You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

Keberhasilan transfusi whole blood atau komponen darah yang lebih spesifik telah menyelamatkan banyak jiwa dan mendukung perkembangan operasi modern dan kemoterapi kanker. Transfusi untuk menyelamatkan nyawa pertama kali dilakukan 200 tahun yang lalu oleh James Blundell pada tahun 1818. Keamanan transfusi darah telah banyak mengalami perbaikan. Banyak pemeriksaan telah dikembangkan dan diterapkan untuk mendeteksi penyakit menular yang dapat ditransmisikan melalui transfusi. Teknik diagnostik molekuler baru telah diteliti untuk memperbaiki sensitivitas pemeriksaan untuk analisa donor darah. Transfusi merupakan transplantasi jaringan hidup yang mengandung banyak sumber manusia yang kompleks yang juga membawa potensi efek samping yang tidak diinginkan pada penerima atau resipien. Beberapa risiko transfusi sekarang telah diketahui namun ada juga yang belum. Untuk itu perlu penilaian yang teliti dari risiko-risiko yang ada. Transfusi berdasarkan sumber darah donor dibedakan menjadi dua : 1. Allotransfusi atau darah berasal dari orang lain. 2. Autotransfusi atau darah berasal dari resipien sendiri.

Sedangkan indikasi transfusi darah adalah : a. Penggantian volume darah karena kehilangan darah akut. b. Kekurangan eritrosit c. Defisiensi faktor koagulasi d. Berkurangnya jumlah leukosit atau trombosit e. Open heart surgery f. Transfusi tukar

BAB II BIOLOGI DARAH


Darah adalah jaringan khusus yang mengandung sejumlah tipe sel hidup yang melayang pada cairan yang disebut plasma. 55% darah terdiri atas plasma (90% air dan 10% zat terlarut) dan sisanya sel sel darah, yaitu : 1. Eritrosit ( sel darah merah, merupakan komponen sel darah yang paling banyak) dengan masa hidup 4 bulan sebelum didaur ulang di limpa. 2. Leukosit ( termasuk neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, limfosit B dan limfosit T). Masa hidup leukosit adalah sekitar bervariasi 18 36 jam sampai satu tahun. 3. Trombosit, masa hidupnya 9 10 hari. 1,2

Plasma cairan dalam darah yang mengandung garam, glukosa, asam amino, vitamin, urea, protein, dan lipid Sel leukosit / buffy coat berperan pada sistem imun Trombosit berperan pada pembekuan darah Eritrosit berperan pada transport oksigen

Gambar 1. Komposisi darah Tabel 1. Beberapa Zat yang penting yang ada dalam darah.
1

Zat Oksigen Karbondioksida Protein (contohnya albumin) Fakor pembekuan darah Antigen dan antibodi Bakteri dan virus

Tempat Eritrosit Plasma Plasma Plasma Plasma Plasma

Keterangan Ditransportkan dari paru-paru keseluruh sel untuk respirasi Ditransportkan dari seluruh sel menuju paru-paru untuk ekskresi Persediaan asam amino Minimal 13 zat yang berbeda (terutama protein) yang dibutuhkan untuk membuat pembekuan darah Bagian sistem imun

Bila darah diambil melalui pungsi vena dan dibiarkan membentuk bekuan darah, bekuan darah tersebut secara perlahan akan mengkerut dan mengeluarkan cairan jernih yang disebut serum, yaitu plasma darah tanpa mengandung fibrinogen dan faktor pembekuan. 1 Pada permukaan eritrosit ditemukan beberapa ratus antigen golongan darah, namun tidak semuanya penting secara klinis karena adanya ekspresi yang lemah, polimorfisme yang rendah, dan imunogenisitasnya lemah. Beberapa antigen yang penting karena antibodi terhadapnya akan mengurangi masa hidup sel yang mengandung antigen tersebut. 1

