You are on page 1of 17

BAGIAN IKM & KK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT Juli 2013

Aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Penjual Makanan Dorong Gerobak

Disusun Oleh : Goodwin Anthony Pakan Gabriel Musalim C11108199 C11108306

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT & ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

I.

PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan industri di Indonesia

semakin berkembang pesat juga.Tidak hanya industri formal tapi perkembangan industry informal juga semakin berkembang pesat. Bertolak dari perkembangangan industry penerapan kesehatan dan keselamatan kerja juga harus menjadi perhatian. Namun dalam penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di industri formal jauh lebih baik dibanding industri nonformal. Dalam sektor formal institusinya jelas yaitu institusi formal, ada perjanjian ketenagakerjaan serta program perlindungan K3 sudah ada dan diterapkan. Sedangkan industry nonformal masih jauh dari yang diharapkan. Menyadari pentingnya K3 bagi semua orang di manapun berada maupun bekerja, serta adanya persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan di era globalisasi ini maka mau tidak mau upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja harus menjadi prioritas dan komitmen semua pihak baik pemerintah maupun swasta dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh karyawan dalam manajemen perusahaan. Dengan tingkat kesehatan dan keselamatan kerja yang baik jelas mangkir kerja karena sakit akan menurun, biaya pengobatan dan perawatan akan menurun, kerugian akibat kecelakaan akan berkurang, tenaga kerja akan mampu bekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, keuntungan akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan karyawan maupun pemberi kerja akan meningkat. Untuk itu berbagai upaya hendaknya dilakukan untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk juga penelitian-penelitian dari perguruan tinggi guna mencari solusi terbaik untuk memperbaikinya. Oleh karna jumlah penjual gorengan terutama di kota Makassar ini yang hanya bekerja dimalam hari membuatku tertarik untuk melakukan penilaian terhadap pontensial bahaya yang ada pada lingkungan kerja tersebut. Dalam undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 ditetapkan bahwa Setiap warga negara berhak atas pekerjaan atau penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan dan penghidupan yang layak mengandung pengertian bahwa pekerjaan sesungguhnya merupakan suatu hak manusia yang mendasar dan memungkinkan sesorang untuk melakukan aktivitas atau bekerja dalam kondisi yang

sehat. Sedang penghidupan yang layak merupakaan dambaan setiap tenaga kerja untuk hidup secara manusiawi yang berpenghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup melalui tingkat kesejahteraan yang sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia. Perlindungan terhadap tenaga kerja meliputi aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Tenaga harus memperoleh perlindungan dari berbagai soal di sekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya. Tak dapat dipungkiri bahwa bahaya yang ada di lingkungan kerja sektor informal menimbulkan resiko yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan dalam bekerja baik itu ringan, sedang maupun berat. Selama ini banyak pekerja sektor informal belum mendapat perlindungan dan jaminan hidup layak saat dalam bekerja.

II. TINJAUAN UMUM PENJUAL MAKANAN DORONG GEROBAK Tempat usahanya berupa gerobak sederhana dengan berbagai jenis gorengan yang siap makan, dengan peralatan sederhana, seperti kompor gas, baskom berisi bahan-bahan gorengan. 1. Sejarah Pendirian Sesuai dengan kebutuhan manusia sehari-hari, makanan merupakan salah satu kebutuhan primer. Karena semakin berkembangnya zaman, permintaan terhadap makanan semakin banyak, khususnya makanan cepat saji. Bertolak dari hal itu, maka usaha pedagang makanan semakin berkembang pula. Walaupun usaha ini masih bertahap industri rumahan, tetapi banyak juga yang mencoba peruntungan dalam usaha menjual gorengan. Adapun sejarah berdirinya, usaha ini (gorengan) mulai dijalankan pada tahun 2011. Berawal dari coba-coba dengan modal seadanya, namun seiring berjalannya waktu langganan semakin banyak sehingga usaha ini masih bisa bertahan sampai sekarang.

