You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sistem wanatani (agroforestry) merupakan penggunaan lahan dengan kata lain kegiatan pertanian yang mengintegrasikan tanaman pangan, pepohonan, dan atau ternak secara terus menerus ataupun periodik, yang secara sosial ataupun ekologis layak dikerjakan oleh petani untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan tingkat masukan (input) dan teknologi rendah (Nair, 1989). Wanatani adalah sistem pengolahan lahan berkelanjutan yang mampu mengingkatkan produktivitas lahan secara total, mengkombinasikan tanaman pangan atau pertanian dan termasuk tanaman tahunan, tanaman hutan dan ternak pada lahan yang sama, mengaplikasikan tingkat pengelolaan yang bersaing dengan kebudayaan masyarakat yang ada di sekitarnya. Pada dasarnya prinsip wanatani mengambil dari konsep ekosistem alamiah yang terjadi di hutan hujan tropis contohnya di Indonesia, yang mana dengan ekosistem semacam ini dapat terjadi keharmonisan atau kesinambungan dan tentu saja akhirnya mengarah pada sustainability atau keberlanjutan atas organisme yang hidup dan menghidupkan satu sama lain di dalamnya. Konsep ini berkembang menjadi sebuah aplikasi tekonologi sederhana yang dibangun berasaskan konservasi tanah dan air untuk kegiatan pertanian tetapi sekaligus memperbaiki kualitas lahan dan lingkungan tinggal. Agroforestry kurang di kaji dan dilakukan oleh masyarakat maupun petani, sehingga disini penting dikaji lebih mendalam, untuk pada akhirnya dapat dijadikan suatu bahan referensi untuk kegiatan pertanian yang lebih maju lagi di Indonesia.

1.2 Tujuan a) Mengetahui pengertian sistem wanatani secara mendalam b) Memahami siklus ekosistem dalam wanatani c) Mengerti kelebihan wanatani sebagai solusi kegiatan pertanian konservasi

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sistem Terintegrasi Wanatani (Agroforestry) Sistem wanatani pada dasarnya merupakan sistem usaha tani dimana pepohonan merupakan bagian integral dari usaha tani tersebut. Sedangkan tanaman pangan tetap ditanam untuk mendukung kebutuhan keluarga akan pangan. Dengan demikian wanatani merupakan suatu sistem pengolahan lahan pertanian yang mampu melestarikan sumber daya lahan dan sekaligus memberikan hasil hutan dan pangan bagi petani. Sistem wanatani sebenarnya sudah lama dipraktekkan oleh petani di berbagai penjuru dunia dengan menanam berbagai jenis pepohonan dikombinasikan dengan tanaman semusim. Pada sistem ini hutan dibuka dengan cara tebang tebas, hasil tebangan dibakar kemudian ditanami tanaman semusim. Tanaman pohon ditanam bersamaan dengan tanaman semusim atau setelah tanaman semusim tumbuh ataupun setelah tanaman semusim dipanen. Pada daerah beriklim tropis di Amerika petani merepakan sistem usaha tani pada luasan sempit yang menyerupai kondisi hutan untuk memperoleh keuntungan yang disumbangkan oleh sistem hutan. Pada lahan tersebut ditanam berbagai jenis tanaman pohon hutan, kelapa atau pepaya yang dikombinasikan dengan tanaman perdu berupa kopi atau coklat serta tanaman pangan berupa jagung dan akhirnya disebar benih rumput untuk menutupi permukaan tanah. Di Asia terutama di Filipina, beberapa petani juga menerapkan sistem wanatani. Hutan dibuka secara selektif di mana beberapa jenis pohon hutan tetap dipelihara untuk memperoleh manfaat, antara lain kayu bahan bangunan, bahan obat-obatan atau kosmetik, sedangkan di sela pepohonan ditanam tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Di Nigeria beberapa tanaman pangan seperti jagung, bayam dan kacang-kacangan ditanam secara bersamaan bersama populasi pepohonan hutan.

Gambar 1. Contoh penerapan agroforestry di daerah Ciwidey

Dalam sistem wanatani pohon-pohon kayu mengikat struktur tanah secara kuat terutama di lahan miring sangat berfungsi untuk mencegah ternjadinya erosi. Selain itu terjadi siklus pertukaran hara dan simbiosis mutualisme antara pohon hutan dan tanaman pangan yang ditanam. Dalam usaha konservasi tanah dan air hal ini sangat membantu, tanah yang digunakan dalam sistem wanatani akan lebih hemat penggunaan pupuk, sehingga efisien dalam berbagai hal. Teknik dengan menggabungkan tanaman tahunan dengan tanaman semusim dalam usaha mencegah dan atau menanggulangi kerusakan tanah yang merupakan tujuan utamanya, teknik agroforestry ini juga dapat memberi manfaat bagi masyarakat disekitarnya baik secara langsung dengan menyediakan bahan pangan, obat-obatan, pakan ternak dan sebagainya, juga dapat bermanfaat secara tidak langsung yakni menyediakan oksigen (O2) bagi mahluk hidup.

