You are on page 1of 22

EUTROFIKASI

A. Polusi dan Polutan


Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Undangundang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982). Sedangkan polutan adalah zat yang dapat menyebabkan terjadinya polusi. Syaratsyarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat rnemberikan efek merusak Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. Jumlahnya melebihi jumlah normal 2. Berada pada waktu yang tidak tepat 3. Berada pada tempat yang tidak tepat Sifat polutan adalah: 1. Merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat lingkungan tidak merusak lagi 2. Merusak dalam jangka waktu lama. Contohnya Pb (timbal) tidak merusak bila konsentrasinya rendah. Akan tetapi dalam jangka waktu yang lama, Pb dapat terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang merusak. Macam-macam Pencemaran Macam-macam pencemaran dapat dibedakan berdasarkan pada tempat terjadinya, macam bahan pencemarnya, dan tingkat pencemaran. a.Berdasarkan Tempat Terjadinya 1.Pencemaran Udara

Merupakan pengotoran partikel,kimia,dan biologi di atmosfir. Sumber-sumber polusi udara,misalnya gas H2S,CO,CO2,partikel SOZ,NO2,dan dapat juga berasal dari zat radioaktif seperti nuklir. 2.Pencemaran Air Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar,misalnya pembuangan limbah industri,sisa insektisida,dan pembuangan sampah domestik. 3.Pencemaran Tanah Disebabkan oleh beberapa pencemaran,misalnya sampah-sampah plastik,botolpecahan kacadetergen yang bersifat non bio degradable,zat kimia dari buangan pertanian. 4. Polusi Suara Misalnya,suara bising kendaraan bermotor,deru mesin pabrik,radio berbunyi keras. b. Berdasarkan macam tingkat pencemarannya Hal ini didasarkan pada kadar zat pencemar dan waktu kontak. Dibedakan menjadi 3 yaitu : 1. Pencemaran yang mulai mengakibatkan gangguan ringan pada panca indra dan tubuh serta telah menimbulkan kerusakan pada ekosistem lain. Misalnya gas buangan kendaraan bermotor yang menyebabkan mata pedih. 2. Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal tubuh dan menyebabkan sakit yang kronis. Misalnya pencemaran Hg (air raksa) di Minamata Jepang yang menyebabkan kanker dan lahirnya bayi cacat. 3. Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian besarnya sehingga menimbulkan gangguan dan sakit atau kematian dalam lingkungan. Misalnya pencemaran nuklir c. Macam Bahan Pencemaran 1. Kimiawi; berupa zat radio aktif, logam (Hg, Pb, As, Cd, Cr dan Hi), pupuk anorganik, pestisida, detergen dan minyak. 2. Biologi; berupa mikroorganisme, misalnya Escherichia coli, Entamoeba, coli, dan Salmonella thyposa. 3. Fisik; berupa kaleng-kaleng, botol, plastik, dan karet

Eutrofikasi adalah salah satu jenis polusi juga. Berdasarkan tempat terjadinya, eutrofikasi adalah pencemaran air. Berdasarkan bahan pencemaran, eutrofikasi berasal dari bahan pencemaran kimiawi.

B. Jenis Tumbuhan Aquatik


Tumbuhan aquatik dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu : 1. Tumbuhan Bentik a. Submerged Aquatic Vegetation (SAV) SAV adalah tumbuhan air yang seluruh bagian tubuhnya berada di bawah air. Bentuknya mirip seperti rumput liar. Pada struktur bagian bawahnya terdapat bagian yang menancap kuat di dasar danau. b. Emergent Vegetation Emergent Vegatation adalah tumbuhan air yang sebagaian berada di bawah permukaan air, dan sebagain lagi muncul di permukaan air. Bagian yang muncul di permukaan air adalah bunganya yang berhubungan dengan proses reproduksinya. Contoh dari emergent vegetation adalah Cyperus papyrus dan Nymphaea alba (lili air). Tumbuhan bentik akan tumbuh subur di air yang miskin nutrient. 2. Fitoplankton Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopik berupa sel tunggal atau beberapa sel yang membentuk suatu grup kecil. Fitoplankton terdiri dari berbagai macam spesies alga. Fitoplankton adalah pondasi dari rantai makanan karena ia sebagai produsen pertama yang merupakan makanan bagi ikan-ikan kecil. Fitoplankton dapat ditemukan di dekat permukaan air. Karena bertindak sebagai produsen, maka fitoplankton membutuhkan matahari untuk proses fotosintesis. Jika terlalu banyak fitoplankton di permukaan air maka dalam keadaan ekstrim dapat menyerap semua sinar matahari di permukaan air. Fitoplankton dapat tumbuh dengan pesat jika air tempat hidupnya kaya akan nutrient.

C. Proses Eutrofikasi
Definisi dasar dari eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Eutrofikasi merupakan problem lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3-), khususnya dalam ekosistem air tawar. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 g/L. Sejatinya, eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah di mana danau mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka Bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena algal bloom. Contoh danau yang mengalami eutrofikasi adalah Chesapake Bay di Amerika Serikat. Melalui penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci di antara nutrient utama tanaman (karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P)) di dalam proses eutrofikasi. Sebuah percobaan berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap Danau Erie (ELA Lake 226) di Amerika Serikat membuktikan bahwa bagian danau yang hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan. Sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa fosfat)-di samping karbon dan nitrogen-terbukti nyata mengalami algal bloom.

