You are on page 1of 14

KANKER SERVIKS

Oleh: Nazrina Binti Hassan : Prema Sadasivam : Hendra Simarmata : 1301-1206-3014 1301-1207-3021 1301-1207-0139

1.

EPIDEMIOLOGI Kanker serviks mempunyai insidensi yang tinggi di negara-negara yang

sedang berkembang, yaitu menempati urutan pertama, sedang di negara maju menempati urutan kesepuluh, atau secara keseluruhan menempati urutan kelima. Berdasarkan data dari 13 pusat patologi tahun 1990 di Indonesia dari 13644 kasus pada pria dan wanita, kanker serviks mempunyai frekuensi tertinggi yaitu 27% atau 36% dari 10233 kasus pada wanita saja1 . Data dari beberapa gabungan rumah sakit di Indonesia menunjukkan frekuensinya juga paling tinggi yaitu 16%, disusul oleh hati atau hepatoma (12%), payudara (10%), paru (9%), kulit (7,5%), nasofaring (7%), KGB (6,0%), leukemia (5%), usus besar (4,5%). Umumnya insidens kanker serviks sangat rendah

dibawah umur 20 tahun, dan sesudahnya menaik dengan cepat dan menetap sesudah umur 50 tahun1. Epidemiologi meningkatnya resiko kanker serviks dan displasia pre

kanker adalah hubungan seks pertama pada usia muda dan pasangan seks yang berganti-ganti2.

2.

DEFINISI Kanker adalah istilah umum untuk semua tumor ganas. Pada dasarnya

kanker dibagi dua yaitu karsinoma dan sarkoma.

Tumor ganas yang berasal dari

sel epitel disebut karsinoma sedangkan yang berasal dari jaringan mesenkim disebut sarkoma2..

3.

ETIOLOGI Pada tahun 1980-an menjadi jelas bahwa Human Papilloma Virus (HPV)

terutama tipe 16 dan 18 sangat erat berhubungan dengan keganasan serviks. HPV adalah virus DNA yang menimbulkan proliferasi pada permukaan epidermoid dan mukosa. Infeksi virus papilloma sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual1. Dari studi epidemiologi, kanker serviks skuamosa berhubungan erat dengan perilaku seksual seperti multiple mitra sex dan usia saat melakukan hubungan seks yang pertama. Resiko meningkat lebih dari 10 kali bila multiple mitra sex enam atau lebih atau hubungan seks pertama dibawah umur 15 tahun. Resiko juga meningkat bila berhubungan dengan pria beresiko tinggi atau yang mengidap kondiloma akuminata 1.

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai rokok, sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polisiklik

aromatic hidrikarbon heterosiklik amin yang sangat karsinogenik dan mutagen, sedang bila dikunyah menhasilkan nitrosamine. Bahan yang berasal dari

tembakau yang dihisap terdapat di getah serviks wanita perokok dan dapat menjadi ko karsinogen infeksi virus. Ali dkk bahkan membuktikan bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks sehingga dapat menyebabkan neoplasma seviks 1. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat, vitamin C, vitamin E, karoten/retinol dihubungakn dengan peningkatan resiko kanker serviks.

Vitamin E, C dan karoten mempunyai khasiat sebagai antioksidan yang kuat. Oksidan dapat melindungi DNA aau RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas akibat oksidasi karsinogen bahan-bahan kimia1.

4.

KLASIFIKASI Berdasarkan gambaran histopatologi, kanker serviks terbagi atas3:

1. Tumor epitel: a. Carcinoma Epidermoid b. Adenocarcinoma 2. Sarkoma 3. Melanoma malignant 4. Kanker metastase

5. Small Cell Carcinoma

5.

PATOGENESIS Pada kanker serviks, genom HPV ( HPV 16 dan HPV 18) terintegrasi ke

dalam genom tuan rumah. Hal ini menyebabkan dua produk virus yaitu E6 dan E7 yang berpotensi onkogenik mengalami overekspresi yang berperan dalam transformasi sel tuan rumah. E6 berikatan dengan P53 yang menyebabkan

inaktivasi dan E7 berikatan dengan RB yang berakibat degradasi gen tersebut. Hal ini pada akhirnya mengganggu siklus sel normal yang menjadi awal terjadinya neoplasma2. Kanker serviks biasanya didahului oleh displasia serviks atau neoplasia intraepithelial serviks ( NIS ). NIS diklasifikasikan menurut derajat maturasi epitel dan distribusi atipia sitologis2: 1. NIS I (termasuk kondiloma), bila atipia mendominasi lapisan sel superficial (koilositosis), dengan dipertahankannya maturasi epitel. 2. NIS II, bila atipia mendominasi lapisan superficial dan lapisan sel basal, tetapi dengan berkurangnya maturasi. 3. NIS III, bila atipia terdapat di seluruh lapisan sel, tapi dengan maturasi mjinimal atau tanpa maturasi ( karsinoma in situ).

