You are on page 1of 48

KESEHATAN MATERNAL DAN PRENATAL

KESEHATAN IBU DAN ANAK Pembuatan Program Pelayanan KIA dalam Rangka Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak

Vivin Dian Devita Indah Pamularsih Resa Aisyah Ridwan Nurfitriana Supandi

1110713026 1110713039 1110713011 1240713149

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT JAKARTA 2012 KATA PENGANTAR
1

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada seorang hamba pilihan, junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga penulisan makalah mengenai Kesehatan Ibu dan Anak dapat selesai tanpa ada hambatan yang berarti. Makalah ini ditulis dalam rangka menyelesaikan tugas kuliah. Kelompok selaku Penulis menyadari bahwa dengan kemampuan yang penulis miliki, makalah ini mempunyai banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini. Kami menyadari, bahwa segala keterbatasan dalam penyusunan makalah ini masih perlu untuk terus dikoreksi agar dapat mencapai kesempurnaan. Makalah ini dibuat dengan harapan untuk menciptakan sebuah makalah yang membuat pembaca semakin mengenal dan memahami tentang materi yang kami tulis. Yang akan dijelaskan lebih rinci di halaman selanjutnya. Sekian dari kami semoga apa yang kami sampaikan dapat bermanfaat bagi kehidupan kita untuk para pendengar terutama kami selaku penulis makalah.

Jakarta, Maret 2013

Penulis

DAFTAR ISI
2

Cover Daftar Pustaka Daftar Isi Bab I Pendahuluan Latar belakang Tujuan

. . . . .

1 2 3 4 5 5 6 10 11 12 16 18 21 25 32 33 34

Rumusan masalah .

Bab II tinjauan pustaka Bab III pembahasan -

Perawatan kehamilan Perawatan persalinan

Penyakit pada ibu hamil Perawatan bayi baru lahir Perawatan nifas Perawatan anak prasekolah

Imunisasi dan beberapa penyakit anak ...

Bab IV penutup Daftar pustaka Jurnal Kesehatan

BAB I
3

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berdasarkan UU No.23 Tahun 1962 Tentang Kesehatan , Kesehatan Ibu dan Anak yang selanjutnya di singkat KIA adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil , ibu bersalin, ibu nifas , keluarga berecana , kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi , anak balita dan anak pra sekolah sehat. kesehatan ibu dan anak (KIA) di Tanah Air selalu saja menjadi masalah pelik yang tak kunjung membaik keadaannya. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan kondisi social politik , hokum dan budaya kondusif. Untuk itu, penggunanaan instrument hak azasi manusia dianggap perlu untuk menjamin ketersediaan dukungan itu. Situasi kesehatan ibu dan bayi baru lahir di Indonesia sama sekali belum bias dikatan menggembirakan. Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003 angka kematian ibu di Indonesia masih pada angka 307/100 ribu kelahiran. Tingginya angka kematian ibu dan bayi sebesar 307/100 ribu kelahiran hidup, menjadi salah satu indicator buruknya pelayanan kesehatan ibu dan anak. Kendati berbagai upaya perbaikan serta penanganan telah dilakukan, namun disadari masih memerlukan berbagai dukungan. Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 masih cukup tinggi, yaitu 390/100 ribu kelahiran. Penyebab kematian Ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklamsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat di cegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ ANC) yang memadai walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC minimal satu kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 1994, hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan menurut SDKI 1997, masih tetap rendah, diamana sebesar 54% persalinan masih ditolong oleh dukun bayi. Usia kehamilan pertama ikut berkontribusi kepada kematian ibu di Indonesia. Data survey Kesehatan Ibu dan Anak (SKIA) 2000 menunjukkan umur median kehamilan pertama di Indonesia adalah 18 tahun. SDKI 1997 melaporkan 57,4% pasangan usia subur (PUS) menggunakan alat kontrasepsi dan sebanyak 9,21% PUS sebenarnya tidak ingin mempunyai anak atau menunda kehamilannya,
4

tetapi tidak memakai kontrasepsi (unmet need). Krisis ekonomi sejak pertengahan 1997 menjadi sebab utama menurunnya daya beli PUS terhadap alat dan pelayanan konrtasepsi. Demikian pula penyakit-penyakit yang diderita oleh ibu hamil seperti anemia, hipertensi, hepatitis dll membawa resiko kematian ketika akan, sedang atau setelah persalinan. Baik masalhah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak terlepas dari factorfaktor social budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, factor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat antara makanandan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan sering kali membawa dampak baik positif maupun negative terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, fakta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaam akan pantanga, tabu, dan ancuran terhadap makanan tertentu. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas rumusan masalah yang dapat diambil adalah: 1. Bagaiman tindakan preventif untuk mengurangi AKI dan AKB? 2. Apa saja program KIA di Indonesia? 1.3 Tujuan umum Menerangkan usaha-usaha apa saja yang dapat dilakukan dalam peningkatan kesehatan ibu dan anak (KIA). 1.4 Tujuan khusus 1. Mengetahui tindakan preventif untuk mengurangi AKI dan AKB 2. Mengetahui apa saja program pelayanan KIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


5

II.1

Pengertian Kesehatan Ibu dan Anak Kesehatan Ibu dan Anak adalah pangkal kesehatan dan kesejahtraan bangsa. Ibu sehat akan melahirkan anak sehat, menuju keluarga sehat dan bahagia, dan Negara kuat. Di dalam UU pokok Kesehatan tanggal 15-10-1960 BAB 1 Pasal 1 telah dinyatakan bahwa Tiap warga Negara berhak memperoleh drajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu diikutsertakan dalam usaha-usaha kesehatan Pemerintah. Di dalam pasal 9 no.2, telah dinyatakan bahwa tujuan pokok UU yang dimaksud adalah sebagai berikut: meningkatkan drajat kesehatan ibu, bayi, anak sampai usia 6 tahun, menjaga dan mencegah jangan sampai ketiga subjek ini tergolong dalam Vurnerable group (golongan terancam bahaya). Dalam penanganan masalah KIA di Indonesia mempunyai suatu wadah khusus yang disebut BKIA (balai Kesehatn Ibu dan Anak). BKIA didirikan pada tahun 1952 di Yogyakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia pada waktu itu, dan merupakan salah satu bagian dari Departemen Kesehatan yang mendapatkan tugas tugas: Membuat kebijakan KIA Mengatur, mengkoordinir, mengawasi Bertanggungjawab atas jalannya usaha-usaha KIA di Pusat sampai ke daerah. Karena itu BKIA mengusahakan sedapat mungkin melakukan tugas sebagai berikut: 1. Agar ibu hamil dan sedang meneteki berada dalam keadaan sebaikbaiknya dan berusaha agar ia dapat menyelesaikan kehamilannya sebaikbaiknya dan melahirkan bayi yang sehat. Agar para ibu ini diberi pengertian mengenai bagaimana cara memelihara/mengasuh bayi dan
6

anak-anak, tentang cara hidup sehat serta mendapatkan pelajaran mengenai makanan yang sehat. 2. Agar setiap anak di mana saja dapat dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan penuh kasih sayang, lepas dari ketakutan dan mendapatkan makanan yang cukup, mendapatkan pengawasan yang cukup mengenai kesehatannya, mendapatkan pendidikan mengenai kebiasaan hidup sehat. Dalam memberikan pelayanan kepada masyrakat di wilayah kerjanya BKIA tentunya hanya memberikan pelayanan saja, sedangkan tanggung jawab lainnya dilimpahkan kepada instansi yang lebih tinggi misalnya Dinas Kesehatan Tk.II (Dokabu), Dinas Kesehatan Tk.I (provinsi), Departemen Kesehatan (pusat). Pelaksanaan usaha-usaha KIA, dilakukan oleh balai-balai KIA (BKIA) di seluruh tanah air Indonesia, dengan kegiatan kegiatan sebagai berikut menurut dr. Dainur, 2007 yaitu: 1. Pemeriksaan bayi sampai umur satu tahun. 2. Pemeriksaan ibu hamil, dan setelah melahirkan. 3. Pemeriksaan anak sampai umur 6 tahun (termasuk Taman Kanakkanak). 4. Pertolongan persalinan di klinik-klinik bersalin/BKIA?Rumah Sakit baik fasilitas dari pemerintah maupun swasta. 5. Pemberian suntikan imunisasi dasar dan ulangan. 6. Pemberian pengobatan untuk penyakit-penyakit ringan. 7. Penyuluhan gizi untuk meningkatkan status gizi Ibu, bayi, dan balita. 8. Pemberian Pendidikan Kesehatan Masyarakat antara lain berupa kursus dukun bayi.
7

9. Pencegahan dehidrasi pada anak-anak penderita penyakit BAB encer/ Diarhea, dan mencegah timbulnya penyakit karena kekurangan vitamin, karbohidrat, protein dsb. 10. Berkunjung ke rumah sakit untuk kegiatan yang sama diluar BKIA. 11. Pelayanan Keluarga Berencana di tempat-tempay yang sudah mungkin untuk pelaksanaanya. 12. Mengadakan hubungan dengan masyarakat, pamongpraja,

muspida, instansi-instansi pemerintah lainnya. II.2 Tujuan Kesehatan Ibu dan Anak a. Tujuan umum Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup melalui pencapaian drajat kesehatan yang optimal bagi ibu dan keluarganya untuk mempercepat target Pembangunan Kesehatan Indonesia yaitu Indonesia Sehat 2010, serta meningkatnya drajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya. b. Tujuan khusus 1. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan,sikap dan prilaku) dalam megatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga, Desa Wisma, Posyandu dan karang bakita dan sebagainya. 2. Meningkatkan upaya kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di dalam lingkungan keluarga, Desa Wisma, Posyandu dan Karang Balita dan sebagainya.