Danau

dapat

dikelompokkan

berdasarkan

produksi

materi

organiknya,

pengelompokannya dibagi menjadi dua kategori, yaitu : 1. Danau Oligotropik Oligotropik merupakan sebutan untuk danau yang dalam dan kekurangan makanan atau nutrient, karena fitoplankton di daerah limnetik tidak produktif. Ciri-ciri danau oligotropik ini adalah :

Airnya jernih sekali Dihuni oleh sedikit organisme Dari atas sampai dasar air banyak terdapat oksigen sepanjang tahun. 2. Danau Eutropik Eutropik merupakan sebutan untuk danau yang dangkal dan kaya akan kandungan makanan atau nutrien, karena fitoplankton sangat produktif. Ciri-ciri danau eutropik ini adalah : Airnya keruh Terdapat bermacam-macam organisme Oksigen teradapat di daerah profundal, yaitu daerah yang dalam ( afotik atau tidak tertembus cahaya matahari ). Danau oligotrofik dapat berkembang menjadi danau eutrofik akibat adanya materi-materi organik yang masuk dan endapan. Perubahan ini juga dapat dipercepat oleh aktivitas manusia, misalnya dari sisa-sisa pupuk buatan pertanian dan timbunan sampah kota yang memperkaya danau dengan buangan sejumlah nitrogen dan fosfor. Akibatnya terjadi peledakan populasi ganggang atau blooming, sehingga terjadi produksi detritus yang berlebihan yang akhirnya menghabiskan suplai oksigen di danau tersebut. Selain badan air didominasi oleh fitoplankton yang tidak ramah lingkungan, eutrofikasi juga merangsang pertumbuhan tanaman air lainnya, baik yang hidup di tepian (eceng gondok) maupun dalam badan air (hydrilla). Oleh karena itulah maka di rawa-rawa dan danaudanau yang telah mengalami eutrofikasi tepiannya ditumbuhi dengan subur oleh tanaman air seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes), Hydrilla dan rumput air lainnya.

D. Deplesi Oksigen
Salah satu dampak negatif eutrofikasi adalah terjadinya deplesi oksigen yang menyebabkan ikan-ikan dan organisme lain di dalam air tersebut mati. Deplesi oksigen ini terjadi karena aktivitas dekomposer dalam menguraikan alga yang mati dan tenggelam ke dasar perairan. Alga tumbuh sumbur di danau atau waduk yang terkena eutrofikasi, hal ini terjadi karena tersedianya nutrien yang melimpah. Ketika alga-alga tersebut mati, maka akan 5

tenggelam ke dasar perairan dan alga-alga tersebut akan di dekomposisi oleh aktivitas bakteri dan jamur. Aktivitas dekomposer ini dalam mengurai limbah organik di badan air aerobik, tentu membutuhkan oksigen. Semakin banyak alga yang mati, semakin banyak dekomposernya, maka akan semakin banyak pula oksigen yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan penurunan oksigen terlarut di dalam air. Pada keadaan tertentu, tingakt oksigen terlarut tersebut menjadi sangat rendah untuk mendukung kehidupan organisme, sehingga menyebabkan kematian ikan dan organisme perairan yang lain. Fenomena penurunan tingkat oksigen terlarut ini akan mengganggu pernafasan fauna air seperti ikan dan udang-udangan; dengan tingkat gangguan tergantung pada tingkat penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan jenis serta fase fauna. Secara umum diketahui bahwa kebutuhan oksigen jenis udang-udangan lebih tinggi daripada ikan dan kebutuhan oksigen fase larva/juvenil suatu jenis fauna lebih tinggi dari fase dewasanya. Dengan demikian maka dalam kondisi konsentrasi oksigen terlarut menurun akibat dekomposisi; larva udang-udangan akan lebih menderita ataupun mati lebih awal dari larva fauna lainnya. Kesulitan fauna karena penurunan oksigen terlarut sebenarnya baru dampak permulaaan, sebab jika jumlah pencemar organik dalam badan air bertambah terus maka proses dekomposisi organik memerlukan oksigen lebih besar dan akibatnya badan air akan mengalami deplesi oksigen bahkan bisa habis sehingga badan air menjadi anaerob (Polprasert, 1989). Jika fenomena ini terjadi pada seluruh bagian badan air maka fauna air akan mati masal karena tidak bisa menghindar; namun jika hanya terjadi di bagian bawah badan air maka fauna air, termasuk ikan masih bisa menghindar ke permukaan hingga terhindar dari kematian. Secara alamiah kejadian anaerob di semua lapisan badan air memang sangat sulit terjadi karena bagian atas air selalu berhubungan dengan udara bebas yang selalu mensupplainya, namun demikian kalau sebagian badan air anaerob sangatlan sering; misal di teluk-teluk waduk dan pantai yang relatip menggenang sering muncul gelembung-gelembung gas yang mengisaratkan bahwa bagian air yang anaerob dekat dengan permukaan air.

