You are on page 1of 31

LAPORAN KELOMPOK PBL INFARK MIOKARD AKUT Disusun untuk Memenuhi Tugas Blok Kardiovaskuler

Oleh : KELOMPOK 1 Reguler 2 2011 Renny Rinovanti Nirma Pangestika Gigih Adetya Junaedi Dwi Astuti Indah Dwi Rahayu Jummani Amin Ayu Badriyah Rita Novitasari Nadifatus Susana Teguh Fitriyanto Yuliyanti (115070200111020) (115070200111022) (115070200111024) (115070201111014) (115070201111016) (115070201111012) (115070207111004) (115070207111006) (115070213111002) (115070207111024) (115070207111020)

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada arteri koroner tersumbat sehingga sel otot jantung mengalami kematian. Arteri koroner adalah pembuluh darah yang memasok kebutuhan oksigen dan zat nutrisi bagi otot jantung. Penyakit ini dapat ditimbulkan oleh suatu faktor pencetus misalnya, kerja fisik, stress emosional, dan penyakit medis lain. 1 Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak, umumnya pada pria usia 35-55 tahun, tanpa ada keluhan sebelumnya. Satu juta orang di Amerika Serikat diperkirakan menderita infark miokard akut tiap tahunnya dan 300.000 orang meninggal karena infark miokard akut sebelum sampai ke rumah sakit. Penyakit jantung cenderung meningkat sebagai penyebab kematian di Indonesia. Data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1996 menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sebagai penyebab kematian. Pada tahun 1975 kematian akibat penyakit jantung hanya 5,9%, tahun 1981 meningkat sampai dengan 9,1%, tahun 1986 melonjak menjadi 16% dan tahun 1995 meningkat menjadi 19%. Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar 26,4%. Laporan Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2010 menunjukkan bahwa kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah sebanyak 96.957 kasus dan sebanyak 1.847 (2%) kasus merupakan kasus infark miokard akut. Penyakit jantung pembuluh darah merupakan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab utama kematian dan selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 telah terjadi kematian sebanyak 2.941 kasus dan sebanyak 414 kasus (14%) diantaranya disebabkan oleh infark miokard akut. Karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas akibat infark miokard akut serta perlunya penanganan yang cepat dan tepat untuk menangani penyakit ini maka diperlukan pengetahuan dan ketrampilan yang lebih untuk menghindari terjadinya peningkatan keparahan penyakit dan bertambahnya angka mortalitas serta mortalitasnya. Dalam laporan ini

terdapat hasil diskusi kelompok tentang infar miokard akut yang diharapkan dapat menambah pengetahuan serta memenuhi tugas blok Kardiovaskuler. 1.2 BATASAN TOPIK Pada diskusi ini, materi yang telah disepakati kelompok untuk dibahas adalah : 1. Definisi Infark Miokard Akut 2. Klasifikasi Infark Miokard Akut 3. Etiologi dan Faktor Resiko Infark Miokard Akut 4. Patofisiologi Infark Miokard Akut 5. Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut 6. Pemeriksaan Diagnostik Infark Miokard Akut 7. Penatalaksanaan Infark Miokard Akut 8. Pencegahan Infark Miokard Akut 9. Komplikasi Infark Miokard Akut 10. Asuhan keperawatan Infark Miokard Akut

BAB II PEMBAHASAN 1. Definisi Infark Miokard Akut Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan kebutuhan darah miokard. (M. Widiastuti Samekto, 13 : 2001) Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringanjantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Smetzler Suzanne C & Brenda G. Bare, 768 : 2002) Infark Miokard Akut adalah iskemia atau nekrosis pada oto jantung yang diakibatkan karena penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri koroner.(Doengos,2000) Infark Miokard Akut adalah serangan jantung yang mengacu pada kerusakan jaringan miokard saat suplay darah secara tiba-tiba terganggu baik oleh arteri koroner kronis dari arterosklerosis atau adanya obstruksi dari embolus atau thrombus.(Engram,1999) Infark Miokard adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respons letal terakhir terhadap iskemia miokard yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobik lenyap dan sel tidak dapat memenuhi kebuthan energinya (Elizabeth,2001) Infark Miokard Akut adalah kematian jaringan otot jantung ditandai adanya sakit dada yang khas,lama sakitnya lebih dari 30 menit,tidak hilang dengan istirahat atau pemberian anti angina.(Pusat Kesehatan Jantung & Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita,2001) Menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Infark Miokard Akut adalah iskemia atau nekrosis miokard yang disebabkan karena penurunan aliran darah keotot jantung. 2. Klasifikasi Infark Miokard Akut Klasifikasi Universal infark miokard dibagi menjadi beberapa antara lain (Thygesen, dkk, 2012):

