You are on page 1of 5

100 Kasus Salah Gunakan Nama KPK

By admin Monday, July 27, 2009 19:33:00 100 Kasus Salah Gunakan Nama KPK Senin, 27 Juli 2009 19:33 WIB SOLO--MI: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai saat ini mencatat ada 100 kasus penyalahgunaan nama KPK oleh orang-orang yang mengaku dari institusi yang paling ditakuti koruptor ini. Mereka yang menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi itu telah diproses sesuai aturan undangundang, kata Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Dedy Arahim, di Solo, Senin (27/7). Ia minta, kalau didatangi orang yang mengaku dari KPK jangan mudah percaya dan harus dicek kebenarannya dengan menanyakan surat tugas dan kelengkapan lainnya. Untuk itu saya minta kepada semua bila ada orang yang mengaku dari petugas KPK yang tampaknya meragukan, bisa melaporkan ke KPK lewat telepon 021-25578389, faks 021- 52892454 atau lewat SMS ke 08558575575, katanya dalam pembukaan Pembekalan Modul Pendidikan Antikorupsi bagi Guru di Pemerintah Kota Surakarta. Untuk itu kepada para kepala sekolah/guru yang melakukan pungutan uang sekolah yang melanggar aturan juga bisa dianggap korupsi dan bisa dikenakan Undang-Undang Gratifikasi. Dalam setiap membuat aturan, katanya, harus secara teliti mengacu kepada UU di atasnya. (Ant/OL-04) Sumber: Media Indonesia Online http://www.mediaindonesia.com/read/2009/07/07/87316 /16/1/100_Kasus_Salah_Gunakan_Nama_KPK Clicks: 738

Korupsi Proyek Dermaga di Indonesia Timur


By admin Monday, July 27, 2009 17:00:00 Korupsi Proyek Dermaga di Indonesia Timur Pegawai Dephub Divonis Tiga Tahun Penjara Senin, 27 Juli 2009 17:00 WIB JAKARTA--MI: Pegawai Departemen Perhubungan (Dephub) Darmawati Dareho divonis tiga tahun penjara dalam kasus dugaan suap kepada anggota DPR Abdul Hadi Djamal. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, kata Ketua Majelis Hakim, Teguh Hariyanto ketika membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (27/7). Majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp150 juta subsider enam bulan penjara. Majelis hakim menyatakan, Darmawati diduga memberikan uang kepada anggota DPR Abdul Hadi Djamal. Uang itu didapat dari pengusaha Hontjo Kurniawan. Abdul Hadi dan Honjto disidang dalam berkas terpisah. Abdul Hadi bersama Darmawati dan pengusaha Hontjo Kurniawan ditangkap oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam penangkapan, tim KPK menemukan uang sebesar Rp54,5 juta dan US$90 ribu. Uang itu diduga suap terkait proyek pembangunan dermaga di Indonesia bagian timur. Dalam persidangan terungkap bahwa Hontjo berinisiatif untuk menemui anggota DPR. Hontjo meminta bantuan anggota DPR untuk meloloskan proyek dana stimulus, dengan menjanjikan sejumlah uang. Hakim Dudu Duswara menyatakan, Darmawati telah menyalurkan uang kepada Abdul Hadi Djamal secara bertahap hingga mencapai Rp3 miliar. Uang itu berasal dari Hontjo Kurniawan. Terdakwa mengetahui bahwa tujuan akhir pemberian uang itu adalah Jhonny Allen Marbun, kata Dudu. Menurut Dudu, Jhonny yang juga anggota DPR telah menerima bagian sebesar Rp1 miliar melalui ajudannya bernama Resco. Dalam perkara itu, Darmawati dijerat dengan pasal 5 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. Darmawati menerima putusan itu, namun dia tidak memberikan keterangan lebih lanjut kepada wartawan ketika meninggalkan ruang sidang. Wanita paruh baya itu hanya bergegas menuju ruang terdakwa sambil menghapus air mata. (Ant/OL-06) Sumber: Media Indonesia Online http://www.mediaindonesia.com/read/2009/07/07/87288 /16/1/Pegawai_Dephub_Divonis_Tiga_Tahun_Penjara Clicks: 883

