You are on page 1of 11

PAPO

PENYAKIT ARTERI PERIFER OKLUSI


* Oklusi Arteri Perifer baik Akut maupun Kronis *

A.Oklusi Arteri Perifer Akut


DEFINISI Oklusi Arteri Perifer didefinisikan sebagai gangguan dari suplai darah pada tungkai yang sebelumnya bersirkulasi stabil yang menghasilkan gejala nyeri saat istirahat dan/atau gejala iskemik berat lainnya yang terjadi kuang dari 14 hari. PENAMPAKAN KLINIS Adanya sumbatan (oklusi) akut dari pembuluh arteri utama pada tungkai tanpa adanya pembuluh kolateral akan menghasilkan gejala klinis klasik dari sumbatan arteri, yaitu: nyeri (pain), paralisis (paralysis), paraesthesia, pucat (pallor), tidak ada pulsasi (pulselessness), dan dingin (perishingly cold leg). Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetika. Adanya nyeri pada betis dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda-tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (kadangkala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan paraestesia justru mengindikasikan iskemia otot dan nervus yang masih berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan terisi kembali oleh darah terdeoksigenasi yang stagnan, yang memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan,kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten pada tungkai yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya beretiologi trombosis.

ETIOLOGI 1. Emboli Beberapa dekade silam kejadian emboli merupakan faktor utama etiologi iskemia akut tungkai. Emboli yang cukup besar untuk menyumbat arteri utama tungkai bawah biasanya berasal dari jantung. Penyakit jantung rheuma pada katup merupakan kelainan utama penyebab emboli, dimana emboli berasal dari atrium kiri. Trombus mural pada penyakit jantung iskemik merupakan penyebab lainnya. Dalam frekuensi yang lebih jarang, emboli dapat berasal dari plaque atherosklerotik yang terlepas dari arteri sebelah proksimal dari lokasi sumbatan (plaque aorta, aneurisma aorta, atau iliaka kommunis). Emboli yang berasal dari plaque ini sulit untuk di trombolisis atau embolektomi karena merupakan jaringan padat kolesterol yang sulit terurai dan membawa prognosis yang lebih buruk. Atheroemboli yang kecil dapat menyumbat arteri kecil pada jari yang menyebabkan kelainan yang dikenal sebagai "acute blue toe syndrome". Sedangkan emboli yang besar biasanya menyumbat pada daerah bifurcatio seperti di femoralis komunis atau poplitea. 2. Trombosis Saat ini kejadian trombosis mulai menggantikan emboli sebagai penyebab utama iskemik tungkai akut. Oklusi terjadi oleh karena proses trombosis pada arteri itu sendiri (in situ). Adanya peningkatan usia (harapan hidup) pada manusia menyebabkan meningkatnya penyakit atherosklerosis secara umum. Hal ini yang mungkin menjelaskan mengapa insidens kejadian iskemik tungkai akut dengan etiologi trombosis meningkat secara nyata dalam dekade terakhir. Trombosis dapat pula dikaitkan dengan beberapa faktor resiko seperti riwayat operasi (trauma, knee replacement, dsb.), gagal jantung, polisitemia, dll. Trombosis pada aneurisma arteri poplitea merupakan penyebab tersering iskemia akut karena trombosis. Umumnya terjadi pada laki-laki tua dengan kelainan aneurisma di tempat lain (50% menderita aneurisma aorta) atau ektasia generalisata. Aneurisma poplitea biasanya dimulai dari daerah atas lutut sampai ke trifurcatio tibial. Aneurisma akan terisi oleh trombus lamelar yang kemudian dapat menyumbat arteri tibial. Adanya operasi bypass arteri sebelumnya memiliki resiko kejadian iskemia akut tungkai oleh karena komplikasi oklusi graft dapat mencapai 20-30% dalam waktu 2-3 tahun pasca operasi. 3. Penyebab lain Kadangkala oklusi akut arteri dapat disebabkan oleh beberapa kondisi lain, seperti : antiphospholipid syndrome, activated protein C, atau keganasan. Keadaan-keadaan ini tidak dikaitkan oleh karena kelainan pada sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah)

