You are on page 1of 37

i

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 253, 366, 284

TUGAS KHUSUS EPILEPSI (Periode: Mei 2013)


Disusun oleh:

1. Ressa Anderesta, S.Farm 2. Neta Serian Hadiati, S.Farm 3. Pricillya Maria L., S.Farm 4. Sebastiana Widya., S.Farm 5. Rico Octofan., S.Farm 6. Surya Taruli P., S.Farm 7. Elok Dwimahardika S.Farm

(2012000112) (2012000162) (2012000102) (2012000122) (2012000115) (2012000132) (2012000157)

PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA 2013

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii BAB I1 PENDAHULUAN1 A. B. BAB II TINJAUAN PUSTAKA3 A. B. C. D. E. F. G. H. DEFINISI ................................................................................................................ 3 EPIDEMIOLOGI .................................................................................................... 3 ETIOLOGI & PATOGENESIS .............................................................................. 4 PATOFISIOLOGI................................................................................................... 6 GEJALA & TANDA .............................................................................................. 7 DIAGNOSIS ........................................................................................................... 9 SASARAN TERAPI ............................................................................................. 11 TATA LAKSANA TERAPI ................................................................................. 12 LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1 TUJUAN ................................................................................................................. 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. B. C. D. PENGAMBILAN RESEP..................................................................................... 17 STUDY KASUS ................................................................................................... 17 ANALISA RESEP ................................................................................................ 18 KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI ................................................. 26

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................................... 30 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................................... 32 A. B. KESIMPULAN ..................................................................................................... 32 SARAN ................................................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 34

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Angka kejadian epilepsi di negara berkembang masih tinggi. Penyebab penyakit ini belum diketahui pasti. Tapi, faktor perawatan ibu hamil, keadaan waktu melahirkan, trauma lahir, kekurangan gizi dan penyakit infeksi diduga menjadi faktor yang memicu perkembangan penyakit epilepsi. Dengan jumlah penduduk di Indonesia sekitar 240 juta, diperkirakan jumlah pasien epilepsi berkisar antara 1,3-16,8 juta jiwa. Sayangnya, masih banyak penderita yang malu mengakui kondisi sebenarnya. Sebagian besar masyarakat masih menganggap epilepsi sebagai penyakit kutukan (1). Epilepsi adalah suatu gangguan syaraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel syaraf di otak. Aksi ini disertai pelepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron neuron tersebut. Lazimnya pelepasan muatan listrik ini terjadi secara teratur dan terbatas dalam kelompok-kelompok kecil yang memberikan ritme normal pada electroencephalogram (EEG). Serangan ini kadang kala bergejala ringan dan (hampir) tidak kentara, namun ada kalanya bersifat demikian hebat sehingga perlu dirawat di rumah sakit (2). Dikenal sejumlah jenis epilepsi dan yang paling lazim adalah bentuk serangan luas (grand mal, petit mal, absence) dimana sebagian besar otak terlibat dan serangan parsial (sebagian) dimana pelepasan muatan listrik hanya terbatas sampai sebagian otak. Tes paling terpercaya untuk mendiagnosa jenis epilepsi adalah melalui pemeriksaan EEG karena masingmasing jenis epilepsi memiliki pola EEG yang khas. Berdasarkan analisa ini dapat dipilih obat antikonvulsi yang tepat bagi penderita. Penentuan jenis epilepsi dan pilihan obat serta dosisnya secara individual adalah penting sekali, karena obat yang efektif terhadap petit mal bisa bekerja berlawanan pada grand mal dan sebaliknya (2).

Oleh karena itu diperlukan pengkajian lebih mendalam terkait obat-obat antiepileptikum yang diresepkan kepada pasien untuk menjamin kerasionalan pengobatan berikut rekomendasi-rekomendasi yang dapat diberikan apoteker kepada pasien sesuai dengan kebutuhan pasien pada saat konseling. Dalam hal ini penulis mengambil sampel dari resep antiepileptikum di Apotek Kimia Farma no. 253. Konseling ini memiliki peranan penting dalam proses pengobatan, karena dengan dilakukannya konseling pasien akan lebih mengerti tentang penyakit yang dideritanya sehingga stigma buruk masyarakat tentang epilepsi sebagai penyakit kutukan akan hilang. Selain itu juga dapat meningkatkan kepatuhan pasien selama proses pengobatan.

B. TUJUAN Pembuatan tugas khusus ini bertujuan agar para calon apoteker: 1. Untuk memahami pengertian, jenis, patofisiologi, etiologi, diagnosa, tanda dan gejala epilepsi 2. Dapat menerapkan ilmu kefarmasian yang dipraktekkan dalam

mempelajari kasus-kasus KIE dan swamedikasi 3. Dapat mengetahui pilihan terapi yang digunakan dan dapat memberikan informasi serta edukasi pengobatan yang tepat bagi pasien 4. Analisa dan pembahasan contoh resep pasien epilepsi pada makalah ini juga dapat dijadikan studi kasus mengenai terapi penyakit ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. DEFINISI Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal dengan berbagai macam etiologi.(3) Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal yang disebabkan oleh
hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). (4) Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subyektif), gangguan motorik atau kejang (obyektif), gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenallah bermacam jenis epilepsi.

