You are on page 1of 10

Intoleransi Laktosa

Disusun oleh :

Micco Joshua A P 102009204 Lukfintia Filia 102010080 Rebecca Yolanda 102011017 Michael Susanto 102011077 Allysa Desita 102011105 Jesica The 102011 Maria Fransiska 102011189 Karen Aryan Perdana 102011258 Oscar Putera 102011404

Kelompok F6 Email : fiefilia@yahoo.com

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012/2013 Jalan Terusan Arjuna no.6 Tanjung Duren Jakarta Barat 11510

DAFTAR ISI
Daftar isi2 Pendahuluan....3 Isi...4 - 9 Penutup..9 Daftar pusaka....10

Pendahuluan
Didalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa menyusui, pada manusia, laktase terus diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase.1

Definisi
Diare didefinisikan sebagai buang air besar dengan volume, frekuensi, atau kecairan yang berlebihan. Setiap proses yang meningkatkan frekuensi defekasi atau volume tinja menyebabkan tinja menjadi lebih encer karen konsistensi tinja yang lunak tetapi berbentuk ditentukan oleh penyerapan air yang bergantung pada waktu. Proses defekasi ditandai dengan frekuensi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari).2,3 Diare dapat bersifat akut ( durasi kurang dari 2 minggu) secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat atau kronik (lebih dari 2 minggu atau lebih) dengan kehilangan berat badan (failure to thrive) selama masa diare tersebut. Diare dapat bersifat sekretorik, osmotik, atau malabsorptif bergantung pada dasar patofisiologis yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan usus. Diare osmotik disebabkan oleh malabsorpsi nutrien atau elektrolit yang kurang diserap yang menahan air di lumen; diare osmotik disebabkan oleh malabsorpsi makanan, kekurangan kalori protein, BBLR dan bayi baru lahir. Diare sekretorik terjadi jikat terdapat secretagogues yang mempertahankan transpor cairan keluar sel epitel yang deras menuju lumen saluran cerna; diare sekretorik disebabkan oleh infeksi (virus, kuman-kuman patogen dan apatogen), hiperperistaltik usus halus ( keracunan makan, makanan yang pedas), gangguan syaraf (alergi, hawa dingin), defisiensi imun terutama SIgA (secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan terjadinya bakteri/jamur tumbuh berlipat ganda. Diare malabsorptif terjadi jika kemampuan usus mencerna atau menyerap nutrien tertentu terganggu dan dapat disebabkan oleh gangguan pencampuran makanan (gangguan motilitas), insufisiensi pankreas (gangguan pencernaan), atau kerusakan enterosit atau zat pengangkut di permukaannya (gangguan penyerapan).2-4

Anamnesis
Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan optimal.5 Anamnesis yang baik akan terdiri dari: 5
-

Identitas Meliputi nama lengkap, alamat, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, dan nama orangtua.

Keluhan Utama Keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Biasanya dalam kasus ini menggunakan alo-anamnesis dengan belum dapat berbicara. bahasa orang tuanya karna anaknya masih

Riwayat Penyakit Sekarang Merupakan cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai peristiwa penting seputar masalah yang dihadapinya. a. Kapan penyakitnya dimulai dan bagaimana frekuensi diarenya? b. Bentuk tinja ? Bagaimana perubahannya? d. Keluhan lain yang menyertai diare? e. Pemeriksaan dan pengobatan apa yang dilakukan?

Riwayat Penyakit Dahulu Untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah di derita dengan penyakitnya sekarang.

Riwayat Penyakit Keluarga Anamnesis keluarga untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.