tetapi oleh karena kelainan pada sistem koagulasi yang menyebabkan terbentuknya gumpalan secara tiba-tiba.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan (manajemen) pada keadaan iskemik akut tungkai adalah tindakan revaskularisasi. Pilihan dan timing revaskularisasi sangat tergantung pada penilaian klinis tingkat iskemia tungkai. Revaskularisasi dapat dilakukan dengan cara operasi atau trombolisis. Pada keadaan iskemia irreversibel tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan revaskularisasi oleh karena dapat berakibat fatal (terlepasnya zat radikal, reperfusion injury, dsb). Pada keadaan iskemia kritikal tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan angiografi, dan indikasi operasi hanya berdasarkan pemeriksaan klinis dan penunjang Doppler sound. Angiografi dilakukan intraoperatif pasca revaskularisasi dengan menaruhkan boks foto rontgen dibawah tungkai kemudian menyuntikkan zat kontras proksimal dari sumbatan. Angiografi intraoperatif bertujuan menilai cepat hasil revaskularisasi. Sedangkan pada iskemia sub-akut sebaiknya dilakukan dahulu pemeriksaan arteriografi untuk mengetahui secara tepat lokasi lesi (sumbatan) pada arteri. 1. Trombolisis Dissolusi trombus dihasilkan melalui stimulasi proses konversi darifibrin-bound plasminogen ke enzim aktif plasmin. Plasmin adalah protease yang dapat mendegradasi fibrin sehingga trombus kembali melarut (dissolusi). Tindakan trombolisis pada iskemia akut tungkai sangat berbeda dengan trombolisis pada infark miokard akut oleh karena terbukti bahwa zat trombolitik tidak dapat diberikan secara sistemik pada tromboemboli tungkai dan harus diberikan intralesi. Cara pemberian trombolisis: Infus. Infus streptokinase 5000 U/jam atau t-PA 0,5 mg/jam selama beberapa jam. High Dose Bolus. Bolus t-PA 5 mg tiap 10 menit sebanyak 3 kali, kemudian dilanjutkan infus 3,5 mg/jam sampai 4 jam (bila diperlukan). Kontraindikasi trombolisis: Internal bleeding, kehamilan, stroke/TIA dalam 2 bulan, tumor intraserebral, kraniotomi, kelainan tendensi perdarahan, riwayat operasi vascular 2 minggu terakhir, riwayat operasi abdomen 2 minggu terakhir, riwayat trauma 10 hari terakhir, riwayat perdarahan gastrointestinal.

2. Pembedahan Tindakan operasi revaskularisasi tungkai bawah umumnya adalah tindakan embolektomi dengan prosedur anestesia lokal. Akan tetapi kehadiran ahli anestesi tetap diharuskan untuk memonitor hemodinamik, EKG, saturasi oksigen, untuk memberikan sedasi atau memberikan anestesi umum bila diperlukan. Teknik Embolektomi. Kedua tungkai sampai umbilikus dipersiapkan untuk akses operasi. Dilakukan insisi oblique lipat paha untuk ekspos bifurcatio femoralis, dan kemudian keseluruhan cabang dilingkari dengan silastic band. Hindari penggunaan klem oleh karena dapat memecah trombus sehingga menyulitkan pengambilan trombus secara utuh. Insisi arteriotomi transversal dilakukan pada arteri femoralis komunis proksimal dari bifurcatio sambil menghindari adanya plaque di tempat tersebut. Setiap trombus di tempat arteriotomi dapat dilepas dengan menggunakan suction atau forceps sambil sebentarsebentar melepas jiratan silastic. Jika tidak ada aliran pulsasi dari proksimal, maka kateter fogarty dgn balon 4 Fr atau 5 Fr dimasukkan ke proksimal sampai ke aorta kemudian baloon dikembangkan dan ditarik perlahan. Jangan lupa menekan arteri femoralis kontralateral untuk mencegah embolisasi ke tungkai kontralateral. Bila aliran tetap tidak ada maka diperlukan tindakan bypass femorofemoral atau aksilo-femoral. Jika ada embolus pelana (saddle-embolus) biasanya dapat diambil melalui embolektomi bilateral. Selanjutnya dengan menggunakan kateter fogarty 3 Fr atau 4 Fr dilakukan embolektomi ke distal sejauh mungkin melalui femoralis superfisialis dan profunda. Tidak diperbolehkan memaksa bila ditemukan tahanan dalam memasukkan kateter; karena dapat menyebabkan diseksi atau perforasi. Balon kateter dikembangkan bertahap sambil menarik kateter sehingga tekanan berlebihan ke lapisan intimal dapat dihindari. Prosedur diatas diulangi sampai beberapa kali bila perlu. Angiografi Intraoperatif Sebaiknya angiografi segera dikerjakan setelah selesai melakukan tindakan revaskularisasi oleh karena masih mungkin didapat tromboemboli persisten. Adanya backbleeding bukanlah garansi keberhasilan oleh karena dapat berasal dari kolateral arteri proksimal. Cara tersederhana adalah dengan menaruh kaset film Ro dibawah tungkai dan kemudian menginjeksikan 20 cc zat kontras ke dalam femoralis superfisialis dan kemudian difoto dengan Ro portabel. Pada akhir tindakan dilakukan injeksi cairan heparin ke arah distal dan insisi arteriotomi dapat ditutup kembali. Kegagalan Embolektomi

