You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

Dokter berupaya melakukan berbagai penyembuhan dan pengobatan terhadap pasien. Pengobatan dilaksanakan setelah menetapkan menentukan diagnosis penyakit dengan tepat. Namun secara umum, terapi awal dilakukan dengan menggunakan obat yang dituangkan kedalam sebuah resep. Resep berisi jenis obat yang dipesankan oleh dokter untuk penderita. Satu resep umumnya diperuntuk bagi satu penderita. Resep selain permintaan tertulis kepada apoteker juga merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Rasional tidaknya terapi seorang dokter dapat tergambar dari resep yang dibuat seorang dokter terhadap pasien. Dokter yang menulis resep idealnya perlu pula mengetahui penyerapan dan nasib obat dalam tubuh, ekskresi obat, toksikologi serta penentuan dosis regimen yang rasional bagi setiap penderita secara individual. Resep juga merupakan perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan pasien. A. Definisi dan Arti Resep Definisi Menurut SK. Mes. Kes. No. 922/Men.Kes/ l.h menyebutkan bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita. Arti Resep 1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat obat), dan penderita (yang menggunakan obat). 2. memesan obat untuk pengobatan penderita, Resep maka ditulis isi dalam rangka

resep

merupakan

refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional. 1 B. Kertas Resep Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada penderita memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon hendaknya dihindarkan. 2 Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius.2 Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita acara pemusnahan seperti diatur dalam SK.Menkes RI no.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek. 2

C. Model Resep yang Lengkap Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk dibuatkan obatnya di Apotek. Resep yang lengkap terdiri atas: 1. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek. 2. 3. 4. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter. Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti harap diambil (superscriptio). Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya (inscriptio) a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari : Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari beberapa bahan. Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok; adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep. Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris) Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya konstituens obat minum air. b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes, milimeter, liter). Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang dimaksud ialah gram 5. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki ( subscriptio) misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer.

6.

Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya disingkat S.

7.

Nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi penderita, dan sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.

8.

Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan paraf saja.

D. Seni dan Keahlian Menulis Resep yang Tepat dan Rasional Penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk penderitanya, yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simptomatik atau kausal. Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara individual. Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda. Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima tepat, ialah sebagai berikut : setelah diagnosanya tepat maka kemudian memilih obatnya tepat yang sesuai dengan penyakitnya diberikan dengan dosis yang tepat dalam bentuk sediaan yang tepat, diberikan pada waktu yang tepat dengan cara yang tepat untuk penderita yang tepat.

Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut: Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki

BAB II ANALISA RESEP 2.1 Resep

Keterangan Resep Klinik Tanggal Nama Pasien Umur No. RMK Alamat : Obstetri dan Ginekologi : 17 Januari 2012 : Risnawati : 21 tahun : 661161 : Jalan. Simpang belitung RT.21 No.80, Banjarmasin,Kalimantan Selatan Pekerjaan Suami Keluhan Diagnosa : Swasta : Gatal-gatal di sekitar kemaluan : Infeksi Menular Seksual

2.2. Analisis Resep 2.2.1. Penulisan Resep Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 19 cm dan panjangnya 13,5 cm. Berdasarkan ketentuan tersebut,panjang resep ini sudah ideal, tetapi lebarnya terlalu lebar. Penulisan pada resep ini bisa dibaca. Pada penulisan resep yang benar tulisan harus dapat dibaca dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat. Tulisan yang tidak jelas dapat menimbulkan salah persepsi atau keraguan bahkan kekeliruan dalam membaca resep oleh apoteker atau asisten apoteker. Kertas resep harus disimpan di Apotek selama minimal 3 tahun, sesuai Peraturan Pemerintah. secara umum resep jelas terbaca sehingga tidak menimbulkan kesalahan dalam pemberian obat-obatan. Resep sudah ditulis dengan bahasa latin sehingga sudah memenuhi kriteria resep yang benar. Pada resep ini, penulisan sudah tepat. Hal ini dikarenakan obat tersebut bersifat kausatif, di satu sisi sebagai antibiotik dan disisi yang lain sebagai antiparasit. Sedangkan

penulisan obat yang tepat ialah obat kausatif terlebih dahulu diikuti oleh obat simptomatiknya kemudian. 2.2.1 Kelengkapan Resep

1. Pada resep ini identitas dokter berupa nama, unit di Rumah Sakit dan tanda tangan dokter penulis resep sudah dicantumkan. pencantuman identitas sesuai tempat yang ditentukan. 2. Nama kota serta tanggal resep sudah ditulis oleh dokter. 3. Tanda R/ juga tidak tercantum pada resep ini (superscriptio). Tanda R/ yang singkatan dari recipe tidak ditulis. 4. Inscriptio a) Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari : Remedium Cardinale atau obat pokok yang digunakan adalah antibiotik Amoxicillin. Remedium Adjuvans atau obat tambahan yang digunakan dalam resep ini adalah Metronidazol b) Resep ini, pada obat pokok maupun obat tambahan tidak dicantumkan satuan berat sediaan obat. c) Pada resep ini urutan penulisan sudah tepat, karena kausatif dituliskan lebih awal kemudian obat simptomatiknya. 5. Pada resep ini tanda signatura telah dicantumkan, namun tanda signatura yang ditulis dengan huruf yang tidak jelas. Pada resep ini tidak dicantumkan waktu pemberian, misalnya : a.c atau p.c. Nama penderita di belakang kata Pro tidak dicantumkan namun umur dan alamat tidak ada. Seharusnya identitas penderita ditulis lengkap sehingga mudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.