E. Jenis Eutrofikasi
Menurut Goldmen dan Horne (1938), eutrofikasi perairan danau dapat terjadi secara : 1. Cultural Eutrophication Yang dimaksud denagan cultural eutrophication adalah eutrofikasi yang disebabkan karena terjadinya proses peningkatan unsur hara di perairan oleh aktivitas manusia. Aktivitas manusia yang menyebabkan eutrofikasi banyak sekali macamnya. Menurut Morse et al (The Economic and Environment Impact of Phosporus Removal from Wastewater in the European Community, 1993) 10 persen berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 persen dari industri, 11 persen dari detergen, 17 persen dari pupuk pertanian, 23 persen dari limbah manusia, dan yang terbesar, 32 persen, dari limbah peternakan. Paparan statistik di atas (meskipun tidak persis mewakili data di Tanah Air) menunjukkan bagaimana berbagai aktivitas masyarakat di era modern dan semakin besarnya jumlah populasi manusia menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke lingkungan air. Dari data statistic di atas juga dapat diketahui bahwa 90 % penyebab eutrofikasi adalah berasal dari aktivitas manusia. Hal ini menunjukkan bahwa eutrofikasi cultural lebih banyak terjadi daripada eutrofikasi alami. Akhirnya, yang harus dimengerti dan disadari adalah bahwa karena Indonesia merupakan negara tropis yang mendapatkan cahaya Matahari sepanjang tahun, maka blooming (dalam arti biomasa alga tinggi) dapat terjadi sepanjang tahun. Artinya kapan saja (asal tidak mendung/hujan) dan dari manapun asalnya kalau konsentrasi nutrien dalam badan air meningkat maka akan meningkat pula aktifitas fotosintesa fitoplankton yang ada, dan jika peningkatan nutrien cukup besar atau lama akan terjadi blooming. Fenomena itulah yang menyebabkan badan-badan air (waduk, danau dan pantai) di Indonesia yang telah menjadi hijau warnanya tidak pernah atau jarang sekali menjadi jernih kembali; tidak seperti di

negeri 4 musim seperti Kanada dan Jepang yang blooming hanya terjadi di akhir musim semi dan panas. 2. Natural Eutrophication Yang dimaksud oleh natural eutrophication adalah eutrofikasi alami yaitu peningkatan unsure hara di dalam perairan bukan karena aktivitas manusia melainkan oleh aktivitas alami. Setiana ( 1996 ) menyatakan bahwa proses masuknya unsure hara ke badan perairan dapat melaui dua cara, yaitu : Penapisan air drainase lewat pelepasan hara tanaman terlarut dari tanah Lewat erosi permukaan tanah atau gerakan partikel tanah halus masuk ke system drainase Proses terjadinya pengkayaan perairan danau oleh unsure hara berlangsung dalam waktu yang cukup lama, kecuali proses tersebut dipercepat oleh berbagai aktivitas manusia di sekitar perairan danau. Eutrofikasi mempunyai dampak yang buruk bagi ekosistem air, diantaranya sebagai berikut : Anoxia (tidak tersedianya oksigen) yang dapat membunuh ikan dan invertrebata lain yang juga dapat memicu terlepasnya gas-gas berbahaya yang tidak diinginkan Algal blooms dan tidak terkontrolnya pertumbuhan dari tumbuhan akutaik yang lain Produksi substansi beracun oleh beberapa spesies blue-green algae Konsentrasi tinggi bahan-bahan organic yang jika dicegah dengan menggunakan klorin akan dapat menyebabkan terciptanya bahan-bahan karsinogen yang dapat menyebabkan kanker Pengurangan nilai keindahan dari danau atau waduk karena berkurangnya kejernihan air Terbatasnya akses untuk memancing dan aktivitas berekreasi disebabkan terakumulasinya tumbuhan air di danau atau waduk

Berkurangnya jumlah spesies dan keanekaragaman tumbuhan dan hewan (biodiversity) Berubahnya komposisi dari banyaknya spesies ikan yang ada menjadi sedikit spesies ikan (dalam hubungannnya dengan ekonomi dan kandungan protein) Deplesi oksigen terutama di lapisan yang lebih dalam dari danau atau waduk Berkurangnya hasil perikanan dikarenakan deplesi oksigen yang signifikan di badan air

F. Sedimen, sumber sedimen dan sumber nutrien


Selain melimpahnya nutrien yang masuk ke air, sedimen tanah terkadang juga bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya eutrofikasi. Masuknya partikel-partikel tanah ini ke perairan disebabkan karena proses erosi, utamanya pada musim penghujan. Pada saat musim penghujan berlangsung, erosi sering muncul dan tanah yang mengandung berbagai macam nutrien ini masuk ke perairan. Sedimen yang mengandung nutriennutrien inilah yang akhirnya bisa memicu terjadinya eutrofikasi. Nutrien yang masuk ke perairan, selain disebabkan karena terkikisnya tanah bernutrien ke perairan (pupuk pertanian), juga bisa disebabkan karena limbah cair yang berasal dari limbah pabrik, rumah tangga, limbah peternakan, dan lain-lain.

G. Penanganan Eutrofikasi
Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk mengontrol eutrofikasi : a. Attacking symptoms Mencegah pertumbuhan vegetasi penyebab eutrofikasi Menambah atau meningkatkan oksigen terlarut di dalam air

Bila menggunakan cara ini, ada beberapa metode yang dapat digunakan : Chemical treatment yang dimaksudkan untuk mengurangi kandungan nutrien yang berlebihan di dalam air Aerasi Harvesting algae (memanen alga) yang dimaksudkan untuk mengurangi alga yang tumbuh subur di permukaan air b. Getting at the root cause Mengurangi nutrient dan sedimen berlebih yang masuk ke dalam air

Bila menggunakan cara ini, ada beberapa metode yang dapat digunakan : Pembatasan penggunaan fosfat Pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman. Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen

Cara ini dapat diwujudkan apabila pemerintah dapat menerbitkan suatu peraturan pemerintah atau suatu undang-undang dalam pembatasan penggunaan fosfat untuk melindungi ekosistem air dari cultural eutrofikasi. Di Ameriak Serikat sudah lahir peraturan perundangan mengenai hal ini yang diusahakan oleh sebuah institusi St Lawrence Great Lakes Basin. Di Indonesia sendiri belum terdapat perundangan yang mengatur tentang penguunaan fosfat. Ada beberapa factor yang menyebabkan penanggulangan terhadap probem eutrofikasi ini sulit membuahkan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut adalah : aktivitas peternakan yang intensif dan hemat lahan konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan pertumbuhan penduduk bumi yang semakin cepat urbanisasi yang semakin tinggi lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi dalam sedimen menuju badan air.