Bila arteriogram menunjukkan kegagalan tindakan embolektomi dapat dilakukan pemberian streptokinase 100.000 U atau t-PA 15 mg intravaskular, dan setelah 1 jam dilakukan kembali pemeriksaan arteriogram. Adanya stenosis yang persisten memerlukan tindakan eksplorasi pada percabangan di bawah lutut. Bila ditemukan lokasi tromboemboli yang persisten dapat dikerjakan embolektomi ulang atau langsung membuat bypass. Pasca Operasi Setelah operasi perlu diperhatikan adanya tanda-tanda reperfusion injuries, aritmia atau hipotensi. Adanya reperfusi dari sel-sel yang nekrotik membawa resiko keadaan multiple organ failure atau SIRS. Biasanya pemberian antikoagulans heparin atau warfarin pasca operasi diteruskan selama beberapa hari untuk mengurangi resiko kejadian re-emboli.

B.Oklusi Arteri Perifer Kronik


Iskemik kronik tungkai adalah gangguan suplai darah pada tungkai karena kelainan pada satu atau lebih pembuluh utama pada tungkai dalam waktu > 14 hari (kronik). Umumnya iskemia kronik tungkai disebabkan oleh proses aterosklerosis. Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala klaudikasio intermiten, yang merupakan tanda adanya oklusi. Apabila proses aterosklerosis berjalan terus maka iskemia akan makin hebat dan akan timbul tanda/gejala dari iskemia kritikal. Pasien dengan iskemia kronik tungkai biasanya juga memiliki resiko lain yang disebabkan oleh proses aterosklerosis seperti stroke, miokard infark, atau kelainan kardiovaskular lainnya. Beratnya insufisiensi aliran darah dibagi menjadi 4 sadium (Fontaine) : 1. Std I : penyempitan arteri, tetapi perfusi jar ingan cukup kesemutan, geringgingan, defisit denyut nadi 2.Std II : perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu nyeri, capek saat kerja atau jalan, istirahat hilang(kaudikasio intermitten) jarak jalan memendek 3. Std III : perfusi tdk cukup saat istirahat, nyeri istirahat iskemik 4. Std IV : Iskemia nekrosis jaringan, atrofi, ulserasi

GEJALA DAN TANDA Klaudikasio intermiten adalah rasa nyeri pada tungkai yang dirasakan pasien saat beraktivitas fisik. Nyeri disebabkan suplai darah yang tidak memenuhi kebutuhan metabolisme otot saat beraktifitas. Perlu diketahui bahwa jumlah aliran darah yang dibutuhkan tungkai untuk kebutuhan metabolisme saat istirahat hanya 130-150 mL/menit. Jumlah yang cukup kecil ini dapat dengan mudah disediakan oleh pembuluh dengan stenosis atau oklusi yang memiliki kolateral. Akan tetapi bila beraktifitas, terjadi peningkatan metabolisme dan kebutuhan oksigen yang tidak dapat dipenuhi dari aliran darah yang mengalami sumbatan. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri yang progresif saat berjalan dan hilang bila beristirahat. Nyeri dapat seperti rasa tertusuk-tusuk, kram, atau remasan pada otot. Gejala yang progresif akhirnya akan memaksa pasien untuk beristirahat, dan keluhan akan berangsur hilang. Gejala klaudikasio: Tidak nyeri bila istirahat atau berjalan beberapa langkah Jarak tempuh berjalan yang menetap Nyeri hilang bila berdiri diam selama 1-3 menit Tidak perlu duduk atau berbaring Nyeri selalu berulang bila menempuh jarak yang sama Memburuk bila berjalan cepat atau mendaki Diagnosis diferensial dari klaudikasio adalah penyakit osteoartritis pada panggul atau iritasi nervus lumbalis yang disertai dengan nyeri alih ke tungkai. Dibedakan dari klaudikasio melalui: nyeri pada kedua kelainan diatas dapat muncul karena perubahan posisi tungkai tanpa aktivitas fisik (saat tidur atau bangun dari bangku), nyeri tidak hilang bila berdiri, dan seringkali nyeri tidak bersifat progresif yang memaksa pasien untuk beristirahat setelah berjalan (amat berbeda dengan klaudikasio). Gejala dan Tanda Iskemia kritis. merupakan tanda-tanda iskemia yang lebih serius dari klaudikasio intermiten yang dapat disebabkan oleh derajat oklusi yang lebih parah atau tidak adanya sirkulasi kolateral ke daerah yang lebih distal. Gejala dan tanda iskemia kritikal adalah sbb: Cold feet. Tungkai terasa lebih dingin dari sisi kontralateral.