Lokasi dari pedagang gorengan ini cukup strategis karena berada di tepi jalan raya. Selain itu, akses transportasi juga cukup lancar. Para pembeli dapat langsung membeli gorengan, saat mereka melintas di Jalan Paccerakkang tersebut. 1. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara yang telah dilakukan, jumlah tenaga kerja dari usaha ini hanya dua orang yaitu pemilik usaha itu sendiri bersama dengan Ibu Ika, istrinya. Ketentuan jam kerja pada usaha ini tidak menentu tergantung dari lakunya jualan . Namun, berdasarkan hasil wawancara rata-rata jam kerjanya yaitu tak lebih dari 8 jam kerja setiap hari. Buka dari pukul 17.00 sore. 2. Proses Produksi a. Bahan Baku Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk, ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan bahanbahan lainnya. Jadi, bahan baku ini dapat disebut sebagai bahan utama. Adapun bahan baku yang digunakan adalah sebagai berikut : Sayuran, meliputi kol, wortel. Tahu dan tempe Pisang (untuk pisang molen) Tepung terigu b. Bahan Tambahan Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan ditambahkan kedalam proses pembuatan produk dalam rangka meningkatkan mutu produk yang mana komponennya merupakan bagian dari produk akhir. Bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai berikut : Minyak goreng;. c. Uraian Proses Produksi Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin, bahan baku, bahan tambahan dan dana yang ada.Sedangkan proses adalah suatu cara, metode dan

teknik bagaimana mengubah sumber daya (material, tenaga kerja, mesin, dana dan metode) yang ada untuk memperoleh hasil. Sedangkan untuk produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Dari definisi diatas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa proses produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya material, tenaga kerja, mesin, dana, dan metode yang ada. Jenis-jenis produksi sangat banyak, tergantung dari metode, dan cara yang digunakan untuk menghasilkan produk. Namun secara garis besar dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu : 1. Proses produksi yang terus menerus (Continue)

2. Proses produksi yang terputus-putus (Intermittent) Dalam aktivitas produksinya sehari-hari usaha gorengan menggunakan jenis proses produksi yang terputus-putus Intermittent. Hal ini dikarenakan kegiatan produksi dari usaha tersebut berlangsung untuk memenuhi permintaan atau pesanan dari konsumen/ pembeli. Secara umum, proses produksi pada pedagang gorengan adalah : 1. Memotong-motong bahan ; 2. Mencampur dengan bumbu; 3. Di goreng.

KESEHATAN KERJA Dan saat kecelakaan kerja (work accident) terjadi, seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian (loss). Karena itu sebisa mungkin dan sedini mungkin, kecelakaan/ POTENSIAL kecelakaan kerja harus dicegah/ dihilangkan, atau setidaktidaknya dikurangi dampaknya. Penanganan masalah keselamatan kerja di dalam sebuah perusahaan harus dilakukan secara serius oleh seluruh komponen pelaku usaha, tidak bisa secara parsial dan diperlakukan sebagai bahasan-bahasan marginal

dalam perusahaan. Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut: 1. Kelelahan (fatigue) 2. Kondisi tempat kerja (enviromental aspects) dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe working condition) 3. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya (pre-cause) adalah kurangnya training 4. Karakteristik pekerjaan itu sendiri. Aktifitas, situasi, kondisi, kejadian, gejala, proses, material, dan segala sesuatu yang ada di tempat kerja/ berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi/ berPOTENSIALmenjadi sumber kecelakaan/ cedera/ penyakit/ dan kematian disebut dengan Bahaya/ Risiko. Secara garis besar, bahaya/ risiko dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu: 1. Bahaya/ risiko lingkungan Termasuk di dalamnya adalah bahaya-bahaya biologi, kimia, ruang kerja, suhu, kualitas udara, kebisingan, panas/ termal, cahaya dan pencahayaan. dll. 2. Bahaya/ risiko pekerjaan/ tugas Misalnya: pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan secara manual, peralatan dan perlengkapan dalam pekerjaan, getaran, faktor ergonomi, bahan/ material kerja 3. Bahaya/ risiko manusia Kejahatan di tempat kerja, termasuk kekerasan, sifat pekerjaan itu sendiri yang berbahaya, umur pekerja, Personal Protective Equipment, kelelahan dan stress dalam pekerjaan, pelatihan, dsb Berdasarkan "derajad keparahannya", bahaya-bahaya di atas dibagi ke dalam empat kelas, yaitu: 1. Extreme risk 2. High risk 3. Moderate risk 4. Low risk