10

Penyisihan fosfat merupakan metode terbaru yang banyak dikembangkan untuk menanggulangi masalah eutrofikasi. Penyisihan fosfat menggunakan media plastik dengan filter biologis mampu meningkatkan efisiensi penyisihan fosfat 85,3 %. Penyisihan dengan kristalisasi pasir kuarsa dilakukan dengan aerasi kontinyu dapat mencapai efisiensi 80% dalam waktu 120 - 150 menit. Pemanfaatan tanah lempung untuk pengolahan air limbah diperoleh bahwa adsorpsi terbesar tercapai pada suasana asam dan dengan penambahan presipitan Fe dapat mencapai efisiensi 80%. Hasil optimum dapat dicapai dalam proses penyisihan fosfor dilakukan dengan menggunakan adsorben tanah yang diasamkan bila ada penambahan presipitan Fe.

11

Daftar Pustaka
http://agussetiaman.wordpress.com/2008/11/25/perspektif-sosiologi/ http://bebas.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0034%20Bio %201-7e.htm http://earthobservatory.nasa.gov/features/phytoplankton/printall.php http://en.wikipedia.org/wiki/emergent_plant http://finli.blogspot.com/2007/11/apakah-eutrofikasi-itu.html http://herihery.blogspot.com/2009/01/eutrofikasi.html http://marine.rutgers.edu/dcms/ms200/benthicecology.doc http://smk3ae.wordpress.com/2008/11/12/dekomposisi-zat-organik/ http://www.kompas.com/kompas-cetak/0305/28/opini/335086.htm http://www.kompas.com/kompas-cetak/0403/03/bahari/887858.htm http://www.unep.or.jp/ietc/publications/Short_series/LakeReservoirs-3/2.asp Odum, Eugene P. 1993 . Dasar-Dasar Ekologi, edisi ke-3 . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press www.damandiri.or.id/file/marganofipbbab2.pdf www.gumilarcenter.com/Sosiologi/materi3.pdf

EUTROFIKASI

diperikan pertama kali oleh Weber pada tahun 1907 ketika ia

memperkenalkan istilah oligotrofik, mesotrofik dan eutrofik (Hutchinson, 1969). Istilah ini menjelaskan proses eutrofikasi sebagai suatu rangkaian proses dari sebuah danau yang bersih menjadi berlumpur oleh pengkayaan unsur hara tanaman dan meningkatnya pertumbuhan tanaman. Sejak saat itu, terdapat banyak pemerian dan kriteria untuk istilah ini serta pengenalan istilah baru tersebut semakin berkembang. Terdapat dua bentuk eutrofikasi: 12

Eutrofikasi alami (Natural eutrophication) Eutrofikasi buatan. Akumulasi alami dari nutrien dalam danau disebut eutrofikasi alami (natural eutrophication). Akumulasi nutrien dan erosi alami dapat dengan waktu yang sufisien, mentransformasi danau kedalam tanah rawa dan kemudian tanah kering, sebuah proses yang disebut suksesi alami (natural succesion). Eutrofikasi buatan sebagai hasil kegiatan manusia menambah kekurangan oksigen dalam zone profundal. Jadi ikan yang stenotermal, yang dapat bertahan pada suhu rendah, hanya hidup dalam danau miskin, dimana air di bagian dalam yang dingin tidak kekurangan oksigen. Jenis-jenis seperti ini adalah yang pertama kali menghilang di Great Lakes di Amerika serikat. Organisme rendah (berlawanan dengan ikan) dari zone profundal beradaptasi untuk tahan terhadap kekurangan oksigen dalam jangka waktu yang panjang (Odum, 1991). Kegiatan manusia sangat mempengaruhi pengkayaan unsur hara dan eutrofikasi. Buangan,seperti limbah rumah tangga, aliran dari bak penampungan kotoran, beberapa limbah industri, aliran dari perkotaan, aliran dari pertanian dan pengelolaan hutan, serta limbah hewan mengandung unsur hara tanaman yang seringkali menyebabkan pengkayaan unsur hara dan mempercepat eutrofikasi. Apa yang menyebabkan eutrofikasi ? Hara makanan tumbuhan merupakan salah satu kelompok pencemar di perairan . Senyawaan ini biasanya kaya akan nitrogen dan fosfor serta menstimulasi pertumbuhan tanaman secara berlebihan (Connell dan Miller, 1998). Diuraikan juga 3 perubahan ekosistem yang disebabkan oleh pengkayaan unsur hara dan eutrofikasi yaitu: Perubahan dalam metabolisme komunitas, Perubahan populasi dan komunitas dengan pengkayaan unsur hara, ciri-ciri kriteria untuk keadaan tropik. Eutrofikasi dapat menyebabkan: Ledakan populasi ganggang, berkembangnya gulma air, deoksigenasi dan kematian ikan serta mempercepat pengotoran air (berlumpur) dan pendangkalan air danau. I. PENDAHULUAN

13

Danau adalah salah satu ekosistem enting karena fungsinya bagi masyarakat.Diantaranya danau sering dimanfaatkan sebagai: sumber air minum , penangkapan budidaya ikan, tempat cuci mandi, objek wisata dan lain sebagainya. Namun, seperti halnya ekosistem lainnya di muka bumi ini, danau tetap saja tidak bebas dari gangguan serta permasalahan ekologis Diantara masalah yang menarik serta perlu mendapat perhatian serius adalah masalah eutrofikasi (pengkayaan unsur hara). Proses ini sebenarnya sifatnya agak alami dimana terdapat masukan unsur hara dalam danau karena peristiwa-peristiwa dalam danau tersebut. Dalam situasi alami tersebut, maka proses eutrofikasi dapat dikatakan berlangsung lambat dan dalam keadaan seimbang. Namun menjadi masalah ketika campur tangan manusia lewat berbagai aktifitas pemanfaatan danau mulai mempengaruhi ekosistem danau. Proses ini kemudian dikenal sebagai eutrofikasi kultural.