3. Meningkatkan jangkauan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita. 4. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggota keluarganya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dalam keluarganya.

II.3 Masalah yang Dihadapi Masalah mengenai Ibu dan Anak yang palin sering ditemukan adalah tinginya angka kematian Ibu dan Anak. Penyebab dasar kematia ibu disebabkan oleh faktor non medis yaitu bias gender yang terjadi di keluarga masyarakat diantaranya: 1. Bias gender dalam keluarga dan masyarakat yang tidak memberikan perhatian pada kesehatan ibu hamil dan bersalin menyebabkan 3 terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat mencapai tempat pelayanan kesehatan dan terlambat mendapatkan pertolongan tindakan segera. 2. Kurangnya pengetahuan dan prilaku masyarakat dalam mencari informasi tentang kesehatan ibu hamil, keterbatasan perempuan mengambikl masyarakat. 3. Factor social ekonomi, perempuan dipaksa nikah dini karena tekanan ekonomi di keluarga, ketika hamil dan bersalin kemampuan membayar
9

keputusan

untuk

kesehatan

dirinya,

dikarenakan

pendidikan yang rendah, prilaku diskriminatif dalam keluarga dan

biaya persalinan rendah, masih dipercayanya dukun dalam menolong karen factor biaya murah. 4. Suami menganggap melahirkan sudah merupakan kewajiban dan tanggung jawab seorang istri. Dan berdasarkan hasil penelitian penyebab langsung dari kematian ibu adalah perdarahan 45%, infeksi 15%, dan eklamsi 13%. Penyebab lain komplikasi aborsi 11%, partus lama 9%, anemia 15%, kurang energy kronis 30%. Maka dari itu, penulis berharap dengan menuliskan makalah ini angka kematian ibu dan anak bisa diminimalisir dengan adanya program kesehatan ibu dan anak dan hal-hal penting menyangkut kesehatan ibu dan anak yang akan dijabarkan pada BAB III dari makalah ini. BAB III PEMBAHASAN

III. 1 Perawatan Kehamilan Pentingnya perawatan kehamilan Perawatan kehamilan adalah memberikan pengawasan atau pemeliharaan ibu hamil sampai melahirkan bayinya, dengan tujuan menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pada ibu-ibu hamil, melahirkan serta nifas, serta menurunkan angka bayi sampai umur satu tahun serta anak-anak prasekolah. Karena seorang ibu hamil kesehatannya perlu diawasi atau dirawat agar: (dr. Dainur, 2007) Ibu hamil selalu dalam keadaan sehat dan selamat.

10

Bila timbul kelainan pada kehamilan atau timbul gangguan kesehatannya, dapat diketahui secara dini dan dapat dilakukan perawatan yang tepat.

Dapat memberikan penyuluhan tentang cara memelihara diri sendiri waktu hamil Dapat diberikan suntikan kekebalan terhadap tetanus Pentinganya suntikan kekebalan tubuh terhadap tetanus Sebagai tindakan pencegahan dari tetanus, diberi kekebalan dengan suntikan TFT, untuk memebrikan ibu perlindungan terhadap penyakit tersebut. Pemerikasaan selama kehamilan Trismester I : bulan ke-1 s/d bulan ke-3 (periksa setiap satu bulan sekali)

Trismester II : bulan ke-4 s/d bulan ke-6 (periksa setiap 2 minggu sekali) Trismester III : bulan ke-7 s/d bulan ke-9 (priksa setiap 1 minggu sekali) a. vital sign pada ibu priksa nadi : NN=60-80 kali permenit

priksa tensi darah : NN=110/70 mmHg priksa jantung : tidak ada bising, nadi teraba normal

b. vital sign pada janin priksa denyut jantung janin NN HR=140-160 bpm priksa lingkar panngul ibu c. pelvimetri pengukuran panggul menggunakan jangka panggul, meliputi:

11

distansia spinarum jarak antara tulang spina dextra dengan tulang spina sinistra, nilai minimal 23cm.

distansia kristarum jarak tulang Krista dextra dengan tulang Krista sinistra, nilai minimal adalah 25cm

konjugata eksterna jarak tulang pubis dengan promonotorium, nilai normal adalah 18-20cm

lingkar panggul luar mulai dari pubis, spina, dan Krista kanan, promonotorium, spina dan Krista kiri kembali ke pubis ukuran normal adalah >80cm

pengukuran tinggi dan berat badan ibu (perbandingan agar dapat lahir normal

III.2 Perawatan Persalinan Dalam bersalin tenaga kesehatan masyarakat tidak terjun langsung memeberikan pertolongan karen ini adalah tugas bidan dan doker kandungan, dalam hal ini tenaga kesehatan masyarakat memberikan dukungan dalam hal anamnesa kehamilan standar seperti 1. tanyakan kepada si ibu kapan mulai merasa sakit-sakitan? 2. apakah ibu merasakan gerakan anak/janin? 3. apakah sudah keluar air ketuban? Apabila sudah mengatakan hal-hal tersebut selanjutnya diserahkan kepada petugas kesehatan/ bidan BKIA/ Puskesmas.

12

Kelainan kelainan pada persalinan Kala 1 1. tali pusat menumbung tali pusat tampak di luar pusat. Pertolongan pertama tinggikan dan ganjalah tempat tidur bagian kaki ibu, kemudian panggilah bidan pengawas atau rujuklah ke rumah sakit/Puskesmas. 2. Kelemahan His His lemah, persalinan tidak maju-maju sampai sehari semalam (24jam). Panggilah bidan atau segera rujuk ke Puskesmas/rumah sakit. 3. Perdarahan sebelum anak lahir Bila tampak ada perdarahan keluar dari liang senggama sebelum anak lahir, rujuklah ke Puskesmas/rumah sakit. 4. Kejang-kejang disertai bengkak pada kaki Bila dijumpai penderita kejang-kejang, pasanglah sundip lidah/tangkai sendok kemudian lekaslah rujuk ke Puskesmas/rumah sakit terdekat untuk pemeriksaan serta tindakan selanjutnya bagi penyelamatan ibu serta bayi yang dikandungnya. 5. Ketuban pecah dini Bila seorang mengeluh ada banyaknya cairan yang mengalir keluar dari liang senggama tanpa disertai rasa nyeri perut, maka ada dugaan terjadinya ketuban pecah dini, persalinan diramalkan akan berlangsung lama sebagai akibat dari kurangnya tenaga yang membantu tenaga ibu mengedan dan HIS, karenanya segeralah rujuk ke Puskesmas 6. Letak sungsang Dengan priksa raba dapat diketahui antara lain: pada dasar rahim teraba kepala bagian yang bulat keras dan melenting. Pada bagian bawah rahim teraba bagian lunak, tidak rata

13

dan tidak lenting. Bila sebelum lahir sudah diketahui letak sungsang, panggilah bidan pengawas atau rujuk ke Puskesmas. Penyulitan kala II Penyulitan pada kala dua antara lain adalah persalinan lambat yang terjadi bila si ibu sudah dua jam mengejan ternyata tidak ada kemajuan, panggilah bidan pengawas aatau rujuklah ke Puskesmas. III.3 Penyakit-penyakit pada Ibu Hamil Seorang wanita pada saat hamil tidak berbeda dengan wanita lain, jadi mungki pula dihinggai penyakit (semua penyakit ) yang diderita oleh seorang wanita biasa. Tiap penyakittentu mempunyai pengaruh terhadap kehamilan ini, artinya senantiasa pula kemungkinaan kehamilan terganggu dan behenti, jadi pada hamil muda timbul abortus dan pada hamil tua terjadi partus prematurus (dr. Dainur,2007). Ini sering terjadi pada tipus abdominalis dan variola dimana timbul his dari rahim akibat pengaruh langsung dari racun-racun (toksinen) yang dikeluarkan oleh kumankuman penyakit atau kaena temperature wnaita hamil itu tinggi (dr. Dainur, 2007). Pada kesempatan ini kami hanya mengemukakan tentang penyakit-penyakit yan sering terjadi dan perlu diketahui secara singkat menurut dr.Dainur, 2007 sebagai berikut. 1. Malaria 2. Tuberkulosa 3. Penyakit jantung 4. Anemia gravidarum 5. Hiperemis gravidarum 6. Toksemia gravidarum 7. Hipertensi 8. Preeklamsia dan eklamsia

a. Pemeriksaan Pos Natal di Rumah


14

Persalinan-persalinan yan ditolong oleh dukun bayi di daerah itu perlu di datangi oleh bidan penanggung jawabnya (bidan BKIA/puskesmas). Begitu pula ibu yan selesai bersalin diruma sakit atau dirumah persalinan (RPP) yang dibawah pembinaan bidan pengawas yang bersangkutan di daerahnya, yakni dengan jadwal sebagai berikut (dr. Dainur, 2007).