TPD

Multipoten t Stem cell IL 7

IL-4

Limfosit B

Myeloid progenitor
GM-CSF EPD

Lymphoid progenitor
IL-2

Limfosit T

Granolocyte / Macrophage Progenitor

Megakaryocyt e / eritroid progenitor

M-CSF G-CSF
Monocytes & Dendritic cells

Red blood cells


TPD IL-11

IL-3 Neutrophils

IL-5

Megacaryocytes Platelates

Basophils

Eosinophils

Granulocytes

Gambar 2. Diferensiasi sel darah

Antigen adalah zat yang dikenali sebagai benda asing dalam tubuh dan akan menimbulkan respon imun melalui dibentuknya antibodi yang bereaksi spesifik terhadap antigen tersebut. Antibodi yang diproduksi oleh tubuh sebagai reaksi imun adalah immunoglobulin (Ig) dan terdiri atas dua macam : IgM dan IgG. Ekspresi gen pada permukaan sel, dalam hal ini sel darah, menjadi antigen apabila sel tersebut dimasukkan ke dalam sirkulasi individu lain seperti pada proses transfusi. Hal ini dapat menimbulkan respon imun dari tubuh resipien. Respon imun terhadap antigen sel darah individu lain ini disebut aloimunisasi.

SISTEM GOLONGAN DARAH 1. Sistem Penggolongan Darah ABO Golongan darah yang paling dikenal dan penting dalam dunia medis adalah grup ABO. Penggolongan ini ditemukan pada tahun 1900 dan 1901 oleh Karl Landsteiner ketika melakukan uji silang antara eritrosit dengan serum dari darah lain, terdapat beberapa sampel yang terjadi aglutinasi. Eksperimen ini menemukan bahwa ada dua jenis antigen yang terdapat pada permukaan eritrosit (juga pada seluruh tubuh) dan dua jenis antibodi yang terdapat serum, kombinasi dari keempatnya menentukan golongan darah individu. 2-4 Setiap individu memiliki antibodi terhadap antigen permukaan sel eritrosit yang tidak dimilikinya, kecuali pada golongan darah AB yang memiliki kedua jenis antigen (isoaglutinin) secara bersama-sama. Antibodi tersebut yang menimbulkan reaksi aglutinasi. Antibodi ini sudah dimiliki tubuh sejak usia 3 6 bulan. 2-4 Antibodi anti B + + -

Golongan darah ABO A B O AB

Antigen A + +

Antigen B + +

Antibodi anti A + + -

Tabel 2. Golongan Darah ABO

Keberadaan antibodi dalam serum sesuai dengan antigen pada permukaan eritrosit : Yang hanya memiliki antigen A pada permukaan eritrositnya akan memiliki anti-B di dalam serumnya (golongan darah A). Yang hanya memiliki antigen B pada permukaan eritrositnya akan memiliki anti-A dalam serumnya (golongan darah B). Yang memiliki kedua antigen A dan B pada eritrositnya tidak memiliki anti-A maupun anti-B dalam serum (golongan darah AB). Golongan darah ini tidak membentuk antibodi ABO atau disebut juga resipien transfusi universal.

Yang tidak memiliki antigen A ataupun B sama sekali akan memiliki kedua antibodi antiA dan anti-B (golongan darah O). Golongan darah ini tidak akan mengalami penolakan bila diberikan pada golongan darah lainnya atau disebut juga sebagai donor universal untuk transfusi, namun mereka hanya dapat menerima golongan darah yang sama. 4 Golongan darah ABO diturunkan melalui gen pada kromosom 9, dan tidak berubah

karena pengaruh lingkungan selama hidup. Golongan darah ABO ditentukan penurunan 3 alel (A, B, dan O) dari masing-masing orang tua.

Alel orang tua

A AA (A) AB (AB) AO (A)

B AB (AB) BB (B) BO (B)

O AO (A) BO (B) OO (O)

A B O

Tabel 3. Kemungkinan alel ABO orang tua ada pada baris dan kolom pertama. Genotip 3 keturunan ditulis dalam huruf hitam dan fenotipe dalam huruf merah.