Keabsahan resep Kertas resep yang digunakan di sini adalah resep dokter rumah sakit. Resep dokter rumah sakit/klinik/poliklinik, dikatakan sah jika terdapat nama dan alamat rumah sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan dokter/paraf dokter penulis resep tersebut serta bagian/unit di rumah sakit. Pada resep ini tanda tangan/paraf dokter pada setiap obat yang diberikan sudah dicantumkan. 2.2.4 Dosis Obat, Frekuensi, Lama dan Waktu Pemberian Obat

a). Amoksisilin
Amoksisilin adalah derivat hidroksi dengan aktivitas sama dengan ampisilin. Tetapi resorbsinya lebih lengkap (80%) dan pesat dengan kadar darah dua kali lipat. Persentase pengikatan proteinnya < 20% dan plasma t-nya 1-2 jam. Difusinya ke jaringan dan cairan tubuh lebih baik dari ampisilin, antara lain ke dalam air liur pasien bronkitis kronis. Begitu pula kadar bentuk aktifnya dalam kemih jauh lebih tinggi daripada ampisilin (70%) hingga lebih layak digunakan pada infeksi saluran kemih.3 Amoksisilin tersedia dalam kemasan 125, 250 dan 500 mg / kapsul; 250 mg/5 ml sirup kering, 100 mg / ml tetes pediatrik, 1 g/vial serbuk injeksi. Dosis amoksisilin untuk anak 0 - 2 tahun adalah 62,5 mg 3x/hari. Pada resep di atas dosis amoksisilin 500 mg per kali pemberian sudah tepat. Lama pemberian 5 hari, hal ini sudah sesuai karena penggunaan antibiotik minimal 5 hari. Waktu pemberian juga sebaiknya dituliskan sebelum makan

karena absorbsi amoksisilin dikurangi oleh makanan. Namun, pada pengobatan ini tidak dicantumkan pemberian obat sebelum atau sesudah makan. b) Metronidazole Dalam perdagangan metronidazol terdapat dalam bentuk basa dan garam hidroklorida. Sebagai basa berupa serbuk kristal berwarna putih hingga kuning pucat. Sedikit larut dalam air dan dalam alkohol, dan mempunyai pKa 2,6. Injeksi metronidazol

jernih, tidak berwarna, larutan isotonik dengan pH 4,5 7, dengan osmolarity 297-314 mOsm/L dan mengandung natrium fosfat, asam sitrat dan natrium klorida. Metronidazol hidroklorida sangat larut dalam air dan larut dalam alkohol, dalam perdagangan berupa serbuk berwarna putih. Metronidazol memperlihatkan daya amubisid secara langsung. Pada biakan Trichomoniasis vaginalis, kadar metronidazol 2,5 ug/ml dapat menghancurkan 99% parasit dalam waktu 24 jam. Absorpsi metronidazol berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral. Satu jam setelah pemberian dosis tunggal 500 mg per oral diperoleh kadar plasma kirakira 10 g/ml. Umumnya untuk kebanyakan protozoa dan bakteri yang sensitif, rata-rata diperlukan kadar tidak lebih dari 8 g/ml. Metronidazol tersedia dalam bentuk tablet 250 dan 500 mg, suspensi 125 mg/5 ml dan tablet vagina 500 mg. Untuk trikomoniasis pada wanita dianjurkan 3 kali 250 mg/hari selama 7-10 hari, bila perlu, pengobatan ulang baru boleh diberikan dengan selang waktu 4-6 minggu. Pada terapi ulang diperlukan pemeriksaan jumlah leukosit sebelum, selama dan sesudah pengobatan. Pada resep ini, pemberian obat metronidazole diberikan 2 kali dalam 1 tablet seharinya. Bila tablet metronidazole diberikan sebanyak 500 mg, maka banyaknya obat yang diberikan adalah 2 kali dalam 500mg atau 1500mg dalam sehari. Pada umumnya, dosis metronidazol yang diberikan adalah 2-3 kali dalam 1 tablet sehari sehingga obat ini sudah dikatakan rasional. 2.2.5 Bentuk Sediaan Obat Bentuk sediaan pada resep kali ini bentuk sediaan pada kedua obat yakni amoksisilin dan metronidazole yang diberikan adalah bentuk sediaan tablet. Pemilihan bentuk sediaan ini dianggap sudah tepat dengan memperhatikan bahwa pasien adalah orang dewasa dan tidak ada keluhan gangguan menelan. Tablet mudah dalam pembagian dosisnya dan praktis pemakaiannya.