Korupsi di Cilacap Rugikan Negara Rp 6,8 Miliar


By admin Thursday, July 23, 2009 17:18:00 Korupsi di Cilacap Rugikan Negara Rp 6,8 Miliar Kamis, 23 Juli 2009 | 17:18 WIB CILACAP, KOMPAS.com - Dugaan korupsi pada program Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan Desa (Sispemdes) Kabupaten Cilacap yang didanai lewat alokasi dana desa (ADD) selama tahun 2008, potensial merugikan negara sebesar Rp 6,8 miliar. Dalam program Sispemdes itu, setiap desa diberikan dana ADD sebesar Rp 100 juta. Dari dana itu, setiap desa harus mengalokasikan sebesar Rp 48,5 juta untuk pelatihan da n pengadaan satu unit komputer guna program Sispemdes. Berdasarkan hasil pemeriksaan Kepolisian Wilayah Banyumas sementara ini, ditemukan adanya penggelembungan dana dari pelaksanaan program Sispemdes hampir di setiap desa. Hal itu menyebabkan, pelaksanaan program Sispemdes yang sewajarnya cukup Rp 24 juta per desa seperti yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sragen, menjadi Rp 48,5 juta per desa. Setidaknya dua orang telah ditahan terkait kasus tersebut, yakni staf Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah Cilacap Suyatmo dan seorang rekanan Pemkab Cilacap untuk pengadaan komputer Dedi Firmansyah. Kepala Polwil Banyumas Komisaris Besar Muhammad Ghufron melalui Kepala Sub Bagian Reserse dan Kriminal Komisaris Syarif Rahman mengatakan, sebenarnya banyak pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Oleh karena itu, pihaknya kini sedang mengintensifkan pemeriksaan untuk mendapatkan pelaku utama dalam tindak korupsi itu. Pemeriksaan yang kami jalankan memang dari bawah, sehingga baru orang-orang kecil yang kena. Tapi target kami tetap berusaha mendapatkan otaknya, kata Syarif, Kamis (23/7). Dari hasil pemeriksaan sejauh ini, katanya, otak pelaku korupsi tersebut berkisar diantara pejabat Pemkab Cilacap. Namun hal itu belum tampak saat ini karena pen cairan dana untuk pelaksanaan Sispemdes dibuat sedemikian rupa sehingga program itu tampak dilaksanakan sendiri oleh masing-masing desa, yang berjumlah 284 desa. Tapi hasil pemeriksaan mulai mengerucut ke beberapa pejabat. Tinggal lihat hasilnya nanti, kata Syarif. Adapun keterlibat staf Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah Cilacap Suyatmo dalam kasus korupsi itu sebagai perantara pengadaan komputer. Hanya melalui dia, para rekanan kerja pemerintah yang bergerak di bidang komputer, dapat ikut serta menyediakan peralatan komputer untuk program Sispemdes. Dalam praktiknya, Suyatmo mengaku, menerima uang Rp 10 juta dari setiap rekanan yang berjumlah tujuh rekanan. Hal itu pun diperkuat oleh pengakuan dua orang rekanan dalam kasus itu, yakni Heri dan Aditya. Namun salah seorang rekanan lainnya Dedi Firmansyah yang ikut dimintai keterangan, membantah pengakuan tersebut. Selama dimintai keterangan, menurut Syarif, dia juga memberikan jawaban yang berbelit. Karena itulah dia ditahan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Syarif memang tak sedikit yang memberikan keterangan berbelit. Hampir 25 persen kades dan 60 persen camat yang dimintai keterangan, memberikan penjelasan yang berbelit-belit. MDN Sumber: Kompas.Com http://regional.kompas.com/read/xml/2009/07/23/ 17181744/Korupsi.di.Cilacap.Rugikan.Negara. Rp.6.8.Miliar Clicks: 898