1. Kunjungan I sedapat mungkin 24 jam setelah bayi lahir 2. Kunjungan II hari ke 3 3. Kunjungan III hari ke 5 4. Kunjungan IV hari ke 8

b. Pemeriksaan dan Pemeliharaan bayi/anak oleh bidan BKIA Pemeriksaan bayi yang dilakukan ditujukan untuk bayi yang baru lahir. Pemeriksaan ini pada dasarnya telah dilakukan jauh sebelum bayi dilahirkan. Sifat-sifat bayi/anak yang penting ialah pertumbuhan dan perkembangaan yang cepat, pada masa kanak-kanak pertumbuhan dan perkembangaan relatif lebih cepat. Keperlua kalori da protein pun relatif sangat banyak. Sebagai contoh bayi 1tahun pada umumnya mempunyai berat badan 3kali berat badan waktu lahir (3kg menjadi 9kg). semakin bertamah umurnya , makin lambat pertumbuhannya. Kebutuhan protein bayi lebih kurang 3 gr/hari/kg berat badan.anak di atas 1 tahun lebih kurang 2/gr/hari/kg berat badan, dewasalebih kurang 1gr/hari/beat badan (dr. Dainur, 2007). pemeriksaan pemeriksaan secara sistematis yang dilakukan berturut-turut oleh bidan adalah: 1. Anamnesa 2. Pemeriksaan
15

a. Inspeksi b. Palpasi c. Auskultasi d. Pemeriksaan khusus, antara lain darah, feses, urin , dan lain-lain.

c. Pertumbuhan Bayi

Hampir tidak ada dua bayi yang sama dalam pertumbuhannya, ada yang tetap keci, ada yang menjadi besar berlebihan. Di antara kedua pertumbuhan ini dinamakan pertumbuhan rata-rat.perkembangan pertumbuhan rata-rata ini antara lain dipengaruhi oleh: 1. Fakor keturunan 2. Factor gizi 3. Factor kelamin 4. Factor kemampuan orang tua (social ekonomi) 5. Factor suku bangsa (ras). Untuk menilai pertumbuha bayi/anak dapat dilakukan pengukuran terhadap: 1. Berat badan 2. Panjang badan 3. Lingkaran kepala/dada 4. Pertumbuhan gigi

Pertumbuhan geligi
16

1. GELIGI SUSU Insisi sentral (= gigi seri tengah) Insisi lateral (=gigi seri lateral) Molare (gigi geraham) Kaninus (gigi taring) 6-7,5 bulan 7-9 bulan 12-20 bulan 16-18 bulan

2. GELIGI TETAP Insisi sentral (=gigi seri central) Insisi lateral (=gigi seri lateral) Kaninus (=gigi taring) Premolare ke 1 Premolare ke 2 Molare ke 1 Molare ke 2 Molare ke 3 6-7 tahun 7-8 tahun 10-11 tahun 10-11 tahun 11 tahun 6 tahun 11-13 tahun 17 tahun

Table 6.1 pertumbuhan dan perkembangan bayi menurut umur UMUR I bulan PEKEMBANGAN Mengangkat dagu, mengarahkan pandangan ke benda berbunyi
17

2 bulan 3 bulan 4 bulan 5 bulan 6 bulan 7 bulan 8 bulan 9 bulan 10 bulan 11 bulan 12 bulan 13 bulan 14 bulan 15-18 bulan

Mengikuti pandangan mata ke benda berbunyi, tersenyum pada orang lain Dapat mengangkat kepala dan dada bila ditengkurapkan Memasukan benda-benda sesuatu ke dalam mulut Kepala tetap tegak bila di dudukan Berbaliki sendiri, berbicara pada mainan, bersuarada da Badan sudah tegak bila di dudukan Duduk sendiri Merangkak, berusaha untuk berdiri dengan pegangan Melambaikan tangan, bersuaradada,mama Berjalan dengan bimbingan 8 tangan, memberikan mainan pada orang lain tetapi tidak dilepas Berjalan dengan bimbingan tangan, mengucapkan 2 kata dada, mama Berjalan sendiri Dapat memanjat tangga dengan pertolongan, mengucapkan 3-6 perkataan, terutama nama-nama Berjalan naik tangga dengan bimbingan satu tangan, naik ke atas kursi, berjalan cepat,makan sendiri, walaupun berceceran Turun naim tangga sendiri, bicara menggunakan 3 kata Naik tangga, sepeda roda tiga, dapat makan sendiri, menggunakan sepatu sendiri

24 bulan 36 bulan

III. 4 Perawatan Bayi Baru Lahir


Tahapan Perawatan
18

Membersihkan Mata, Mulut, dan Hidung Ambilah kapas yang sudah direndam dengan air masak, diperas dan bersihkan mata bayi dengan hati-hati. Untuk satu kali membersihkan mata gunakanlah satu bulatan/butir kapas. Untuk membersihkan mulut bayi, ambilah kapas yang sudah direndam dengan air masak, diperas dan dibersihkan dengan hati-hati serta keluarkan lender sebanyak mungkin. Bersihkan hidung bayi dengan cara ambilah kain kasa bersih dan hapuslah kotoran yang terdapat disekitar hidung bayi, agar bayi dapat bernapa dengan baik. Perawatan Bayi Prematur Bayi premature ialah bayi dengan berat badan lahir rendah (BBR), yaitu lahir sesudah kehamilan 7 bulan dan sebelum 9 bulan. Dengan tanda-tanda sebagai berikut: Dadanya kecil, berat badannya kurang dari 2,5 kg Kulit keriput, rupanya seperti orang tua Pergerakannya lemah Kadang-kadang badannya biru, karena ia tidakk bernapas dengan sempurna

Perawatan Bayi dengan BBR Dalam merawat bayi BBR perlu diperhatikan hal-hal yang sesuai dengan kebutuhan faal bayi, yakni : Memberi lingkungan yang baik Mencegah terjadinya peradangan Memberikan makanan dan minuman yang teliti Mengamati pernapasan dan menolongnya bila diperlukan

19

Perawatan Tali Pusat Dalam perawatan tali pusat yang paling penting adalah mejaga agar tali pusat tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat tali pusat. Bersihkan dengan lembut ke sekitar tali pusat dengan kapas basah, kemudia bungkus dengan tidak terlalu rapat dengan kasa yang steril. Popok diikat dibawah tali pusat, tidak menutupi tali pusat untuk menghindari kontak dengan urin dan feses. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Pada tahun 1992 WHO dan UNICEF mengeluarkan protocol tentang inisiasi menyusui dini atau IMD sebagai salah satu dari Evidence for the steps to successful breatfeeding yang harus diketahui oleh setiap tenaga kerja. Inisiasi menyusui dini (IMD) adalah meletakkan bayi menempel di dada atau perut ibu segera setelah lahir, membiarkan merayap mencari putting, kemudia menyusu sampai puas. Proses ini dibiarkan selama satu jam pertama semenjak bayi lahir. (Dir. Bina Gizi Masyarakat Depkes, 2008).