Resiko berkembangnya NIS menjadi keganasan sesuai dengan derajat NIS, tetapi laju progresifitas tidaklah sama. Karsinoma in situ jelas merupakan precursor karsinoma invasif, 70% wanita dengan karsinoma in situ yang tidak diobati akan berkembang menjadi karsinoma invasif2.

Figur 1 : Patogenesis Karsinoma Serviks

6.

GEJALA KLINIS Sekitar 92% dari penderita tidak mepunyai keluhan apa-apa. Tetapi kalau

ada, ditemukan keluhan keluhan seperti : Perdarahan Perdarahan pervaginam adalah keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien dengan kanker serviks. Terutama merupakan perdarahan post koitus, dan dapat juga berupa perdarahan irregular atau perdarahan postmenopause 3 .

Keputihan Biasanya menyerupai air, kadang kadang timbulnya sebelum ada perdarahan terutama adenokarsinoma. Pada stadium lebih lanjut, perdarahan dan keputihan lebih banyak, disertai infeksi , sehingga cairan yang keluar berbau 5.

Pemeriksaan Fisik

Pada

pemeriksaan

fisik

secara

umum,

kelenjar

getah

bening

supraklavikular dan groin harus dipalpasi untuk menyingkirkan adanya metastase3. Pada pemeriksaan pelvis, spekulum dimasukkan kedalam vagina untuk melihat penyebaran penyakit dan serviks diinspeksi untuk melihat daerah yang mencurigakan3. Pemeriksaan bimanual dapat memperlihatkan suatu serviks yang keras, iiregular, membesar yang menjadi terfiksasi karena tumor menyebar ke parametrium. Pemeriksaan rektovaginal penyebaran ke parametrium dan posterior4. . 7. PEMERIKSAAN PENUNJANG1 adalah cara terbaik untuk menilai

Sitologi Dengan teknik papanicolau , sel sel yang berasal dari eksfoliasi serviks diambil dan diwarnai secara khusus dan sel sel yang abnormal dapat terlihat di bawah mikroskop1. Kolposkopi Untuk menegakkan diagnosis definitive, diperlukan pemeriksaan dengan kolposkopi dan pemeriksaan PA. Dengan kolposkopi, metaplasia skuamosa infeksi HPV, NIS akan terlihat putih dengan asam asetat dengan atau tanpa corakan pembuluh darah. WHO mengajukan semua tingkat NIS, KIS, dan invasif

harus dikonfirmasi secara histologik. Kalau tidak ada kolposkopi, sedang kanker invasif tidak dapat disingkirkan dengan biopsi, maka perlu dilakukan konisasi1.

Pemeriksaan Visual Langsung Pada daerah dimana fasilitas pemeriksaan sitologi dan kolposkopi tidak ada maka pemeriksaan visual langsung, dapat digunakan untuk mendeteksi kanker secara dini1.

Figur 2 : Gambaran karsinoma serviks Servikografi Servikografi dapat digunakan sebagai metode yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah dimana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi kelihatannya merupakan keharusan1. Gineskopi

Suatu teleskop monokuler, dengan pembesaran 2,5 dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat disarankan bila tampak daerah bewarna putih dengan pulasan asam asetat1.

8.

SKRINING Dalam hal kanker serviks yang sampai saat ini di indonesia masih

menduduki tempat yang tertinggi . Sitologi memberikan peluang

yang besar

untuk menemukan kelainan ini dalam stadium yang sangat dini. Hal ini dapat dicapai bila wanita dengan resiko tinggi secara teratur melakukan skrining

dengan pemeriksaan sitologi apusan serviks atau yang lebih dikenal dengan nama Pap-smear atau Pap-tes. Dengan meluasnya pemeriksaan sitologik serviks pada masyarakat , kanker serviks invasif dengan nyata menurun1 Program skrining selain bertujuan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas juga harus memenuhi beberapa kriteria yaitu1: 1. 2. 3. mempertimbangkan faktor biaya daapt mencapai golongan tidak mampu penyakit fatal, morbiditas lama, cara pengobatan pada fase prekanker lebih

efektif daripada bila sudah ada symptom, prevalensi kanker tinggi 4. sensitivitas dan sesuai antara jenis tes dan populasi yang diskrin Umur juga merupakan pertimbangan dalam menentukan saat skrining dimulai. Di negara maju dan berkembang insidens kanker invasif meningkat sampai umur 35 tahun, dan menetap sampai umur 60 tahun dan sesudahnya

10

menurun. Atas dasar hal-hal tersebut diatas, dan dengan mempertimbangkan cost-effective maka WHO menyarankan sebagai berikut1: 1. Skrining pada setiap wanita sekali dalam hidupnya pada wanita berumur 35-40 tahun; 2. Kalau fasilitas tersedia, lakukan setiap 10 tahun pada wanita berumur 3555 tahun; 3. Kalau fasilitas tersedia lebih, maka lakukan setiap 5 tahun pada wanita berumur 35-55 tahun; 4. Ideal atau jadwal yang optimal, setiap 3 tahun pada wanita berumur 25-60 tahun.

