telah diterima sehingga adminsitrasi keanggotaan secara bertahap akan tertib dan PKBI Pusat akan mengembangkan mekanisme pengiriman data keanggotaan sehingga dapat bersinergi dengan baik.
Ismi Wulandari
Laporan Tahunan | Annual Report 2012
MAIN THEME
RESTRUKTURISASI
PHN
DIREKTUR EKSEKUTIF WAKIL EKSEKUTIF
Sekdir IA PR
KOMISI AHLI
Pelaksana Penelitian & Monev & Pengembangan Pelaksanaan MIS Assisten Pelaksana MIS JTU Pelaksana Keuangan Pembukuan / Aspel Kasir
DIVISI ORMAN
UNIT PROGRAM STRATEGIS 1. WISMA Pelaksana Keuangan dan Pembukuan Ass. Pelaksana/ Pembukuan Kasir Keuangan Proyek
Pelaksana OSDM Asisten Pelaksana Sekretariat Assisten Pelaksana Assisten Pelaksana Janitor/ Driver (2) JTU
In this structure the names for structural staff in headquarter is highly varied; Unit Head of Planning, Research and Information System Management. Manager for Finance and Housing and Division Head for units handling program, organization, and management.
Dalam Struktur ini nama-nama untuk staf (pejabat) struktural di Kantor Pusat sangat bervariasi, Kepala Unit untuk bagian Perencanaan, Penelitian dan Sistem Informasi Manajemen. Manajer untuk bagian Keuangan dan Wisma, dan Kepala Divisi untuk bagian yang menangani Program, Organisasi dan Manajemen. Mekanisme kerja di kantor Pusat dalam menangani program, menjadi tugas penuh 2 bagian yang menangani program, otonomi sangat besar pada divisi tersebut untuk merancang (termasuk menyusun proposal proyek/program) , melaksanakan, memantau dan mengevaluasi suatu program tertentu.
46
Mechanism of work in the headquarter falls under the responsibility of two Division that handle program. The autonomy of the Division include designing (and developing proposal for program/project), implementing, monitoring and evaluating certain program.
PKBI
MAIN THEME
47
For an illustration, HIV/AIDS program is fully delegated to the advocacy of Health reproduction, advocacy and HIV/AIDS Division. Program planning (proposal development), implementation, training, monitoring and evaluation on HIV/AIDS program fall under the divisions responsibility, including the project staff handling the HIV/AIDS (program, monitoring evaluation and finance). The planning function is generally managed by the Head of P2S Unit, especially in relation to the annual planning relevant to IPPF, while the micro planning (project proposal to be submitted to the third party) is developed by the RP2A and Special Program Division and Health reproduction, advocacy and HIV/AIDS Division. The function of human resources management is divided between the implementation division (RP2A and Heath Reproduction) with Management and Organization Division, for instance, the recruitment process is coordinated by Management and Organization Division but staff training (including field staff) is coordinated by each division implementing programs. The mechanism allows one project/program to be handled by only one division/unit. The advantage of this mechanism is that the coordination function in event planning for one project becomes easier. On the other hand the disadvantage caused is bigger, since the other division is not being informed about the program and thus cannot give maximum contribution to the program. As an organization, the administration function becomes more complex, and it becomes more difficult to synergize potentials of different units since they were run separately. Advocacy is not centered since it is run by two divisions. Financial management is also scattered, since the financial project planner is under the division handling program with no direct line to the division handling financial.
Sebagai ilustrasi, program HIV AIDS, tugas ini didelegasikan sepenuhnya kepada divisi Kespro Advokasi dan HIV-AIDS dari mulai perencanaan (penyusunan proposal) implementasi, pelatihan, monitoring serta evaluasi tentang program/proyek HIVAIDS menjadi tanggung jawab divisi tersebut, demikian juga staf proyek termasuk staf proyek yang menangani HIV-AIDS( program, monev, keuangan) menjadi di bawah kendali Kepala Divisi Fungsi Perencanaan secara umum dikoordinir oleh Kepala Unit P2S, terutama dalam kaitan dengan perencanaan tahunan yang berkaitan dengan IPPF, sedangkan perencanaan mikro (proposal proyek untuk diajukan ke pihak lain) dikembangkan oleh Divisi RP2AK, Divisi Kespro HIV-AIDS dan Advokasi. Fungsi manajemen SDM menjadi terpisah-pisah antara Divisi implementasi (RP2A dan Divisi Kespro) dengan Diviorma, misalnya : rekruitment dikoordinir oleh Diviorma namun pelatihan staf termasuk staf lapangan dikoordinir oleh masing-masing divisi. Mekanisme ini membuat satu proyek/program ditangani oleh satu bagian/divisi saja. Keuntungannya fungsi koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan untuk satu proyek tersebut menjadi lebih mudah, namun di sisi lain kerugian yang ditimbulkan cukup besar karena fungsi divisi lain tidak mengetahui dan tidak berkontribusi maksimal terhadap proyek/ program. Sebagai sebuah organisasi, fungsi administrasi menjadi lebih kompleks, serta potensi divisi lain sulit dapat disinergikan karena masing-masing divisi berjalan sendiri. Advokasi menjadi tidak terpusat karena dijalankan oleh dua divisi, pengelolaan keuangan juga terpecah-pecah, karena pelaksana keuangan proyek di bawah kendali divisi yang menangani program, tidak ada jalur komando dengan divisi/bidang yang menangai keuangan.