III.5 Perawatan Nifas Perawatan Nifas Normal Perawatan nifas dimulai sejak kelahiran bayi sampai pusatnya lepas, kira-kira berlangsung 7-10 hari. Selama mengunjungi penderita, beberapa hal perlu diperhatikan yaitu: (dr. Dainur, 2007). Tanyakan kesehatan ibu/keadaan ibu dan bayi Periksalah keluarnya darah (berapa kali sehari ganti kain haid) Tanyakan apakah sudah dapat kencing

20

Tanyakan apakah si ibu masih mules-mules yang disebabkan karena menegangnya rahim untuk memperkecil diri

Periksalah apakah si ibu panas/tidak Periksalah payudaranya, dan lihatlah apakah payudaranya tidak keras, bengkak Anjurkan pada ibu agar sebelum dan sesudah menyusui putting susu harus dibersihkan

Menyusui bayi pada minggu-minggu pertama menyebabka rahim ibu mengkerut dan ini membantu mempercepat rahim kembali pada ukuran sebelum hamil dan dengan demikian mengurangi kemungkinan perdarahan yang gawat. Menyusui bayi adalah cara alamiah untuk membantu ibu kembali memperoleh bentuk badannya yang normal (dr. Dainur, 2008). Menyusui bayi memperkecil kemungkinan mendapa kanker payudara. Tidak memberi kesempatan kepada payudara untuk melaksanakan fungsi fisiologisnya, merupakan factor yang makin jelas untuk berkembangnya kanker payudara. Sebelum dan sesudah menyusui bayinya ibu harus mencuci tangannya. Setelah merawat ibu, sekarang perhatikan bayinya, yakni : (dr. Dainur, 2007). Periksalah pusat bayi, apakah ada bekas perdarahan atau tidak Perhatikanlah kotoran bayi, lihatlah warnanya. Biasanya bayi muntah-muntah yang disebabkan terminumnya air ketuban oleh bayi yang bersangkutan waktu bayi melewati jalan lahir. Semua alat-alat yang diperlukan oleh bayi hendaknya dijaga kebersihannya; sendok, kempongan dan sebagainya. Kelainan-kelainan pada Nifas

21

Kelainan pada nifas menurut dr. Dainur, 2007, yaitu : a. Panas Panas dapat disebabkan karena berbagai hal, misalnya karena radang, payudara membengkak, bengkak pada kaki dan tungkai. b. Edema (bengkak) pada Kaki Satu Tungkai Biasanya ditandai dengan panas, hendaknya dirujuk. Bila penderita tidak mau dirujuk, perawatannya adalah: Istirahat rebah. Anggota badan bawah yang bengkak ditinggikan Panggilah petugas puskesmas, untuk pengobatannya Anggota yang sakit tidak boleh digerakan setelah suhu normal selama 2 minggu lamanya

c. Berkemih Tertahan Keadaan kandung kemih biasanya penuh. Diusahakan untuk dapat : Kencing sendiri dengan dipersilahkan kencing dengan duduk Menaruh botol berisi air hangat di atas perut bagian bawah, bila dalam 24 jam tidak dapat kencing, panggilan Petugas Puskesmas, untuk pengobatan serta pengobatan lebih lanjut d. Payudara Bengkak dan Nyeri Biasanya disebabkan karena ada bendungan air susu. Perawatan yang dilalukan adalah memompa payudara, menyangga payudara.

Petunjuk Mengenai Makanan Ibu Hamil dan Higiene pada Masa Kehamilan
22

Jumlah makanan yang dibutuhkan setiap hari selama masa kehamilan tidak sama, tergantung pada jenis aktivitas yang dilakukan. Tabel berikut menyajikan contoh perbandingan antara kebutuhan makanan pada ibu hamil dengan aktiviras sedang dan ibu tidak hamil dengan aktivitas yang sama.

Tabel perbandingan kebutuhan makanan pada ibu hamil dan ibu tidak hamil berdasarkn jenis aktivitas yang dilakukan.

B a ha nMa k a na n Nasi Ubi jalar kuning Tem pe Daging Sayur Pepaya Susu skim Minyak Gula pasir

Ibuha m il a k tiv ita ss ed a ng Ib u tida kha m il a k tiv ita ss eda ng 4piring 4 piring 2 buah 2,5 potong 2 potong 2,5 potong 2 potong 2mangkok 2 mangkok 2 potong 2 potong 1,5 gelas 3 sendok takaran 2 sendok takaran 3 sendok takaran 2 sendok takaran

Keterangan 1 piring nasi 1 potong temp

: = 2,5 cangkir peres = sebesar 2 dos korek api = sebesar dos korek api = 1,5 cangkir peres = 100 gram = 35 gram = 30 gram = 100 gram

1 potong daging 1 mangkok sayur masak, tanpa air

Akibat- akibat yang ditimbulkan bila ibu kekurangan makanan atau kesalahan makan waktu hamil Terhadap Ibu Rasa letih
23

Kesemutan Pucat o Dapat menyebabkan keguguran atau abortus o Persalinan sulit o Perdarahan sesudah persalinan o ASI berkurang

Terhadap Janin Kematian janin dalam kandungan Anak pucat, lemah Daya tahan terhadap penyakit berkurang Gangguan kesehatan jiwa

Higiene Waktu Hamil 1. Kebersihan diri sendiri 2. Pakaian yang longgar dan bersih 3. Sandal jangan pakai hak yang tinggi 4. Istirahat yang cukup 5. Buang air besar dengan teratur 6. Kebersihan lingkungan

24

III.6 Perawatan Anak Prasekolah Pada umunya anak-anak umur 1 sampai 5 tahun jarang dibawa ke BKIA untuk mendapatkan pemeriksaan secara teratur, jarang pula dimintakan nasihat mengenai kesehatan umum (makanan dan sebagainya). Golongan umur 1 sampai 5 tahun ini merupakan golongan dimana angka kematian masih cukup tinggi, terdapat banyaknya penyakit infeksi dan investasi cacing, terdapat frekuensi tertinggi defisiensi kalori-protein dan defisiensi vitamin A. Oleh karena itu, BKIA harus lebih memperhatikan golongan umur ini dan memeberi pengerahan kepada orang tua tentang pentingnya golongan umur 1-5 tahun sama pentingnya dengan bayi.

A. Pemeriksaan pada bayi dan anak prasekolah menurut dr. Dainur, 2007. Sebagai berikut : Kunjungan bayi ke BKIA 1 bulan 3 bulan 4 bulan 5 bulan 7 bulan 9 bulan 12 bulan 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali

25

Jumlah

7 kali

Hal hal yang dilakukan selama di BKIA (dr. Dainur, 2007) : Pengukuran berat badan, tinggi atau panjang badan dilakukan setiap datang, pengukuran kingkar kepala dan dada dilakukan satu kali dibawah umur 6 bulan dan sekali lagi sebelum umur 1 tahun Pemeriksaan darah (Hb) dilakukan satu kali diantara umur 6-12 bulan. Bayi yang datang pertama kalinya sedapat mungkin diperiksa oleh dokter. Bila pemeriksaan dilakukan oleh bidan sedapat mungkin lakukanlah sesuai dengan petunjuk-petunjuk pada manual atau atas petunjuk dokter. Pemberian Imunisasi Cacar (BCG) DPT (pilio) Khotipa sebelum 1 tahun 3,4,5 bulan 6 bulan dianggap perlu

Kunjungan anak prasekolah ke BKIA Jika anak kelihatan normal maka banyaknya kunjungan adalah sebagai berikut: Anak umur 1-3 tahun kunjungan setiap 3 atau 4 bulan sekali Anak umur 4-5 tahun melakukan kunnjungan 6 bulan sekali

Untuk anak- anak yang berat badannya kurang dari normal, anak-anak mempunyai cacat mental maupun fisik, dan dengan pertumbuhan yang kurang baik, kunjungan dapat ditambah menurut perintah dokter. Hal hal yang dilakukan di BKIA

26

Pengukuran tinggi badan dilakukan satu kali antara umur 1 sampai 3 tahun, dan satu lagi antara umu 3 sampai 5 tahun. Pengukuran berat badan dilakukan setiap kali datang.

Pemberian imunisasi ulangan. Pengukuran lingkar kepala, dada hanya jika ada tanda-tanda abnormal. Pemeriksaan (Hb), yang dilakukan setiap 6-8 bulan sekali. Pemeriksaan perkembangan (hanya dalam garis-garis besarnya), hal terpenting dalam pemeriksaan perkembangan adalah dengan melakukan screening untuk mengetahui cacat fisik, mental atau prilaku.

Pemeriksaan gigi geligi dilakukan setiap kali datang.

B. Pentunjuk tentang makanan dan minuman bayi dan anak prasekolah 1. Makanan dan minuman bayi Air Susu Ibu (ASI) Makanan terbaik untuk bayi adalah ASI. Ini mempunyai syarat-syarat tertentu yaitu ibu harus sehat. Ini berarti ibu tidak boleh memiliki penyakit menular dan mendapatkan cukup makanan bernilai gizi tinggi. Kandungan yang terdapat dalam ASI adalah: 70% kalori/liter dengan 1,6% protein, 3,8% lemak, 7,0% laktosa. Vitamin yang terdapat dalam ASI yaitu A,B1,C dan Carotin dimana kandungan tesebut tergantung pada makanan ibu (dr. Dainur, 2007).

