You are on page 1of 7

World Trade Organization (WTO)/ Organisasi Perdagangan Dunia

Dikelola oleh: Biro Kerjasama Luar Negeri, Departemen Pertanian

I. Umum

World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-
satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar
negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang
berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan
yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut
merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya
dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh
pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa,
eksportir dan importer dalam kegiatan perdagangan. Indonesia merupakan salah satu
negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU
NO. 7/1994.

II. Sejarah pembentukan

WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu
sendiri telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on
Tariffs and Trade (GATT) - Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah
membuat aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun 1948-1994 sistem GATT memuat
peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan menghasilkan pertumbuhan
perdagangan internasional tertinggi.

Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization


(ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF
dan bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on
Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh
lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar. Tantangan paling serius
berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS tidak
meratifikasi Piagam Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan.
Meskipun demikian, GATT tetap merupakan instrument multilateral yang mengatur
perdagangan internasional.

Hampir setengah abad teks legal GATT masih tetap sama sebagaimana pada tahun 1948
dengan beberapa penambahan diantaranya bentuk persetujuan “plurilateral”
(disepakati oleh beberapa negara saja) dan upaya-upaya pengurangan tariff.
Masalah-masalah perdagangan diselesaikan melalui serangkaian perundingan
multilateral yang dikenal dengan nama “Putaran Perdagangan” (trade round), sebagai
upaya untuk mendorong liberalisasi perdagangan internasional.

III. Putaran-putaran perundingan

Pada tahun-tahun awal, Putaran Perdagangan GATT mengkonsentrasikan negosiasi pada


upaya pengurangan tariff. Pada Putaran Kennedy (pertengahan tahun 1960-an)
dibahas mengenai tariff dan Persetujuan Anti Dumping (Anti Dumping Agreement).

Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya GATT mengurangi tariff secara


progresif. Hasil yang diperoleh rata-rata mencakup sepertiga pemotongan dari bea
impor/ekspor terhadap 9 negara industri utama, yang mengakibatkan tariff rata-rata
atas produk industri turun menjadi 4,7%. Pengurangan tariff, yang berlangsung
selama 8 tahun, mencakup unsur “harmonisasi” – yakni semakin tinggi tariff,
semakin luas pemotongannya secara proporsional. Dalam isu lainnya, Putaran Tokyo
gagal menyelesaikan masalah produk utama yang berkaitan dengan perdagangan produk
pertanian dan penetapan persetujuan baru mengenai “safeguards” (emergency import
measures). Meskipun demikian, serangkaian persetujuan mengenai hambatan non tariff
telah muncul di berbagai perundingan, yang dalam beberapa kasus
menginterpretasikan peraturan GATT yang sudah ada.

Selanjutnya adalah Putaran Uruguay (1986-1994) yang mengarah kepada pembentukan


WTO. Putaran Uruguay memakan waktu 7,5 tahun. Putaran tersebut hampir mencakup
semua bidang perdagangan. Pada saat itu putaran tersebut nampaknya akan berakhir
dengan kegagalan. Tetapi pada akhirnya Putaran Uruguay membawa perubahan besar
bagi sistem perdagangan dunia sejak diciptakannya GATT pada akhir Perang Dunia II.
Meskipun mengalami kesulitan dalam permulaan pembahasan, Putaran Uruguay
memberikan hasil yang nyata. Hanya dalam waktu 2 tahun, para peserta telah
menyetujui suatu paket pemotongan atas bea masuk terhadap produk-produk tropis
dari negara berkembang, penyelesaian sengketa, dan menyepakati agar para anggota
memberikan laporan reguler mengenai kebijakan perdagangan. Hal ini merupakan
langkah penting bagi peningkatan transparansi aturan perdagangan di seluruh dunia.

IV. Persetujuan-persetujuan WTO

Hasil dari Putaran Uruguay berupa the Legal Text terdiri dari sekitar 60
persetujuan, lampiran (annexes), keputusan dan kesepakatan. Persetujuan-
persetujuan dalam WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan intelektual yang
mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi.

Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:


1. Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)
2. Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)
3. Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/
TRIPs)
4. Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements)

Persetujuan-persetujuan di atas dan annexnya berhubungan antara lain dengan


sektor-sektor di bawah ini:
• Pertanian
• Sanitary and Phytosanitary/ SPS
• Badan Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing)
• Standar Produk
• Tindakan investasi yang terkait dengan perdagangan (TRIMs)
• Tindakan anti-dumping
• Penilaian Pabean (Customs Valuation Methods)
• Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspection)
• Ketentuan asal barang (Rules of Origin)
• Lisensi Impor (Imports Licencing)
• Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and Countervailing Measures)
• Tindakan Pengamanan (safeguards)

Untuk jasa (dalam Annex GATS):


• Pergerakan tenaga kerja (movement of natural persons)
• Transportasi udara (air transport)
• Jasa keuangan (financial services)
• Perkapalan (shipping)
• Telekomunikasi (telecommunication)

V. Prinsip-prinsip Sistem Perdagangan Multilateral


a. MFN (Most-Favoured Nation): Perlakuan yang sama terhadap semua mitra
dagang
Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja
mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan
pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra
dagang negara anggota lainnya.
b. Perlakuan Nasional (National Treatment)
Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor
dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik.
c. Transparansi (Transparency)
Negara anggota diwajibkan untuk bersikap terbuka/transparan terhadap berbagai
kebijakan perdagangannya sehingga memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan
kegiatan perdagangan.

VI. Persetujuan Bidang Pertanian

Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture/ AoA) yang berlaku sejak


tanggal 1 Januari 1995 bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan
di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian
yang adil dan berorientasi pasar. Program reformasi tersebut berisi komitmen-
komitmen spesifik untuk mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan
meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin GATT yang kuat
dan efektif.

Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di luar perdagangan seperti ketahanan


pangan, perlindungan lingkungan, perlakuan khusus dan berbeda (special and
differential treatment – S&D) bagi negara-negara berkembang, termasuk juga
perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk produk-produk pertanian bagi
negara-negara tersebut.

Dalam Persetujuan Bidang Pertanian dengan mengacu pada sistem klasifikasi HS


(harmonized system of product classification), produk-produk pertanian
didefinisikan sebagai komoditi dasar pertanian (seperti beras, gandum, dll.) dan
produk-produk olahannya (seperti roti, mentega, dll.) Sedangkan, ikan dan produk
hasil hutan serta seluruh produk olahannya tidak tercakup dalam definisi produk
pertanian tersebut.

Persetujuan Bidang Pertanian menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan tindakan-


tindakan perdagangan di bidang pertanian, terutama yang menyangkut akses pasar,
subsidi domestik dan subsidi ekspor. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut,
para anggota WTO berkomitmen untuk meningkatkan akses pasar dan mengurangi
subsidi-subsidi yang mendistorsi perdagangan melalui skedul komitmen masing-masing
negara. Komitmen tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari GATT.

A. Akses Pasar
Dilihat dari sisi akses pasar, Putaran Uruguay telah menghasilkan perubahan
sistemik yang sangat signifikan: perubahan dari situasi dimana sebelumnya
ketentuan-ketentuan non-tarif yang menghambat arus perdagangan produk pertanian
menjadi suatu rezim proteksi pasar berdasarkan pengikatan tarif beserta komitmen-
komitmen pengurangan subsidinya. Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini
adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian
melalui: (i) akses pasar produk pertanian yang transparan, prediktabel dan
kompetitif, (ii) peningkatan hubungan antara pasar produk pertanian nasional
dengan pasar internasional, dan (iii) penekanan pada mekanisme pasar yang
mengarahkan penggunaan yang paling produktif terhadap sumber daya yang terbatas,
baik di sektor pertanian maupun perekonomian secara luas.

Umumnya tarif merupakan satu-satunya bentuk proteksi produk pertanian sebelum


Putaran Uruguay. Pada Putaran Uruguay, yang disepakati adalah ”diikatnya” tarif
pada tingkat maksimum. Namun bagi sejumlah produk tertentu, pembatasan akses pasar
juga melibatkan hambatan-hambatan non-tarif. Putaran Uruguay bertujuan untuk
menghapuskan hambatan-hambatan tersebut. Untuk itu disepakati suatu paket
”tarifikasi” yang diantaranya mengganti kebijakan-kebijakan non-tarif produk
pertanian menjadi kebijakan tarif yang memberikan tingkat proteksi yang sama.