Riwayat Nutrisi Hal yang harus ditanyakan berapa lama menggunakan ASI, bahan makanan pengganti selain ASI. Makanan dapat menimbulkan diare melalui mekanisme osmotik yang berlebihan atau proses alergi. Diare dan mual yang menyertai minum susu menunjukkan dugaan kuat adanya intoleransi laktosa dan sindrom usus iritabel.5

Diagnosis
Pemeriksaan Fisik : Melakukan pemeriksaan antropometri, dengan mengukur berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala (untuk anak usia dibawah 2 tahun) Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, dengan mengukur tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan,dan suhu tubuh. Pemeriksaan Abdomen Inspeksi : Bayi dalam posisi terlentang, sebaiknya sedang tidur. Perhatikan perut bayi, buncit atau cekung, simetris atau tidak. Palpasi : Palpasi pada bayi mudah dikerjakan karena bayi senang disentuh, peganglah dengan satu tangan kaki bayi dan buatlah fleksi pada lutut dan panggul sehingga bayi relaksasi. Raba hati dari bawah abdomen sebelah kanan. Pada perkusi ringan terdengar suara timpani, karena bayi sering menelan banyak udara. Namun bila suara timpani mengeras disertai dengan distensi abdomen, maka pikirkanlah kemungkinan adanya peritonitis Auskultasi : Dengarkan bunyi peristaltik, mendengar suara musikal peristaltik tiap 1030 detik. Bunyi peristaltik akan berubah menjadi tinggi pada obstruksi traktus gastrointestinal sedangkan frekuensinya akan bertambah pada gastroenteritis, serta berkurang atau bahkan menghilang pada perionitis atau ileus paralitikus.3 Pemeriksaan Penunjang : Diet eliminasi, yaitu dengan cara tidak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung laktosa (susu dan produk susu) dan lihat apakah ada perbaikan gejala. Apabila timbul gejala klinis setelah diberikan bahan makanan yang mengandung laktosa, maka dapat dipastikan penyebabnya adalah intoleransi laktosa.1 Hydrogen breath test, merupakan pengujian kadar hidrogen dalam panas. Laktosa yang tidak terurai oleh laktase akan mengalami fermentasi oleh bakteri sehingga menghasilkan gas hidrogen didalam saluran cerna. Tes ini dilakukan dengan mempuasakan pasien, lalu mengukur kadar hidrogen udara dari napasnya, kemudian memasukkan laktosa 2g/kgBB lalu diukur kadar hidrogennya setelah 2-3 jam pemberian. Peningkatan kadar hidrogen udara dalam napas diatas 20ppm dapat dipastikan pasien menderita intoleransi laktosa.5 Pengukuran kadar pH feses. Jika kadar pH feses <6, maka memperkuat dugaan adanya intoleransi laktosa.5

Diagnosis Kerja : Intoleransi laktosa Intoleransi laktosa didefinisikan sebagai timbulnya gejala-gejala pada saluran pencernaan sesudah makan atau minum bahan-bahan yang mengandung laktosa, atau pun hasil olahannya. Gejala yang timbul dapat merupakan nyeri perut, diare, flatulen, dan kembung.4

Diagnosis Banding : 1. Diare akut karena rotavirus Infeksi rotavirus menyebabkan gastroenteritis, dengan gejala yang khas berupa diare akut dan vomiting. Lactobacillus GG suatu strain bakteriprobiotik yang resisten terhadap asam lambung dan asam empedu guna untuk pencegahan diare pada anak dengan resiko tinggi di negara yang sedang berkembang, secara signifikan dapat menurunkan insiden diare pada bayi yang minum susu botol, tetapi tidak banyak pengaruhnya pada kelompok yang minum ASI. Pemberian Lactobacillus GG (1010-1011cfu/hari) memperpendek fase diare dari rata-rata 3,5 menjadi 2,5 hari pada anak-anka yang dirawat dirumah sakit atau diobati di rumah. Penelitian oleh Guandalini, dkk, menyatakan diare yng disebabkan oleh rotavirus perjalanannya dapat dimodulasi oleh ASI yang mengandung Bifidobacterial growth factor. Penambahan lactibacillus GG atau Lacidophilus LB juga menguntungkan karena dapat memperpendek perjalanan diare dan menutunkan resiko terjadinya persisten.8