27

Cara pemberian ASI: Jam 6 9 12 15 18 21 Payudara kanan 10 menit (mulai) 5 menit 10 menit (mulai) 5 menit 10 menit (mulai) 5 menit Payudara kiri 5 menit 10 menit (mulai) 5 menit 10 menit (mulai) 5 menit 10 menit (mulai)

Makanan pendamping ASI Susunan makanan bayi lebih dari 6 bulan: Jam 6: Jam 9: Jam 12: Jam 15: Jam 18: Jam 21: ASI MP-ASI ASI MP-ASI ASI MP-ASI

2. Makanan Anak Prasekolah Bahan makanan yang dianjurkan untuk anak prasekolah seperti bayi adalah terutama yang bernilai gizi tinggi (dr. Dainur, 2007) a. Telur,tahu,tempe,susu dengan komposisi kurang lebih mengandung protein dan lemak yang sebanding. b. Nasi,jagung,ubi sebgai sumber karbohidrat, dan sayuran. c. Sayur-sayuran, buah-buahan sebagai sumber mineral dan vitamin.

28

Untuk kebutuhan sehari-hari dianjurkan oleh bagian penelitian gizi, Departemen Kesehatan: Umur 1-3 tahun 4-6 tahun Kalori 1200 1600 Protein 30 gram = 10% dari jumlah kalori 37 gram = 9% dari jumlah kalori

Untuk mencegah avitaminosis vitamin A, maka kepada anak prasekolah perlu diberikan 4 sendok the minyak kelapa sawit sehari, atau preparat vitamin A lainnya. III. 7 Imunisasi dan Beberapa Penyakit Anak Untuk menurunkan mobiditas (angka kesakitan) mortalitas (angka kematian) yang disebabkan penyakit infeksi, maka pada bayi, anak prasekolah, anak sekolah dan orang dewasa diberikan imunisasi aktif untuk mencegah penyakit-penyakit dilakukan dengan memberikan vaksin pertusis (batuk rejan). Imunisasi aktif ini dilakukan dengan vaksin mengandung : a. Kuman-kuman mati (vaksin cholera, typhus abdominalis, para typhus ABC). b. Kuman-kuman hidup yang diperlemah (vaksin BCG terhadap tuberculosis. c. Virus-virus yang diperlemah (bibit cacar, virus poliomyelitis) d. Toksoid (toksin = racun dari kuman yang dinteralisasi: toksoid difteri, toksoid tetanus). Vaksin diberikan dengan cara suntikan, cacar, atau peroral. Untuk memepertahankan kadar zat-zat anti yang diperoleh dengan imunisasi perama (imunisasi dasar) maka perlu diberikan imunisasi ulangan (imunisasi Boster), imunisasi ulangan meninggikan secara cepat kadar zat-zat anti didalam tubuh. Berlainan dengan imunisasi aktif, maka imunisasi pasif melindungi anak selama 2-3 minggu.

29

Imunisasi Dasar Menurut Yupi Supartini, 2004 Imunisasi dasar adalah imunisasi yang diberikan untuk mendapatkan kekebalan awal secara aktif. Pemerintah melalui Program Pengembangan Imunisasi (PPI), mewajibkan lima jenis imunisasi dasar pada anak dibawah usia satu tahun, antara lain : 1. Imunisasi BCG ( Bacillus Calmette Guerin ) Indikasi untuk pemberian kekebalan aktif terhadap TBC (Tuberculosa). Cara Pemberian dan Dosis : Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan dengan 4 ml pelarut NaCl 0,9%. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril dengan jarum panjang. Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali, untuk bayi. Efek samping : Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. 1-2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikkan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan / atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya. 2. Imunisasi DPT Hepatitis B Indikasi untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B. Cara pemberian dan dosisnya : Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan). Dalam pelayanan di unit statis, vaksin yang sudah dibuka dapat dipergunakan paling lama 4 minggu dengan penyimpanan sesuai ketentuan :

30

vaksin belum kadaluarsa vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius tidak pernah terendam air sterilitasnya terjaga VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B

Efek samping : Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. 3. Imunisasi Polio Indikasi untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis. Cara pemberian dan dosis

Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin. Diberilan secara oral, 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.

Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru. Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan :

vaksin belum kadaluarsa vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius tidak pernah terendam air sterilitasnya terjaga VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B

31

Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya. Efek samping : Pada umumnya tidak terdapat efek samping.

Kontraindikasi : Pada individu yang menderita immune deficiency. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian OPV pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. Bagi individu yang terinfeksi oleh HIV (Human Immunodefisiency Virus) baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi OPV harus berdasarkan standar jadwal tertentu. 4. Imunisasi Hepatitis B Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B. Tidak dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus Hepatitis A atau C atau yang diketahui dapat menginfeksi hati.

Cara pemberian dan dosis

Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen. Sebelum disuntikkan, kondisikan vaksin hingga mencapai suhu kamar. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB ADS PID, pemberian suntikkan secara intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.

Pemberian sebanyak 3 dosis.


32

Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan).

Di unit pelayanan statis, vaksin HB yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu.Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.

5. Imunisasi Campak Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.

Cara pemberian dan dosis

Sebelum disuntikkan vaksin Campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengann pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut aquabidest. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah cathup campaign Campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6.

Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan maksimum 6 jam.

Efek samping : Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi. Imunisasi Ulangan Untuk beberapa imunisasi perlu dilakukan imunisasi ulangan. Seperti imunisasi Hepatitis B terjadi 4 kali, imunisasi polio terjadi 4 kali, dan Imunisasi DPT trjadi 3 kali serta imunisasi yang dianjurkan, yaitu Hib dan Pneumokokus (PVC). Pada usia 2 tahun, anak dapat diberikan imunisasi Hepatitis A dan Thyphus ( Yupi Supartini, 2004). Umur jenis imunisasi

33

0-7 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan

HBD BCG dan Polio 1 DPT / HB1 dan Polio 2 DPT / HB2 dan Polio 3 DPT / HB3 dan Polio 4 Campak

Untuk Keperluan Imunisasi Aktif Tersedia Bibit cacar, vaksin BCG (Basillus Calmette Guerin, untuk tuberculosis), vaksin pertusis (batuk rejan), oksoid difteri (formol-toksoid difteri), toksoid tetanus (formol toksoid tetanus), vaksin cholera dan yang yang dicampur dengan seperti vaksin khotipa (cholera, para thypus abdominalis, paratyphus ABC), toksoid difteri-tetanus, vaksin difteri-pertusis, dan tetanus vaksin DPT (Difteri-Pertusis-Tetanus). Imunisasi Dasar, Dimulai pada Umur 2-3 Bulan a. 0,5 cc vaksin DPT dicampur dengan 2 cc vaksin khotipa. Kemudian setelah 1 bulan berikutnya. b. 0,5 cc vaksin DPT dicampur dengan 0,3 cc vksin khotipa kemudian setelah 1 bulan. c. 1,00 cc vaksin DPT dicampur dengan 0,5 cc vaksin khotipa.

34

Imunisasi Ulangan 1. 1 tahun setelah penyuntikan ketiga dari imunisasi dasar 1,0 cc vaksin khotipa. 2. Kemudian tiap 2-3 bulan 1,0 cc vaksin DPT, tiap tahun 0,5 cc vaksin Khotipa. Imunisasi bila ada wabah berjangkit atau bila kontak dengan penyakit, atau bila mendapat luka yang mungkin mengakibatkan tetanus. 1. 2. 3. Untuk difteri Untuk tetanus Untuk pertusis : 1,0 cc toksoid : 1,0 cc toksoid tetanus : 1,0 cc toksoid pertusis

Reaksi penyuntikan vaksin umumnya sekedar pembengkakan merah pada tempat suntikan dan demam. Untuk ini dapat diberikan suntikan tersebut.

BAB IV PENUTUP

IV.1 Kesimpulan Kesehatan Ibu dan Anak adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan anak prasekolah.

35

IV.2 Rekomendasi Penyebab kematian ibu terbesar adalah eklampsia dan perdarahan yaitu (58,1%). Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai. Perawatan kehamilan merupakan salah satu factor yang amatperlu diperhatikan untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami prilaku perawatan kehamilan (antenatal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.