Baik alel A dan B bersifat dominant terhadap O. Individu yang memiliki genotipe AO akan memiliki fenotipe A, dan individu yang memiliki fenotipe O memiliki genotipe OO. Sedangkan alel A dan B kodominan, sehingga bila individu memiliki genotipe AB maka individu tersebut juga memiliki fenotipe yang sama dan tes aglutinasi akan menunjukkan individu tersebut memiliki kedua karakteristik golongan darah A dan B.3-5

Pada populasi di daerah Amerika Utara ditemukan komposisi golongan darah tersebut adalah :5 Frekuensi Golongan Darah Golongan Darah O A B AB Antigen Eritrosit H A B A dan B Serum Antibodi Putih Isoaglutinin A dan B Isoaglutinin B Isoaglutinin A 45 40 11 4 Hitam 49 27 20 4 Native Amerika 79 16 4 <1 Asia 40 28 27 5

Tabel 4. Golongan Darah ABO

Pada populasi Afrika dan Asia frekuensi golongan darah B terdapat lebih banyak daripada komposisi di Amerika, yakni 27% dan 20%.5 2. Sistem Penggolongan Darah Rhesus Penggolongan darah RH ditemukan oleh Karl Landsteiner dan Alexander Wiener pada tahun 1940. Golongan darah ini mungkin merupakan yang paling kompleks karena melibatkan 45 antigen yang berbeda pada permukaan eritrosit yang dikontrol oleh dua gen pada kromosom 1. Dari sejumlah antigen tersebut, terdapat 5 antigen mayor yang menjadi determinan fenotipe, yaitu D, E/e, dan C/c. Gen-gen ini selalu ada dalam bentuk bertiga dalam berbagai kombinasi dengan satu set diperoleh dari orang tua. Tetapi antigen D adalah yang paling kuat menimbulkan alloantigen dan bersifat dominan. Ekspresinya gen tersebut terdapat pada sel eritroid dan megakariosit awal.4-6 Bila individu yang memiliki antigen D dalam genotipe heterozigot maka individu tersebut memiliki fenotipe Rhesus positif dan yang tidak memiliki antigen tersebut (homozigot) disebut sebagai Rhesus negatif. Terdapat sekitar 15% dari populasi yang Rhesus negatif dan paparan terhadap darah Rhesus positif akan menstimulasi timbulnya aloantibodi.4 Pada ras kaukasia sekitar 15% populasi memiliki Rh negatif.4

BAB III BIOLOGI TRANSFUSI DARAH

3.1. TES KOMPATIBILITAS Sebelum darah diberikan kepada resipien, dilakukan dulu serangkaian prosedur untuk memeriksa kompatibilitas darah donor dengan darah resipien untuk memastikan sedapat mungkin menekan terjadinya reaksi transfusi pada pasien serta eritrosit dapat mencapai masa hidup maksimum setelah diberikan.9 Tes kompatibilitas yang dilakukan adalah:4,9 o o o o Memeriksa catatan pasien : golongan darah, riwayat dan alasan transfusi darah bila ada. Melakukan penggolongan darah ABO pada sampel darah pasien. Melakukan penggolongan darah Rh pada sampel darah pasien. Melakukan uji kecocokan terakhir : o Major matching : mencocokkan serum pasien dengan eritrosit donor. Minor matching : mencocokkan eritrosit pasien dengan serum donor.

Pemeriksaan DAT dan IAT DAT/ Direct Antiglobulin Test Mendeteksi antibodi atau komplemen yang menyelubungi permukaan eritrosit. Sebelum dilakukan tes eritrosit dicuci dengan garam fisiologis untuk menghilangkan antibodi dan komplemen yang tidak terikat, kemudian ditambahkan AHG (anti human serum globulin). Bila pada eritrosit terdapat antibodi, kaki Fab dari AHG berikatan pada kakai Fc antibodi yang terikat pada eritrosit. IAT/ Indirect Antiglobulin Test Mendeteksi antibodi pada serum. Serum atau plasma yang diperiksa diinkubasi dengan eritrosit sehingga bila ada antibodi maka akan berikatan dengan eritrosit. Eritrosit kemudian dicuci untuk menyingkirkan globulin yang tidak terikat kemudian ditambahkan AHG. Bila terjadi aglutinasi berarti terdapat antibodi terhadap antigen eritrosit.