Unsur hara sangat berperan dalam meningkatnya eutrofikasi. Connell dan Miller (1995) mengatakan bahwa tubuh air dengan sedikit aliran air, seperti danau, bendungan, laut tertutup, dan sebagainya, menjadi eutrofik melalui pengkayaan unsur hara dalam jangka waktu yang lama. Aktifitas pemanfaatan danau dan ekosistem sekitar untuk berbagai keperluan, memberi peluang bagi semakin tingginya tingkat eutrofikasi pada ekosistem danau. Bahaya dari proses eutrofikasi boleh dikatakan sangat besar dan mengancam keberlanjutan (sustainable) dari ekosistem tersebut termasuk manusia sebagai pengguna ekosistem danau. Eutrofikasi bukan hanya samapai pada proses semakin kayanya ekosistem danau oleh unsur hara, tetapi menyangkut masalah yang lebih luas yaitu dampak yang ditimbulkan oleh unsur hara yang semakin kaya. Dengan kondisi unsur hara yang melimpah maka fenomena ekologis seperti blooming ganggang dan kemudian gulma air (aquatic weeds), pendangkalan danau dan masalah deoksigenasi serta penurunan kesehatan danau akan dengan mudah ditemui. Namun demikian, karena dampaknya yang tidak secara langsung dirasakan dan terjadi lewat suatu pproses yang memakan waktu sehinggga eutrofikasi sering disepelekan

14

dalam program pengendalian dampak lingkungan. Berbeda dengan masalah pencemaran yang lain yang dapat langsung dirasakan dampaknya misalnya menyebabkan kematian. Disadari bahwa kurangnya perhatian terhadap masalah eutrofikasi, disebabkan karena informasi tentang eutrofikasi itu sendiri yang kurang di ekspose pada masyarakat dan pemerintah. Untuk itu maka perlu ada kajian ilmiah yang nantinya akan mendeskripsikan apa dan bagaimana proses eutrofikasi tersebut. Nantinya informasi tersebut dapat disampaikan kepada pihak yang berkompeten. II. DEFINISI DAN PROSES EUTROFIKASI

Menurut Connell dan Miller (1995), Eutrofikasi diperikan pertama kali oleh Weber pada tahun 1907 ketika ia memperkenalkan istilah oligotrofik, mesotrofik dan eutrofik (Hutchinson, 1969). Istilah ini memerikan proses eutrofikasi sebagai suatu rangkaian proses dari sebuah danau yang bersih menjadi berlumpur oleh pengkayaan unsur hara tanaman dan meningkatnya pertumbuhan tanaman. Sejak saat itu, terdapat banyak pemerian dan kriteria untuk istilah ini serta pengenalan istilah baru tersebut semakin berkembang. OECD telah mencirikan eutrofikasi sebagai pengkayaan unsur hara pada air yang menyebabkan rangsangan suatu perubahan yang simpomatik yang meningkatkan produksi ganggang dan makrofit, memburuknya perikanan, memburuknya kualitas air dan perubahan simpomatik lainnya yang tidak dikehendaki serta mengganggu penggunaan air (Wood, 1975 dalam Connell dan Miller, 1995). Akumulasi alami dari nutrien dalam danau disebut eutrofikasi alami (natural eutrophication). Akumulasi nutrien dan erosi alami dapat dengan waktu yang sufisien, mentransformasi danau kedalam tanah rawa dan kemudian tanah kering, sebuah proses yang disebut suksesi alami (natural succesion). Dalam proses ini nutrien inorganikmerangsang pertumbuhan tanaman; tumbuhan suatu saat mati dan menyumbang sedimen organik kedalam dasar danau (Chiras, 1988). Dalam proses eutrofikasi alamiah, detritus tanaman, garam-garaman, pasir dan sebagainya dari suatu daerah aliran masuk dalam aliran air dan disimpan dalam badan air selama waktu geologis. Ini menyebabkan pengkayaan unsur hara, sedimentasi, pengisian dan peningkatan biomassa (Connell dan Miller, 1988).