36

Daftar Pustaka

Dainur, MPH. 2007. Kegiatan KIA di Puskesmas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.21_One%20Wakur_07_07.pdf

(http://eprints.undip.ac.id/18169/1/Mochamad_Nasir.pdf). (http://www.artikelkedokteran.com/540/pengertian-dasar-imunisasi.html) Yupi Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC

37

JURNAL KESEHATAN : PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI PUSKESMAS STUDI FUNGSI DINAS KESEHATAN DI JAWA TIMUR

MENGIDENTIFIKASI PENYEBAB KEMATIAN IBU DANMERUMUSKAN UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIANIBU (MATERNAL MORTALITY RATE ) PADA MASYARAKATNELAYAN Latar Belakang Setidaknya ada 6 (enam) pertimbangan mengapa penelitian tentang kasus kematian ibu yangterjadi pada masyarakat desa nelayan ini perlu dilakukan. Pertama, fenomena angka kematian ibu(maternal mortality rate) di Jawa Timur memperlihatkan angka relatif masih tinggi. Kedua,upaya penanganan kesehatan terhadap masyarakat nelayan perlu mendapatkan perhatian seriusatau prioritas karena berdasarkan berbagai kajian dan pengamatan disadari bahwa dibandingkandaerah lain, imbas situasi krisis yang terjadi di daerah pantai secara umum lebih terasakan.Seperti dikatakan oleh Menteri Pertanian RI (10 Juli 1999), bahwa di daerah pantai sebagianbesar masyarakatnya hidup di lingkungan dengan kondisi perumahan, prasarana dan fasilitaslingkungan yang kurang memadai.Di samping itu pendapatan masyarakat nelayan umumnya sangat rendah, sehingga banyak diantara mereka yang terkategorisasi pada kelompok miskin. Ketiga, dengan tanpamengesampingkan variabel medis ketika disadari bahwa kajian aspek non medis penting digalimaka pemahaman komprehensif tentang penyebab kematian ibu
38

perlu dilakukan. Bagaimanapunjuga pemahaman komprehensif tentang perilaku sosial amat diperlukan agar program kesehatanyang dicanangkan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Keempat, dalam upaya meningkatkankualitas kesehatan ibu dan anak diperlukan data yang bersifat menyeluruh, tidak hanya bersifatkuantitatif namun juga kualitatif. Oleh sebab itu kegiatan ini dilakukan dengan maksud mengisikekosongan data --khususnya kualitatif-- dengan cara menggali dan menyajikan data secaramendalam tentang berbagai hal yang berkaitan dengan praktek medis, sarana dan prasaranakesehatan yang tersedia, nilai dan norma social-budaya serta perilaku sosial berkaitan dengankesehatan ibu. Kelima, di masa yang akan datang mutlak dibutuhkan adanya upaya untuk mengembangkan program operasional guna menggerakkan komunitas dalam mengambil inisiatif dalam menyelamatkan dan meningkatkan kehidupan serta kesehatan wanita di wilayah merekamasing-masing. Keenam penanganan terhadap fenomena kematian ibu akibat kehamilan danmelahirkan sesegera mungkin harus dilakukan. Oleh sebab itu identifikasi secara menyeluruhterhadap berbagai faktor penyebab kematian ibu serta penyusunan model penanganan yang tepatperlu segera dirumuskan. Selanjutnya penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama melakukanidentifikasi terhadap pengetahuan dan perilaku kesehatan di kalangan keluarga-keluarga dengankasus kematian ibu saat kehamilan dan atau melahirkan/persalinan serta pada masa sesudahpersalinan. Di samping itu penelitian ini dilakukan untuk memperoleh penjelasan tentangberbagai penyebab terjadinya kasus kematian ibu (maternal death) saat kehamilan, persalinanmaupun pasca persalinan. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan selanjutnya dirumuskanberbagai upaya praktis yang relevan guna menurunkan atau mencegah terjadinya kasus kematianibu khususnya pada masyarakat nelayan. HASIL DAN PEMBAHASAN Latar Belakang Demografis dan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Kasus Kematian Ibu Penelitian ini menemukan bahwa usia suami maupun isteri keluarga dengan kasus kematian ibuumumnya relatif muda dan masih berada pada usia produktif yakni 40 tahun kebawah. Bahkanseorang informan (Suherman) menyebutkan bahwa usianya masih sangat muda yakni berusia 34tahun dan isterinya (Latifah) saat meninggal juga pada usia yang sama. Meski usianya masihrelatif muda tetapi umumnya mereka telah cukup lama berkeluarga dan seluruh keluarga telahmemiliki anak. Bahkan ada keluarga (Suherman) walaupun isterinya masih berusia 34 tahuntetapi telah memiliki 5 orang anak Pada umumnya mereka berpendidikan rendah yakni
39

SekolahDasar bahkan tidak sekolah seperti yang dialami oleh Pak Muslah. Dengan jujur Pak Muslahmenceritakan bahwa dirinya tidak berpendidikan dan buta huruf. Sehingga untuk mengikutiperkembangan kesehatan ibu dan anak cukup sulit. Kondisi pendidikan keluarga Pak Muslah initidak berbeda jauh dengan keluarga Pak Kaspirin dan isterinya. Seperti anak desa lainnyaiasanya mereka lebih memilih bersekolah di sekolah agama yakni Madrasah yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Hal ini berbeda dengan keluarga Pak Suherman. Keluarga ini baik suamimaupun isteri berpendidikan SMTP. Sehingga untuk mengikuti perkembangan pengetahuantentang kesehatan ibu dan anak tidak banyak kesulitan. Tetapi karena pengaruh kultur ataubudaya komunitas mereka yang kental menyebabkan mereka tidak terlampau menghiraukan soalkesehatan ibu dan anak. Dalam hal persalinan misalnya mereka cenderung memilih dukunketimbang bidan.Aspek lain yang cukup menonjol pada komunitas nelayan yang menjadi sasaran penelitian iniadalah adanya kepercayaan terhadap hal-hal magis yang cukup tinggi. Tidak sedikit wargamasyarakat yang masih memegang kepercayaan kuat bahwa dukun bayi memiliki kekuatantersendiri yang mampu menyelamatkan kelahiran sang jabang bayi. Dengan mantera-manteratertentu sang dukun dipercayai mampu untuk membawa keselamatan ibu dan anak sertakeluarganya. Pada komunitas ini juga masih kuat adanya budaya slametan dan budaya lainyang secara turun temurun senantiasa diikuti sampai saat ini. Masih melekat kuatnya tradisicultural nampaknya juga memberikan konsekwensi pada perilaku kesehatan masyarakatyang lebih cenderung memanfaatkan traditional healers (Caldwel, 1981). a.pengetahuan dan perilaku kesehatan keluarga dengan kasus kematian ibu Secara tradisional dan turun temurun melalui generasi sebelumnya pengetahuan reproduktif tentang gejala kehamilan cukup dipahami oleh masyarakat luas. Gejala haid tidak datang atauterlambat datang bulan, mual-mual dan muntah-muntah serta berperilaku yang anehaneh,adanya gerakan di perut dan makin membesarnya perut, seringkali diidentifikasikan sebagaigejala seorang wanita tengah menghadapi masa kehamilan. Tetapi untuk memahami gejala-gejala yang sangat detail seperti fenomena ketidaknormalan dalam kehamilan dan resikokehamilan tidaklah terlalu mudah dipahami. Untungnya pada komunitas mereka banyak tersebar kader kesehatan yang turut membantu memberikan informasi perihal itu. Dalam hal pemberianmakanan tambahan bagi ibu hamil atau makanan yang bergizi untuk kesehatan janin meskidalam beberapa hal tahu tetapi nampaknya tidak terlalu dipahami dengan baik. Apalagi bagimereka yang memiliki kondisi sosial ekonomi terbatas. Karena kondisi sosial ekonomi
40

yangterbatas ibu hamil biasanya hanya mengkonsumsi makanan seadanya saja sesuai dengankemampuan mereka. Meski demikian dalam hal pemeriksaan antenatal care nampaknyasebagian masyarakat cukup sering melakukannya. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan janin, pengukuran tekanan darah ibu, pemberian tablet besi, pemberian suntikan TT, pemberianvitamin dari Puskesmas melalui kegiatan Posyandu bahkan tidak jarang bagi ibu untuk melakukan pemijatan ketika badan terasa agak lelah. Bahkan menurut informasi bidan para ibuyang tengah hamil di wilayah nelayan tersebut selalu mendapatkan perhatian dari bidan sertadianjurkan untuk selalu memeriksakan kehamilannya. Selanjutnya dalam melakukanpemeriksaan kehamilan inisiatif ibu lebih banyak dibandingkan dengan suami. Bahkan tidak jarang sang suami tidak mengetahui jika isterinya telah memeriksakan kandungannya. Kepergianisteri ke tempat pelayanan kesehatan biasanya bersama saudara, tetangga atau kerabat yangbertempat tinggal tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal mereka.Tingkat pendidikan baik suami maupun isteri pada gilirannya menyebabkan pemahaman merekaakan arti kesehatan reproduksi tidaklah terlalu maksimal. Untungnya pihak tenaga paramedisbaik bidan maupun kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut senantiasa melakukan upayajemput bola dan langkah ini nampaknya cukup efektif dilakukan pada komunitas. b.Penyebab terjadinya kasus kematian ibu Kematian yang melanda kaum ibu (maternal death) dapat terjadi dengan latar belakang sebabyang sangat beragam. Dalam banyak studi ditemukan bahwa kematian ibu dapat terjadi tidak hanya bersumber pada aspek medis semata, melainkan juga aspek non medis. Faktor non medisyang sering disebut meliputi aspek sosial ekonomi, lingkungan atau sanitasi, faktor psikologis,faktor cultural serta kondisi geografis dan transportasi yang tidak memungkinkan dilakukanpenanganan secara cepat. Kematian ibu yang terjadi dapat juga merupakan resultan dari kondisitertentu yang berakibat sangat memprihatinkan. Kekurangan gizi sewaktu mengalami kehamilanmisalnya dapat terjadi karena keluarga yang menghadapi kehamilan tersebut tidak mampumengkonsumsi atau membeli bahan-bahan makanan bergizi sebagai akibat dari terbatasnyakondisi sosial ekonomi mereka (Sri Kardjati, 1985). Berbagai sebab juga dapat menjadi pemicusecara akumulatif. Tidak hanya berdimensi sosial ekonomi saja tetapi juga psikologis dankultural bergabung menjadi satu dan memberikan akibat yang sangat menyedihkan yaknikematian bagi ibu yang tengah menghadapi kehamilan, kelahiran maupun pasca kelahiran
41