ICW Laporkan Hari Sabarno ke KPK


By admin Thursday, July 23, 2009 16:00:00 ICW Laporkan Hari Sabarno ke KPK Kamis, 23 Juli 2009 | 16:00 WIB JAKARTA, KOMPAS.com ? Indonesia Corruption Watch melaporkan mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno ke Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dugaan penyelewengan penggunaan Dana Penunjang Pembinaan (DPP). Dana ini merupakan pungutan pajak daerah. Diperkirakan, untuk tahun 2003 saja, negara dirugikan sedikitnya Rp 3,95 miliar. Terbitnya Kepmendagri 27/2002, 35/2002, dan 36/2002 oleh Hari Sabarno selaku Mendagri terindikasi telah melanggar beberapa ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, kata Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo kepada wartawan setelah menyampaikan temuannya ke KPK di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/7). Peraturan lain yang dilanggar Hari, lanjutnya, adalah UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 3 Ayat (5) dan Pasal 9. Berdasarkan UU tersebut semua penerimaan negara yang dikelola oleh semua instasi pemerintah harus menjadi bagian dari penerimaan yang dimasukkan dalam APBN. Sementara dalam konteks dana DPP yang dikelola Mendagri, tidak ada satu persen pun dana DPP tersebut disetor dan menjadi penerimaan negara, ungkap Adnan. Menurut Adnan, DPP tersebut disimpan di empat rekening bank yang sifatnya liar atau tidak dilaporkan kepada menteri keuangan. Rekening tersebut yang masih berjalan sampai sekarang ini hanya dipertanggungjawabkan oleh bendahara kepada Mendagri secara triwulan dan jika diminta sewaktu-waktu, ujarnya. Sedangkan pelanggaran pada Pasal (9), ia menuturkan, dalam praktiknya biaya pemungutan pajak daerah yang dikelola oleh Tim Pembina Pusat dan menjadi DPP tidak pernah disetorkan ke kas negara secara mandiri oleh Depdagri dalam hal ini Dirjen Otonomi Daerah sebagai dana taktis departemen. Demikian halnya dalam proses pengelolaan DPP, keharusan mendapatkan pertimbangan dari Menteri Keuangan diabaikan oleh Mendagri, tutur Adnan. Lebih jauh ia memaparkan hasil temuan BPK yang mengaudit Depdagri. Ia mengaku kaget karena sejak tahun 2001 hingga 2008 penggunaan DPP sebesar Rp 104,40 miliar tidak dapat dipertanggungjawabkan. Artinya tidak wajar atau tidak patut, tidah sah dan tidak didukung dengan bukti-bukti pertanggungjawaban serta terjadi penyalahgunaan, ucapnya. Dari hasil temuan ICW dan diperkuat laporan audit BPK, Adnan mengatakan bahwa pihaknya sampai pada kesimpulan tindakan Hari Sabarno beserta beberapa orang Depdagri yang diduga turut menikmati DPP secara tidak sah telah memenuhi unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam UU No 31/1999 jo UU No 20/2001, khususnya Pasal 2 telah terpenuhi. Ada delapan nama lain (selain Hari Sabarno) yang menerima dana DPP untuk keperluan yang tidak dapat diketahui dengan pasti di tahun 2003 saja. Totalnya Rp 3,95 miliar, ungkap Adnan. Untuk itu, ICW meminta KPK mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dana DPP yang telah terjadi cukup lama, dari 2001 hingga 2008 di Depdagri. Katanya KPK sudah sampai pada penyelidikan. Saya yakin KPK sudah punya datanya, tinggal dilanjutkan. Kita khawatir karena rekeningnya masih berjalan, belum ditutup, tandas Adnan. Sumber: Kompas.Com http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/07/23/ 16003435/ICW.Laporkan.Hari.Sabarno.ke.KPK Clicks: 685

KPK Periksa Mendagri Terkait Kasus Dugaan Korupsi


By admin Wednesday, July 22, 2009 11:14:00 KPK Periksa Mendagri Terkait Kasus Dugaan Korupsi Rabu, 22 Juli 2009 11:14 WIB JAKARTA--MI: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (22/7), memeriksa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di sejumlah daerah di Indonesia. Mardiyanto datang di gedung KPK, Jakarta, pukul 10.38 WIB. Ia datang dengan menggunakan mobil dinas dan didampingi sejumlah staf. Mantan Gubernur Jawa Tengah itu tidak memberikan keterangan kepada wartawan dan langsung masuk ke gedung KPK. Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, Mardiyanto akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Gubernur Jawa Tengah. Yang bersangkutan dimintai keterangan sebagai saksi, katanya. Tim penyidik KPK akan meminta keterangan Mardiyanto untuk melengkapi berkas perkara mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Dalam kasus itu, KPK juga memeriksa Hadi Prabowo dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah, dan Kepala Dinas Kesejahteraan Provinsi Jawa Tengah Warsono. Mardiyanto dan kedua pejabat Provinsi Jawa Tengah itu diduga mengetahui proses pengadaan mobil pemadam kebakaran di Jawa Tengah pada 2003 hingga 2004. Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di sejumlah daerah di Indonesia. Ia diduga menandatangani radiogram pengadaan mobil pemadam kebakaran tersebut. (Ant/OL-01) Sumber: Media Indonesia Online http://www.mediaindonesia.com/read/2009/07/07/86424 /16/1/KPK_Periksa_Mendagri_Terkait_Kasus_Dugaan_Korupsi Clicks: 764

You might also like