You are on page 1of 37

DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

PENGERTIAN RUANG

PP No. 26 tahun 2008

RUANG

Ps. 1 angka 1

7/7/2013

PENGERTIAN DASAR

PP No. 26 tahun 2008

PENTINGNYA PERENCANAAN TATA RUANG

Sebagai dasar kebijakan pokok pemanfaatan ruang


Matra keruangan dari pembangunan daerah Alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar wilayah dan antar kawasan serta kesersian antar sektor Bentuk rumusan kesepakatan antar pemangku kepentingan tentang struktur dan pola ruang wilayah Rencana tata ruang juga berfungsi sebagai pengendali pemanfaatan ruang

TUJUAN RTRWN

PP No. 26 tahun 2008

Pasal 3
Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan: 1. ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; 2. keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; 3. keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; 4. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; 5. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang; 6. pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; 7. keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah; 8. keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan 9. pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.

PERENCANAAN TATA RUANG

UU No. 26 tahun 2007

Menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang
RENCANA UMUM TATA RUANG
Ps. 14 ayat (2)

Ps. 14 ayat (1)

RENCANA RINCI TATA RUANG


Ps. 14 ayat (3)

sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang disusun apabila: a.


Ps. 14 ayat (4)

RTR PULAU / KEPULAUAN


RTRW NASIONAL RTR KWS STRA. NASIONAL RTR KWS STRA. PROVINSI RTR KWS STRA KABUPATEN RTRW KABUPATEN RDTR WIL KABUPATEN RTR KWS METROPOLITAN
b.

WILAYAH

RTRW PROVINSI

rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau

PERKOTAAN

RTR KWS PERKOTAAN DLM WIL KABUPATEN RTR BAGIAN WIL KOTA RTRW KOTA

rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan
Ps. 14 ayat (5)

Sebagai dasar penyusunan peraturan zonasi


Ps. 14 ayat (6)

RTR KWS STRA KOTA


RDTR WIL KOTA

UU No. 26 tahun 2007

Muatan RTRWN

Pasal 20

1. Tujuan RTRWN 2. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Nasional


A. Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang Wilayah Nasional B. Kebijakan Pengembangan Kawasan Lindung Nasional C. Kebijakan Pengembangan Kawasan Budi daya D. Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional

3. Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional


A.Sistem Perkotaan Nasional B.Sistem Jaringan Transportasi nasional C.Sistem Jaringan Energi Nasional D.Sistem Jaringan Telekomunikasi Nasional E.Sistem Jaringan Sumber daya Air

4. Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional


A.Rencana Kawasan Lindung Nasional: A.Kawasan Suaka Alam B.Kawasan Pelestarian alam C.Kawasan Rawan Bencana Alam D.Kawasan lindung geologi B.Rencana Pengembangan Kawasan Budi Daya C.Penetapan Kawasan Strategis Nasional

5. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional 6. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Nasional

UU No. 26 tahun 2007

Muatan RTRW Provinsi

Pasal 23

1. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi 2. Rencana struktur ruang wilayah provinsi a. sistem perkotaan b. kawasan perdesaan c. sistem jaringan prasarana 3. Rencana pola ruang wilayah provinsi a. kawasan lindung b. kawasan budi daya 4. Penetapan kawasan strategis provinsi 5. Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi berupa indikasi program utama jangka menengah lima tahunan 6. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi a. indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi b. arahan perizinan c. arahan insentif dan disinsentif d. serta arahan sanksi.

UU No. 26 tahun 2007

Muatan RTRW Kabupaten

Pasal 26

1. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten; 2. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten a. sistem perkotaan b. kawasan perdesaan c. sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten 3. Rencana pola ruang wilayah kabupaten a. kawasan lindung kabupaten b. kawasan budi daya kabupaten; 4. Penetapan kawasan strategis kabupaten; 5. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berupa indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan 6. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten a. ketentuan umum peraturan zonasi b. ketentuan perizinan c. ketentuan insentif dan disinsentif d. serta arahan sanksi.