Meskiterdapat berbagai kemungkinan penyebab kematian ibu (maternal mortality) baik yangberdimensi non medis maupun medis tetapi dalam penelitian ini ditemukan bahwa penyebabkematian ibu ternyata diawali dengan kondisi non-medis dan berakibat pada situasi medis yangakhirnya mengakibatkan kematian ibu. Pertama, adanya kesalahan tempat dalam melakukanpetolongan persalinan. Hal ini juga tidak terlepas dari pertimbangan ekonomi yang rasionalbahwa meminta pertolongan persalinan ke dukun biayanya relatif lebih rendah dibandingkan kebidan atau rumah sakit. Kedua, adanya keyakinan atau kepercayaan yang kuat terhadap figur dukun bersalin menyebabkan tidak sedikit warga masyarakat jika menghadapi persalinanmeminta tolong pada dukun bersalin. Ketiga, adanya kenyataan bahwa keluarga penderitaseringkali sulit untuk dimotivasi sehingga menyebabkan keterlambatan dalam melakukanrujukan. Hal ini juga tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terbatas. Tidak jarang saat ditawarkan untuk dirujuk ke rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan yang lebihlengkap peralatannya masih memerlukan waktu untuk mempertimbangkan aspek finansialnya.Keempat, secara medis fakta yang sering dijumpai adalah adanya kasus pendarahan yangberkepanjangan dengan penanganan yang relatif terlambat. Di samping itu adanya komplikasipenyakit yang dialami pasien seperti jantung dan jenis penyakit lain terkadang makinmemperparah kondisi penderita, sehingga mengakibatkan kematian. Kelima, terdapat fenomena yang cukup menarik di mana variabel psikologis ternyata juga menjadi penyebab kematian ibuhamil. Karena kehilangan perahu mengakibatkan sang ibu mengalami strees berat dalam waktuyang berkepanjangan. Sang ibu yang tengah hamil itu selalu diliputi suasana kesedihan sampaitidak bersedia mengkonsumsi bahan makanan yang seharusnya dilakukan mengingat si ibutengah mengandung. Akibatnya sang ibu jatuh sakit dan tidak tertolong lagi hingga mengalamidrama kematian yang memprihatinkan karena memikirkan mesin perahu yang hilang. Keenam,pengetahuan ibu yang rendah akan perawatan pasca persalinan nampaknya juga turutmemperparah kondisi ibu yang tengah mengalami pendarahan hebat saat melahirkan. Mobilitasyang terlalu awal menyebabkan terjadinya robekan jalan lahir sehingga menyebabkan infeksi.Meski telah diingatkan untuk tidak melakukan mobilisasi sebelum waktu yang aman oleh bidantetapi tidak jarang pasien mengabaikan larangan tersebut.Pengetahuan yang rendah juga dinampakkan pada warga masyarakat yang meminta bantuan pada dukun padahal sebelumnya pasien memiliki latar belakang kelahiran yang kurang aman.Kedelapan, perawatan kehamilan yang kurang maksimal dengan mengkonsumsi makanan yangkurang bergizi nampaknya masih
42

sering dilakukan oleh warga masyarakat. Sehingga tidak jarangibu hamil yang memiliki berat badan dibawah standar medis demikian juga dengan bayi yangdilahirkan. Hal ini bisa terjadi karena kondisi sosial ekonomi yang relatif terbatas. c. Akses terhadap fasilitas kesehatan Mencermati berbagai persoalan tersebut di wilayah penelitian ditemukan bahwa Dalampemeriksaan kehamilan umumnya keluarga yang mengalami kematian ibu melakukannya secararutin. Meski pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi relatif kurang namun akibatperan dari tenaga paramedis dan kader yang dengan rajin melakukan posyandu dan pendekatanpada masyarakat secara intensif akhirnya warga masyarakat bersedia juga mengikuti anjuranbidan. Meskidemikian tidak jarang anggota masyarakat yang masih melakukan persalinan padadukun dan tidak melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Pada komunitas nelayan yangmenjadi wilayah penelitian ini terlihat bahwa peran bidan dan kader kesehatan cukup dominansehingga terlihat akrab dengan masyarakat. Hal ini dilakukan semata-mata karena para tenagaparamedis ini memiliki keinginan yang besar untuk mensosialisasikan pengetahuan medis yangrasional pada masyarakat termasuk perihal kesehatan reproduksi khususnya masalah kehamilandan persalinan serta masa setelah persalinan. Meski banyak direspon secara positif olehmasyarakat tetapi tidak jarang reaksi yang diperlihatkan oleh warga masyarakat masih belumkompromistis. Ada satu contoh menarik yang disampaikan oleh seorang bidan di Tambakboyo,saat masyarakat mengunjungi dokter dan oleh dokter diberikan obat berupa pil atau kapsul. Saatitu juga pil dibuang di depan rumah dokter. Ketika ditelusur alasannya terungkap bahwa dikalangan masyarakat ternyata walaupun diberi obat tetapi kalau belum diberi suntikan secarapsikologis mereka masih merasa kurang puas. Apalagi jika obat yang diberikan tidak terlalumanjur maka ketidakpuasan tidak jarang dilontarkan secara vulgar seperti membuang obat didepan tempat praktek sang dokter.Selanjutnya apabila menyimak intensitas kunjungan atau akses terhadap pelayanan kesehatanmenurut sumber yang ada (bidan) cukup bagus. Ketika posyandu dilakukan tidak sedikit anggotamasyarakat yang datang untuk memeriksakan kandungannya. Tetapi tidak sedikit yang bermalas-malasan dan menunggu untuk diajak atau ditegur serta ditemani jika mengunjungi tempatpelayanan kesehatan. Dengan demikian peran pada keluarga nelayannampaknya masih cukup besar. Selain itu perilaku kesehatan yang cukup menarik jugaDitunjukkan oleh masyarakat nelayan. Menurut sumber dari bidan disebutkan bahwa jika hasil tangkapan ikan sedang ramai artinya penghasilan mereka cukup besar
43

merekapergi ke dokter, tetapi jika tidak ada hasil mereka akan berobat seadanya bahkan tidak jarangyang mengandalkan posyandu dan JPS bidang kesehatan.Memperhatikan persoalan intensitas kunjungan ibu hamil ke tempat pelayanankesehatan diperoleh informasi bahwa selama kehamilan sebelum meninggal nampaknya ibuhamil secara rutin memeriksakan kandungannya. Menurut pengakuan bidan yang menanganihampir tiap bulan para ibu yang meninggal tersebut memeriksakan kandungannya. Tetapiinformasi dari suami nampak bahwa mereka tidak tahu menahu. Bahkan seorang informanmenyebut bahwa mereka tidak tahu sama sekali jika isterinya harus secara rutin memeriksakankandungannya. Tampaknya para suami tidak terlalu memperhatikan soal perawatan kehamilanisterinya. Mereka lebih mempercayakan pada kerabatnya bahkan oranglain baik itu tetangga,dukun bersalin maupun tenaga paramedis yang ada. Menurut pengakuan para suami karenamereka bertugas untuk mencari nafkah dan berkonsentrasi untuk memperoleh penghasilansementara itu soal kehamilan adalah tanggung jawab dan permasalahan yang harus ditanganioleh wanita sebagai ibu rumah tangga. Jurnal Penelitian Dinmika Sosial Vol. 2 No. 1 April 2001: 8 108. Namun demikian yang agak mengherankan ketika para isteri menghadapi masapersalinan pihak suami ada yang menganjurkan untuk lebih memilih ke dukunbersalin daripada ke bidan. Alasannya karena sejak dulu meminta pertolongandukun dan biayanya relatif murah. Mereka tidak pernah memperhatikan riwayatpersalinan yang pernah dialami di mana anak mereka pernah meninggal karenamengalami infeksi saat setelah persalinan. Disamping itu ada juga suami yang tidak tahu menahu soal persalinan sampai-sampai masalah persalinannya ditentukan olehpihak bidan dan sang isteri dan saudaranya. Hal ini pernah terjadi pada keluargaPak Muslah. Karena secara ekonomik kemampuannya terbatas, sementara biayapengobatan dan persalinan cukup mahal maka ia menyerahkan segala urusannyapada saudara yang lebih mampu beserta bidan. Hal ini agak berbeda dengan Pak Kaspirin yang menyerahkan dan mempercayakan seluruh proses persalinan melaluitenaga paramedis yang ada di wilayah tersebut. Waktu anak pertama dulu memangditangani oleh dukun karena waktu itu jumlah bidan hanya satu dan jaraknyaterlalu jauh sehingga Pak Kaspirin memutuskan untuk meminta pertolongan padadukun bersalin.Selanjutnya mencermati perihal tempat persalinan hampir seluruh informanmengemukakan bahwa umumnya isteri mereka ketika melahirkan atau melakukanpersalinan dilakukannya di rumah dengan memanggil dukun atau bidan di rumah.Jarang dan hampir tidak pernah mereka melakukan persalinan di rumah sakit atauinstansi kesehatan yang tersedia. Tampaknya pola ini juga banyak
44

