You are on page 1of 14

Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik yang mengenai daerah kepala dan badan di mana terdapat glandula sebasea. Prevalensi dermatitis seboroik sebanyak 1% - 5% populasi. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita.. Penyakit ini dapat mengenai bayi sampai dengan orang dewasa. Umumnya pada bayi terjadi pada usia 3 bulan sedangkan pada dewasa pada usia 30-60 tahun. A. Definisi Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial, didasari oleh faktor konstitusi B. Etiologi Etiologi dermatitis seboroik masih belum jelas, meskipun demikian berbagai macam faktor seperti faktor hormonal, infeksi jamur, kekurangan nutrisi, faktor neurogenik diduga berhubungan dengan kondisi ini. Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat mengenai bayi, menghilang secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah pubertas. Pada bayi dijumpai kadar hormon transplansenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun. Faktor lain yang berperan adalah terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan proliferasi spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal. Ragi genus ini dominan dan ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid sebasea (misalnya kepala, tubuh, punggung). Selden (2005) menyatakan bahwa Malassezia tidak menyebabkan dermatitis seboroik tetapi merupakan suatu kofaktor yang berkaitan dengan depresi sel T, meningkatkan kadar sebum dan aktivasi komplemen.

C. Klasifikasi dan Manifestasi Klinik Dermatitis seboroik umumnya berpengaruh pada daerah kulit yang mengandung kelenjar sebasea dalam frekuensi tinggi dan aktif. Distribusinya simetris dan biasanya melibatkan daerah berambut pada kepala meliputi kulit kepala, alis mata, kumis dan jenggot. Adapun lokasi lainnya bisa terdapat pada dahi, lipatan nasolabial, kanalis auditoris external dan daerah belakang telinga. Sedangkan pada tubuh dermatitis seboroik dapat mengenai daerah presternal dan lipatan-lipatan kulit seperti aksila, pusar, inguinal, infra mamae, dan anogenital1. Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pada remaja dan dewasa Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama berminyak ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada lipatan nasolabial atau pada belakang telinga. Skuama muncul pada kulit yang berminyak di daerah dengan peningkatan kelenjar sebasea (misalnya aurikula, jenggot, alis mata, tubuh (lipatan dan daerah infra mamae), kadang-kadang bagian sentral wajah dapat terlibat. Dua tipe dermatitis seboroik dapat ditemukan di dada yaitu tipe petaloid (lebih umum ) dan tipe pityriasiform (jarang). Bentuknya awalnya kecil, papulpapul follikular dan perifollikular coklat kemerah-merahan dengan skuama berminyak. Papul tersebut menjadi patch yang menyerupai bentuk daun bunga atau seperti medali (medallion seborrheic dermatitis). Tipe pityriasiform umumnya berbentuk makula dan patch yang menyerupai pityriasis rosea. Patchpatch tersebut jarang menjadi erupsi.Pada masa remaja dan dewasa manifestasi kliniknya biasanya sebagai scalp scaling (ketombe) atau eritema ringan pada lipatan nasolabial pada saat stres atau kekurangan tidur. 2.Pada bayi Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi sebagaimana pada anak-anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat dermatitis akut (dengan dicirikan oleh oozing dan weeping). Skuama dapat

bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang pada minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran. Dermatitis dapat menjadi general. Lipatan-lipatan dapat sering terlibat disertai dengan eksudat seperti keju yang bermanifestasi sebagai diaper dermatitis yang dapat menjadi general. Dermatitis seboroik general pada bayi dan anak-anak tidak umum terjadi, dan biasanya berhubungan dengan defisiensi sistem imun. Anak dengan defisiensi sistem imun yang menderita dermatitis seboroik general sering disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiners disese). Sehingga apabila bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem imunnya. Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga: 1.Seboroik kepala Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuningkuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang disebut Pitriasis Oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri disebut Pitiriasis sika (ketombe). Pasien mengeluhkan gatal di kulit kepala disertai dengan ketombe. Pasien berpikir bahwa gejala-gejala itu timbul dari kulit kepala yang kering kemudian pasien menurunkan frekuensi pemakaian shampo, sehingga menyebabkan akumulasi lebih lanjut. Inflamasi akhirnya terjadi dan kemudian gejala makin memburuk1. Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi, disebut Korona seboroik. Dermatitis seboroik yang terjadi pada kepala bayi disebut Cradle cap. Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga sensasi terbakar pada wajah yang terkena. Dermatitis seboroik bisa menjadi nyata pada orang dengan kumis atau jenggot, dan menghilang ketika kumis dan jenggotnya dihilangkan. Jika dibiarkan tidak diterapi akan menjadi tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang dapat terjadi infeksi bakteria.

2.Seboroik muka Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain terdapat makula eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuningkuningan. Bila sampai palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bisa didapati di daerah berambut, seperti dagu dan di atas bibir, dapat terjadi folikulitis. Hal ini sering dijumpai pada laki-laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbae. 3.Seboroik badan dan sela-sela Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama, umbilicus, krural (lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada permukaannya ada skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah badan, lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi sekunder.

D.Penatalaksanaan Terapi yang efektif untuk dermatitis seboroik yaitu obat anti inflamasi (immunomodulatory), keratolitik, anti jamur dan pengobatan alternatif 1.Obat anti inflamasi (immunomodulatory) Terapi konvensional untuk dermatitis seboroik dewasa pada kulit kepala dengan steroid topikal atau inhibitor calcineuron. Terapi tersebut pemberiannya dapat berupa shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio steroid topikal, losio yang dioleskan pada kulit kepala atau krim pada kulit. Kortikosteroid merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal yang pembuatan bahan sintetik analognya telah berkembang dengan pesat. Efek utama penggunaan kortikosteroid secara topikal pada epidermis dan dermis ialah efek vasokonstriksi, efek anti inflamasi, dan efek antimitosis. Adanya efek vasokonstriksi akan mengakibatkan berkurangnya eritema. Adanya efek anti

inflamasi yang terutama terhadap leukosit akan efektif terhadap berbagai dermatoses yang didasari oleh proses inflamasi seperti dermatitis. Sedangkan adanya efek antimitosis terjadi karena kortikosteroid bersifat menghambat sintesis DNA berbagai jenis sel. Terapi dermatitis seboroik pada dewasa umumnya menggunakan steroid topikal satu atau dua kali sehari, sering diberikan sebagai tambahan ke shampo. Steroid topikal potensi rendah efektif untuk terapi dermatitis seboroik pada bayi terletak di daerah lipatan atau dewasa pada persisten recalcitrant seborrheic dermatitis. Topikal azole dapat dikombinasikan dengan regimen desonide (dosis tunggal perhari selama dua minggu). Akan tetapi penggunaan kortikosteroid topikal ini memiliki efek samping pada kulit dimana dapat terjadi atrofi, teleangiectasi dan dermatitis perioral. Topikal inhibitor calcineurin (misalnya oinment tacrolimus (Protopix), krim pimecrolimus (Elidel)) memiliki efek fungisidal dan anti inflamasi tanpa resiko atropi kutaneus. Inhibittor calcineurin juga baik untuk terapi dimana wajah dan telinga terlibat, tetapi efeknya baru bisa dilihat setelah pemberian tiap hari selama seminggu. 2.Keratolitik Terapi lain untuk dermatitis seboroik dengan menggunakan keratolitik. Keratolitik yang secara luas dipakai untuk dermatitis seboroik adalah tar, asam salisiklik dan shampo zinc pyrithion. Zinc pyrithion memliki efek keratolitik non spesifik dan anti fungi, dapat diberikan dua atau tiga kali per minggu. Pasien sebaiknya membiarkan rambutnya dengan shampo tersebut selama lima menit agar shampo mencapai kulit kepala. Pasien dapat menggunakannya juga untuk tempat lain yang terkena seperti wajah3. 3.Anti fungi Sebagian besar anti jamur menyerang Malassezia yang berkaitan dengan dermatitis seboroik. Dosis satu kali sehari gel ketokonazol (Nizoral) dalam dua minggu, satu kali sehari regimen desonide (Desowan) dapat berguna untuk