UU No. 26 tahun 2007

Muatan RTRW Kota

Pasal 26

1. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kota; 2. Rencana struktur ruang wilayah Kota a. sistem perkotaan b. kawasan perdesaan c. sistem jaringan prasarana wilayah Kota 3. Rencana pola ruang wilayah Kota a. kawasan lindung Kota b. kawasan budi daya Kota; 4. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; 5. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau; 6. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, 7. Penetapan kawasan strategis Kota; 8. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota berupa indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan 9. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota a. ketentuan umum peraturan zonasi b. ketentuan perizinan c. ketentuan insentif dan disinsentif d. serta arahan sanksi.

RENCANA STRUKTUR RUANG


Rencana Struktur Ruang
Ps. 17 ayat (2)

UU No. 26 tahun 2007

Rencana Sistem Pusat Permukiman


Sistem Wilayah (sistem kota)

Rencana Sistem Jaringan Prasarana


Sistem Jaringan Transportasi Sistem Jaringan Energi Sistem Jaringan Telekomunikasi Sistem Persampahan & Sanitasi Sistem Jaringan SDA, dll.

Sistem internal Perkotaan (sistem pusat kegiatan)

BHK-DJPR/Presentasi/DR

RENCANA SISTEM PERKOTAAN NASIONAL


Pulau Sumatera Jawa-Bali Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Total
PROVINSI PKN PAPUA BARAT Sorong PAPUA Timika Jayapura

PP No. 26 tahun 2008

PKN 9 11 2 5 5 2 3 37

PKW 56 38 10 28 24 11 11 178
PKW

PKSN 4 0 3 10 2 4 3 26
PKSN

Manokwari Fak-Fak Ayamaru Biak Nabire Muting Bade Merauke Sarmi Arso Wamena Tanah Merah Merauke Arso

PKN
PKW PKSN/KOTA PERBATASAN

Strategi pemerataan pengembangan kawasan P.Sumatera-Jawa-Bali dan KalimantanSulawesi-Nusa Tenggara-Maluku-Papua melalui penyebaran pusat-pusat kegiatan nasional (20:17) dan wilayah (94:84) serta pengembangan kawasan perbatasan (4:22)

RENCANA JARINGAN LINTAS PENYEBERANGAN


PUSAT PENYEBARAN SEKUNDER 1. Sentani (Provinsi Papua) 2. Mopah (Provinsi Papua) PUSAT PENYEBARAN TERSIER 1.Waisai (Provinsi Papua Barat) 2.Domine Eduard Osok (Provinsi Papua Barat) 3.Rendani (Provinsi Papua Barat) 4.Frank Kaisepo (Provinsi Papua) 5.Wamena (Provinsi Papua) 6.Nabire (Provinsi Papua) 7.Timika (Provinsi Papua)

PP No. 26 tahun 2008

Jaringan lintas penyebrangan laut diarahkan untuk menghubungkan antar pulau-pulau besar serta membentuk gugus pulau-pulau kecil termasuk pulau-pulau terluar untuk menjaga kedaulatan wilayah NKRI

RENCANA PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT

PP No. 26 tahun 2008

PULAU
Sumatera Jawa-Bali Kep Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Total

PELABUHAN INTERNASION AL
8 6 1 4 3 1 2 25

PELABUHAN NASIONAL
19 2 5 10 5 4 5 50

Pel. Internasional Pel. Nasional PKN

Keterangan :

Sebaran pengembangan pelabuhan laut nasional/internasional diarahkan untuk mendukung aktifitas ekonomi (ekspor-impor) pada kota-kota PKN dan PKW

RENCANA PENGEMBANGAN BANDAR UDARA

PP No. 26 tahun 2008

PULAU Sumatera Jawa-Bali Kep Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi

PRIMER 2 3 1 2

SEKUNDE R 3 3 2 3 3

TERSIE R 9 3 5 11 3

Maluku
Papua Total (65)

2 16

3
7 41

Keterangan :
Pusat Penyebaran Skala Pelayanan Primer Pusat Penyebaran Skala Pelayanan Sekunder Pusat Penyebaran Skala Pelayanan Tersier

Sebaran pengembangan bandara untuk skala pelayanan primer, sekunder dan tersier diarahkan dalam rangka melayani aktifitas ekonomi pada kota-kota PKN dan PKW