2.2.6 Interaksi Obat Obat yang digunakan adalah antibiotik dan antimoeba, dalam dosis yang kecil (500mg) tidak terjadi interaksi berupa penghambatan obat sehingga penggunaan obat dapat diberikan secara kombinasi. 2.2.7 Efek Samping Obat a. Amoksisilin Efek samping berupa rasa mual, diare, muntah dan reaksi hipersensitivitas pada kulit. Pada dosis amat tinggi dapat terjadi reaksi nefrotoksis dan neurotoksis. b. Metronidazole Efek samping metronidazol adalah gangguan saluran cerna seperti mual dan muntah, nyeri epigastrik, kejang 2.2.8 Analisa Diagnosa Serviks uteri adalah penghalang penting bagi masuknya kuman-kuman ke dalam genitalia interna. Dalam hubungan ini seorang yang belum pernah melahirkan, dalam keadaan normal kanalis servikalis bebas kuman, pada seorang yang pernah melahirkan dengan ostium uteri eksternum sudah lebih terbuka, batas ke atas dari daerah bebas kuman ialah ostium uteri internum.6 Radang pada serviks uteri bisa terdapat pada portio uteri di luar ostium uteri eksternum dan/atau pada endoserviks uteri. Pada beberapa penyakit kelamin seperti gonorea, sifilis, ulkus mole, dan granuloma inguinale dan pada tuberkulosis, dapat ditemukan radang pada serviks. 6 Servisitis dibagi menjadi dua sindrom tersendiri yaitu Endoservisitis adalah peradangan selaput lendir kanalis servikalis yang paling sering disebabkan oleh C. Trahchomatis dan N. Gonorrhoeae. Ektoservisitis adalah peradangan epitel berlapis di

serviks dan paling sering disebabkan oleh T. Vaginalis, C. Albicans, dan virus papiloma

manusia. Servisitis saja biasanya asimtomatik. Gejala lain servisitis yang disebabkan oleh organisme spesifik akan menyebabkan perempuan yang bersangkutan pergi berobat, misalnya gatal yang disebabkan oleh infeksi C. Albicans.7 Pada kasus ini pengobatan yang diberikan sudah cukup tepat. Hal ini disebabkan pada kasus tersebut etiologi terjadinya servisitis disebabkan oleh bakteri dan juga bisa disebabkan oleh parasit.

Usulan Penulisan Resep dr. Budi Fitriadi SIP. 612/XVV/D/2012 Praktek Umum Alamat Praktek Jln. Veteran No.15 Telp : 08565436402 Alamat Rumah Jln. Kayu Tangi No.80 Telp : 0511785684 Banjarmasin, R/ Amoxicillin tab 500 mg No. X Februari 2012

S t.d.d.tab I. a.c
R/ Metronizole tab 500 mg No.X

S t.d.d. tab I p.c

Pro : Risnawati Umur : 21 thn Alamat : Jalan. Simpang belitung RT.21 No.80

BAB IV KESIMPULAN

Berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka : 1. Tepat obat

Obat kausatif yang diberikan sudah sesuai dengan diagnosis penyakit. 2. Tepat dosis Pada resep ini dituliskan dosis yang diberikan untuk setiap sediaan obat. Namun, tidak dicantumkan satuan dosis yang diberikan 3. Tepat bentuk sediaan Pada resep ini tidak dituliskan bentuk sediaan obat yang diberikan pada pasien. 4. Waktu penggunaan obat Pada resep ini tidak dituliskan kapan obat ini diminum.
5. Tepat keadaan penderita

Karena tidak diketahui informasi tentang status sosio-ekonomi pasien maka pertimbangan harga obat tidak diperhitungkan. Oleh karena itu resep dianggap sudah tepat dengan keadaan penderita. Sedangkan kelengkapan lain yang perlu ditulis adalah identitas penderita seperti umur, berat badan dan alamat.

DAFTAR PUSTAKA 1. Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja. Jakarta, 2001 2. Joenoes, Nanizar Zaman. Ars Prescribendi Penulisan Resep yang Airlangga University Press. Surabaya, 1995. Rasional 1.

3. Winotopradjoko, M dkk. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Akarta, Volume 39, 2007.

4. Tjay dan Kirana. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta, 1991. 5. Ganiswarna, S.G. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995. 6. Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik Jilid 2 Edisi 8. Salemba Medika. Jakarta. 2002. 7. Winkjosastro, H. Ilmu kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 1999. 8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi klinis. EGC Kedokteran. Jakarta, 2003.

You might also like