1. Infark miokard tipe 1 Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi. 2. Infark miokard tipe 2 Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah miokard sehingga miokard mengalami nekrosis. 3. Infark miokard tipe 3 Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat. 4. Infark miokard tipe 4a Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard. Infark miokard tipe 4b Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis. IMA jenis ini dapat dideteksi dengan angiografi koroner atau otopsi pada iskemia miokard. Pada infark ini terdapat peningkatan atau penurunan biomarker jantung setidaknya satu nilai di atas URL persentil. 5. Infark miokard tipe 5 Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner (CABG). Infark tipe 5 ditemukan hasil ECG yang menunjukkan adanya gelombang Qpatologis atau LBBB baru, angiografi ditemukan oklusi arteri koroner. Klasifikasi berdasarkan Letak Pada dinding Miokard, menurut Sylvia A. Price (1995) infark miokard akut dibagi menjadi: a) Infark Miokard Akut ventrikel inferior Arteri koroner yang terlibat arteri koronaria dekstra dengan perubahan resiprokal (hantaran EKG ) II, III, aVF.

b) Infark Miokard Akut ventrikel lateral Arteri yang terlibat arteri koronaria sirkumfleksa sinistra dengan perubahan resiprokal ( hantaran EKG ) I, aVL. c) Infark Miokard Akut ventrikel anterior Arteri yang terlibat arteri desendens anterior sinistra dengan perubahan resprokal ( hantaran EKG ) V2 V4 . d) Infark Miokard Akut septal Arteri koroner yang terlibat arteri desendens anterior sinistra dengan perubahan resiprokal ( hantaran EKG ) V1 V2. e) Infark Miokard Akut apikal Arteri koroner yang terlibat arteri desendens anterior sinistra dengan perubahan resiprokal ( hantaran EKG ) V5 V6. f) Infark Miokard Akut posterior Arteri koroner yang terlibat arteri sirkumfleksa sinistra dengan perubahan resiprokal ( hantaran EKG ) V1 V2. Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi: Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI): oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI): oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG. Klasifikasi menurut morfologinya (Noer, dkk, 1999): a. IMA Transmural IMA transmural adalah IMA yang berhubungan dengan thrombosis koroner. Thrombus sering terjadi pada daerah yang mengalami atherosclerosis. Pada daerah tersebut dapat terjadi pendarahan, spasme dan emboli koroner. Namun IMA dapat terjadi walaupun arteri koroner dalam keadaan normal. IMA jenis transmural ini mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi koroner.

b. IMA Subendokardial IMA Subendokardial adalah nekrosis yang terjadi pada dinding ventrikel berupa bercak-bercak yang terjadi akibat adanya penurunan aliran darah subendokardial dalam waktu lama. hal ini sebagai akibat dari perubahan derajat penyempitan arteri koroner yang dipicu oleh kondisi hipotensi, bleeding dan hipoksia. 3. Etiologi dan Faktor Resiko Infark Miokard Akut IMA secara umum disebabkan oleh rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli/ thrombus. Penurunan aliran darah juga bisa diakibatkan oleh syok/perdarahan. Pada setiap kasus ini selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung (Brunner&Suddarth,2002). a. Ateriosklerosis Terjadinya IMA biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah koroner nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronia oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan sterosis ringan. Ateroskerosis adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar dimana lesi lemak yang disebut plak arteromatosa timbul pada permukaan dalam dinding arteri. Sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagian distal (Hudak & Gallo, 1997) b. Penyumbatan koroner akut Pada aterosklerosis dapat menyebabkan suatu bekuan darah setempat atau trombus dan akan menumbat arteri. Trombus dimulai pada tempat plak aterosklerosis yang telah tumbuh sedemikian besar sehingga telah memecah lapisan intima, sehingga langsung bersentuhan dengan aliran darah. Karena plak tersebut menimbulkan permukaan yang tidak halus bagi darah, trombosit mulai mulai melekat, fibrin mulai menumpuk dan selsel darah terjaring dan menyumbat pembuluh tersebut. Kadang bekuan tersebut terlepas dari tempat melekatnya (pada plak ateroklerotik) dan mengalir ke cabang arteria koronia yang lebih perifer pada arteri yang sama.

c. Sirkulasi kolateral dalam jantung Bila arteria koronia pelahan-lahan menyempit dalam periode bertahun-tahun, pembuluh pembuluh kolateral dapat berkembang pada soal yang sama pada perkembangan arterosklerotik. Tetapi, pada akhirnya proses skleroti berkembang diluar batas-batas penyediaan pembuluh kolateral untuk memberikan alitan darah yang diperlukan. Bila ini terjadi, malka hasil kerja otot jantung menjadi sangat terbatas, demikian terbatas sehingga jantung tidak dapat memompa jumlah aliran darah normal yang diperlukan. Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain : 1. Infark Miokard Tipe I Secara spontan terjadi karena rupture plak, fisura dan diseksi plak aterosklerosis. Selain itu peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibatdari aritmia, anemia dan hipertensi atau hipotensi 2. Infark Miokard Tipe II Disebabkan oleh vasokonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah miokard 3. Infark Miokard Tipe III Peningkatan petanda biokimiawi tidak ditemukan 4. Infark Miokard Tipe IV Peningkatan kadar petanda biokimiawi (contohnya troponin) Menurut Yasmin Siregar (2010) Infark miokard dapat terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain : a. Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak arterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya IMA. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia, dan hiper atau hipertensi. b. Terjadi akibat vasokontriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah miokard. c. Akibat peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya Troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan

perkutaneous coronary intervention (PIC) yang memicu terjadinya infark miokard. d. Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhungan dengan operasi bypass koroner. Faktor resiko pada infark miokard akut dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : a. Faktor resiko yang tidak bisa diubah 1) Usia IMA sering terjadi pada pasien lansia, hal ini berkaitan dengan penyakit penyerta pada proses menua. Resiko aterosklerosis koroner meningkat dengan bertambahnya usia. Resiko terpapar IMA kebanyakan diatas usia 40 tahun(Santoso,2005). Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik. Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya setelah menopause) 2) Jenis kelamin Menurut Anad (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Morbiditas akibat IMA(Infark Miokard Akut) pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogn yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi IMA meningkat dengan cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa menopause 3) Ras Insiden lebih tinggi pada orang berkulit hitam, hal ini mungkin berkaitan dengan gaya hidup. Orang Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih 4) Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang tahun) positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. diketahui. Pentingnya pengaruh genetik dan lingkungan masih belum

Komponen genetik dapat diduga pada beberapa bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti pada gangguan lipid familial. Tetapi, riwayat keluarga dapat pula mencerminkan

komponen 5. Geografi

lingkungan yang kuat seperti misalnya gaya hidup yang

menimbulkan stres atau obesitas. Tingkat kematian akibat IMA lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban. Kelas sosial Tingkat kematian akibat IMA tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar lakilaki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (missal dokter, pengacara dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat IMA dibandingkan istri pekerja professional/non-manual. b. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya: i) Mayor: Hipertensi Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006). Hiperlipidemia Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006). Obesitas

Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006). - Kadar Kolesterol Total dan LDL tinggi danKadar Kolesterol HDL rendah. Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat pada peningkatan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah. Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko terjadinya penyakit arteri koroner akan menurun Diabetes Resiko terjadinya penyakit IMA pada pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis). Merokok Menghirup asap rokok menyebabkan peningkatan CO. Hemoglobin lebih mudah berikatan dengan CO dari pada oksigen, jadi oksigen yang disuplai ke jantung juga berkurang sehingga kerja jantung semakin berat. Selain itu, asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan ketokelamin yang menebabkan vasokontriksi pembuluh darah. Merokok juga dapat menyebabkan peningkatan terbentuknya trombus. Diet: tinggi lemak jenuh, tinggi kalori Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers, 2004). - Hobi makan junk food

Makanan kaya lemak yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan penumpukan zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) di bawah lapisan terdalam (endotelium) dari dinding pembuluh nadi bisa mengakibatkan penyumbatan dan penyempitan pembuluh arteri kororner (arteroklerosis). Sedangkan, lemak jenuh yang banyak terdapat dalam makanan sejenis junk food juga mampu merangsang hati untuk memproduksi banyak kolesterol. menghambat Kolesterol aliran yang darah mengendap dan oksigen lama-kelamaan sehingga akan menggangu

metabolisme sel otot jantung. - Mengkonsumsi alkohol Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers, 2004). ii) Minor: o Kepribadian tipe A (agresif, ambisius, emosional, kompetitif) Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena IMA. Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid. o Stress psikologis berlebihan Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006). Faktor psikososial seperti peningkatan stress kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006) o Inaktifitas fisik Wanita yang tidak aktif bergerak mempunyai risiko 2-3 kali lebih besar menderita serangan jantung. Selain mengurangi berat badan, olahraga teratur dapat memperkuat otot jantung dan memperbaiki sistem peredaran darah.

4. Patofisiologi Infark Miokard Akut Terlampir 5. Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut Nyeri (Hanafiah, 1996) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi. Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial Sifat nyeri : seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bawah gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional) menetap selama beberapa jam atau hari dan tidak hilang dengan bantuan istirahat. Gejala yang menyertai dapat berupa mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas. pucat, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri). Skor nyeri menurut White : 0 = tidak mengalami nyeri 1 = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas 2 = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas, mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan lainnya Pemeriksaan Fisis ditemukan : Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat ( gelisah ) Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya stemi