Dalam manajemen bahaya (hazard management) dikenal lima prinsip pengendalian bahaya yang bisa digunakan secara bertingkat/ bersama-sama untuk mengurangi/ menghilangkan tingkat bahaya, yaitu: a. Penggantian/ substitution atau yang dikenal sebagai engineering control.

b. Eliminasi c. Pengendalian teknis / rekayasa mesin

d. Pengendalian administratif/ administrative controls e. Perlengkapan perlindungan personnel/ Personnel Protective Equipment/ PPE Istilah ergonomic berasal dari bshasa latin yaitu Ergon(kerja) dan Nomos(hokum alam)

IV. KESELAMATAN & KECELAKAAN KERJA Keselamatan kerja secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budayanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dala usaha mencegah kemungkinan terjaadinya kecdelakaan dan penyakit akibat kerja.1,6 Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Sumamur (1987) adalah sebagai berikut :1,6 1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan untuk meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. 2. Menjamin setiap keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja. 3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan yang dapat menyebabkan kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya

dengan kerja, di mana kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melakukan pekerjaan. Secara umum ada dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja yaitu :6 a. Penyebab langsung Penyebab langsung adalah suatu keadaan yang biasanya bisa dilihat dan dirasakan langsung, yang dibagi dalam 2 kelompok : - Tindakan-tindakan tidak aman yaitu tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan - Kondisi-kondisi yang tidak aman yaitu keadaan yang akan menyebabkan kecelakaan b. Penyebab dasar. Terdiri dari 2 faktor yaitu faktor manusia/pribadi dan fator kerja/lingkungan kerja Faktor manusia/pribadi, anatara lain karena : - Kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi - Kurangnya/lemahnya kemampuan dan ketrampilan/keahlian - Stress - Motivasi yang tidak culup/salah Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena : - Tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan - Tidak cukup rekayasa - Tidak cukup pembelian - Tidak cukup perawatan - Tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan barang-barang/bahan-bahan - Penyalahgunaan Berdasarkan sebab dan proses terjadinya kecelakaan maka peningkatan usaha keselamatan dan kesehatan kerja dapat ditujukan pada : a. Lingkungan mikro, yang merupakan tugas masing-masing perusahaan beserta system manejemenya.

Pada tingkat ini, usaha pertama dapat diarahkan pada lingkungan fisik, antara lain yaitu: Melalui perencanaan mesin/peralatan dengan memperhatikan segi-segi

keselamtan dan kesehatan kerja Merancang peralatan/lingkungan merja yang sesuai dengan batas kemampuan pekerja Pada tingkat pembelian harus diperhatikan mutu dan syarat keselamatan dan kesehatan kerja dari barang yang dibeli Pengelolaan (misalnya : penyusunan) bahan-bahan produksi harus secara benar Cara pembuangan bahan buangan memperhitungkan kemungkinan bahayanya, baik bagi masyarakat maupun lingkungan. Usaha kedua diarahakan pada manusia, dimana dlakukan pengamatan tehadap pemilihan, penempatan, pembinaan pegawai, yang benar. Usaha kedua diarahkan pada sistem manajemen dari perusahaan atau unit kerja yang bersangkutan, antara lain : Penyebaran, yang diikuti dengan pelaksanaan dan pengawasan Penentuan struktur, pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dalam segi keselamatan dan kesehatan kerja yang jelas dan tegas b. Lingkungan makro, yang merupakan tugas pemerintah beserta parat pelaksanya. Perbaikan yang perlu dilakukan anatara lain : memasukan materi menajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagai salah satu mata pelajaran di perguruan tinggi dan lembaga pembinaan menajemen lainnya, mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Keselamatan Kerja beserta peraturan pelaksanaanya dan menindak tegas setiap pelanggarannya, memasukkan segi keselamatan dan kesehatan kerja kedalam program Litbang Teknologi Tinggi dan usaha lain yang ada kaitannya dengan unsure lingkungan makro. c. Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri)