dermatitis seboroik pada wajah. Shampo yang mengandung selenium sulfide (Selsun) atau azole dapat dipakai. Shampo tersebut dapat diberikan dua sampai tiga kali seminggu. Ketokonazole (krim atau gel foaming) dan terbinfin (Lamisil) oral dapat berguna. Anti jamur topikal lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan flukonazole (Diflucan) mempunyai efek anti inflamasi juga. Anti jamur (selenium sulfide, pytrithion zinc, azola, sodium sulfasetamid dan topical terbinafin) dapat menurunkan kolonisasi oleh ragi lipopilik E.Prognosis Pada sebagian kasus yang mempunyai factor konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan dan penyakit berlangsung kronik dan sering kambuh. Harus dihindari factor pencetus seperti stress emosional, makanan berlemak dan sebagainya.

Daftar pustaka Selden, S., 2005, Seborrheic Dermatitis, http://www.emedicine.com

Psoriasis Vulgaris
A.Definisi Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun,bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin,Auspitz dan kobner. Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa.

B.Epidemiologi Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian,tetapi menyebabkan gangguan kosmetik,terlebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insiden pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Insidens pada pria agak lebih banyak daripada wanita, psoriasis terdapat pada semua usia,tetapi umumnya pada orang dewasa.

C.Gejala klinis Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya. eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering ertitema ditengah menghilang dan hanya dipinggir. skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan kobner. 1. Fenomena tetesan lilin : Skuama yang berubah warna menjadi putih pada goresan,seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubah indeks bias. Cara menggoresnya dapat

dengan pinggir gelas alas. 2. Fenomena Auspitz : tampak serum atau darah yang berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. cara mengerjakannya, skuama yang berlapis-lapis dikerok, misalnya dikerok dengan pinggir gelas alas. setelah skuamanya habis, maka pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan,jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik, melainkan perdarahan yang merata. 3. Fenomena Kobner Trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis, yang timbul kira-kira setelah 3 minggu. psoriais juga dapat menyebabkan kelainan kuku yang disenut pitting nail.dan kelainan pada sendi.

D. Penatalaksanaan Pengobatan Sistemik 1. Kortikosteroid Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis,dosis kira-kira ekuivalen dengan prednison 30 mg perhari. setelah membaik, dosis diturunkanperlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan>

penghemtian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. 2. Obat Sitostatik Obat sitostatik biasanya digunakan ialah metrotreksat. mula-mula diberikan tes dosis, inisial 5mg per os untuk mengetahui, apakah ada gejala sensitivitas,atau gejala toksik. jika tidak terjadi gejala efek yng tidak

dikehendaki diberikan dosis 3x2,5 mg dengan interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mg.jika tidak nampak perbaikan dinaikan 2,5 mg 5 mg per minggu. biasanya dengan dosis 3x5 mg perminggu telah tampak perbaikan. 3. Levodopa levodopa sebenarnya dipakai untuk penderita parkinson. di antara penderita parkinson yang sekaligus juga menderita psoriasis,ada yang membaik psoriasisnya dengan pengobatan levodopa. dosisnya antara 2x250 mg 3x500 mgg.efek samping mual,muntah, anorexia, hipotensi, gangguan psikik dan pada jantung. Pengobatan Topikal 1. Preparat ter 0bat topikal yang biasa dibunakan ialah preparat ter, efeknya ialah antiradang. 2. Kortikosteroid Kortikosteroid topikal memberi hasil yang baik. potensi dan vehikulum bergantung pada lokasinya. 3. Ditranol (antralin) obat ini dikatakan efektig. kekurangannya ialah mewarnai kulit dan pakaian. konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 % dalam pasta, salap atau krim. lama pemakaina hanya -1/2 jam sehari untuk mencegah iritasi. 4. Pengobatan dengan penyinaran seperti sinar ultraviolet mempunyai menghambat efek mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. cara terbaik ialah penyinaran secara alamiah. dengan UVA dan UVB.