9.

Staging4

Klasifikasi oleh FIGO Sistem staging yang digunakan pada saat ini adalah clinical staging berdasarkan prosedur International Federation of Gynaecology & Obstetric (FIGO) seperti berikut : Stage 0 : karsinoma in situ Stage I : karsinoma terbatas pada serviks

Stage Ia : karsinoma invasif hanya teridentifikasi secara mikroskopis Stage Ia1 : kedalaman invasi 3 mm dan lebarnya < 7 mm Stage Ia2 : kedalaman invasi > 3 mm dan 5 mm, dan lebarnya < 7 mm

11

Stage Ib : lesi klinis terbatas pada serviks atau lesi preklinis lebih besar dari stage Ia Stage Ib1 : Lesi klinis berukuran 4 cm Stage Ib2 : Lesi klinis berukuran > 4cm Stage II : Karsinoma menyebar ke sekitar serviks dan melibatkan vagina ( tidak lebih dari 2/3 bagian atas vagina ) dan atau telah menginfiltrasi parametrium ( tetapi tidak mencapai dinding pelvis ) Stage IIa : Karsinoma melibatkan vagina tanpa melibatkan parametrium Stage IIb : Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium Stage III : Karsinoma melibatkan 1/3 bagian bawah vagina dan atau menyebar ke dinding pelvis (tidak ada celah antara tumor dan dinding pelvis). Stage III a : Karsinoma sampai menyebar ke 1/3 bagian bawah vagina. Stage III b : Karsinoma meluas ke dinding pelvis dan/atau hydronefrosis atau atau ginjal yang tidak berfungsi menjadi ureterostenosis yang disebabkan oleh tumor. Stage IVa : Karsinoma termasuk mukosa dari kandung kencing atau rektum dan/atau menyebar ke dinding pelvis. Stage IVb : Menyebar ke organ yang jauh.

10.

TERAPI Prinsip pengobatan pada kanker serviks sama dengan prinsip pengobatan

pada keganasan yaitu mengobati lesi primer dan daerah penyebarannya. Dua

12

macam pengobatan yang digunakan adalah operasi dan radioterapi.

Dimana

radioterapi dapat digunakan pada semua stadium penyakit sementara operasi hanya digunakan pada pasien stadium I dan II 3. Tabel. 1. Operasi Dini Pada Kanker Serviks Stage Ia1 Invasi 3 mm Tidak ada invasi melalui Konisasi limfatik-vaskular Tipe I histerektomi Dengan invasi pada Tipe I atau II melalui limfatik-vaskular histerektomi dengan diseksi KGB pelvis Stage 1a2 Tipe II histerektomi dengan limfadenektomi pada pelvis Stage Ib Invasi > 5 mm Tipe III histerektomi dengan limfadenektomi pada pelvis. Radioterapi dapat digunakan untuk mengobati semua stadium kanker serviks dengan tingkat kesembuhan sekitar 70% untuk stadium I, 60% untuk stadium II, 45% untuk stadium III dan 18% untuk stadium IV3. Radioterapi dan operasi adalah cara utama yang dapat mengobati kanker serviks , tetapi kemoterapi dapat menyebabkan regresi tumor. Respon yang baik terhadap kemoterapi hanya terjadi pada wanita yang juga berespons baik terhadap radioterapi4. Invasi >3-5mm

11. Prognosis2

13

Prognosis kepada penderita karsinoma serviks bervariasi tergantung pada staging karsinoma serviks, metode pengobatan yang digunakan, pengalaman oleh radioterapis dan tim bedah yang melakukan operasi pada penderita tersebut. Secara ilustrasi 5-year survival rate: untuk penderita karsinoma serviks adalah seperti berikut : Stage I Stage II Stage III Stage IV : > 85% : 50% : 25% : 5%.

DAFTAR PUSTAKA

14

1. Perhimpunan Onkologi Indonesia. Kanker. UI Press Jakarta : 1996.

Pencegahan dan Deteksi Dini Penyakit

2. Kumar, Robins. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. EGC : 1996 3. Berek S,J. Novaks Gynecology. 12th edition. Williams & Wilkins : 1996. 4. Chamberlain G, Philip J Steer. Turnbull,s Obstetrics. 3th edition. Churchill Livingstone : 2002. 5. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,: Ginekologi. Elstar Offset. 1997. Bandung.

You might also like