15

Danau-danau oligotrofik secara tiba-tiba menjadi lebih kaya atau eutrofik dengan tertimbunnya zat-zat makanan pada saat mereka menjadi lebih tua. Di alam eutrofikasi menghasilkan suatu keseimbangan dan ini dapat dilihat dengan perbedaan susunan komunitas pada tubuh air oligotrofik dan eutreofik. Pada air eutrofik alami, plankton berlimpah, perkembangan ganggang merupakan hal yang umum. Terdapat imbangan yang baik pada bahan-bahan organik baik dalam larutan maupun pada dasarnya. Eutrofikasi menjadi sebuah masalah jika disebabkan oleh campur tangan manusia, karena hal-hal yang seperti inilah jangka waktu menjadi berkurang sehingga keseimbangan secara sehingga keseimbangan secara alami berkurang (Michael, 1994). Eutrofikasi buatan sebagai hasil kegiatan manusia menambah kekurangan oksigen dalam zone profundal. Jadi ikan yang stenotermal, yang dapat bertahan pada suhu rendah, hanya hidup dalam danau miskin, dimana air di bagian dalam yang dingin tidak kekurangan oksigen. Jenis-jenis seperti ini adalah yang pertama kali menghilang di Great Lakes di Amerika serikat. Organisme rendah (berlawanan dengan ikan) dari zone profundal beradaptasi untuk tahan terhadap kekurangan oksigen dalam jangka waktu yang panjang (Odum, 1991). Diutarakan juga oleh Conell dan Miller (1988), bahwa kegiatan manusia sangat mempengaruhi pengkayaan unsur hara dan eutrofikasi. Pada kenyataanya, dalam waktu 100 tahun terakhir banyak danau yang memperlihatkan pengkayaan unsur hara sangat cepat yang disebabkan oleh pencemran. Buangan, seperti limbah rumah tangga, aliran dari bak penampungan kotoran, beberapa limbah industri, aliran dari perkotaan, aliran dari pertanian dan pengelolaan hutan, serta limbah hewan mengandung unsur hara tanaman yang seringkali menyebabkan pengkayaan unsur hara dan mempercepat eutrofikasi. Menurut Michael (1994), pengaruh terbesar eutrofikasi terlihat pada air-air yang tenang, hasil yang nyata adalah suatu perkembangan ganggang. Seringkali lapisan ganggang dan kotoran bebek menutupi seluruh permukaan yang menyebabkan deoksigenasi pada air-air dibawahnya dimana fotosintesis berhenti disebabkan putusnya pencahayaan oleh lapisan ganggang. Pada saat ganggang ini mati dan terurai, terjadi penurunan oksigen yang terurai lebih lanjut.

16

III. DANAU DAN TINGKAT EUTROFIKASI Danau dapat diklasifikasikan berdasarkan produktifitas primernya. Produktifitas atau kesuburan danau tergantung pada nutrisi yang diterimanya dari perairan regional, pada usia geologis dan pada kedalaman. Berdasarkan produktifitas, danau dibagi atas danau oligotrofik dan eutrofik. Danau oligotrofik biasanya dalam, dengan hipolimnion lebih besar dari epilimnion, dan mempunyai produktifitas primer rendah. Tanaman di daerah littoral jarang dan kerapatan plankton rendah, walaupun jumlah jenis yang ada mungkin tinggi. Danau eutrofik adalah lebih dangkal dan produktifitas primernya lebih tinggi, vegetasi littoral lebih lebat dan populasi plankton lebih rapat (Odum, 1971). Selanjutnya Thohir (1991) dan Soeriaatmaja (1981) mengungkapkan fase-fase perkembangan kehidupan di danau, yang terdiri dari: oligotrofi, mesotrofi, eutrofi dan distrofi. Danau oligotrofi, keadaan airnya jernih, bahan organik yang dikandung sedikit, kerapatan hewan dan tumbuhan rendah, suhu air relatif rendah, bahan makanan sedikit tetapi kaya oksigen. Danau oligotrofi lama kelamaan akan meningkat aktifitas biologisnya dan menjadi danau mesotrofi, dimana air menjadi lebih keruh, produksi bahan organik bertambah, kesuburan danau lebih tinggi namun belum mencapai kesuburan optimal. Jika kesuburan danau telah mencapai titik optimal, danau tersebut disebut danau eutrofi. III. UNSUR HARA PENYEBAB EUTROFIKASI Hara makanan tumbuhan merupakan salah satu kelompok pencemar di perairan . Senyawaan ini biasanya kaya akan nitrogen dan fosfor serta menstimulasi pertumbuhan tanaman secara berlebihan (Connell dan Miller, 1998). Menurut Michael (1995), pertanyaan tentang apakah fosfat atau nitrogen yang mepunyai pengaruh paling serius terhadap eutrofikasi, tetap diperdebatkan, tidak diragukan lagi bahwa keduanya memberikan sumbangan yang khas. Ketersediaan nitrogen dan fosfor bagi tanaman yang sedang tumbuh bergantung pada serangkaian reaksi biologis perantara yang rumit. Nitrogen terdapat di lingkungan perairan dalam beragam bentuk dan gabungan kimiawi yang luas yang meliputi keadaan oksidasi yang berbeda. Nitrogen organik terikat pada unsur pokok sel dari makhluk hidup, sebagai contoh, purin, peptida dan asam amino, sedangkan nitrogen anorganik, sebagai contoh, amonia, nitrit, nitrat dan gas nitrogen, terlarut dalam massa air.