Seperempat pasien ima anterior bermanifestasi hipoeraktivitas saraf simpatis ( takikardia dan/ hipotensi ) Dan hampir setengah pasien ima inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis ( bradikardia dan / hipotensi ) Adanya S4 Dan S3 Gallop, Penurunan Intensitas Bunyi Jantung Pertama Dan Split Paradoksikal Bunyi Jantung Kedua Dapat Ditemukan Mur Mur Mid Sistolik Atau Late Sistolik Apikal Yang Bersifat Sementara Peningkatan Suhu 38 C dapat dijumpai dlm minggu pertama pasca stemi Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka Kulit yang dingin, pucat akibat rekontruksi simpatis Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan aldosteron dan ADH Takikardi akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan mendekati kematian yang sering terjadi, mungkin berhubungan dengan pelepasan hormon stres dan ADH (vasopresin) Sesak nafas, bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik ventrikel kri, pada infark yang tanpa nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. Diaphoresis (keringat berlebih), sakit kepala, palpitasi, susah tidur. Kehilangan kesadaran karena perfusi serebral yang tidak adekuat dan syok kardiogenik, bisa menyebabkan kematian secara tiba-tiba Gejala GI : peningkatan aktivitas fadal menyebabkan mual dan muntah dan dikatakan lebih sering terjadi pada infrak inferior. Stimulasi diafragmatik pada infrak inferior juga dapat menyebabkan cegukan. Gejala lain : palpitasi, rasa pusing, aritmia ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri (stroke, iskemia ekstermitas). 6. Pemeriksaan Diagnostik Infark Miokard Akut a. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan jantung dapat tanpa kelainan atau abnormal. Adanya abnormalitas lokasi impuls ventrikel sering kali menandakan regio infark yang diskinetik. Distensi vena jugularis menggambarkan refliks hipertensi atrium kanan, yang dapat menandakan infark ventrikel kanan atau peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri. Tidak adanya peningkatan tekanan vena sentral tidak lanyas menandakan atrium kiri atau tekanan diastolik ventrikel kiri normal. Suara jantung yang lemah berarti disfungsi ventrikel liri. Gallop atrial (S4) selalu ada, sedangkan gallop ventrikel (S3) lebih jarang dan berarti ada disfungsi ventrikel kiri yang nyata. Murmur mitralis sering muncul dan biasanya menandakan disfungsi muskulus papilalaris atau ruptur, yang biasanya lebih jarang. Friction rub perikardium jaranga muncul dalam 24 jam pertama biasanya muncul beberapa saat sesudahnya (Tierney, Lawrance M. 2002). Diagnostik Tiga kriteria untuk menegakkan diagnosis IMA adalah adanya nyeri dada khas infark, elevasi segmen ST pada EKG, dan kenaikan enzim creatine kinase (CK) dan creatine kinase myocardial band (CKMB). Berhubung karena usaha reperfusi secepatnya dengan trombolitik (kurang dari 6 jam setelah serangan IMA) dan sedangkan kenaikan enzim biasanya baru tmpak sesudah 6 jam, sehingga dibenarkan untuk mendiagnosis IMA hanya berdasarkan 2 dari tiga kriteria tersebut diatas, yaitu nyeri dada khas infark dan perubahan EKG. 1. Elektrokardiogr am Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Segmen ST kembali ke garis isoelektrik setelah beberapa hari tergatung kepada seberapa besarnya infrak, diikuti oleh terbaliknya gelombang T yang bisa tetap , kemudian gelombang Q patologis (gelombang Q dengan durasi >30 m/det dan amplitudo >25% gelombang R), timbul pada daerah infrak dan atau pada kondiomipati dan hipertrofi ventrikel. Walaupun mekanisme pasti dari perubahan EKG ini belum diketahui, diduga perubahan gelombang Q disebabkan oleh jaringan yang mati, kelainan segmen St disebabkan oleh injuri otot dan kelainan gelombang T karena iskemia.

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria us ia40 tahun, S TEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 2 mm dan 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005). a. Elektrolit. Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi. Kadar elektrolit : menilai abnormalitas kadar natrium, kalium atau kalsium yang membahayakan kontraksi otot jantung. b. Pemeriksaan darah lengkap Sel darah putih Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi. Kecepatan sedimentasi Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi. c. Tes fungsi ginjal Peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin karena penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) terjadi akibat penurunan curah jantung. d. Kultur darah : mengesampingkan septikimia yang mungkin menyerang otot jantung. e. AGD Analisi Gas Darah (Blood Gas Analysis/BGA) Menilai oksigenasi jaringan (hipoksia) dan perubahan keseimbangan asam-basa darah. Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis. f. Kolesterol atau Trigliserida serum Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI. Peningkatan kadar serum kolesterol atau trigeliserida dapat meningkatkan resiko arteriosklerosis (coronary arteri disease). g. Pencitraan darah jantung (MUGA)

Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah) h. Tes stress olah raga Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan. (Arif Muttaqin, 2009) i. Reaksi Non-Spesifik Reaksi non-spesifik terhadap nekrosis miokard adalah leukosit yang meningkat dalam beberapa jam setelah serangan IMA. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/mm dan berlangsung selama 3-7 hari. Laju endap darah juga meningkat. j. Pemeriksaan Enzim Serum CK (creatinin kinase) Merupakan enzim berkonsentrasi tinggi dalam jantung dan otot rangka, konsentrasi rendah pada jaringan otak, berupa senyawa notrogen yang terfosforisasi dan menjadi katalisator dalam transfer posfat ke ADP (energi). merupakan enzim yg spesifik sebagai penanda terjadinya kerusakan pd otot jantung. meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. Enzim ini dapat dibagi-bagi lagi menjadi enzim yang spesifik atau isoenzim. Misalnya CK1 terdapat pada otak, paru, vesika urinaria, atau usus ; CK2 hanya terdapat pada sel-sel miokardium ; CK3 akan terdapat pada serum pasien dalam 48 jam setelah serangan IMA transpulmonal. Nilai normal Dewasa pria : 0-35 g/ml atau 30-180 /L Wanita : 5-25 g/ml atau 25-150 /L Anak laki-laki : 0-70 /l Anak perempuan : 0-50 /l CK-MB CK- MB adalah isoenzim yang berasal dari jantung, akan tetapi CK-MB tidak dapat diandalkan untuk mempertegas IMA, karena CK-MB juga ditemukan pada penyakit dan gangguan lain. Isoenzim BB: banyak terdapat di otak Isoenzim MM: banyak terdapat pada otot skeletal Isoenzim MB: banyak terdapat pada miokardium bersama MM

CK-MB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Nilai Normal: Nilai >10-13 /L atau >5% total CK menunjukkan adanya peningkatan aktivitas produksi enzim. LDH (Lactic Acid Dehydragenase) LDH juga dipecahkan agar menjadi spesifik. Sel-sel miokardium kaya dengan LDH1 sehingga kerusakan sel miokardium akan membuat LDH1 meningkat. LDH meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari. Merupakan enzim yang melepas hidrogen dari suatu zat dan menjadi katalisator proses konversi laktat menjadi piruvat. Tersebar luas pada jaringan terutama ginjal, rangka, hati, dan miokardium.. Nilai Normal: 80-240 /L SGOT (Serum Glutamic-Oxalaasetic Transaminase) Disebut juga AST (Aspartate Transferase) dapat ditemukan di jantung, hati, otot rangka, otot ginjal dan sel darah merah. Peningkatan SGOT dapat meningkat pada penyakit hati, miokard, dsb. Kadar SGOT terdeteksi setelah 8 jam serangan. Kadarnya meningkat hingga 24-48 jam dan menurun pada hari ke 3-4. Oleh karena itu kadar SGOT harus diperiksa pada 24, 48, dan 72 jam serangan. Pemeriksaan Aspartate Amino Transferase (AST) dapat membantu bila penderitadatang ke rumah sakit sesdah hari ke 3 dari nyeri dada atau laktat dehydrogenase (LDH) akan meningkat sesudah hari ke 4 dan menjadi normal sampai hari ke 10. Nilai Normal Laki-laki : s/d 37 /L Wanita : s/d 31 /L Troponin Jantung Spesifik (yaitu cTnT dan cTn1) Merupakan kompleks proten otot globuler dari pita I yang menghambat kontraksi dengan memblokade interaksi aktin dan myosin. Apabila bersenyawa dengan Ca++ akan mengubah posisi molekul tropomiosin sehingga terjadi interaksi aktin-miosin. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miorkard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari,

sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.Merupakan Gold standart pemeriksaan laborat untuk mendiagnosa IMA. Nilai Normal: < 0,16 g/L Protein C-Raktif (CRP) CRP juga dianggap sebagai penanda biokimia pada cedera miokard, meningkat 4-6 kam dan mencapai puncaknya selama 10 hari. SGPT (Serum Glutamik Pyruvik Transaminase) Merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam jaringan terutama hati. Sering disebut ATL (alanin aminotransferase) Nilai Normal Laki-laki : s/d 42 /L Wanita : s/d 32 /L Radiologi : 1) Rontgen Dada Dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif, tetapi perubahan ini sering kali muncul belakangan setelah gambaran klinis. Tanda-tanda diseksi aorta sebaiknya dianggap sebagai diagnosis alternatif yang mungkin. Thorax Rontgen : menilai kardiomegali (dilatasi sekunder) karena gagal jantung kongestif. 2) Ekokardiografi Memberikan penilaian yang nyaman bagi pasien disisi tempat tidur mengenai fungsi ventrikel kiri baik keseluruhan maupun regional. Ini dapat membantu diagnosis dan manajemen infark. Ekokardiografi telah sukses digunakan untuk membuat penilaian tentang laporan masuk pasien dan manajemen pasien yang diduga mengalami infark. 3) Ekokardiogram Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. 4) Angiografi koroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.

