You are on page 1of 11

LAPORAN PENDAHULUAN L A G O F T H A L M U S

CI Institusi,

CI Lahan

Ns.HASNAH,S.Kep.,S.Sit.,M.Kes

Ns. Hj.NURHASMAH, S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Definisi Lagophtalmos ketidakmampuan untuk menyelesaikan penutupan kelopak mata (wikipedia). Lagophthalmos adalah gangguan menjengkelkan dari mata di mana mata tidak sepenuhnya menutup dengan benar, baik siang hari ketika berkedip, atau di malam hari ketika tidur.

B. Etiologi 1. Mycobacterium leprae yang menyerang N. Facialis 2. Malbedah plastic

C. Patofisiologi Malfungsi Lagophtalmos dapat terjadi karena saraf wajah. Hal ini juga dapat terjadi pada koma pasien dengan nada orbikularnim berkurang pada pasien dengan kelumpuhan saraf wajah dan orang-orang dengan penyakit kulit serius seperti ichthyosis | ichthyosis. Nervus facialis (saraf kranial ketujuh) mempersarafi baik otot frontalis, yang mengangkat alis, dan otot orbicularis oculi, yang menutup kelopak mata. Hilangnya fungsi saraf wajah menghambat penutupan kelopak mata serta refleks berkedip dan mekanisme pemompaan lacrimal. Selain itu, nervus facialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah termasuk otot zygomaticus, yang mengangkat pipi serta supercilii corrugator dan otot procerus, yang menekan alis. Otot-otot ini memainkan peran penting dalam mempertahankan simetri wajah. Pada morbus hansen; Mata yang berkedip ditutupi dengan lapisan tipis air mata, sehingga memastikan media lembab diperlukan untuk sel-sel di luar mata. Air mata juga mengalir melalui tubuh keluar dari mata. Hal ini penting untuk menjaga pembasahan yang tepat dan kesehatan mata. Jika proses ini

terganggu, seperti dalam lagophtalmos dapat menyebabkan lecet dan infeksi mata. Lagophtalmos menyebabkan kekeringan dan ulserasi kornea. Lagophthalmos bisa menjadi kondisi serius. Kemampuan untuk menutup kelopak mata dan berkedip sangat penting untuk distribusi film air mata yang diperlukan untuk mempertahankan mata, sehat dilumasi. Ketika otot yang menutup kelopak mata menjadi lumpuh, mekanisme berkedip tidak ada lagi fungsi dan mata menjadi kering, sakit dan teriritasi. Dehidrasi Berkepanjangan pada mata dapat menyebabkan masalah serius termasuk penurunan, atau bahkan kehilangan, penglihatan. Selain itu, Saat ini lagophtalmos biasanya terjadi setelah ahli bedah plastik sembrono atau berpengalaman melakukan blepharoplasty atas berlebihan, yang digunakan untuk menghilangkan kelebihan kulit yang menutupi kelopak mata atas dan datang dengan usia. Hal ini secara signifikan dapat meningkatkan penampilan pasien dan meremajakannya. Namun, jika kelebihan kulit dihapus, tampilan yang tidak wajar dan lagophtalmos merupakan salah satu gejala dari penghapusan berlebihan kulit.

D. Tanda dan Gejala Pasien Lagophthalmos umumnya mengeluhkan sensasi benda asing dan meningkatkan robek. Kelopak mata tidak menutup sempurna, Nyeri mungkin lebih buruk di pagi hari akibat paparan kornea meningkat dan kekeringan saat tidur. Pasien sering perhatikan pandangan kabur, yang hasil dari film air mata tidak stabil. Dalam kasus keratopati maju dan ulserasi kornea, gejala dan presentasi bisa berat.

E. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang 1. Pemeriksaan BTA Tuberculoid (Morbus Hansen)

F. Komplikasi 1. Ulserasi Kornea 2. Kebutaan

G. Penatalaksanaan Pengobatan lagopthalmos dapat mencakup kedua metode perawatan suportif serta bedah. Jika tidak dapat menerima operasi, air mata buatan harus diberikan setidaknya empat kali sehari ke kornea untuk melestarikan film air mata. Menjelang operasi, pasien dapat menjalani tarsorrhaphy yang sebagian menjahit mata ditutup sementara untuk lebih melindungi kornea sebagai pasien menunggu untuk perawatan. Ada beberapaa perawataan bedah untuk Lagopthalmos tetapi metode yang paling lazim termasuk dengan pembedahan memasukkan piring emas. Karena kemungkinan komplikasi dalam

hubungannya dengan kedua kelopak mata atas dan bawah, mungkin juga diminta untuk menjalani operasi kedua untuk mengencangkan dan mengangkat kelopak mata bawah untuk memastikan kedua kelopak mata atas dan bawah dapat sepenuhnya menutup dan melindungi kornea.

BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Integritas Ego Gejala Tanda : Takut terhadap hasil /penampilan : Peningkatan ketegangaan, rangsangan simpatis

Makanan / Cairan Tanda : Kesalahan posisi, rahang asimetri, maloklusi gigi Edema wajah Mastikasi, masalah menelan Neurosensori Gejala : parastesia Perubahan penglihata, contoh penglihatan ganda (diplopia) bila fraktur meluas ke orbita. Tanda : gerakan mata tak sama, kehilangan penglihatan perifer

Nyeri/Kenyamanan Gejala Tanda : : ketidaknyamanan/nyeri wajah : melindungi area yang sakit Perubahan tonus otot waja, tegangan otot umum Pernapasan Tanda : takipnea, dangkal, cepat atau pernapasan keras Pengaruh terhadap patensi jalan napas Keamanan Gejala : adanya kerusakan jaringan lunak (kemerahan, laserasi, edema)

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan 1. Gangguan Persepsi Sensori berhubungan dengan kerusakan indra penglihatan dengan menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan akibat ulserasi kornea.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu beradaptasi dengan perubahan/ gangguan penglihatan Kriteria hasil : 1) Klien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan 2) Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat Intervensi : a. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi

sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda. b. Observasi tanda dan gejala disorientasi Rasional : terbangun dalam llingkungan yang tak dikenal dan mengalami keterbatasan penglihaatan dapat mengakibatkan bingung. Menurunkan risiko jatuh bila pasien bingung c. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering Rasional : memberikan raangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung d. Perhatikan tentang penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata Rasional : gangguan penglihaatan/iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan

2. Risiko Kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan manipulasi intraoperasi ditandai dengan edema, eritema, inflamasi, pelambatan penyembuhan. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas jaringan Kriteria hasil : 1) Tidak ada edema, eritema dan inflamasi sekitar mata 2) Terdapat perbaikan jaringan/ proses penyembuhan luka

Intervensi : a. Awasi edema wajah, kaji warna kulit/jaringan dan suhu sekitar/di bawah balutan Rasional : kondisi vaskuler jaringan meningkatkan risiko perdarahan b. Berikan perawatan luka lokal Rasional : menurunkan risiko infeksi c. Inspeksi jahitan. Observasi terjadinya eritema, infilamasi, dan drainase/ulserasi, sekitar garis jahitan. Rasional : identifikasi dini dan pengobatan infeksi lokal dapat mencegah komplikasi lebih serius d. Perhatikan peningkatan atau berlanjutnya nyeri, terjadinya loncatan nyeri, adanya opaque/bau drainase Rasional : dapat mengindikasikan infeksi e. Kolaborasi awasi Ht/Hb, pemerikasaan pembekuan Rasional : abnormalitas dapat mengindikasikan perdarahan dan/atau pembentukan hematoma.

3. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma insisi bedah ditandai dengan keluhan nyeri, wajah meringis. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri klien teratasi Kriteria hasil : nyeri berkurang/ hilang, klien merasa nyaman Intervensi : a. Kaji tipe / lokasi nyeri. Perhaatikaan intensitas padaa skala 0 10. Perhatikan respon terhadap obat. Rasional : berguna dalam membedakan ketidaknyamanan pasca operasi dari terjadinya komplikasi dan evaluasi keefektifan intervensi b. Berikan tindakan kenyamanan contoh pijatan punggung, aktivitas terapeutik Rasional : meningkatkan relaksasi dan memfokuskan kembali perhatian

c. Berikan waktu untuk ekspresi perasaan dalam tingkat kemampuan berkomunikasi. Rasional : ekspresi masalah / rasa taakut menurunkan ansietas / siklus nyeri d. Dorong menggunakan teknik manajemen stress, contoh napas dalam, visualisasi, aktivitas terapeutik Rasional meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhtian dan meningkatkan koping, menghilangkn nyeri. e. Kolaborasi pemberian analgesik Rasional : mungkin dibutuhkan untuk memberikan penghilangan nyeri/ketidaknyaman

