You are on page 1of 6

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional telah diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Tujuan pembangunan kesehatan nasional adalah peningkatan mutu, cakupan, dan efisiensi melalui penerapan dan penyempurnaan standar pelayanan, standar tenaga, standar peralatan, standar profesi dan peningkatan manajemen rumah sakit (Depkes, 2000). Rumah sakit adalah salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan, yang merupakan tempat dan tumpuan harapan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Rumah sakit harus mampu memberikan pertolongan dan perawatan yang memadai, berupa pelayanan yang nyaman, tepat, bermanfaat dan profesional. Untuk itu, rumah sakit dituntut memberikan pelayanan dengan mutu yang baik dan menyediakan fasilitas yang dilengkapi sarana peralatan yang memadai dan modern dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional yang mampu menghasilkan produktifitas kerja yang tinggi (Depkes, 1998). Perawat sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan masyarakat dituntut untuk memberi pelayanan dengan mutu yang baik. Untuk itu dibutuhkan kecekatan dan keterampilan serta

Universitas Sumatera Utara

kesiagaan setiap saat dari seorang perawat dalam menangani pasien, kondisi ini akan membuat seorang perawat akan lebih mudah mengalami stres (Hamid, 2001). Perawat dalam menjalankan profesinya sangat rawan terhadap stres, kondisi ini dipicu karena adanya tuntutan dari pihak organisasi dan interaksinya dengan pekerjaan yang sering mendatangkan konflik atas apa yang dilakukan. Nursalam (2002) mengatakan, beban kerja yang sering dilakukan oleh perawat bersifat fisik seperti mengangkat pasien, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankart, dan yang bersifat mental yaitu kompleksitas pekerjaan misalnya keterampilan, tanggung jawab terhadap kesembuhan, mengurus keluarga serta harus menjalin komunikasi dengan pasien. Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 2006) sebanyak 50,9 % perawat Indonesia yang bekerja mengalami stres kerja, sering merasa pusing, lelah, kurang ramah, kurang istirahat akibat beban kerja terlalu tinggi serta penghasilan yang tidak memadai. Sementara itu, Frasser (1997) menjelaskan bahwa 74 % perawat mengalami kejadian stres, yang mana sumber utamanya adalah lingkungan kerja yang menuntut kekuatan fisik dan keterampilan. Instalasi Gawat darurat merupakan unit penting dalam operasional suatu rumah sakit, yaitu sebagai pintu masuk bagi setiap pelayanan yang beroperasi selama 24 jam selain poliklinik umum dan spesialis yang hanya melayani pasien pada saat jam kerja. Sebagai ujung tombak dalam pelayanan keperawatan rumah sakit, IGD harus melayani semua kasus yang masuk ke rumah sakit. Dengan kompleksitas kerja yang sedemikian rupa, maka perawat yang bertugas di ruangan

Universitas Sumatera Utara

ini dituntut untuk memiliki kemampuan lebih di banding dengan perawat yang melayani pasien di ruang yang lain. Setiap perawat yang bertugas di ruang IGD wajib membekali diri dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, bahkan dianggap perlu mengikuti pelatihan-pelatihan yang menunjang kemampuan perawat dalam menangani pasien secara cepat dan tepat sesuai dengan kasus yang masuk ke IGD. Perawat juga dituntut untuk mampu bekerjasama dengan tim kesehatan lain serta dapat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien yang berkaitan dengan kondisi kegawatan kasus di ruang tersebut, kebutuhan akan sarana dan peralatan yang menunjang pelayanan merupakan hal penting lain yang harus diperhatikan oleh penyelenggara rumah sakit (RSUD Kota Langsa, 2009). Hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat yang bertugas di IGD RSUD Kota Langsa diketahui bahwa beban kerja sangat banyak karena perawat harus melaksnakan asuhan keperawatan kepada klien, harus melakukan pencatatan dan dokumentasi asuhan keperawatan klien, mengurus administrasi klien, membawa pasien untuk pemeriksaan laboratorium dan sebagainya. Perawat juga mengatakan bahwa shift malam juga menjadi masalah bagi perawat karena harus meninggalkan rumah dan keluarganya pada malam hari. Tingginya tuntutan akan penyelenggaraan pelayanan di ruang IGD sering memicu stres kerja pada karyawan/staf yang bertugas di ruang tersebut, kondisi ini juga dipicu oleh karena kurangnya perhatian dari pimpinan atau penyelenggara rumah sakit, sarana dan peralatan yang kurang mencukupi, keterbatasan bahan habis pakai, ketatnya

peraturan dan jadwal shiff yang melelahkan, serta beban kerja yang berlebihan, ditambah dengan kurangnya tenaga perawat dalam mengantisipasi jumlah

Universitas Sumatera Utara

kunjungan pasien di ruang IGD, hal ini tergambar dari jumlah perawat yang bertugas di ruang IGD RSUD Kota Langsa 21 orang, dengan jumlah kunjungan 60 s/d 75 orang/hari. Hasil wawancara penulis dengan beberapa pasien yang dirawat diketahui, dalam memberikan pelayanan kepada pasien perawat sering marah-marah, tidak sabar dalam melakukan tindakan keperawatan sehingga terkesan kasar, perawat terkesan tidak peduli, waktu perawat untuk bersenda gurau dengan sesama perawat lebih banyak daripada melakukan perawatan terhadap pasien. Kondisi ini mengharuskan perawat memahami strategi koping yang seimbang sesuai masalah yang dihadapi di tempat kerja. (RSUD Kota Langsa, 2009). Stres kerja yang sering dialami perawat di Instalasi Gawat Darurat meliputi stres Psikologis yang diperkirakan dialami hampir 40% perawat, sebagian perawat yang mengalami stres psikologis diantaranya menderita gejala gangguan disfungsi sosial (mean=13.45, standar deviasi=2.47) diikuti gejala somatic (mean=13.45, standar deviasi=4.26), hampir 20% mengaami depresi mulai dari yang ringan maupun depresi berat (Lam, 2002). Berdasarkan latar belakang, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang stres kerja pada perawat, khususnya di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa. Penelitian ini sangat relevan sebagaimana diketahui bahwa Instalasi Gawat Darurat adalah suatu ruang yang memberikan pelayanan emergensi yang bersifat akut, primer, episodik, tidak terjadwal dan membutuhkan perhatian khusus. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan tinggi dalam menangani situasi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi stres kerja dan strategi koping pada perawat yang bertugas di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa.

3. Pertanyaan Penelitian 3.1 Stres kerja apa sajakah yang dihadapi perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa. 3.2 Bagaimana strategi koping perawat dalam menghadapi stres kerja di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa.

4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 4.1 Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa untuk dapat mengetahui dan bagaimana mengatasi masalah stres kerja yang terjadi pada perawat. 4.2. Bagi pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai masukan bagi keperawatan dasar dan manajemen keperawatan dalam mempersiapkan perawat untuk dapat menggunakan koping yang adaptif ketika berhadapan dengan stres kerja.

Universitas Sumatera Utara

4.3. Bagi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan bagi penelitian keperawatan berikutnya yang terkait dengan stres kerja pada perawat dan faktor-faktor yang mempengaruhi stres tersebut.

Universitas Sumatera Utara

You might also like