5) Nuklear Magnetic Resonance (NMR) Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah. Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau luasnya IMA Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik

7. Penatalaksanaan Infark Miokard Akut Monitor EKG Infus dextrosa 5 %untuk pemberian obat intravena Oksigenasi 2- 4 liter/ menit Diet rendah kalori dan mudah dicerna, makanan lunak dan rendah garam

Psikoterapi untuk mengurangi cemas Analgesik : Morphin 5 mg atau petidin 25-50 mg Antikoagulan : Heparin tiap 4-6 jam/infus Farmakologis : Morphin Merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi aktivitas pernapasan, sehingga tidak boleh dugunakan pada pasien dengan riwayat gangguan pernapasan Beta blocker Menurunkan beban kerja jantung, bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri dada, juga bisa untuk mencegah serangan jantung tambahan, bisa juga untuk memperbaiki aritmia. Obat obatan beta blocker diantaranya metoprolol, atenolol, acebutol, esmolol. Obat obatan trombotik Digunakan untuk memperbaiki kembali aliran darah pembuluh darah sehingga dpat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. ACE inhibitor Menurunkan TD dan mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung. Obat obatan antikoagulan Mengencerkan darah dan mencegah pembentukan darah pada arteri

Penatalaksanaan medis IMA sering dikenal dengan singkatan MONACO (Morfin, Oksigenasi, Nitrogliserin, Aspirin, Clopidogrel). 8. Pencegahan Infark Miokard Akut ACC/AHA merekomendasikan petunjuk untuk pencegahan penyakit kardiovaskuler, yaitu: Panduan pencegahan primer Pemeriksaan faktor resiko harus dimulai sejak umur 20 tahun. Riwayat keluarga dengan PJK harus segera rutin dipantau. Merokok, diet, alkohol, aktivitas fisik harus dievaluasi secara rutin. Tekanan darah, Indeks masa tubuh, lingkar pinggang, harus diperiksa selang 2 tahun. Pemeriksaan kolesterol dan kadar gula darah harus tetap dipantau juga.Setiap 5 tahun (atau lebih jika ada perubahan faktor risiko), khususnya orang dengan usia>40 tahun atau seseorang dengan faktor risiko lebih dari dua, harus dapat menentukan faktor risiko berdasar hitungn 10 tahun faktor risiko. Faktor risiko yang dilihat adalah merokok, tekanan darah, pemeriksaan kolesterol, kadar gula darah, usia, jenis kelamin, dan diabetes. Panduan pencegahan sekunder Merokok: berhenti total, tidak terpapar pada lingkungan perokok. Kontrol tekanan darah: TD<140/90 mmHg atau <130/80 mmHg pada pasien diabetes atau penyakit ginjal kronik. Pengelolaan lipid: LDL-C < 100 mg/dL jika trigliserid > 200 mg/dL, non-HDL-C seharusnya < 130 mg/dL Aktivitas fisik: 30 menit, 7 hari dalam seminggu (minimal 5 hari dalam seminggu) Pengaturan berat badan: BMI (18,5-24,9 kg/m2), lingkar pinggang: pria < 40 inci, wanita < 35 inci. Pengelolaan diabetes: HbA1c < 7% Penggunaan obat anti platelet/ anticoagulant: Aspirin, clopidogrel, warfarin sesuai indikasi. Penggunaan Renin-Angiotensin-Aldosteron System Blockers: bila intoleran ganti dengan ARB. Penggunaan B-Blockers; kecuali bila ada kontra indikasi

Pemberian vaksinasi influenza pada pasien dengan kelainan kardiovaskuler.

(Abdul, 2007) 9. Komplikasi Infark Miokard Akut


-

Tromboemboli Akibat kontraktilitas miokard berkurang. Embolus tersebut dapat menghambat aliran darah ke bagian jantung yang sebelumnya tidak rusak oleh infark pertama. Embolus tersebut juga dapat mengalir ke organ lain, menghambat aliran darahnya infark pada organ tersebut.

Gagal jantung kongestif Jantung tidak dapat memompa keluar semua darah yang diterimanya. Gagal jantung dapat segera terjadi setelah pengaktifan bioreseptor meningkatkan tekanan darah yang kembali ke jantung kontraktilitas jantung menurun tidak mampu memompa ke jaringan

Disritmia Terjadi akibat perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan PH Syok kardiogenik Apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama. Syok kardiogenik dapat fatal pada waktu infark, atau menyebabkan kematian atau kelemahan beberapa hari atau minggu kemudian akibat gagal paru atau ginjal karena organ-organ ini mengalami iskemia. Penurunan curah jantung menutunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital

Ruptur miokardium Dapat terjadi bila terdapat infark miokardium, proses infeksi dan disfungsi miokardium lain yang menyebabkan otot jantung melemah. Dapat terjadi selama atau segera setelah terjadi suatu infark besar.