2. Intoleransi protein susu sapi Keadaan ini merupakan diagnosis klinis yang dibuat bila ditemukan gejala baik akut maupun kronik yang timbul berkaitan dengan mengonsumsi susu sapi. Reaksi akut setelah memakan sejumlah kecil susu di antaranya muntah, diare, urtikaria, stridor dan spasme bronkus. Bila reaksi akut terjadi, kaitannya dengan asupan susu jelas terbukti. Efek kronik seperti kegagalan pertumbuhan, perdarahan rectum, anemia dan hepatosplenomegali sebagai akibat reaksi terhadap protein susu, lebih sulit untuk dibuktikan. Penelitian imunologis menunjukkan adanya berbagai mekanisme. Bayi-bayi yang rentan mungkin mengalami peningkatan absorpsi jumlah antigen laktoglobulin pada awal masa bayi dan hal ini dapat berhubungan dengan defisiensi IgA sementara atau terjadi setelah gastroenteritis .Biopsi jejenum menunjukan pendataran vili yang bervariasi. Gangguan ini biasanya bersifat sementara dan dapat ditangani dengan penyesuaian diet. Protein diberikan dalam bentuk kasein hidrolisat, daging ayam atau protein kedelai.8
6

Epidemiologi
Sekitar 70% dari penduduk dunia mengalami intoleransi laktosa. Dari semuanya itu, penduduk dieropa memiliki tingkat kejadian paling rendah, sedangkan di Asia serta Afrika memiliki tingkat kejadian toleransi laktosa yang paling tinggi.3 Di Amerika terdapat lebih dari 50 juta orang mrnderita laktosa.5 Jenis kelamin tidak memiliki peran dalam kasus intoleransi laktosa ini.6 Intoleransi laktosa ini sering muncul pada anak usia mulai 2 tahun keatas, karena produksi enzim laktase diprogram secara genetik untuk menurun pada usia tersebut. Namun tidak menutup keungkinan pada usia dibawah 2 tahun dapat menderita intoleransi laktosa (khususnya bayi-bayi prematur).4,6

Etiologi
Laktosa merupakan sumber energi utama dan hanya terdapat didalam susu mamalia.Laktosa ini akan diuraikan oleh enzim laktase (-galactosidase) yang terdapat di brush border mukosa usus halus, menjadi glukosa dan galaktosa, yang kemudian akan diserap oleh tubuh diusus halus. Intoleransi laktosa ini terjadi karena adanya defisiensi enzim laktase tersebut sehingga laktosa tidak dapat diutai dan diserap oleh usus halus.6 Defisiensi laktase terdiri atas 3 bentuk : Congenital hereditary lactase deficiency (primary inborn error of metabolism). Enzim laktase tidak ada sejak lahir. Kasus seperti ini sangat jarang, frekuensinya 1:100.000 kelahiran. Intoleransi glikosa ini dikatakan primer, karena tidak ada riwayat atau tanda penyakit diusus.4 Intoleransi laktosa akibat penurunan laktase primer (primary lactase deficiency) ini disebabkan oleh faktor genetik karena tubuh akan menurunkan tingkat produksi enzim laktase mulai pada usia 2 tahun. Kecepatan proses penurunan produksi ini tergantung dari masing-masing individu. Tipe ini sering juag terdapat pada anak usia 2 tahun keatas hingga dewasa.7 Intoleransi laktosa akibat penurunan produksi laktase sekunder (secondary lactase deficiency) disebabkan rusaknya mukosa usus halus karena adanya infeksi akut oleh rotavirus atau bakteri pada usus halus yang merusak mukosa usus halus sehingga menghambat produksi enzim laktase. Tipe ini biasanya dijumpai pada anak usia kurang dari 2 tahun.7