2.2 Tujuan Penggunaan Sistem Wanatani Teknik konservasi dengan menggunakan sistem wanatani ini memiliki tujuan, yaitu: Melindungi tanah dari erosi, pengawetan tanah, pemulihan kesuburan tanah, penghalang angin, pohon pelindung dan pohon penyangga. Sebagai sumber pangan, sandang, serat, bahan bangunan, makanan ternak dan produksi lainnya.

Menurut Raintree (1983), tujuan pengembangan wanatani atau agroforestri meliputi tiga aspek, yaitu: meningkatkan produktivitas sistem wanatani, mengusahakan keberlanjutan sistem wanatani yang sudah ada, penyebarluasan sistem wanatani sebagai alternatif atau pilihan dalam penggunaan lahan yang memberikan tawaran lebih baik dalam berbagai aspek (adoptability).

2.3 Produktivitas Produk yang dihasilkan sistem wanatani dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni: 1) Langsung menambah penghasilan petani, misalnya makanan, pakan ternak, bahan bakar, serat aneka produk industri, 2) Tidak langsung memberikan jasa lingkungan bagi masyarakat luas, misalnya konservasi tanah dan air, memelihara kesuburan tanah, pemeliharaan iklim mikro, pagar hidup, dsb. Peningkatan produktivitas sistem agroforestri diharapkan bisa
3

berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat desa. Peningkatan produktivitas sistem agroforestri dilakukan dengan menerapkan perbaikan cara-cara pengelolaan sehingga hasilnya bisa melebihi yang diperoleh dari praktek sebelumnya, termasuk jasa lingkungan yang dapat dirasakan dalam jangka panjang. Namun, keuntungan (ekonomi) yang diperoleh dari peningkatan hasil dalam jangka pendek seringkali menjadi faktor yang menentukan apakah petani mau menerima dan mengadopsi cara-cara pengelolaan yang baru. Perbaikan (peningkatan) produktivitas sistem agroforestri dapat dilakukan melalui peningkatan dan/atau diversifikasi hasil dari komponen yang bermanfaat, dan menurunkan jumlah masukan atau biaya produksi. Contoh upaya penurunan masukan dan biaya produksi yang dapat diterapkan dalam sistem agroforestri: Penggunaan pupuk nitrogen dapat dikurangi dengan pemberian pupuk hijau dari tanaman pengikat nitrogen. Sistem agroforestri berbasis pohon ternyata memerlukan jumlah tenaga kerja yang lebih rendah dan tersebar lebih merata per satuan produk dibandingkan sistem perkebunan monokultur.

2. 4 Keberlanjutan Sasaran keberlanjutan sistem agroforestri tidak bisa terlepas dari pertimbangan produktivitas maupun kemudahan untuk diadopsi dan diterapkan. Sistem agroforestri yang berorientasi pada konservasi sumber daya alam dan produktivitas jangka panjang ternyata juga merupakan salah satu daya tarik bagi petani. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan petani pada saat mereka merencanakan untuk menerapkan upaya konservasi, misalnya kepastian status lahan, pendapatan dalam jangka pendek, dan sebagainya. Ada pendapat yang menyarankan agar petani diberi insentif untuk mendorong supaya mereka mau menerapkannya. Seringkali insentif ini diwujudkan dalam bentuk subsidi bagi petani (khususnya di negara maju). Di negara berkembang, insentif tersebut diberikan dalam bentuk bantuan teknologi seperti teknik-teknik konservasi lahan. Dalam sistem agroforestri terdapat peluang yang cukup besar dan sangat terbuka untuk melakukan pendekatan yang memadukan sasaran keberlanjutan untuk jangka panjang dengan keuntungan produktivitas dalam jangka pendek dan menengah.