17

Perubahan bentuk dalam massa air dari nitrogen anorganik menjadi nitrogen organik terjadi oleh pertumbuhan fotosintesis pada tanaman air. Kebalikan dari proses ini menghasilkan pembentukan amonia dari bahan organik oleh sejumlah mekanisme yang melibatkan otolisis sel, jasad renik dan pembuangan dari makhluk hidup besar. Amonia dapat hilang dari air oleh penguapan tetapi oksidasi menghasilkan nitrifikasi terutama oleh jasad renik, dan menghasilkan nitrat yang tidak dapat menguap. Nitrat dapat melakukan proses denitrifikasi yang dapat menyebabkan hilangnya gas nitrogen dan masuk ke dalam atmosfer (Brezonik 1972 dalam Connell dan Miller, 1998). Senyawa nitrogen yang dapat diasimilasikan oleh tumbuhan, menurut Suseno (1974) dapat dibagi dalam 4 golongan besar yaitu: Nitrogen nitrat, Nitrogen Amoniak, Nitrogen Organik dan Nitrogen Molekulair (N2). Namun demikian sumber utama bagi tumbuhan yang terpenting adalah ion Nitrat. Mengenai fosfor dikatakan oleh Connell dan Miller (1998), bahwa fosfor terdapat dalam suatu keadaan oksidasi tunggal sebagai fosfor anorganik atau fosfor organik. Bentuk anorganik terutama adalah ortofosfat (PO43-) dan polifosfat. Bentuk organik selalu digabungkan dengan senyawaan zat selular dan sebagian besar fosfor dalam air alamiah adalah dalam bentuk organik. Bentuk anorganik, khususnya ortofosfat, siap diasimilasi selama fotosintesis. Selanjutnya dikatakan bahwa sumber pencemaran utama dari unsur hara adalah bagian permukaan dan bagian di bawah permukaan (subsurface) aliran air dari daerah pertanian dan perkotaan, aliran limbah ternak, seperti halnya buangan limbah cair industri dan rumah tangga termasuk aliran kotoran. Limbah-limbah ini terdiri dari bermacam-macam zat yang mengandung nitrogen dan fosfor. Sebagai contoh, nitrogen terdapat dalam bentuk nitrogen organik, amoniak, nitrit, nitrat yang diturunkan dari protein, asam nukleat, urea dan zat-zat lainnya. Senyawa fosfor dihasilkan dari degradasi senyawa seperti asam nukleat dan fosfolipid serta dalam bentuk fosfat anorganik. Fosfor juga dapat berasal dari pembentuk fosfat di dalam detergen. Ini dapat siap dihidrolisis untuk menghasilkan ortofosfat yang siap diasimilasi oleh tumbuh-tumbuhan. Sumber utama nitrogen dan fosfor dalam daerah perairan dihasilkan dari produksi makanan atau limbah dalam bentuk aliran air kotor. IV. DAMPAK EUTROFIKASI TERHADAP BIOTA AIR

18

Connell dan Miller (1995) menguraikan 3 perubahan ekosistem yang disebabkan oleh pengkayaan unsur hara dan eutrofikasi yaitu: Perubahan dalam metabolisme komunitas, Perubahan populasi dan komunitas dengan pengkayaan unsur hara, ciri-ciri kriteria untuk keadaan tropik. Menyangkut pengaruh eutrofikasi terhadap perubahan populasi dan komunitas, dalam Connel dan Miller (1995) dikatakan bahwa dengan adanya fitoplankton di dalam danau terdapat suatu perubahan musiman pada komposisi komunitas yang berhubungan dengan suhu, cahaya dan faktor musiman lainnya. Welch (1980) dalam Connel dan Miller (1995) menyatakan bahwa di daerah beriklim sedang, umumnya Diatomae mendominasi pada saat musim semi, ganggang hijau pada musim panas, ganggang biru hijau pada akhir musim panas dan mungkin diatomae pada akhir musim gugur. Namun terdapat keragaman yang dapat diduga dalam pola ini, karena fitoplanklton yang berbeda juga memiliki dinamika yang berbeda dan kebutuhan-kebutuhan terhadap nitrogen, fosfor, karbondioksida serta faktor lainnya, yang menghasilkan perubahan dalam komposisi komunitas dengan meningkatnya eutrofikasi. Perubahan yang mencolok dengan meningkatnya unsur hara adalah ganggang biru-hijau (Cyanophyceae) meningkat menjadi dominan. Sementara itu Suriawirya (1995) mengatakan bahwa dalam mikrobiologi air, beberapa jasad tertentu dapat dijadikan jasad parameter / indikator alami terhadap kehadiran pencemaran oganik. Misalnya bakteri Sphaerotilus sebagai petunjuk kandungan senyawa organik tinggi dalam air. Mikroalga Anabaena dan Mycrocystis dapat menjadi petunjuk untuk kehadiran senyawa fosfat yang tinggi. Pengaruh utama dari meningkatnya eutrofikasi pada ikan adalah disebabkan oleh berkurangnya oksigen yang terlarut. Berkembangnya ganggang beracun pada umumnya meningkat dengan meningkatnya eutrofikasi. Hal ini dapat menyebabkan kematian sejumlah besar mahluk hidup air dan hewan daratan yang menggunakan air (Connel dan Miller, 1995). V. 1. KESIMPULAN / PENUTUP Eutrofikasi adalah suatu proses yang terjadi karena danau semakin kaya oleh unsur Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa: hara. Hal ini dapat terjadi secara alami atau secara buatan karena campur tangan manusia.

19

2.