Ischemic rest pain. Adalah rasa nyeri panas dan terbakar yang dirasakan terutama saat tidur dan tungkai dalam keadaan hangat (terselimut). Suhu yang lebih panas disekitar tungkai akan mengakibatkan peningkatan metabolisme pada jaringan iskemia yang menyebabkan suplai darah tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme. Ischemic rest pain akan menghilang bila pasien menggantung tungkai di bawah ranjang atau dengan cara bangun dan berjalan sebentar yang sebenarnya bertujuan mendinginkan kembali tungkai. Nyeri iskemik ini umumnya di daerah ujung-ujung jari dan hampir tak pernah mengenai bagian otot-otot besar tungkai seperti di betis atau paha. Edema. Kerusakan jaringan akibat iskemia akan menyebabkan terjadinya edema. Ulserasi. Kerusakan jaringan akhirnya akan menyebabkan nekrosis dan ulserasi, terutama di bagian yang disekitar tonjolan tulang, seperti: caput metacarpat I/V, maleolus medial dan lateral, dan belakang tumit. Ulserasi terjadi karena tekanan ringan pada daerah iskemia sudah cukup untuk menyebabkan nekrosis. Gangren. Daerah nekrotik dan ulserasi mudah terinfiltrasi kuman-kuman sehingga menjadi gangren. PEMERIKSAAN Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia kronik tungkai adalah sbb: Faktor Risiko Kardiovaskular Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainan-kelainan kardiovaskular oleh karena sekitar 30% pasien dengan iskemia tungkai terbukti pernah mengalami riwayat angina atau infark miokard. Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat merokok, riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid darah, BMI. Pemeriksaan Tungkai Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut tungkai, adanya kemerahan khususnya yang bersamaan dengan sianosis. Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung). Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior dan posterior, dorsalis pedis), yang amat subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan hand-held Doppler.

Exercise Challange Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada pasien yang hanya mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa gejala dan tanda lain. Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit berulang-ulang selama satu menit. Selanjutnya sambil berbaring dilakukan pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi yang menghilang atau tapping, atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran darah. Tekanan darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan Ankle-Brachial Pressure Index Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis dengan menggunakan tensimeter danhand-held Doppler. ABPI diperoleh dengan membagi tekanan darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,0-1,2; angka dibawah 0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas bawah range normal. ABPI kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal. PEMERIKSAAN VASKULAR Waveform assesment Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave Doppler merupakan pemeriksaan yang penting terutama bila dipasangkan dengan pemeriksaan tekanan darah segmental oleh karena dapat memperkirakan dengan tepat area (segmen) yang mengalami gangguan. Duplex Imaging Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan grey scale, colour-flow Doppler, dan pulse Doppler velocity profiles. Pencitraan grey-scale akan menggambarkan anatomi arteri dan adanya plaque ekhogenik. Color-flow Dopplerakan menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler velocity profiles akan menghitung kecepatan aliran dalam bagian penampang arteri yang diperiksa. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS Angiografi Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar"dalam kelainan arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari angiografi konvensional yaitu teknik digital subtraction angiography yang dapat "mengaburkan" gambaran tulang sehingga citra arteri dan percabangannya menjadi lebih jelas dan tajam. Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin pasien. Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh radiologis, kardiologis, atau bedah