Dalam hirarki hazard kontrol atau pengendalian bahaya, penggunaan alat pelindung diri merupakan metode pengendali bahaya paling akhir. Artinya, sebelum memutuskan untuk menggunakan APD, metode-metode lain harus dilalui terlebih dahulu, dengan melakukan upaya optimal agar bahaya atau hazard bisa dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Alat pelindung diri yang telah dipilih hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut : Dapat memberikan perlindungan terhadap bahaya Berbobot ringan Dapat dipakai secara fleksibel (tidak membedakan jenis kelamin) Tidak menimbulkan bahaya tambahan Tidak mudah rusak Memenuhi ketentuan dari standar yang ada Pemeliharaan mudah Penggantian suku cadang mudah Tidak membatasi gerak Rasa tidak nyaman tidak berlebihan Bentuknya cukup menarik APD yang dapat digunakan antara lain : - Alat pelindung kepala, dapat berupa topi (helm) berguna untuk melindungi kepala dari benda-benda keras, pukulan, benturan kepala, hats/cap, berguna untuk melindungi kepala (rambut) dari kotoran debu - Alat pelindung tangan, berguna untuk melindungi tangan dan bagian-bagian dari benda-benda tajam/goresan, bahan-bahan kimia (padat/larutan), bendabenda panas/dingin atau kontak arus listrik. Sarung tangan dapat terbuat dari karet (melindungi tangan dari bahan kimia/arus listrik). - Alat pelindung kaki - Berguna untuk melindungi kaki dan bagian-bagiannya dari benda-benda terjatuh. Benda-benda tajam/potongan kaca, laruta kimia, benda panas dan

kontak listrik. Pada industry ringan/tempat kerja biasa, cukup memakai sepatu yang baik. Untuk mencegah tergelincir sebaiknya mengggunakan sol anti slip dari karet alam atau sistetik dengan motif timbul. - Pakaian pelindung - Berguna untuk menutupi seluruh atau sebagian dari percikan api, panas, suhu dingin, cairan kimia dan minyak.

V. PENYAKIT AKIBAT KERJA PADA TUKANG BECAK Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa informan mempunyai sedikit pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.Tapi cenderung tidak mengaplikasikan, karena faktor kebiasaan. 1. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN FISIK Faktor fisik yang terdapat pada usaha gorengan yaitu suhu yang panas dari penggorengan 2. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN KIMIA Api yang berpotensi untuk mengakibatkan luka bakar dan juga minyak akan membuat lingkungan kerja jadi licin. Dan minyak panas pada penggorengan akan menyebabkan tangan melepuh. 3. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN FISIOLOGI Tidak ergonomis. Karena selama mereka bekerja mereka terus saja berdiri. 4. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN BIOLOGI Karena posisi usaha gorengan berada di pinggir jalan, debu akibat asap kendaraan dan debu-debu lainnya dapat hinggap pada jajanan tersebut.