The new staff structure is started to be effective on January 1, 2012, validated with the Decree of National Executive Committee No. : 1728/ AK1.01/2011 dated December 2013.
Struktur staf yang baru diberlakukan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2012, disahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Harian Nasional Nomor : 1728/AK1.01/2011 tertanggal 30 Desember 2013.
BIDANG KEUANGAN
Pelaksana Keuangan dan Pembukuan Ass. Pelaksana/ Pembukuan Kasir Keuangan Proyek
MAIN THEME
RESTRUKTURISASI
In this new structure, the names of structural staff were changed into Unit Heads, and it applies to Planning and Development, Program Implementation, Financial, Governance and Human Resources Development. While the Strategic Program/Fund Mobilization and the leading officials are called House Managers. The working mechanism in the headquarter becomes more specialized, and adjusted according to the strategic planning, with goal to improve potential of all resources, increase synergy between units in program implementation. The main function of the Planning and Development Unit is to assist the Director/Vice Executive Director in coordinating thorough planning including proposal development, monitoring, evaluation, and development of program, budgeting, organization, including conducting research, data processing and reporting, and development of management information system. The main function of the Program Planning and Development Division is to help the Executive Director/Vice Executive Director in coordinating and controlling the Sexual and Reproduction Health, including the HIV/AIDS by widening access to information, education, and quality service; improving the system to handle unwanted pregnancy, and empowering the community to support fulfillment of sexual and reproductive health, including improving the quality of program service. The main function of the Governance and Human Resources Development Division is to assist the Executive Director/Vice Executive Director in developing the organization and human resources management (staff and volunteers), as well as the secretariat, logistic, and administrative services. The main function of the Finance Unit is to assist the Executive Director/Vice Executive Director in coordinating the financial planning, management of accounting system and financial control, and management and development of the organizations source of fund. The main function of the Strategic Planning/Fund Source Mobilization, which in this case is PKBI House, is to develop efforts of fund rising to support the organizations operational. The advocacy function falls under the responsibility of the Advocacy and Communication officers that reports directly to the Executive Director/Vice Executive Director. With the new structure, the whole service program is under the coordination and control of the Program Implementation Unit, but the program/project proposal development is coordinated by the Planning and Development Division. For program/projects implementation, all units are involved in the controlling and implementing aspect, started from the program/ projects planning coordinated by Planning and Development Division, operational control by the Program Implementation Unit, financial control by Financial Division, and human resources management (including the standardization of human resources capacity building) is coordinated by Governance and Human Resources Development Division, and program/projects evaluation is coordinated by Planning and Development Division.