2.5 Kemudahan untuk diadopsi Gagalnya menyebarluaskan praktek wanatani di kalangan petani seringkali disebabkan oleh kesalahan strategi, bukan karena keunggulan komparatif sistem itu sendiri. Oleh sebab itu alasan bahwa petani sangat konservatif dan ketidakberhasilan penyuluh sebenarnya kurang tepat.
4

Sebuah pendekatan yang lebih konstruktif yang bisa dilakukan adalah dengan memikirkan permasalahan dalam penyusunan rancangan dan memasukkan pertimbangan kemudahan untuk diadopsi sedini mungkin (sejak tahap rancangan). Hal ini tidak berarti bahwa kedua alasan di atas tidak benar, melainkan lebih ditekankan kepada proses penyuluhan dan adopsinya yang sangat kompleks. Peluang untuk berhasil akan lebih besar apabila proses itu dimulai dengan dasar teknologi yang dapat diadopsi. Salah satu cara terbaik adalah dengan melibatkan secara aktif pemakai (user) teknologi tersebut, yaitu petani, dalam proses pengembangan teknologi sejak dari tahap penyusunan rancangan, percobaan, evaluasi dan perbaikan rancangan inovasi teknologi. Perlu dipahami bahwa wanatani bukanlah jawaban dari setiap permasalahan penggunaan lahan, tetapi keberagaman sistem wanatani merupakan pilihan bagi pemecahan masalah yang dapat dipilih oleh petani sesuai dengan keinginannya. Apa yang dibutuhkan adalah cara yang sistematis untuk memadukan (matching) kebutuhan teknologi wanatani dengan potensi sistem penggunaan lahan yang ada.

2.6 Ciri-ciri wanatani Kebanyakan tersusun atas dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan atau hewan). Minimal salah satunya adalah tanaman berkayu. Siklus tanamnya selalu lebih dari satu tahun. Ada hubungan timbal balik (eknomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dan tidak berkayu Memiliki dua macam produk atau lebih, misal pakan ternak, kayu bakar, buahbuahan, obat-obatan dan lain-lain. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa, misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, dan sebagainya. Di daerah tropis, wanatani bergantung pada penggunaan dan perlakuan bio-massa tanamana, terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen. Secara biologis maupun ekonomis, sistem wanatani paling sederhana pun jauh lebih kompleks daripada sistem budidaya monokultur.

Ada beberapa model wanatani atau agroforestry yang dapat dikembangkan, antara lain sistem:
5

Agrisilvopastur yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan pertimbangan masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dan kehutanan. Sylvopastoral yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk menghasilkan kayu dan memelihara ternak. Agrosylvo-pastoral yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan, dan sekaligus untuk memelihara hewan ternak. Multipurpose forest yaitu sistem pengelolaan dan penanaman berbagai jenis tanaman kayu, yang tidak hanya untuk hasil kayunya, akan tetapi juga daun-daunan dan buahbuahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia, ataupun pakan ternak.

2.7 Kelebihan Agroforestry dalam Konservasi Penggunaan sistem konservasi dengan menggunakan teknik wanatani ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu: Menyediakan kebutuhan sehari-hari petani, seperti sayuran, buah, rempah, bumbu, tanaman obat, dan sebagainya. Kebutuhan jumalah tenaga kerja yang rendah Tidak memerlukan teknologi canggih Mampu mengelola keanekaragaman hayati Peluang pengembangan dan pemanfaatan hasil hutan non kayu

Untuk melihat sejauh mana suatu sistem wanatani memiliki fungsi publik dan privat maka perlu dicermati terlebih dahulu dampak kegiatan wanatani tersebut. Apabila dampaknya terhadap publik besar maka keberlangsungan fungsi publik perlu dijamin, demikian sebaliknya, apabila fungsi privatnya tinggi maka fungsi privatnya perlu dipertahankan. Wanatani sebagai suatu bentuk pengelolaan sumber daya alam memiliki karakteristik yang berbeda dengan sumber daya alam lainnya, misalnya laut, tambang, sumber daya angin, hutan alam maupun usaha pertanian sawah misalnya. Wanatani lahir dari suatu inovasi manusia untuk mengembangkan fungsi privat tanpa meninggalkan fungsi publiknya. Pada umumnya wanatani dilakukan pada saat terjadi kelangkaan sumber daya tertentu (scarcity of resources= degraded), dan pada saat itulah inovasi manusia membuat wanatani pada lahan-lahan yang kurang produktif dan rusak dengan budidaya jenis-jenis penting dengan investasi waktu dan tenaga yang efektif. Ini berbeda dengan pengelolaan sumber daya alam yang tidak melakukan budidaya dan hanya terbatas pada perlakukanperlakuan silvikultur (weeding, enrichment dll) serta kegiatan ekstraksi.
6