4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer, prosedur invasif. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi Kriteria hasil : tidak ada tanda tanda infeksi Intervensi : a. Pertahankan teknik aseptik bila mengganti balutan/merawat luka Rasional : meminimalkan kesempatan introduksi bakteri b. Pertahankan patensi dan pengosongan alat drainase secara rutin Rasional: membantu membuang drainase, meningkatkan penyembuhan luka dan menurunkan risiko infeksi. c. Inspeksi balutan dan luka, perhatikan karakteristik drainase Rasional : deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi lebih serius d. Awasi tanda tanda vital Rasional : peningkatan suhu/taklikardi dapat menunjukkan terjadinya sepsis. e. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi

Rasional : antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik, atau terapi antibiotik mungkin disesuaikan terhadap organisme.

5. Risiko Cedera berhubungan dengan defisit /hilangnya sensori atau motorik Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami cedera Kriteria hasil : klien mampu mandiri beraktivitas menggunakan alat bantu bila perlu, memperhatikan keamanan lingkungan Intervensi : a. Observasi faktor faktor yang dapat berkontribusi terhadap cedera Rasional : untuk meningkatan kesadaran pasien b. Tingkatkan keamanan lingkungan sesuai keperluan, orientasikan klien terhadap lingkungan. Rasional tindakan tersebut akan membantu klien melakukan koping terhadap keadaan sekitar yang tidak familier. c. Ajarkan pasien dan keluarga tentang perlunya penerangan yang aman Rasional : untuk mengurangi silau d. Sarankan pasien untuk memakai kaca mata Rasional untuk mengurangi silau dan melindungi mata dari benda asing e. Observasi pembengkakan, kemerahan pada mata Rasional : menunjukkan adanya iritgasi pada mata f. Berikan pendidikan tambahan kepada klien bila diperlukan Rasional : Pendidikan kesehatan ddapatg membantu klien mengambil langkah untuk mencegah cedera.

6. Gangguan Citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat mengembangkan peningkatan penerimaan diri Kriteria hasil : klien percaya diri/ penerimaan diri baik, mau bersosialisasi

Intervensi : a. Terima persepsi diri klien dan berikan jaminan bahwa ia dapat mengatasi krisis ini Rasional : Untuk mevalidasi perasaannya b. Dorong pasien melakukan perawatan diri Rasional : untuk meningkatkan rasa kemadirian dan kontrol c. Berikan kesempatan kepada klien untuk menyatakan perasaan tentang citra tubuhnya Rasional : agar klien dapat mengungkapkan keluhannya dan memperbaiki kesalahpahaman d. Bimbing dan kuatkan kuatkan fokus pasien terhadap aspek aspek positif dari penampilannya dan upayanya dalam menyesuaikan diri dengan perubahan citra tubuhnya. Rasional : mendukung adapasi dan kemampuan yang berkelanjutan e. Dorong pasien untuk menggambarkan perkembangannya melalui hospitalisasi Rasional : untuk meningkatkan harga diri dan untuk

mendemonstrasikan bagaimana ia telah berdaptasi terhadap perubahan citra tubuhnya f. Perhatikann koping yang tidak efektif dan ajarkan strategi koping yang sehat Rasional : Membantu pasien mengatasi perilaku yang tidak produkti

DAFTAR PUSTAKA

Mansjor Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran ed.3. Media Aesculapius. Jakarta

Diambil dari : http://www.aao( American Academy of Ophthalmology 2013).org/publications/eyenet/200804/pearls.cfm.(online) diakses 1 April 2013)

Diambil dari : http://www.doctors.am/en/diseases (Online) diakses 1 April 2013.

Diambil dari : http://www.wikipedia.com (online) diakses 1 April 2013.

Doengoes Marylin E, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. EGC. Jakarta

Taylor Cynthia M, 2010. Diagnosis Keperawatan ed.10. EGC. Jakarta

You might also like