dilakukan olehwarga masyarakat yang tinggal di komunitas nelayan. Menurut mereka denganmelakukan persalinan di rumah akan lebih praktis karena tidak perlu menyiapkanpakaian dan segala peralatan untuk melakukan persalinan. Tetapi yang cukupmemprihatinkan adalah ketika dukun bersalin sudah tidak mampu menangani(pasien dalam keadaan kritis) baru kemudian diserahkan pada bidan. Tragisnya saatdibawa ke rumah sakit kemudian pasien meninggal dunia di tengah perjalanan. SIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menemukan bahwa faktor penyebab kematian ibu antara lain karena faktor psikologis yakni perasaan stress yang dialami ibu hamil, keterlambatanrujukan, keterlambatan pengambilan keputusan, kondisi sosial ekonomi yangterbatas, rendahnya pendidikan dan pengetahuan akan arti penting kesehatanreproduksi, kurangnya pemahaman tentang ideologi jender, masih kentalnyakepercayaan kultural khususnya terhadap dukun bersalin, kesalahan pemilihantempat bersalin, adanya pendarahan yang berkepanjangan, adanya komplikasidengan jenis penyakit lain, mobilisasi yang terlalu awal, serta diabaikannyamengkonsumsi makanan yang bergizi. Di samping itu adanya pemikiran bahwapersoalan kehamilan dan persalinan adalah urusan wanita juga turut memperparahkondisi penderitaan ibu hamil dan melakukan persalinan.Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang ada nampaknya belumterlalu maksimal. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran akan arti pentingkesehatan reproduksi, rendahnya pendidikan serta kondisi sosial ekonomi yangterbatas. Meski diakui bahwa fasilitas kesehatan yang ada dirasakan cukup mengidentifikasi Penyebab Kematian Ibu dan merumuskan Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu(maternal mortality Rate) pada masyarakat Nelayan (Septi Ariadi, Tuti Budi Rahayu,Sudarso) memadai tetapi peningkatan pelayanan dan sarana serta prasarana yang ada dengandisertai biaya perawatan atau pengobatan tidak terlalu tinggi dan mudah dijangkausangat diharapkan.Memperhatikan berbagai temuan tersebut beberapa saran dapat dikemukakanantara lain; Pertama, perlunya upaya meningkatkan pemahaman atau pengetahuandan perilaku kesehatan reproduksi baik pada ibu hamil dan menyusui maupun bagiremaja wanita dan pria, suami, tokoh masyarakat serta masyarakat luas melaluiberbagai forum seperti, sosialisasi atau penyuluhan serta pelatihan baik dilakukansecara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai media baik cetak maupunnon cetak.
45

Kedua, upaya peningkatan taraf sosial ekonomi keluarga misalnyadengan melakukan diversifikasi usaha dan memberikan bekal ketrampilan bagikeluarga-keluarga di luar sektor perikanan atau nelayan. Pemberian kesempatanuntuk memperoleh bantuan modal barangkali merupakan instrumen yang dapatmembantu kelancaran upaya ini. Ketiga, mengingat rasio antara masyarakat dengantenaga medis dan paramedis yang ada masih terkesan tidak proporsional makapenambahan jumlah tenaga medis dan paramedis perlu diupayakan. Keempat, sangat diharapkan adanya langkah karikatif berupa bantuan kesehatan misalnyadengan bantuan biaya perawatan kesehatan dan pengobatan yang dapat dijangkauoleh masyarakat strata sosial ekonomi bawah. Kelima, perlunya sosialisasipemahaman tentang ideologi jender dan kesetaraan dalam bertanggung jawab atasperilaku reproduktif kaum wanita. Artinya pihak wanita diharapan juga mampusecara mandiri memutuskan aktivitas reproduktif mereka disamping adanyakesetaraan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Dalam hal ini jugadiharapkan hilang kesan bahwa persoalan kesehatan reproduksi merupakantanggung jawab kaum wanita semata. Gerakan Suami Siaga misalnya merupakancontoh kepedulian kaum pria terhadap aktivitas reproduksi kaum perempuan ataupara isteri mereka. Keenam, untuk mengantisipasi kondisi yang sangat darurat perlu didirikan kelompok-kelompok kesehatan dalam skala kecil misalnya setingkat RTdan kelompok ini tidak hanya bertugas menyebarluaskan informasi tentangkesehatan reproduksi tetapi juga turut memikirkan jalan keluar jika ada wargamasyarakat yang merasa kesulitan dana untuk memperoleh perawatan kesehatankhususnya dalam hal persalinan. Ketujuh, perlunya ada kerjasama dengan seluruhelemen masyarakat baik tokoh formal maupun informal guna menyebarluaskaninformasi dan memberikan motivasi kepada masyarakat luas. Dengan demikianpihak ini berposisi sebagai opinion leader. Pemberian bekal para kader kesehatansecara terarah pada safe mother hood juga perlu segera direalisasikan . Kedelapan,perlunya ada kerjasama yang harmonis antara tenaga peramedis khususnya bidandengan dukun bayi. Kemitraan ini perlu dikembangkan agar resiko kematian ibukarena kehamilan dan persalinan dapat direduksi atau dieliminasi. Kesembilan,keberadaan bidan desa di seluruh pelosok desa nampaknya sangat mendesak untuk dilaksanakan.Hal ini penting karena tidak semua desa dalam suatu kecamatan adabidan
46

desanya. Kesepuluh, agar tugas-tugas yang dibebankan pada bidan dapatdijalankan secara maksimal diharapkan jarak tempat tinggal bidan denganpemukiman tidak terlalu jauh. Jika letak pemukiman terpencar atau jumlahpenduduk cukup padat maka rasio bidan dan jumlah penduduk perludiperhitungkan. Kesebelas, seperti banyak terjadi bahwa usia bidan umumnyamasih relatif muda dan banyak diantara mereka belum menikah dan belum pernah melahirkan anak. Hal ini terkadang memunculkan image bahwa bidan yangdianggap kurang pengalaman dan terlampau teoritis. Sehingga tidak jarang masyarakat desa lebih memilih ke dukun yang telah berpengalaman dibandingkanke bidan saat melakukan persalinan. Untuk itu berbagai langkah sosialisasi,penyuluhan serta pendekatan terhadap masyarakat perlu senantiasa dilakukan olehkalangan medis dan paramedis guna mengeliminasi image tersebut. DAFTAR PUSTAKA Ariadi, Septi. 1998. Studi Analisis Situasi Tentang Profil Kesehatan di propinsi Jawa Timur ,Surabaya: Kerjasama FISIP Unair dengan Bappeda Tingkat I Jawa Timur Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Propinsi Jawa Timur. 1997.Laporan danAnalisis pendataan Keluarga Tahun 1997 di Jawa Timur, Surabaya: BKKBN Iskandar, Meiwita B. 1998. Dampak Krisis Moneter dan Bencana Alam Terhadap Kesehatandan GiziWanita dalam Dampak Krisis Moneter dan Bencana El-Nino Terhadap Masyarakat,Keluarga, Ibu dan Anak di Indonesia, Jakarta: PPT-LIPI dan Unicef Kardjati, Sri. 1985. Aspek Kesehatan dan Gizi pada Anak Balita, Jakarta: Yayasan Obor Lingga, Dameria dan Djumiati. 1985. Peranan Bidan Dalam Pelayanan KIA/KB di DalamMaupun di Luar Rumah Sakit, Makalah Disampaikan pada Kongres Nasional Ikatan BidanIndonesia IX, MedanMuzaman, Fauzi. 1995.Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, Jakarta: Universitas IndonesiaRochjati, Poedji. 1999. Pengumpulan KSPR, Kematian Ibu dan Kematian Perinatal DiKabupaten di Wilayah Jawa Timur Tahun 1997 dan 1998, Surabaya: RSUD Dr. SoetomoSanie, Susy Yr dan Surjadi,

47

48

You might also like