Karakteristik ini perlu dipahami untuk dapat membuat kebijakan yang cocok bagi pengelolaan wanatani yang sudah dikenal lama oleh masyarakat diseluruh asia tenggara. Pola wanatani asli dikenal banyak merehabilitasi tanah-tanah yang kurang produktif serta menghasilkan jenis-jenis produk ekspor yang bersifat dinamis (siap menghadapi perubahan pasar, cuaca) dan effisien (padat karya, modal kecil, waktu terbatas). Kondisi ekosistem DAS yang kondusif akan mampu menggerakan sendi-sendi perekonomian suatu kawasan. Untuk mencapai kondisi tersebut perlu upaya konservasi dan rehabilitasi tanah dan air di kawasan tersebut. Konservasi tanah dan air bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan serta menurunkan atau menghilangkan dampak negatif pengelolaan lahan seperti erosi/longsor, sedimentasi dan banjir. Upaya konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara sipil teknik (mekanis) dan secara vegetatif. Pengendalian erosi secara vegetatif merupakan pengendalian erosi yang didasarkan pada peran tanaman sehingga mengurangi daya pengikisan dan penghanyutan tanah oleh aliran permukaan. Tanaman dapat berfungsi melindungi permukaan tanah terhadap pukulan air hujan, melindungi daya transportasi aliran permukaan, dan menambah infiltrasi tanah, sehingga pasokan dan cadangan air dalam tanah meningkat. Pangkasan dan seresah tanaman dapat memasok bahan organik dan hara, serta dapat menyediakan pakan untuk ternak. Cara vegetatif dapat dilakukan dengan penanaman tanaman penutup tanah, penanaman sistem lorong, dan penghijauan. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan sekaligus menekan laju erosi, upaya konservasi dapat dilakukan secara terpadu antara pendekatan sipil teknik (mekanis) dan secara vegetatif seperti pembuatan teras dengan penanaman ganda (Multiple cropping), termasuk sistem agroforestri yang memadukan tanaman pertanian dengan ternak. Sistem penanaman ganda merupakan sistem bercocok tanam dengan menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam sebidang tanah secara bersamaan atau digilir, seperti pada sistem tumpangsari (Intercropping) yang membudidayakan dua atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah dalam waktu yang bersamaan. Sistem pertanian ganda sangat cocok bagi petani di daerah tropis dengan lahan sempit sehingga dapat memaksimalkan produksi dengan input luar yang rendah, sekaligus meminimalkan resiko gagal panen dan melestarikan sumberdaya alam. Sistem penanaman ganda memiliki beberapa keuntungan, antara lain: a) mengurangi erosi tanah atau kehilangan tanah-olah, b) memperbaiki tata air dan meningkatkan pasokan (infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga cadangan air untuk pertumbuhan tanaman akan lebih tersedia, c) menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah, d) meningkatkan daya guna tanah sehingga pendapatan petani akan meningkat pula, e) menghemat tenaga kerja, f) menghindari terjadinya pengangguran musiman karena tanah bisa ditanami secara terus menerus, g) pengolahan tanah tidak perlu dilakukan berulang kali, h) mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman, dan i) memperkaya kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik, dan j) pemanfaatan sumber daya air, sinar matahari dan unsur hara yang ada akan lebih efisien. Agar diperoleh hasil yang maksimal maka dalam penerapan sistem tumpang sari tanaman yang diusahakan harus dipilih sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien mungkin, dan pengaruh kompetitif yang sekecil-kecilnya. Jenis tanaman yang
7

dibudidayakan harus memiliki pertumbuhan yang berbeda, bahkan bila memungkinkan dapat saling melengkapi. Salah satu bentuk tumpang sari yang banyak diterapkan dan sangat efektif dalam menunjang konservasi tanah dan air adalah sistem agroforestri. Agroforestri merupakan pola tumpang sari yang memadukan tanaman tahunan (hutan) dengan tanaman pertanian (tanaman pangan, hortikultura atau perkebunan). Pola ini cukup efektif dalam pengendalian erosi dan banjir, rehabilitasi lahan, dan melalui pola tanam secara khusus cukup efektif dalam konservasi lereng rawan longsor.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan


8

Sistem budidaya wanatani (agroforestry) merupakan satu sistem yang sangat baik diterapkan pada sejumlah kegiatan pertanian, terlebih pada pertanian di lereng berkemiringan tinggi. Maka diharapakan disini selain dengan menekan penggunaan pupuk kimia, juga mampu memenuhi kebutuhan petani mulai dari hasil kayu tanaman hutan, hasil tanaman pangan, dan lain-lain, disini agroforestry diharapkan mampu membenahi sistem tata kelola tanah dan air sebagai salah satu upaya konservasi. Konservasi tanah dan air ini akan mampu menunjang berbagai kegiatan manusia mulai dari pertanian, peternakan, bahkan perindustrian sekalipun. Selebihnya diharapkan juga mampu menghasilkan kegiatan yang berkelanjutan atau sustainable.

DAFTAR PUSTAKA

Santoso, Djoko, Purnomo, Joko. Teknologi Konservasi Tanah Vegetatif. Konservasi Tanah Vegetatif
9

Wongso Atmojo, Suntoro. 2008. Peran Agroforestry dalam Menanggulangi Banjir dan Longsor DAS. Fakultas Pertanian UNS. Solo

10

You might also like