RENCANA POLA RUANG

UU No. 26 tahun 2007

Rencana Pola Ruang


Ps. 17 ayat (3)

Peruntukan Kawasan Lindung


Ps. 17 ayat (4)

Peruntukan Kawasan Budidaya

Kegiatan Pelestarian Lingkungan Hidup Kegiatan Sosial Kegiatan Budaya Kegiatan Ekonomi Kegiatan Pertahanan & Keamanan

dalam RTRW ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 %dari luas DAS
Ps. 17 ayat (5)

KAWASAN LINDUNG

UU No. 26 tahun 2007

Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan lindung adalah:
Kawasan Yang Memberikan Pelindungan Kawasan Bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air; Kawasan Perlindungan Setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air;

KAWASAN LINDUNG

UU No. 26 tahun 2007

Kawasan Suaka Alam Dan Cagar Budaya, antara lain, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; Kawasan Rawan Bencana Alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan Kawasan Lindung Lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan terumbu karang.

RENCANA KAWASAN LINDUNG NASIONAL

PP No. 26 tahun 2008

PULAU
Sumatera Jawa-Bali Kep. Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua TotalKeterangan:

Kaw. Lindung
88 43 49 40 60 28 43 351

Kawasan Lindung
Kawasan Suaka Alam & Pelestarian Alam

Sebaran penetapan kawasan lindung nasional diarahkan secara merata di seluruh wilayah dalam rangka menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan

KAWASAN BUDI DAYA

UU No. 26 tahun 2007

Kawasan Budi Daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

KAWASAN BUDI DAYA

UU No. 26 tahun 2007

Kawasan peruntukan hutan produksi, Kawasan peruntukan hutan rakyat, Kawasan peruntukan pertanian, Kawasan peruntukan perikanan, Kawasan peruntukan pertambangan, Kawasan peruntukan permukiman, Kawasan peruntukan industri, Kawasan peruntukan pariwisata, Kawasan tempat beribadah, Kawasan pendidikan, dan Kawasan pertahanan keamanan.

RENCANA KAWASAN ANDALAN DARAT

PP No. 26 tahun 2008

PULAU
Sumatera Jawa-Bali Kep. Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Total

Kws. Andalan Darat 31 26 8 16 16 6 9 112

Kebijakan pengembangan kawasan andalan darat diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

RENCANA KAWASAN ANDALAN LAUT

PP No. 26 tahun 2008

PULAU
Sumatera Jawa-Bali Kep. Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua

Kws. Andalan Laut 12 6 4 5 11 3 3

Total

44

Kebijakan pengembangan kawasan andalan laut diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya dengan pemanfaatan potensi laut Indonesia secara optimal

KOMPLEMENTARISTAS TATA RUANG

RENCANA

UU No. 26 tahun 2007

RTRWN

RTRW\ Provinsi

RTRW Kabupaten dan Kota

RDTR Dilengkapi peraturan zonasi (Zoning Regulation)

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN INDIKASI PROGRAM JANGKA MENENGAH LIMA TAHUNAN

UU No. 26 tahun 2007

Perkiraan Pendanaan
Untuk merealisasikan program dan rencana tindak yang disusun maka perlu dibuatkan rencana pembiayaan kurun waktu 20 (duapuluh) tahun dan secara bertahap setiap 5 (lima) tahun. Pada bagian ini dijelaskan pula perkiraan rencana sumber dan besar pembiayaan untuk masingmasing program.

Instansi Pelaksana
Pelaksanaan program disesuaikan dengan tingkat pemerintahan sesuai dengan kewenangannya, dan dapat melibatkan swasta dan masyarakat. Instansi pelaksana dapat dijabarkan dengan lebih rinci sesuai dengan bidang, tugasdan fungsinya yang pelaksanaannya harus terinteraksi antar sektor.

Waktu dan Tahapan Pelaksanaan

KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

UU No. 26 tahun 2007

Berisi : Ketentuan umum peraturan zonasi, Ketentuan perizinan, Ketentuan insentif dan disinsentif, serta Arahan sanksi.

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

UU No. 26 tahun 2007

ketentuan perihal aktivitas keruangan yang diperbolehkan, tidak diperbolehkan, bersyarat dengan aturan tambahan dan pengecualian pemanfaatan ruang untuk kategori kegiatan khusus serta arahan ketinggian, kepadatan bangunan dan sempadan bangunan.