Dalam Struktur baru ini nama-nama untuk staf (pejabat) struktural di Kantur Pusat menjadi Kepala Bidang baik untuk Perencanaan dan Pengembangan, Pelaksanaan Program, Keuangan dan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia. Sedangkan untuk bagian Program Strategis/Mobilisasi Sumber Dana atau dalam hal ini pejabat yang memimpin Wisma disebut Manajer Wisma. Mekanisme kerja di kantor Pusat menjadi lebih spesialisasi, dan disesuikan dengan rencana strategis, dan mengembangkan seluruh potensi sumber daya, meningkatkan sinergitas antar bidang dalam melaksanakan program. Bidang Perencanaan dan Pengembangan (Renbang), dengan fungsi utama adalah membantu Direktur/Wadir Eksekutif dalam koordinasi perencanaan menyeluruh termasuk penyusunan proposal, pemantauan, evaluasi dan pengembangan terhadap: program, anggaran serta organisasi, termasuk melakukan penelitian, pengolahan data dan pelaporan, serta pengembangan sistem informasi manjemen. Bidang Pelaksananaan Program, dengan fungsi utama adalah membantu Direktur Eksekutif/Wadir Eksekutif dalam mengkoordinasikan dan pengendalian program Kesehatan Seksual dan Reproduksi termasuk HIV-AIDS dengan memperluas akses informasi, pendidikan dan pelayanan berkualitas; mengembangkan upaya penanganan Kehamilan yang Tidak Diiginkan, dan penguatan masyarakat guna pemenuhan hak-hak seksual dan reproduksi, termasuk mengembangkan standar kualitas pelayanan program. Bidang Pengembangan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia, dengan fungsi utama adalah membantu Direktur/Wadir Eksekutif dalam pengembangan kelembagaan organisasi dan manajemen sumber daya manusia (staf dan relawan) serta pelayanan kesekretaritan, logistik dan administrasi umum Bidang Keuangan, dengan fungsi utama adalah membantu Direktur/ Wadir Eksekutif dalam mengkoordinasikan perencanaan keuangan, pengelolaan sistem akuntansi dan kontrol keuangan, serta pengelolaan dan pengembangan sumber dana perkumpulan Bidang Program Strategis/Mobilisasi Sumber Dana, dalam hal ini Wisma PKBI, dengan fungsi utama adalah mengembangkan usaha penggalian sumber dana (Fundrising) untuk mendukung operasional PKBI. Fungsi Advokasi dibawah tanggung jawab Pelaksana Advoksi dan Komunikasi yang langsung bertanggung jawab kepada Direktur/Wadir Eksekutif. Dengan struktur baru seluruh program layanan berada dalam koordinasi dan pengandalian Bidang Pelaksanaan Program, namun penyusunan proposal program/proyek dikoordinasikan bidang Renbang. Dalam hal implentasi program/proyek, seluruh Bidang terlibat dalam pengendalian dan pelaksanaan program, diawali dengan penyusunan yang koordinasinya oleh bidang Renbang, pengendalian operasional kegiatan oleh bidang Pelaksanaan Program, pengendalian keuangan program/proyek oleh bidang Keuangan dan pengelolaan SDM termasuk standarisasi peningkatan kapasitas SDM dikoordinasikan oleh bidang Kelembagaan dan SDM, Evaluasi program/proyek dikoordinasikan oleh bidang Renbang.
48
Nanang Munajat
PKBI
PELAYANAN
49
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
HIV
ADVOKASI
50
PKBI
51
KELEMBAGAAN
FINANCIAL REPORT
52
PKBI
FINANCIAL REPORT
53
FINANCIAL REPORT
54
PKBI
FINANCIAL REPORT
55
FINANCIAL REPORT
56
PKBI
FINANCIAL REPORT
57
BOARD OF IPPA
Advisory Ny. Hj. Sophie Sarwono Drs. Rizal Malik, MA dr. Kartono Mohamad Chairperson Dr. Sarsanto Wibisono Sarwono, SpOG Vice Chairperson I Atashendartini Habsjah, MA Vice Chairperson II
Lelyana Y Santosa, SH
SUPERVISOR BOARD
Chairperson of Medical Expert: Prof. Herkutanto
Chairperson of Adolescent and Children: Drs. Chandra Novriadi, MM Chairperson of Advocacy: Prof. Ruswiyati Chairperson of Women and Gender: Prof. DR. Sri Moertiningsih Adisoetomo, MA Chairperson of Organization Development and Voluntary: Ichsan Malik, MSi Chairperson of Legal and Ethic: Teddy Soemantri, SH Chairperson of Resource Mobilization: Ir. Bagus Evan Tabadjaja
CHAPTER EXECUTIVE DIRECTORS Nanggroe Aceh Darussalam : Asmawati Achmad North Sumatera : Rahmadani Hidayatin Riau : Retno Mayang Sari West Sumatera : Firdaus Jamal Bengkulu : Harmudya Jambi : Helfi Rahmawati South Sumatera : Amirul Husni Lampung : Herdi Mansyah Jakarta : Edi Soegiarto West Java : Dian Mardiana Central Java : Elisabet Setya Asih Yogyakarta : Maesur Zaky East Java : Okto Reno Eko Suyitno Bali : I Ketut Sukanata West Nusa Tenggara : Widodo Adi Cahyono East Nusa Tenggara : Markus Ali Brandi West Kalimantan : Mulyadi H. Dj South Kalimantan : Hapniah East Kalimantan : Sumadi Atmodihardjo Central Kalimantan : Mirhan North Sulawesi : Jennifer C. Mawikere Central Sulawesi : Yospina Liku Labi South Sulawesi : Andi Iskandar Harun Papua : Lilis Rumadaul Papua Barat : Olaf Frans Krey Riau Islands : Achmad Syahroni
58
PKBI
59
PKBI PUSAT Jl. Hang Jebat III/ F3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120 Phone: 021-7207372 | Fax: 021-7394088 e-mail: ippa@pkbi.or.id www.pkbi.or.id Facebook page : PKBI (IPPA Headquarter) Twitter : @suarapkbi