Perikarditis Peradangan selaput jantung, terjadi sebagai bagian dari reaksi inflamasi setelah cedera dan kematian sel.

Edema paru akut Terjadi peningkatan akhir diastole ventrikel kiri dan peningkatan tekanan darah vena pulmonal sehingga meningkatkan tekanan hidrostatik yang mengakibatkan cairan merembes keluar.

Disfungsi Ventrikular Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.

10. Asuhan keperawatan Infark Miokard Akut A. Pengkajian a. Identitas Klien Nama Usia Jenis kelamin : Ny. Markonah : 48 tahun : perempuan

b. Status Kesehatan Saat Ini 1. Keluhan utama Ny. Markonah meringis kesakitan memegang dada kiri terasa ditimpa benda berat, mual, napas terasa sesak dan keringat dingin. Rasa sakit menjalar ke punggung, lalu ke lengan kiri. 2. Lama keluhan 10 jam 3. Kualitas keluhan Skala nyeri 9/10 4. Keluhan saat pengkajian Dada kiri terasa ditimpa benda berat, mual, napas terasa sesak dan keringat dingin. Rasa sakit menjalar ke punggung, lalu ke lengan kiri. c. Riwayat Kesehatan Sat Ini Diagnosa Medis : STEMI d. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum Kesadaran TTV : composmentis : TD = 175/110mmHg, HR = 110x/menit, RR = 28x/menit,

suhu = 34,5 C 2. Kepala dan leher 3. Thoraks dan dad Dada kiri tersa ditimpa benda berat, sesak napas 4. Payudara dan ketiak 5. Punggung dan tulang belakang Terasa nyeri 6. Abdomen 7. Genetalia dan anus 8. Ekstremitas Lengan kiri terasa nyeri 9. System nurologi 10. Kulit dan kuku Bibir pucat, CRT 3 detik e. Hasil Pemeriksaan Penunjang ECG : ST elevasi lead II, II AVF total kolesterol = 224 /dl, trigliserida 158 /dl, LDL = 163 /dl f. Terapi Oral : clopidogrel 1 x 75 mg, ISDN 3x5 mg, aspirin 80 mg Injeksi B. Analisa Data : streptokinase 1 x 1,5 juta unit Hasil Lab : CK-MB = 36 u/l, Troponin I = 21,80 /l, HDL = 35 /dl,

No 1. Ds :

Data Usia 48 tahun jantung menrun

Etiologi fg. Jantung menurun, aliran darah ke distribusi O2 dan nutrisi

Masalah keperawatan Nyeri akut b.d agen cedera

Meringis kesakitan memegang dada kiri terasa ditimpa benda berat Napas sesak Keringat dingin Do : Skala nyeri 9/10 2. Ds : Do : Bibir pucat CRT 3 detik Hasil EKG ST elevasi pada lead II, II, AVF

arteri coroner konstriksi iskemik pada miokard

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen meningkat suplai o2 ke miokard menurun asam laktat nyeri metabolism anaerob

Usia 48 tahun jantung menrun

fg. Jantung menurun, aliran darah ke distribusi O2 dan nutrisi

Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung dan kontraktilitas

arteri coroner konstriksi iskemik pada miokard

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen hipoksia jantung suplai o2 ke miokard bibir pucat, CRT 3 detik penurunan curah

kontraktilitas menurun

3. DS : Aterosklero Meringis kesakitan sis memegang dada kiri Trombos is Emboli

Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2

terasa ditimpa benda Aliran darah ke jantung berat Mual Napas sesak Keringat dingin Suplai O2 << Jaringan miokard iskemik

>> 35-45 menit Rasa sakit menjalar ke nekrosis punggung lalu ke lengan IMA kiri hilang-timbul sejak Metabolisme 10 jam lalu saat menjemur anaerob pakaian DO : Bibir pucat CRT 3 detik Timbunan asam laktat fatigue MK : Intoleransi aktivitas

C. Planning No 1. Data Nyeri akut b.d agens cidera Tujuan + KH NOC Setelah janm o dilakukan selama nyeriklien keperawatan 3x 24 NIC asuhan Pain Management Lakukan pengkajian nyeri secara berkurang, komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,kualitas dan faktor pesipitasi) Observasi reaksi non verbal dari nyeri, ketidaknyamanan Ginakan teknik komunikasi teraipetik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien Evaluasi pengalaman nyeri masa lalu Kontrol lingkungan yang dapat Intervensi

dengan kriteria : Mampu mengontrol nyeri (tahu mampu teknik o Melaporkan berkurang nyeri o Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri o o Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal mmHg, ( TD HR : : 120/80 penyebab menggunakan nonfarmakologi bahwa nyeri

untuk mengurangi nyeri) dengan

menggunakan managemen

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan Ajarkan tentang teknik pernafasan / relaksasi Berikan analgetik untuk menguranggi nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Anjurkan klien untuk beristirahat Kolaborasi dengan dokter jika keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