Parapsoriasis
A, Definisi Parapsoriasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui

penyebabnya, pada umumnya tanpa keluhan, kelainan kulit terutama terdiri atas ertitema dan skuama, berkembangnya biasanya perlahan-lahan, perjalannya umumnya kronik. B. Klasisikiasi Pada umumnya parapsoriasis dibagi menjadi 3 bagian, yakni: 1. Parapsoriasis gutata Bentuk ini terdapat pada dewasa muda terutama pada pria dan relatif paling sering ditemukan. Ruam terdiri atas papul miliar,serta lentikuler, eritema,dan skuama, dapat hemoragik, kadang-kadang berkonfluensi dan umumnya simetrik.penyakit ini sembuh spontan tanpa sikatriks. tempat predileksi pada badan, lengan atas, dan paha, tidak terdapat pada kulit kepala, muka dan tangan. 2. parapsoriasis variegata Kelainan terdapat pada badan, bahu,dan tungkai, bentuknya seperti kulit zebra, terdiri atas skuama,dan eritema yang bergaris-garis. 3. parapsoriasis en plaque Insidens penyakit ini pada orang kulit berwarnah rendah. umumnya mulai pada usia pertengahan, dapat terus menerus atau mengalami remisi, lebih sering pada pria daaripada wanita. tempat predileksi pada badan,dan extremitas. kelainan kulit berupa bercak eritematosa,permukaanya datar,bulat atau lonjong, berdiameter 2,5 cm dengan sedikit skuama, berwarna merah jambu,coklat,atau agak kuning. bentuk ini sering berkembang menjadi mikosis fungoides.

C. Pengobatan Hasil pengobatan kurang memuaskan. penyakit dapat membaik dengan penyinaran ultraviloet atau kortikosteroid topikal, seperti yang digunakan pada pengobatan psoriasis. meskipun demikian hasilnya bersifat sementara dan sering kambuh. obatnya diantaralain seperti : kalsiferol, preparat ter,vitamin E.

D. Prognosis Penyakit ini kronis dan residif, tidak ada obat pilihan dan sebagian menjadi mikosis fungoides.

Pitiriasis Rosea
A. Definisi Pitiriasis Rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui pasti penyebabnya, dimulai dengan lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan, dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.

B.Etiologi Etiologinya belum diketahui, demikian pula cara infeksi. ada yang mengemukakan hipotesis bahwa penyebarannya virus, karena penyakit ini merupaka penyakit swasima (self limiting disease)> umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu.

C. Gejala Klinis Gejala umumnya tidak terdapat, sebagian penderita mengeluh gatal ringan.penyakit dimulai dengan lesi pertama ( herald patch), umumnya di badan, solitar,berbentuk oval,dan anular, diameternya kira-kira3 cm. ruam terdiri atas eritema dan skuama halus dipinggir. lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu. Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama lebih kecil, susunanya sejajar dengan costa., hingga menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat predileksi pada badan,lengan atas bagian proximal dan paha atas, sehingga seperti pakaian renang wanita jaman dulu.

D. Pengobatan Pengobatan bersifat simptomatik, untuk gatalnya dapat diberikan sedativa, sedangkan sebagai topikal dapat diberikan bedak asam salisilat yang dibubuhi mentol 1/2-1%.

E. Prognosis Prognosis baik karena penyakit sembuh spontan biasanya dalam waktu 3-8 minggu.

Daftar pustaka Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi kelima fakultas kedokteran universitas indonesia

You might also like