Gambar 3. Direct Antiglobulin Test

Gambar 4. Indirect Antiglobulin Test

Uji kecocokan ini dilakukan untuk memastikan tidak ditemuinya antibodi dalam darah pasien yang akan beraksi dengan donor. 3.2. KOMPONEN KOMPONEN DARAH PADA TRANSFUSI

Gambar 5. Komponen Whole blood.

1. Whole Blood Whole blood merupakan darah secara keseluruhan yang mengandung plasma dan sel secara lengkap, biasanya digunakan untuk pasien yang kehilangan banyak darah (>25%) dan diberikan untuk memperbaiki volume darah dan memberikan kapasitas transport oksigen bila komponen darah yang lain tidak tersedia. Untuk mempertahankan viabilitas eritrosit,

whole blood disimpan pada suhu 4C, namun terjadi disfungsi trombosit dan degradasi beberapa faktor koagulasi. Dengan berjalannya waktu kandungan 2,3-BPG semakin menurun yang membuat afinitas hemoglobin terhadap oksigen dan kemampuan untuk mentransport oksigen menurun.
8,9

Whole blood jarang diberikan kepada pasien karena banyak komponen yang terbuang dan pada kondisi tertentu berbahaya bila memberikan komponen darah yang tidak diperlukan. Dan juga jarang terdapat karena biasanya dibagi menjadi komponenkomponennya.8,9

2. Packed Red Cells Komponen ini meningkatkan kapasitas mengangkut oksigen pada pasien anemia. Oksigenasi yang adekuat dapat dipertahankan pada kadar hemoglobin 7 g/dL atau kurang pada pasien normovolemi tanpa penyakit jantung. 9 Satu unit PRC mengandung sekitar 200 mL eritrosit, 100 mL cairan aditif dan setara dengan 30 mL plasma. Masa hidupnya tergantung pada zat aditif dan antikoagulan yang digunakan, biasanya sekitar 42 hari. PRC harus disimpan pada suhu 1 - 6C. Transfusi 1 unit PRC dapat meningkatkan 1 g/dL dan hematokrit 2-3% pada orang dewasa dengan berat 70 kg. Komponen darah ini dapat diberikan pada pasien anemia, gagal ginjal, keganasan, dan perdarahan gastrointestinal.10 Keputusan pemberian transfusi sebaiknya berdasarkan situasi klinis dan bukannya nilai laboratorik semata. 9

3. Trombosit atau Tc Komponen ini berperan pada proses pembekuan darah. Komponen ini digunakan untuk mencegah perdarahan masif pada trauma, dalam kondisi trombositopenia, dan pada pasien dengan fungsi trombosit yang abnormal.9 Trombosit yang didapat dari seorang donor dikemas dalam 200-400 mL plasma dan mengandung minimal 3.0 x 1011 trombosit atau setara dengan trombosit yang diperoleh dari 6-8 whole blood dan merupakan dosis yang adekuat untuk ukuran dewasa. TC dapat bertahan selama 5-7 hari pada suhu penyimpanan 20-24C.9 Pada pasien trombositopenia tanpa disertai peningkatan konsumsi trombosit (splenomegali, demam, DIC), transfusi 6 8 unit trombosit (sekitar 1 unit per 10 kg BB)

diharapkan dapat meningkatkan jumlah trombosit 5000 10.000 /L. Batas profilaksis perdarahan pada pasien trombositopenia yang digunakan adalah 10.000/ L dan pada pasien tanpa demam atau infeksi dan 5000/ L . Untuk pasien yang akan menjalani prosedur invasif digunakan batas 50.000/ L.9,10 Pasien yang memperoleh transfusi berulang mungkin telah membentuk antibodi terhadap HLA dan antigen trombosit sehingga peningkatan jumlah trombosit pascatransfusi tidak seperti yang diharapkan. Untuk mengurangi risiko ini sebaiknya komponen trombosit melalui prosedur tertentu untuk mengurangi kandungan leukositnya.9

4. Fresh Frozen Plasma (FFP) FFP mengandung faktor koagulasi dan protein plasma : fibrinogen, antitrombin, albumin, dan juga protein C dan S. FFP merupakan komponen aselular dan tidak menularkan infeksi intraselular. Pasien yang mempunyai defisiensi IgA sebaiknya menerima FFP dari donor dengan kondisi yang sama. Indikasi penggunaan FFP adalah koreksi koagulopati, memasok kekurangan
9,10

protein

plasma,

dan

terapi

thrombotic

thrombosytopenic purpura (TTP).