Patogenesis
Laktosa yang terdapat didalam susu mamalia, akan diuraikan menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase.2 Namun apabila enzim laktase ini tidak ada, maka laktosa tidak dapat diuraikan. Laktosa yang tidak diserap oleh bakteri (terutama Escherichia coli) yang banyak didalam usus akan merubah laktosa tersebut menjadi asam organik, antara lain : laktat, asam format, asam asetat, asam propionat, dan asam butirat disamping gas CO2 dan hidrogen. Pembentukan asam organik ini akan meningkatkan osmoralitas didalam lumen usus, sehingga akan menarik air, dan elektrolit dari mukosa kedalam lumen. Asam organik yang merupakan asam lemak rantai pendek, selanjutkan akan meningkatkan osmoralitas didalam isi lumen usus, juga akan mengurangkan penyerapan air, dam elektrolit. Peninggian cairan didalam isi lumen usus akan merangsang peristaltik. Akibatnya pada intoleransi laktosa ditemukan peningkatan peristaltik, pH tinja bersifat asam (<6), dan tingginya gas hidrogen. Gas hidrogen yang terbentuk dalam usus tersebut akan berdifusi kedalam darah, dan selanjutnya sampai pada udara respirasi. Banyaknya gas didalam usus akan menyebabkan peregangan saluran pencernaan yang juga menimbulkan rasa nyeri.4

Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari intoleransi laktosa, antara lain : 6 Diare Perut kembung Nyeri perut Kotoran berbau asam dan berlendir, kadan cair Daerah sekitar anus kemerahan (pada bayi)

Penatalaksanaan
Pada bayi yang mengalami intoleransi laktosa pengobatan dilakukan dengan pemberian susu bebas laktosa. Tujuannya adalah supaya frekuensi diare berkurang. Pengobatannya adalah menghentikan susu dari diet. Preparat laktase (Lactasid) sudah ada; bila ditambahkan ke dalam susu. Preparat ini memungkinkan pemakaian susu dalam jumlah yang sedang tidak bergejala, bila susu tersebut telah diinkubasi dengan penambahan enzim ini. Kapsul dengan aktivitas laktase dapat juga diberikan bersama dengan makanan. Yogurt biakan hidup mengandung bakteri yang memproduksi ezim laktase dengan demikian ditoleransi oleh orang dengan defisiensi-laktase. Susu kedelai pada bayi diatas umur 6 bulan.9
8

Kesimpulan
Laktosa adalah gula susu yang dipecah oleh enzim laktase, suatu enzim pencernaan yang terdapat dalam usus halus. Intoleransi laktosa adalah berkurangnya kemampuan untuk mencerna laktosa, yang disebabkan oleh kekurangan enzim laktase. Gejala-gejala intoleransi laktosa meliputi antara lain: perut kembung (banyak gas), sakit perut dan diare. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat intoleransi laktosa, dapat dilakukan berbagai hal seperti membaca label pangan dengan seksama, pembatasan jumlah susu yang dikonsumsi dan pemilihan produk-produk susu.

Daftar Pustaka
1. Egayanti, Yusra. Kenali intoleransi laktosa lebih lanjut dalam InfoPOM vol. 9. No.1. Januari 2008, hal. 1-3 2. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit:pengantar menuju kedokteran klinis. 5th

ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010. h. 404-5. 3. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Jakarta: EGC; 2008.h. 162-3.
4. Oenzil, Fadil. Ilmu gizi, pencernaan, penyerapan dan detoksikasi zat gizi. Jakarta: Hipokrates; 1995. hal. 48-53 5 Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke5, jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.25-45,477,534-47. 6. Rusynyk, Alexander dan Christoper Still. Lactose intolerance. JAOA vol.101, no.4, hal.S10-2 7. Baas, Atan. Intoleransi laktosa. Majalah Kedokteran Nusantara vol. 39. No.4. Desember 2006, hal. 424-9 8. Suraatmaja S. kapita selekta Gastroenterologi anak. Jakarta: CV Sagung Seto; 2007. h. 107

9. Sutomo B, Anggraini DY. Makanan sehat pendamping ASI. Jakarta: Demedia; 2010. h. 448.

10

You might also like