Pengelolah usaha gorengan itu sama sekali tidak menggunakan alat pelindung diri karena menurutnya hanya dapat memperlambat pekerjaanya dan mereka jadi terganggu dalam mengerjakan tugasnya. APD yang harus digunakan pada usaha

gorengan ini adalah menggunakan penjepit ketika masukkan adonan kedalam penggorengan. Penggunaan celemek dan penutup kepala juga dapat digunakan untuk menghindari cipratan minyak panas pada kepala dan tubuh. Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yaitu : 1. Membersihkan lantai atau permukaan lingkungan kerja yang terkena minyak ketika hendak membereskan jualan dan penggunaan alas kaki untuk mencegah pedagang tergelincir; 2. Menggunakan penjepit ketika memasukan adonan kedalam penggorengan 3. Hygiene pribadi juga harus diperhatikan oleh penjamah makanan, seperti, tidak membiarkan kuku panjang, agar tidak ada kuman yang terkontaminasi dengan kuku; 4. Jika tidak ada pembeli, istirahatlah dengan kata lain duduk. Oleh karena usaha tersebut adalah usaha kecil jadi tidak ada fasilitas khusus yang menjamin keamanan hidupnya. Jika terjadi kecelakaan, mereka sendiri yang melakukan pertolongan pertama jika tidak sembuh barulah mereka ke puskesmas atau rumah sakit. Bahkan di tempat kerjanya tidak tersedia kotak P3K. Dengan demikian jika terjadi kecelakaan kerja mereka hanya melakukan tindakan pertolongan pertama sesuia pengetahuan yang mereka miliki.

Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja

Grandjean (1991) dalam Tarwaka (2004) menjelaskan, bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan sangat bervariasi. Hal ini dapat diantisipasi dengan melakukan proses penyegaran di luar tekanan untuk memelihara atau

mempertahankan kesehatan. Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Kelelahan yang disebabkan oleh kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga, 20% kerja fisik dapat

berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri, jika pembebanan berlangsung setiap hari.3,5 Menurut Sutalaksana (2006), faktor yang menyebabkan kelelahan ada dua hal, yaitu kelelahan fisiologis (fisik atau kimia) adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan fisiologis (fisik atau kimia) dalam tubuh, dan kelelahan psikologis (kejiwaan) adalah kelelahan palsu yang timbul dalam perasaan orang yang bersangkutan dan terlihat dengan tingkah lakunya atau pendapatnya yang tidak konsekwen lagi serta jiwanya yang labil. Dari segi fisiologis (fisik atau kimia), tubuh manusia dianggap sebagai mesin yang mengkonsumsi bahan bakar, dan memberikan output berupa tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas. Pada prinsipnya, ada lima macam mekanisme yang dilakukan tubuh, yaitu sistem peredaran, sistem pencernaan, sistem otot, sistem syaraf dan sistem pernafasan. Kerja fisik yang terus menerus berpengaruh terhadap mekanisme di atas, baik secara terpisah maupun sekaligus. Kelelahan psikologis (kejiwaan) menyangkut perubahan yang

bersangkutan dengan moril seseorang. Kelelahan ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya kurang minat pada pekerjaan, pekerjaan yang monoton, keadaan lingkungan, adanya hukum moral yang mengikat dan merasa tidak cocok. Sebab mental seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik. Pengaruh ini berkumpul dalam benak dan menimbulkan rasa lelah (Sutalaksana, 2006).4,7 Waters dan Bhattacharya (1996) dalam Tarwaka (2004) berpendapat agak lain, bahwa kontraksi otot baik statis maupun dinamis dapat menyebabkan kelelahan otot setempat. Kelelahan tersebut terjadi pada waktu ketahanan otot terlampaui. Waktu ketahanan otot tergantung pada jumlah tenaga yang dikembangkan oleh otot sebagai suatu prosentase tenaga maksimum yang dapat dicapai oleh otot. Kemudian pada saat kebutuhan metabolisme dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi.4,7 Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat diakukan

dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh (Tarwaka, 2004).5,7 Menurut Sutalaksana (2006) kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, yaitu dengan menyediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh, bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang baik, misalnya bekerja dengan dengan memakai prinsip ekonomi gerakan., memperhatikan kemampuan tubuh, artinya pengeluaran tenaga tidak melebihi pemasukannya dengan memperhatikan batasannya,

memperhatikan waktu kerja yang teratur dengan melakukan pengaturan terhadap jam kerja, waktu istirahat dan sarananya, masa libur dan rekreasi dan lainnya, serta berusaha mengurangi monotoni dan ketegangan akibat kerja.5,7