Masa kadaluarsa komponen ini adalah 365 hari dan harus ditransfusikan dalam waktu 24 jam setelah dicairkan. FFP harus disimpan pada suhu -18C sedangkan plasma yang telah dicairkan harus disimpan dalam suhu 1-6C. 9,10 Transfusi FFP diberikan untuk meningkatkan kandungan faktor pembekuan pada pasien yang mengalami defisiensi. Tiap unit FFP meningkatkan kandungan faktor pembekuan 2-3% pada orang dewasa. 9,10

5. Cryoprecipitate Kriopresipitat adalah sumber fibrinogen (150 mg), faktor VIII (80 IU), faktor von Willebrand (vWF), faktor XIII dan fibronektin. Tiap cryo mengandung 15 mL plasma. Masa kadaluarsa komponen ini adalah 365 hari dan harus ditransfusikan dalam waktu 4 jam setelah dicairkan. Kriopresipitat harus disimpan pada suhu -18C sedangkan plasma yang telah dicairkan harus disimpan dalam suhu ruangan. 9,10

6. Granulosit

10

Granulosit yang diperoleh melalui proses aferesis digunakan untuk pasien neutropenia (<200/L) dan yang terdeteksi terancam oleh infeksi bakteri atau jamur yang tidak respon terhadap antibiotik. Juga dapat diberikan pada neonatus yang mengalami sepsis dan pasien dengan infeksi yang memiliki defek pada fungsi neutrofil.10 Masa hidup granulosit adalah 24 jam dan disimpan pada suhu 20-24C.10 7. Komponen darah yang dimodifikasi10 a. Komponen leukosit dikurangi b. Diradiasi c. Washed 8. Fraksi plasma10 a. Albumin b. Fraksi plasma protein c. Gamma globulin d. Derifat faktor pembekuan 3.3. EFEK SAMPING TRANSFUSI Saat ini transfusi darah sudah menjadi jauh lebih aman, namun masih terdapat beberapa efek samping yang tetap terjadi meskipun dari pemeriksaan sebelumnya dinyatakan bahwa darah tersebut cocok. Efek samping ini dibagi menjadi tiga kelompok :4-10 1. Immune-mediated reactions, dibagi menjadi immediate dan delayed. 2. Nonimmunologic reactions Efek ini disebabkan oleh sifat fisik dan kimia dari komponen darah yang disimpan dan bahan aditifnya. 3. Infeksi

1. Immune Mediated Reactions Transfusi komponen darah dapat menstimulasi imunologi dan efek lain pada pasien. Terdapat beberapa efek imuniologis dan efek lainnya termasuk stimulasi aloantibodi terhadap antigen plasma sel dan protein plasma, transfer pasif antibodi terhadap antigen yang sama, transfer pasif sel efektor imun (limfosit), dan transmisi agen infeksius yang mempengaruhi sistem imun (contohnya HIV). Reaksi antigen-

11

antibodi menyebabkan berbagai peristiwa yang dimediasi imun, termasuk hemolisis, reaksi alergi, dan anafilaksis. Transfusi juga dapat menimbulkan imunosupresi, meskipun mekanismenya masih kontroversial.4,9 Kecepatan pembersihan eritrosit yang ditransfusikan pada pasien dipengaruhi faktor humoral, yaitu isoantibodi dan alloantibody atau karena kombinasi mekanisme imun humoral dan selular. Meskipun faktor yang mempengaruhi proses ini kompleks, kecepatan pembersihan eritrosit yang ditransfusikan dapat diperkirakan dengan pengetahuan tentang antigen yang terlibat. Beberapa faktor yang menentukan kecepatan bersihan eritrosit dari sirkulasi pada respon alloimun meliputi :4,9 o o o o o o o o o Konsentrasi antibodi dalam plasma Rentang suhu tertentu di mana antibodi bekerja secara efektif Klas dan subklas antibodi Densitas antigen eritrosit Karakteristik biokimia antigen eritrosit Aktivasi komplemen Interaktivitas makrofag Jumlah eritrosit inkompatibel yang ditransfusikan Adanya komponen komplemen plasma