Negara anggota dari kelompok negara maju sepakat untuk mengurangi tarif mereka
sebesar rata-rata 36% pada seluruh produk pertanian, dengan pengurangan minimum
15% untuk setiap produk, dalam periode enam tahun sejak tahun 1995. Bagi negara
berkembang, pengurangannya adalah 24% dan minimum 10% untuk setiap produk. Negara
terbelakang diminta untuk mengikat seluruh tarif pertaniannya namun tidak
diharuskan untuk melakukan pengurangan tarif.

B. Subsidi Domestik
Subsidi domestik dibagi ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah subsidi
domestik yang tidak terpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil pengaruhnya
terhadap distorsi perdagangan (sering disebut sebagai Green Box) sehingga tidak
perlu dikurangi. Kategori kedua adalah subsidi domestik yang mendistorsi
perdagangan (sering disebut sebagai Amber Box) sehingga harus dikurangi sesuai
komitmen.

Subsidi Domestik dalam sektor Pertanian:


1. Amber Box, adalah semua subsidi domestik yang dianggap mendistorsi
produksi dan perdagangan;
2. Blue Box, adalah amber box dengan persyaratan tertentu yang ditujukan
untuk mengurangi distorsi. Subsidi yang biasanya dikategorikan sebagai Amber Box
akan dimasukkan ke dalam Blue Box jika subsidi tersebut juga menuntut dikuranginya
produksi oleh para petani; dan
3. Green Box, adalah subsidi yang tidak berpengaruh atau kalaupun ada sangat
kecil pengaruhnya terhadap perdagangan. Subsidi tersebut harus dibiayai dari
anggaran pemerintah (tidak dengan membebani konsumen dengan harga yang lebih
tinggi) dan harus tidak melibatkan subsidi terhadap harga.

Berkaitan dengan kebijakan yang diatur dalam Green Box terdapat tiga jenis subsidi
lainnya yang dikecualikan dari komitmen penurunan subsidi yaitu kebijakan
pembangunan tertentu di negara berkembang, pembayaran langsung pada program
pembatasan produksi (blue box), dan tingkat subsidi yang disebut de minimis.

C. Subsidi Ekspor
Hak untuk memberlakukan subsidi ekspor pada saat ini dibatasi pada: (i) subsidi
untuk produk-produk tertentu yang masuk dalam komitmen untuk dikurangi dan masih
dalam batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tersebut; (ii) kelebihan
pengeluaran anggaran untuk subsidi ekspor ataupun volume ekspor yang telah
disubsidi yang melebihi batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tetapi diatur
oleh ketentuan ”fleksibilitas hilir” (downstream flexibility); (iii) subsidi
ekspor yang sesuai dengan ketentuan S&D bagi negara-negara berkembang; dan (iv)
Subsidi ekspor di luar skedul komitmen tetapi masih sesuai dengan ketentuan anti-
circumvention. Segala jenis subsidi ekspor di luar hal-hal di atas adalah
dilarang.

VII. Putaran Doha

A. Deklarasi Doha
Sejak terbentuknya WTO awal tahun 1995 telah diselenggarakan lima kali Konperensi
Tingkat Menteri (KTM) yang merupakan forum pengambil kebijakan tertinggi dalam
WTO. KTM-WTO pertama kali diselenggarakan di Singapura tahun 1996, kedua di Jenewa
tahun 1998, ketiga di Seatlle tahun 1999 dan KTM keempat di Doha, Qatar tahun
2001. Sementara itu KTM kelima diselenggarakan di Cancun, Mexico tahun 2003.
KTM ke-4 (9-14 Nopember 2001) yang dihadiri oleh 142 negara. Menghasilkan dokumen
utama berupa Deklarasi Menteri (Deklarasi Doha) yang menandai diluncurkannya
putaran perundingan baru mengenai perdagangan jasa, produk pertanian, tarif
industri, lingkungan, isu-isu implementasi, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI),
penyelesaian sengketa dan peraturan WTO.