Ada beberapa unsur hara yang menyebabkan kesuburan danau, namun yang

berperan utama dalam proses eutrofikasi adalah Nitrogen dan Fosfor yang berasal dari: produksi alami, limbah rumah tangga, erosi, limbah ternak, pupuk dan penguraian bahan organik. 3. Eutrofikasi dapat menyebabkan: Ledakan populasi ganggang, berkembangnya gulma air, deoksigenasi dan kematian ikan serta mempercepat pengotoran air (berlumpur) dan pendangkalan air danau. Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air untuk dipergunakan bagi pemenuhan tertentu kehidupan manusia, seperti untuk air minum, mengairi tanaman, minuman ternak dan sebagainya (Arsyad, 1989). Salah satu potensi sumber daya air yang strategis dan banyak dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas pembangunan adalah air sungai. Air sungai merupakan sumberdaya alam yang potensial menerima beban pencemaran limbah kegiatan manusia seperti: kegiatan industri, pertanian, peternakan dan rumah tangga. Akibat menurunnya kualitas air, kuantitas air yang memenuhi kualitas menjadi berkurang. Mengingat sungai merupakan sumberdaya air yang penting untuk menunjang pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia, maka fungsi sungai sebgai sumberdaya air harus dilestarikan agar dapat menunjang pembangunan secara berkelanjutan. Menurut Direktorat Pengendali Masalah Air (1975) dalam Wardhani (2002), pencemaran air merupakan segala pengotoran atau penambahan organisme atau zat-zat lain ke dalam air, sehingga mencapai tingkat yang mengganggu penggunaan dan pemanfaatan serta kelestarian perairan tersebut. Masalah pencemaran air berhubungan erat dengan kualitas air. Data kualitas air dibutuhkan dalam manajemen sungai sebagai dasar untuk penentuan karakteristik fisik dan kimia sungai. Sungai memiliki kualitas air yang selalu berubah dari waktu ke waktu (dinamis). Perubahan ini dapat disebabkan oleh musim, jenis dan jumlah limbah yang masuk serta debit. Menurut Alaerts dan Santika (1984) dalam Wardhani (2002), terdapat sumber pencemar yang diakibatkan oleh perubahan sesuatu faktor dalam sungai. Misalnya pada musim hujan, air hujan mengadakan pengotoran dan akan terjadi pengenceran (konsentrasi pencemar yang mungkin ada dapat berkurang). Tetapi ada faktor lain yang

20

berubah yaitu akibat kecepatan aliran dalam sungai atau saluran bertambah. Endapan pada dasar sungai dapat tergerus dan terbawa oleh aliran sungai sehingga kekeruhan naik secara drastis dan endapan sungai yang sudah membusuk pada dasar sungai tersebut bercampur dengan air yang segar pada lapisan atas. Dalam hal ini pencemaran akan terjadi tergantung dari mampu tidaknya efek penggelontoran air mengimbangi efek bertambahnya kekeruhan dan endapan organis yang tergerus tadi. Menurut Mantiri (1994) dalam Wardhani (2002), masuknya limah ke dalam badan air seperti sungai, danau ataupun laut akan menurunkan kualitas air serta mengubah kondisi ekologi perairan. Pengaruh pencemaran air limbah terhadap kualitas air dapat dilihat dari sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik antara lain adalah peningkatan kekeruhan, padatan tersuspensi, air menjadi berbau dan berwarna. Sedangkan sifat kimia dan biologi adalah meningkatnya kandungan nutrien dan logamlogam dan bakteri. Beberapa akibat pencemaran sungai, terutama oleh industri dan pemukiman menurut Klein (1972) dalam Wardhani (2002) adalah sebagai berikut : 1. Bahan organik yang dapat terfermentasi akan terurai. Karena proses penguraiannya membutuhkan oksigen, maka jika bahan organik yang terdapat diperairan jumlahnya berlebihan akan terjadi deoksigenasi yang dapat menyebabkan kematian ikan. 2. 3. 4. 5. Padatan tersuspensi akan mengendap di dasar sungai sehingga menyebabkan Bahan-bahan korosif (asam dan basa) dan bahan-bahan beracun (sianida, fenol, Zn, Beberapa jenis pencemaran industri mengakibatkan peningkatan turbiditas, Bahan-bahan yang menimbulkan rasa dan bau, kesadahan yang tinggi, bahan-bahan pendangkalan serta merusak berbagai organisme akuatik. Cu) menyebabkan kematian ikan, bakteri serta organisme akuatik lain. perubahan warna, timbulnya busa, perubahan suhu dan radioaktivitas. beracun serta berbagai logam berat menyebabkan air sungai tidak dapat digunakan sebagai air baku untuk air minum. 6. Ketidakseimbangan ekologi mengakibatkan melimpahnya beberapa spesies tertentu yang semakin menurunkan kualitas perairan.

21

Sutrisno (1987), Air sangat dibutuhkan oleh semua makhluk di dunia, khususnya sebagai air minum. Air juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap penggunanya, hal ini disebabkan karena : 1. Adanya kemampuan air untuk melarutkan bahan-bahan padat, gas dan bahan cair lainnya, sehingga semua air alam mengandung mineral dan zat-zat lain dalam larutan yang diperoleh dari udara dan tanah. Kandungan bahan atau zat dalam air dengan konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek gangguan kesehatan untuk pemakainya. 2. Air sebagai faktor utama dalam penularan berbagai penyakit. Dalam hubungannya dengan kebutuhan manusia akan air minum, dan efek yang akan ditimbulkannya maka, perlu ditetapkan standar kualitas air minum. Menurut peraturan Menteri Kesehatan, tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum dikatakan bahwa standar persyaratan kualitas air minum perlu ditetapkan dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. 2. Air minum yang memenuhi syarat kesehatan mempunyai peranan penting dalam Perlu mencegah adanya penyediaan dan pembagian air minum untuk umum yang rangka pemeliharaan, perlindungan dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat. tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan. Pada saat ini, ada beberapa jenis standar kualitas air minum baik yang bersifat nasional maupun internasional. Kualitas air yang bersifat nasional hanya berlaku untuk negara yang menetapkan standar, sedangkan yang bersifat internasional berlaku pada negara yang belum memiliki standar kualitas air tersendiri. Namun standar internasional ini dapat digunakan di negara man saja dengan menyesuaikan kondisi dan situasi negara yang bersangkutan (Sutrisno, 1987).

22

You might also like