Antibodi mencari antigen spesifik

Antibodi mengaglutinasi eritrosit

Gambar 6. Aglutinasi eritrosit karena adanya antibodi

a. Immediate Hemolytic Transfusion Reactions/ Reaksi Hemolitik Intravascular Terjadi bila terdapat komplemen yang terikat pada permukaan sel donor yang menyebabkan serangan kompleks (C5-9) dan melisiskan eritrosit donor. Penyebab yang paling sering adalah inkompatibilitas ABO. Aktivasi dan fiksasi komplemen

12

menyebabkan destruksi eritrosit dan melepaskan agen vasoaktif (C5a) dan materi prokoagulan, sejumlah besar kompleks imun dibentuk. Bisa juga terjadi gagal ginjal karena deposisi kompleks imun dan hipoperfusi. 4,9 Bila didapati gejala reaksi hemolitik (sianosis, tekanan substernal, nyeri abdomen, hipotensi, perdarahan, hemoglobinuria, dan oliguria) maka transfusi harus segera dihentikan, pasien diberikan cairan dan diuresis (dengan furosemid atau manitol). Pada pasien tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar LDH, bilirubin indirek, PT, aPTT, fibrinogen dan jumlah trombosit. Mayoritas reaksi hemolitik ini disebabkan kesalahan pada label dan salah mengidentifikasi darah atau pasien. 4

b. Delayed Hemolytic Transfusion Reactions/ Reaksi Hemolitik Ekstravaskular Disebabkan oleh IgG yang diproduksi setelah paparan terhadap antigen asing melalui transfusi dan kehamilan. Paling sering terjadi pada sistem Rhesus dan beberapa antigen seperti Kell, Kidd, dan Duffy. Reaksi ini timbul 3-10 hari sesudah transfusi.4,5,9 IgG dan komplemen yang berikatan dengan membran eritrosit donor berikatan dengan reseptor spesifik pada makrofag dan kemudian difagositosis atau dihancurkan oleh sel NK.4,5,9 Gejala yang timbul adalah demam, menggigil, nyeri punggung, pinggang, atau nyeri abdomen. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia, peningkatan LDH, dan pemeriksaan DAT positif.4,5

c. Hemolytic Disease of the Newborn Inkompatibilitas antara ibu dan janin terjadi bila ibu memiliki Rh negatif sedangkan ayah memiliki Rh positif, sehingga dapat dipastikan bahwa janin memiliki Rh positif. 6,9

13

Tabel 5. Pola penurunan Rhesus

Antibodi ibu dapat melewati plasenta dan menghancurkan sel darah merah. Risikonya meningkat seiring dengan jumlah kehamilan. Pada populasi Eropa sekitar 13% bayi mempunyai risiko terjadinya HDN. Jumlah ini dapat diturunkan dengan pencegahan.6 Pada kehamilan pertama biasanya tidak ada masalah inkompatibilitas. Namun kehamilan selanjutnya dapat mengalami masalah yang cukup fatal, risiko ini meningkat pada tiap kelahiran. 6 Nutrisi dan antibodi ibu masuk melalui sawar darah plasenta ke fetus. Pada kehamilan pertama biasanya tidak ada antibodi anti Rh+ kecuali ibu pernah kontak dengan darah Rh+.
Gambar 7. Fetus di dalam uterus (tali pusat dan plasenta menghubungkan janin dengan ibu)

Pada saat kelahiran terjadi rupture plasenta

sehingga beberapa eritrosit janin masuk ke dalam sistem sirkulasi ibu dan menstimulasi terbentuknya antibodi terhadap antigen darah Rh+. 6,9