Deklarasi tersebut mengamanatkan kepada para anggota untuk mencari jalan bagi
tercapainya konsensus mengenai Singapore Issues yang mencakup isu-isu: investasi,
kebijakan kompetisi (competition policy), transparansi dalam pengadaan pemerintah
(goverment procurement), dan fasilitasi perdagangan. Namun perundingan mengenai
isu-isu tersebut ditunda hingga selesainya KTM V WTO pada tahun 2003, jika
terdapat konsensus yang jelas (explicit concensus) dimana para anggota menyetujui
dilakukannya perundingan. Deklarasi juga memuat mandat untuk meneliti program-
program kerja mengenai electronic commerce, negara-negara kecil (small economies),
serta hubungan antara perdagangan, hutang dan alih teknologi.

Deklarasi Doha juga telah memberikan mandat kepada para anggota WTO untuk
melakukan negosiasi di berbagai bidang, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan
pelaksanaan persetujuan yang ada. Perundingan dilaksanakan di Komite Perundingan
Perdagangan (Trade Negotiations Committee/TNC) dan badan-badan dibawahnya
(subsidiaries body). Selebihnya, dilakukan melalui program kerja yang dilaksanakan
oleh Councils dan Commitee yang ada di WTO.

B. Doha Development Agenda


Keputusan-keputusan yang telah dihasilkan KTM IV ini dikenal pula dengan sebutan
”Agenda Pembangunan Doha” (Doha Development Agenda) mengingat didalamnya termuat
isu-isu pembangunan yang menjadi kepentingan negara-negara berkembang paling
terbelakang (Least developed countries/LDCs), seperti: kerangka kerja kegiatan
bantuan teknik WTO, program kerja bagi negara-negara terbelakang, dan program
kerja untuk mengintegrasikan secara penuh negara-negara kecil ke dalam WTO.

Mengenai perlakuan khusus dan berbeda” (special and differential treatment),


Deklarasi tersebut telah mencatat proposal negara berkembang untuk merundingkan
Persetujuan mengenai Perlakuan khusus dan berbeda (Framework Agreement of Special
and Differential Treatment/S&D), namun tidak mengusulkan suatu tindakan konkrit
mengenai isu tersebut. Para menteri setuju bahwa masalah S&D ini akan ditinjau
kembali agar lebih efektif dan operasional.

C. Isu-isu yang disetujui untuk dirundingkan lebih lanjut


Deklarasi Doha mencanangkan segera dimulainya perundingan lebih lanjut mengenai
beberapa bidang spesifik, antara lain di bidang pertanian. Perundingan di bidang
pertanian telah dimulai sejak bulan sejak bulan Maret 2000. Sudah 126 anggota (85%
dari 148 anggota) telah menyampaikan 45 proposal dan 4 dokumen teknis mengenai
bagaimana perundingan seharusnya dijalankan. Salah satu keberhasilan besar negara-
negara berkembang dan negara eksportir produk pertanian adalah dimuatnya mandat
mengenai ”pengurangan, dengan kemungkinan penghapusan, sebagai bentuk subsidi
ekspor”.

Mandat lain yang sama pentingnya adalah kemajuan dalam hal akses pasar,
pengurangan substansial dalam hal program dukungan/subsidi domestik yang
mengganggu perdagangan (trade-distorting domestic suport programs), serta
memperbaiki perlakukan khusus dan berbeda di bidang pertanian bagi negara-negara
berkembang.

Paragraf 13 dari Deklarasi KTM Doha juga menekankan mengenai kesepakatan agar
perlakuan khusus dan berbeda untuk negara berkembang akan menjadi bagian integral
dari perundingan di bidang pertanian. Dicatat pula pentingnya memperhatikan
kebutuhan negara berkembang termasuk pentingnya ketahanan pangan dan pembangunan
pedesaan.

VIII. Konperensi Tingkat Menteri (KTM) V WTO di Cancun, Meksiko

Konperensi Tingkat Menteri (KTM) V WTO berlangsung di Cancun, Meksiko tanggal 10-
14 September 2003. Berbeda dengan KTM IV di Doha, KTM V di Cancun kali ini tidak
mengeluarkan Deklarasi yang rinci dan substantif, karena gagal menyepakati secara
konsensus, terutama terhadap draft teks pertanian, akses pasar produk non
pertanian (MANAP) dan Singapore issues.

Perundingan untuk isu pertanian diwarnai dengan munculnya joint paper AS-UE,
proposal Group 20 (yang menentang proposal gabungan AS-UE) dan proposal Group 33
(yang memperjuangkan konsep special product dan special safeguard mechanism).