KETENTUAN PERIZINAN

UU No. 26 tahun 2007

izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin yang dimaksud adalah izin yang berlaku di kabupaten, umumnya adalah izin lokasi, izin pemanfaatan ruang dan izin mendirikan bangunan terkait dengan rencana tata ruang.

KETENTUAN INSENTIF DAN DISINSENTIF

UU No. 26 tahun 2007

Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa : Keringanan pajak, pemberian kempensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham Pembangunan serta pengadaan infrastruktur Kemudahan prosedur perizinan Pemberian penghargaan kepada masyarakat swasta dan/atau pemerintah daerah Disinsentif adalah perangkat untuk mencegah membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang berupa : Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mngatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang dan/atau Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi dan penalti

PENGENAAN SANKSI

UU No. 26 tahun 2007

Pengenaan Sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan TRT & peraturan Zonasi

Sanksi Administrasi

Ps. 63

Sanksi Pidana

Ps. 69

Sanksi Perdata

Peringatan tertulis penghentian sementara kegiatan Penghentian sementara pelayanan umum penutupan lokasi pencabutan izin pembatalan izin pembnongkaran bangunan pemulihan fungsi ruang dan/atau denda administrasi

Pidana Pokok Penjara Denda Pidana Tambahan pemberhentian secara tidak hormat dari jabatan Pencabutan izin usaha Pencabutan status badan hukum

Tindak pidana menimbulkan kerugian secara perdata

Ps. 73 ayat (2)

Ps. 74 ayat (2)

PENGENAAN SANKSI

UU No. 26 tahun 2007

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, dikenai sanksi administratif, berupa:
a. b. c. d. e. f. g. h. i.

peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan; penghentian sementara pelayanan umum; penutupan lokasi; pencabutan izin; pembatalan izin; pembongkaran bangunan; pemulihan fungsi ruang; dan/atau denda administratif.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan peraturan pemerintah.

PENGENAAN SANKSI

UU No. 26 tahun 2007

PENGENAAN SANKSI
PASAL PERBUATAN perubahan fungsi ruang, kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang mengakibatkan kematian orang, pelaku memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan mengakibatkan perubahan fungsi ruang mengakibatkan kerugian harta benda atau kerusakan barang PENJARA 3 (tiga) tahun 8 (delapan) tahun 15 (lima belas) tahun 3 (tiga) tahun

UU No. 26 tahun 2007

DENDA lima ratus juta rupiah satu miliar lima ratus juta rupiah lima miliar rupiah

PASAL 69

lima ratus juta rupiah

PASAL 70

5 (lima) tahun

satu miliar rupiah satu miliar lima ratus juta rupiah lima miliar rupiah

5 (lima) tahun

mengakibatkan kematian orang, pelaku

15 (lima belas) tahun

KETENTUAN PENUTUP
Jenis Peraturan Pelaksanaan yang diamanatkan

UU No. 26 tahun 2007

Jangka Waktu Penyelesaian / Penyesuaian

Ps. 78 ayat (1)

Peraturan Pemerintah
Ps. 78 ayat (2)

Diselesaikan paling lambat 2 thn terhitung sejak UU diberlakukan Diselesaikan paling lambat 5 thn terhitung sejak UU diberlakukan

Peraturan Presiden
Ps. 78 ayat (3)

Peraturan Menteri Peraturan Pemerintah ttg Ps. 78 ayat (4) a RTRWN Peraturan Daerah Provinsi Ps. 78 ayat (4) b ttg RTRWP
Ps. 78 ayat (4) c Peraturan Daerah Kabupaten/Kota ttg RTRWK
BHK-DJPR/Presentasi/DR

Diselesaikan paling lambat 3 thn terhitung sejak UU diberlakukan


Disesuaikan paling lambat 1 thn 6 bulan terhitung sejak UU diberlakukan Disusun atau disesuaikan paling lambat 2 thn terhitung sejak UU diberlakukan Disusun atau disesuaikan paling lambat 3 thn terhitung sejak UU diberlakukan

You might also like