14

Gambar 8. Inkompatibilitas ibu dan janin

Pada kehamilan selanjutnya terjadi transfer antibodi, termasuk antibodi anti Rh+ yang bereaksi dengan darah fetus dan menyebabkan banyak eritrosit aglutinasi dan lisis. Pada neonatus terjadi anemia yang dapat mengancam kelangsungan hidup karena kurangnya oksigen dalam darah. Bayi tersebut biasanya ikterik, demam, edema, terdapat hepatomegali dan splenomegali. Kondisi ini disebut eritroblastosis fetalis. Terapi standarnya adalah memberikan transfusi tukar darah Rh+ sesegera mungkin kepada bayi untuk menghilangkan antibodi anti Rh+. 6 Antibodi anti-Rh juga dapat diproduksi pada individu Rh- karena menerima transfusi yang tidak sesuai. 6 Inkompatibilitas antara ibu-janin dapat disebabkan golongan darah ABO namun sangat jarang terjadi, kurang dari 1% kelahiran, dan biasanya gejalanya tidak berat. Biasanya terjadi bila ibu dengan golongan darah O memiliki janin dengan golongan darah A, B, atau AB. Gejala biasanya bayi ikterik, anemia ringan, dan peningkatan kadar bilirubin.6

d. Destruksi trombosit Mayoritas disebabkan oleh antibodi terhadap HLA pada leukosit dan beberapa kasus disebabkan oleh antigen trombosit spesifik. Reaksi ini dapat dicegah dengan penggunaan filter leukoreduksi. 4,5 Reaksi yang timbul berupa purpura pascatransfusi yang terjadi 5-12 hari setelah transfusi. Mekanismenya masih belum dimengerti. Biasanya terjadi pada wanita

15

yang telah terimunisasi sewaktu hamil. Biasanya kondisi ini akam membaik dalam waktu 1 minggu 1 bulan tanpa terapi. Pada kasus yang berat terapi yang efektif adalah plasmaferesis dan gamma globulin.4

e. Reaksi demam nonhemolitik Reaksi ini ditandai dengan demam dan menggigil disertai dengan peningkatan suhu 1C. Diagnosa ditegakkan bila semua kemungkinan demam pada pasien sudah disingkirkan. Mekanismenya mungkin disebabkan oleh antibodi terhadap leukosit dan antigen HLA sehingga pasien dengan riwayat transfusi berulang dan multipara mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pencegahannya adalah penggunaan filter leukoreduksi pada komponen darah. Insidennya dapat dikurangi dengan memberikan premedikasi antipiretik.5,9 Apabila komponen darah yang diberikan mengandung banyak limfosit, efek samping yang mungkin terjadi adalah GVHD (Graft Versus Host Disease). Reaksi ini terjadi bila jumlah limfosit yang masuk pada saat transfusi lebih dominan daripada imunitas resipien. Manifestasi klinis biasanya timbul 8-10 hari. GVHD biasanya terjadi pada pasien imunokompromi kecuali pada HIV.5,9

f. Reaksi alergi Reaksi hipersensitivitas ini timbul terhadap komponen protein plasma donor berupa timbulnya urtikaria. Reaksi ringan dapat diatasi dengan menghentikan transfusi sementara dan memberikan antihistamin (difenhidramin 50 mg oral ataupun intramuskular).9 Pencegahan dengan premedikasi antihistamin diberikan pada pasien dengan riwayat alergi pada transfusi sebelumnya dan diberikan komponen darah yang telah dicuci.5,9

g. Reaksi anafilaktik Terjadi pada resipien dengan defisiensi IgA sehingga individu dengan defisiensi IgA sebaiknya menerima plasma dengan kondisi yang sama atau komponen darah yang sudah dicuci.5