Keluhan Otot Rangka Menurut (Grandjean, 1993) dalam Tarwaka (2004), keluhan otot rangka adalah keluhan pada bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu keluhan sementara, yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima. beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan, dan keluhan menetap, yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot terus berlanjut. Bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot rangka tersebut, yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang. Keluhan otot rangka pada umumnya terjadi karena konstraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang.3,6

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot rangka menurut Peter Vi (2000) dalam Tarwaka (2004), yaitu peregangan otot yang

berlebihan, aktivitas berulang, sikap kerja tidak alamiah, penyebab sekunder, dan faktor penyebab kombinasi. Peregangan otot yang berlebihan, terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot, seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Apabila sering dilakukan maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot rangka. Aktivitas berulang yaitu pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, menyapu, membelah kayu besar, angkat-angkut, dan sebagainya. Keluhan terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. Sikap kerja tidak alamiah, pada umumnya terjadi karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, seperti pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat ataupun terlalu menunduk, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot rangka. Di Indonesia, sikap kerja tidak alamiah lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja. Apabila hal ini terjadi dalam kurun waktu yang lama, maka akan terjadi akumulasi keluhan yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya cedera otot. Penyebab sekunder berupa tekanan, getaran dan mikroklimat. Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, seperti saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, yang bila sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap. Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah yang mengakibatkan peredaran darah tidak lancar dan nyeri otot. Paparan suhu dingin yang berlebihan juga dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Faktor penyebab kombinasi, faktor individu seperti umur, jenis

kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot rangka.3,6

Kelainan Tulang Karena Kebiasaan Sikap Duduk Yang Salah Banyak manusia karena ketidaknyamanan dalam duduk menderita penyakit pada tulang belakang terutama pada area punggung bagian bawah dan area leher, hal ini menjadi perhatian para ahli psiologi dan orthopedi. Cedera tulang belakang disebabkan karena tekanan pada tulang belakang yang sangat besar. Tekanan seperti ini menyebabkan adanya cedera, baik itu sementara atau tetap. Kerusakan yang terjadi lama kelamaan akan semakin menyebar, khususnya pada saraf tulang belakang (Kroemer, 2001).3,5 Menurut Prawirohartono (2003), Kebiasaan sikap duduk yang salah dapat menimbulkan gangguan pada bentuk lengkung tulang belakang. Kelainan pada lengkung tulang belakang dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu lengkung tulang pinggang yang berlebihan, lengkung tulang punggung yang berlebihan atau terlalu bengkok ke belakang sehingga bongkok. Bongkok diakibatkan karena kurang luasnya dada, sering bersamaan dengan penyakit dada, kepala yang terlalu menunduk ke depan dan dada yang ceper, dan tulang punggung yang bengkok ke samping kiri atau kanan.3,5

DAFTAR PUSTAKA

1. K3.Dir.Sarana Prasarana ITB. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. Cited ( 01 Juli 2013 ) Online 01 Juli 2013. Available at : file:///D:/ikm/ kesehatan dan keselamatankerja.com 2. Mastreropk. Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan

Kerja. Cited ( 01 Juli 2013 ) Online 01 Juli 2013. Available at : file:// masteropik.com201012pengertian-dan-ruang-lingkup.htm 3. Kusumo, Ratno Tri. Analisis Keluhan Pengayuh Becak Menggunakan Kuesioner Nordic. Universitas Gunadarma. Tangerang, 2008 4. Nurmianto, Eko. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. PT. Guna Widya. Surabaya. 1996. 5. Pearce, Evelyn. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2002. 6. Saputro, Tri Hadi. Analisis Perbaikan Bentuk Fisik Becak. Universitas Gunadarma. Depok, 2008. 7. Tarwaka, Solichul H. A dan Lilik S.Bakri.Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas. Uniba Pres, Universitas Islam Batik. Solo. 2004.

You might also like