Secara singkat, joint paper AS-UE antara lain memuat proposal yang menghendaki
adanya penurunan tarif yang cukup signifikan di negara berkembang, tetapi tidak
menginginkan adanya pengurangan subsidi dan tidak secara tegas memuat komitmen
untuk menurunkan tarif tinggi (tariff peak) di negara maju.

Sebaliknya, negara berkembang yang tergabung dalam Group 20 menginginkan adanya


penurunan subsidi domestik (domestik support) dan penghapusan subsidi ekspor
pertanian di negara-negara maju, sebagaimana dimandatkan dalam Deklarasi Doha.

Sementara itu, kelompok negara-negara berkembang lainnya yang tergabung dalam


Group 33 (group yang dimotori Indonesia dan Filipina) mengajukan proposal yang
menghendaki adanya pengecualian dari penurunan tarif, dan subsidi untuk Special
Products (SPs) serta diberlakukannya Special Safeguard Mechanism (SSM) untuk
negara-negara berkembang.

IX. Kesepakatan Juli 2004

Setelah gagalnya KTM V WTO di Cancun, Meksiko pada tahun 2003, Sidang Dewan Umum
WTO tanggal 1 Agustus 2004 berhasil menyepakati Keputusan Dewan Umum tentang
Program Kerja Doha, yang juga sering disebut sebagai Paket Juli. Pada kesempatan
tersebut berhasil disepakati kerangka (framework) perundingan lebih lanjut untuk
DDA (Doha Development Agenda) bagi lima isu utama yaitu perundingan pertanian,
akses pasar produk non-pertanian (NAMA), isu-isu pembangunan dan impelementasi,
jasa, serta Trade Facilitation dan penanganan Singapore issues lainnya.

Keputusan Dewan Umum WTO melampirkan Annex A sebagai framework perundingan lebih
lanjut untuk isu pertanian. Keputusan untuk ketiga pilar perundingan sektor
pertanian (subsidi domestik, akses pasar dan subsidi ekspor) adalah:

Subsidi domestik
a. Negara maju harus memotong 20% dari total subsidi domestiknya pada
tahun pertama implementasi perjanjian pertanian.
b. Pemberian subsidi untuk kategori blue box akan dibatasi sebesar 5%
dari total produksi pertanian pada tahun pertama implementasi.
c. Negara berkembang dibebaskan dari keharusan untuk menurunkan
subsidi dalam kategori de minimis asalkan subsidi tersebut ditujukan untuk
membantu petani kecil dan miskin.

Subsidi ekspor
a. Semua subsidi ekspor akan dihapuskan dan dilakukan secara paralel dengan
penghapusan elemen subsidi program seperti kredit ekspor, garansi kredit ekspor
atau program asuransi yang mempunyai masa pembayaran melebihi 180 hari.
b. Memperketat ketentuan kredit ekspor, garansi kredit ekspor atau program
asuransi yang mempunyai masa pembayaran 180 hari atau kurang, yang mencakup
pembayaran bunga, tingkat suku bunga minimum, dan ketentuan premi minimum.
c. Implementasi penghapusan subsidi ekspor bagi negara berkembang yang lebih
lama dibandingkan dengan negara maju.
d. Hak monopoli perusahaan negara di negara berkembang yang berperan dalam
menjamin stabilitas harga konsumen dan keamanan pangan, tidak harus dihapuskan.
e. Aturan pemberian bantuan makanan (food aid) diperketat untuk menghindari
penyalahgunaannya sebagai alat untuk mengalihkan kelebihan produksi negara maju.
f. Beberapa aturan perlakuan khusus dan berbeda (S&D) untuk negara
berkembang diperkuat.

Akses Pasar
a. Untuk alasan penyeragaman dan karena pertimbangan perbedaan dalam
struktur tarif, penurunan tarif akan menggunakan tiered formula.
b. Penurunan tarif akan dilakukan terhadap bound rate.
c. Paragraf mengenai special products (SP) dibuat lebih umum dan tidak lagi
menjamin jumlah produk yang dapat dikategorikan sebagai sensitive product. Negara
berkembang dapat menentukan jumlah produk yang dikategorikan sebagai special
products berdasarkan kriteria food security, livelihood security, dan rural
development.

You might also like