60- Analgetic Administration Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi Cek riwayat alegi Monitor vital sign sebelumdan sesudah

100x/menit)

pemberian analgetik pertama kali Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri hebat Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala (efak samping)

Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung dan kontraktilitas

NOC Setelah klien dilakukan tidak keperawatan selama 3x 24 jam mengalami output, penurunan o o cardiac

NIC asuhan Cardiac Care Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi) Catat adanya disritmia jantung Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output Monitor status kardiovaskuler Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung Monitor abdomen sebagai indikator penurunan perfusi Monitor balance cairan Monitor adanya perubahan tekanan darah Monitor respon klien terhadap efek

dengan kriteria : Tanda vital dalam rentang normal (TD, Nadi, RR) Dapat aktivitas, kelelahan o Tidak ada edema paru, perifer, asites o Tidak ada penurunan kesadaran dan tidak ada mentoleransi tidak ada

pengobatan anti aritmia Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan 11.Monitor toleransi aktivitas pasien Monitor adanya dispneu, fatigue, takipneu, dan ortopneu Anjurkan pasien untuk menurunkan stress Vital Sign Monitoring Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk dan berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, Nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas Monitor kualitas dari nadi

Monitor adanya pulsus paradoksus Monotor adanya pulsus alterans Monitor jumlah dan irama jantung Monitor bunyi jantung Monitor frekuensi dan irama pernafasan Monitor suara paru Monitor pola pernafasan abnormal Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang sistolik) Identifikasi penyebab dan perubahan vital 3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimb angan suplai O2 NOC Setelah klien intoleransi kriteria : o Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, Nadi, dan RR o Mampu melakukan aktivitas sehari hari secara mandiri dilakukan tidak keperawatan selama 3x 24 jam mengalami dengan aktivitas, sign NIC asuhan Energy Management Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas Dorong pasiem untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas Monitor pola tidur dan lamanya tidur / istirahat pasien Activity Therapy Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi melebar, bradikardi, peningkatan

medik dalam merencanakan program terapi yang tepat. Bantu pasienuntuk mengidentivikasi aktivitas yang mampu dilakukan Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial Bantu untuk mengidentifikasi sumber yang dan mendapatkan diperlukan

untuk aktivitas yang diinginkan Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek Bantu untuk mengidentivikasi aktivitas yang disukai Bantu beraktivitas pasien/ keluarga kekurangan untuk dalam mengidentivikasi

RINGKASAN Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit jantung yang disebabkan oleh tersumbatnya aliran darah ke arteri koroner. Tersumbatnya arteri koroner menyebabkan pasokan nutrisi dan oksigen ke miokardium (otot jantung) menjadi berkurang sehingga terjadi iskemia dan akhirnya terjadilah infark. Berdasarkan hasil EKG infark miokard dapat dibedakan menjadi STEMI (ST elevasi miokard infark) dan NSTEMI (Non ST elevasi miokard infark). Sedangakan secara morfologik infark miokard akut dibedakan menjadi IMA subendokardial dan IMA transmural. Farktor resiko terjadinya IMA dibedakan menjadi dua yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat di modifikasi. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah merokok, alcohol, hipertensi, obesitas, hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus tipe II. Sedangkan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin dan faktor genetic. Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa IMA adalah EKG, enzim jantung, ekokardiografi, dan rontgen thoraks. Penatalkasanaan Infark miokard akut dapat dilakukan dengan MONACO (Morfin, Oksigenasi, Nitrogliserin, Aspirin, Clopidogrel). Pencegahan yang dapat dilakukan untuk IMA adalah dengan menerapkan gaya hidup sehat, seperti rajin olahraga, mengkonsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol, menghindari alcohol dan rokok, serta mempertahankan berat badan ideal.

DAFTAR PUSTAKA Antman, Suwiryo. 2005. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta: Gramedia Christofferson RD. 2009. Acute Myocardial Infarction. In : Griffin BP, Topol EJ, eds. Manual of cardiovascular medicine. 3rd ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Farissa, IP. 2012. Komplikasi pada Pasien IMA ST-Elevasi (STEMI) yang Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi. Semarang: UNDIP. Majid, Abdul. 2007. Penyakit Jantung Koroner Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini. Medan: Universitas Sumatra Utara Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran ed.3 Jilid Ketiga . Jakarta: Media Aesculapius. Noer, S,dkk. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga . Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Price, Sylvia EGC Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzane C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ed. 8 Vol. 2. Jakarta: EGC. Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Thygesen, K, dkk. 2012. Third Universal Definition of Myocardial Infarction. Auckland: European Heart Journal. Tim Penyusun. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media Aesculapius FKUI Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika Anderson. 2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6. Jakarta :

You might also like