vaskular. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras. Computed Tomography Angiography Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui pemeriksaan CT-scan. Penggunaan CT-scan konvensional untuk pencitraan angiografi tidak memuaskan oleh karena dibutuhkan banyak potongan gambar yang membutuhkan waktu lama sehingga pencitraan yang dihasilkan berkualitas buruk. Penemuan helical (or spiral) CT-scan menghasilkan citra 3 dimensi dari pembuluh darah dan dapat memeriksa keseluruhan panjang pembuluh dalam waktu yang singkat. Citra yang dihasilkan serupa dengan angiografi biasa hanya dalam 3 dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis yang lebih baik. Helical CT-scan khususnya berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah yang memiliki struktur kompleks seperti dalam kasus-kasus aneurisma aorta. Helical CT-scan memiliki kerugian yang sama dengan pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal. Zat kontras pada CTA diberikan melalui intravena. Magnetic Resonance Angiography Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA; zat kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan bilateral atau kelainan perdarahan. MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup protesis metal.

PENATALAKSANAAN KLAUDIKASIO INTERMITTEN Penatalaksanaan utama dari klaudikasio adalah konservatif, yang terdiri dari: stop merokok, olahraga, penghilangan faktor resiko, dan obat. Setelah penatalaksanaan konservatif; sekitar 50% pasien menunjukkan perbaikan, 30% tidak berubah, 25% memburuk, dan hanya 5% yang menjadi iskemia kritikal. Sampai saat ini obat-obatan untuk klaudikasio belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Obat-obatan yang dapat dipergunakan adalah : naftidrofuryl, cilostazol, pentoxyfiline, inositol nicotine, cinnarizine. Tindakan intervensi bedah pada pasien yang hanya mengeluhkan klaudikasio hanya diindikasikan bila: kegagalan terapi konservatif gejala klaudikasio yang hebat serta mempengaruhi kehidupan sehari-hari lesi tidak multipel dan difus unilateral kelainan pada aorta atau iliaka ISKEMIK KRITIKAL Pasien yang telah mengalami iskemik kritikal tungkai memiliki prognosis yang buruk, yaitu: mortalitas 1 tahun sebesar 25%, dan 5 tahun sebesar 50%. Penyebab utama kematian bukanlah akibat iskemia tungkai akan tetapi oleh karena kelainan pada koroner atau serebrovaskular. Oleh karena itu penatalaksanaan iskemik kritikal tungkai bertujuan untuk mencegah adanya amputasi tungkai, bukanlah untuk meningkatkan angka harapan hidup pasien. Penatalaksanaan untuk kelainan iskemik kritikal tungkai adalah tindakan intervensi melalui pembedahan atau endovaskular atau kombinasi keduanya. Sebagai patokan kasar adalah: bila pasien memiliki keadaan umum yang buruk, atau dengan harapan hidup pendek karena faktor komorbid, dan tidak memerlukan tindakan lain seperti amputasi atau debridement, sebaiknya intervensi dilakukan secara endovascular. Pasien yang memiliki harapan hidup yang panjang (tanpa kelainan kardiovaskular atau serebrovaskular yang mengancam) selayaknya segera menjalani operasi bypass sehingga kualitas hidupnya dapat meningkat. Tindakan intervensi endovaskular sebaiknya tidak dikerjakan pada kelainan arteri infrainguinal oleh karena tingginya angka oklusi dan hanya boleh dipertimbangkan bila tidak tersedianya vena autogen sebagai graft. Penatalaksanaan bedah untuk rekonstruksi vaskular tungkai dapat dibagi menjadi 2, yaitu: suprainguinal bypass dan infranguinal bypass.

Suprainguinal Bypass Kelainan berada pada arteri suprainguinal atau pada aorta abdominal. Beberapa teknik yang dapat dikerjakan adalah sbb: Iliaka angioplasty / stenting + Cross-over Garft Aorto-bifemoral Bypass Graft Axillo-bifemoral Bypass Graft Infrainguinal Bypass Untuk kelainan yang terbatas pada daerah infrainguinal, graft vena autolog terbukti lebih unggul dari jenis graft lainnya dengan angka patensi 85% (1 thn), 80% (3 thn), dan 70% (5 thn) dibanding prostetik dengan angka patensi 70% (1 thn), 35% (3 thn), dan 25% (5 thn). Untuk anastomosis proksimal sebaiknya ditempatkan pada arteri femoralis komunis, kecuali bila graft vena tidak cukup panjang ke distal dari sumbatan.

You might also like