16

Gejalanya meliputi sesak, batuk, mual dan muntah, hipotensi, bronkospasme, kehilangan kesadaran, gagal napas, dan syok.5 Bila terjadi reaksi ini transfusi harus segera dihentikan dan pasien diberikan epinefrin. Pada kasus berat diperlukan pemberian steroid.4,5

h. Transfusion-related acute lung injury Terjadi bila pada plasma donor mengandung antibodi anti-HLA dalam titer yang tinggi yang menyebabkan agregasi leukosit pada pembuluh darah pulmoner dan melepaskan mediator vasodilatasi.4 Pada pasien timbul gejala demam, menggigil, batuk kering, sesak, dan hipotensi 4-6 jam setelah transfusi. Ada foto roentgen thoraks ditemukan edema pulmoner nonkardiogenik dan infiltrat interstisial bilateral. 4 Terapinya suportif dan prognosisnya bonam, pasien biasanya sembuh.4 2. Nonimmunologic Reactions 9 Overload cairan Hipotermi Komponen darah yang dibekukan bila diberikan dalam waktu yang cepat dapat menyebabkan disritmia karena SA node terpapar pada air dingin. Toksisitas elektrolit Overload Fe Gejala dan tanda overload besi yang mempengaruhi endokrin, fungsi hepar dan jantung timbul setelah transfusi 100 unit PRC.

3. Komplikasi Infeksi Transfusi dapat diikuti infeksi berbagai mikroorganisme, hanya sebagian dapat dideteksi dengan metode skrining yang ada. Mikroorganisme yang didapati dalam komponen darah yaitu 5,9 : o Virus : Virus Hepatitis C, Virus Hepatitis B, Virus Hepatitis G, HIV , Cytomegalo virus, Human T lymphotrophic virus, Parvovirus B-19. o Bakteri : sifilis

17

Parasit : malaria

Saat ini seluruh darah donor di PMI di Indonesia diperiksa virus hepatitis C, antigen virus hepatitis B, HIV, dan sifilis.5,9

Infeksi Hepatitis C Hepatitis B HTLV-I/ II HIV-1

Risiko/ Unit Transfusi 1 : 103.000 1 : 63.000 1 : 640.000 1 : 675.000


5

Tabel 6. Infeksi Menular Melalui Transfusi

18

BAB IV RINGKASAN

1. Transfusi darah adalah tindakan memberikan darah atau komponen-komponen darah donor kepada resipien. Dengan semakin berkembangnya pengetahuan tentang darah, bidang operatif dan penatalaksanaan kanker maka penggunaan transfusi pun semakin luas. 2. Pada komponen darah ditemukan antigen-antigen, beberapa di antaranya berperan dominan dan digunakan dalam menentukan golongan darah yaitu Sistem Golongan Darah ABO dan Sistem Golongan Darah Rhesus. 3. Darah transfusi dipisahkan menjadi komponen-komponen yang diberikan sesuai dengan kebutuhan resipien untuk memaksimalkan efek dan mengurangi komplikasi. 4. Komplikasi yang dapat terjadi pada transfusi meliputi reaksi yang dicetuskan oleh sistem imun, karena kandungan komponen darah dan infeksi yang ditularkan melalui komponen darah. 5. Pemberian transfusi darah harus memperhatikan indikasi yang tepat, penggunaan komponen darah yang tepat dan kompatibel, adanya skrining yang teliti dan adekuat untuk mencegah berbagai macam penularan infeksi.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Blood and Blood Cells. Dari : http://www.biologymad.com/master.html?http://www.biologymad.com/BloodCirc/BloodCi rc.htm 2. Blood Components. Dari : http://anthro.palomar.edu/ 3. ABO Blood Types. Dari : http://anthro.palomar.edu/ 4. Telen M.J. Blood Groups, Immunologic Hazards of Transfusion, and Hemolytic Disease of the Newborn. In : Samters Immunologic Diseases Vol.2. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2001 : 758-768. 5. Viele M, Donegan E. Blood Banking & Immunohematology. In : A Lange Medical Book : Medical Immunology, 10th Ed. USA. McGraw-Hill, 2003 : 250-259. 6. Production of Components from Whole Blood. Dari : http://www.wcredcross.org/ 7. 4 Blood Components. Dari : http://www.pathology.med.umich.edu/ 8. Dzieczkowski, Anderson K.C. Transfusion Biology and Therapy. In: Harrisons Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill, 2005: 662-667. 9. Blood Transfusion. Dari:

http://repository.uobabylon.edu.iq/2010_2011/4_1247_763.pdf
10. Complications Of Blood Transfusion. Dari:

http://www.transfusionmedicine.ca/book/export/html/68

20

You might also like