B. EPIDEMIOLOGI Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi,sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara majuditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai100/100,00. (5) Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak

mendapatkan pengobatan apapun.(6) Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkandengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah tahun (262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus).(7) Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit

Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000.(8)

C. ETIOLOGI & PATOGENESIS Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome. (9) Ketika membuat diagnosis epilepsi, dokter menggunakan salah satu istilah berikut: idiopatik, kriptogenik, simptomatik, umum, fokal, atau parsial. Idiopatik berarti tidak ada penyebab yang jelas. Kriptogenik berarti ada kemungkinan penyebab, tetapi belum dapat diidentifikasi. simptomatik berarti bahwa penyebab telah diidentifikasi. Umum berarti bahwa kejang melibatkan keseluruhan otak. Fokal atau parsial berarti bahwa kejang dimulai dari satu daerah otak. Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%.(10) 1. Epilepsi Idiopatik Umum Dalam epilepsi idiopatik umum , seringkali ada riwayat keluarga yang memiliki epilepsi, namun hal ini tidak selalu ada. Epilepsi

idiopatik umum cenderung muncul selama masa kanak-kanak atau remaja, walaupun mungkin tidak terdiagnosis sampai masa dewasa. Epilepsi jenis ini tidak menunjukkan ada kelainan sistem saraf (otak atau sumsum tulang belakang) yang dapat diidentifikasi baik dengan studi EEG atau studi gambar (MRI), selain kejang-kejang. Hasil struktural otak normal pada pindai MRI otak, walaupun studi khusus menunjukkan ada bekas luka atau perubahan halus didalam otak yang mungkin telah ada sejak lahir.

Penderita epilepsi idiopatik umum memiliki kecerdasan normal dan hasil dari uji neurologis dan MRI biasanya normal. Hasil electroencephalogram (EEG, sebuah tes yang mengukur impuls listrik di otak) mungkin menunjukkan pelepasan epileptik yang mempengaruhi seluruh otak (disebut pelepasan umum). Jenis-jenis kejang yang mempengaruhi pasien dengan epilepsi idiopatik umum mungkin termasuk:

Kejang Mioklonik (Sentakan ekstrim yang terjadi secara tiba-tiba dan durasi sangat singkat).

Kejang tidak sadar (tatapan kosong). Kejang tonik-klonik umum (kejang grand mal). Epilepsi Idiopatik umum biasanya diobati dengan obat. Beberapa orang

dapat mengatasi kondisi ini dan berhenti mengalami kejang, seperti halnya dengan epilepsi tidak sadar pada masa kanak-kanak dan sejumlah besar pasien dengan epilepsi mioklonik remaja. 2. Epilepsi Idiopatik Parsial Epilepsi Idiopatik Parsial dimulai pada masa kanak-kanak antara usia 5 dan 8 tahun dan mungkin ada riwayat keluarga yang memiliki epilepsi. Epilepsi ini juga dikenal sebagai epilepsi fokal jinak masa kanak-kanak, Epilepsi ini dianggap salah satu jenis epilepsi paling ringan. Epilepsi ini hampir selalu hilang ketika sudah pubertas dan tidak pernah didiagnosis pada orang dewasa. Kejang-kejang cenderung terjadi selama tidur dan paling sering kejang motorik parsial sederhana yang melibatkan wajah dan kejang sekunder umum (grand mal). Jenis epilepsi ini biasanya didiagnosis dengan EEG. 3. Epilepsi Simptomatik Umum Epilepsi Simptomatik Umum disebabkan oleh kerusakan otak yang meluas. Cedera sewaktu kelahiran adalah penyebab paling umum dari Epilepsi Simptomatik Umum. Selain kejang, pasien sering mengalami masalah neurologis lainnya, seperti keterbelakangan mental atau cerebral palsy. Penyebab spesifik seperti penyakit otak yang diwariskan, misalnya adrenoleukodystrophy (ADL) atau infeksi otak (seperti meningitis dan encephalitis) juga dapat menyebabkan Epilepsi Simptomatik Umum. Ketika penyebab Epilepsi Simptomatik Umum tidak dapat diidentifikasi, gangguan

tersebut dapat disebut sebagai epilepsi kriptogenik. Epilepsi jenis ini mengikut sertakan subtipe yang berbeda, dimana yang paling umum dikenal adalah sindrom Lennox-Gastaut. Bermacam jenis kejang (kejang tonik-klonik, tonik, mioklonik, tonik, atonic, dan kejang tidak sadar) adalah umum pada pasien ini dan bisa sulit untuk mengendalikannya. 4. Epilepsi Simtomatik Parsial Epilepsi Simptomatik Parsial (atau fokal) adalah jenis epilepsi yang paling umum yang dimulai pada usia dewasa, tetapi epilepsi ini juga sering terjadi pada anak-anak. Epilepsi jenis ini disebabkan oleh kelainan lokal dari otak, yang mungkin akibat dari stroke, tumor, trauma, kelain otak bawaan (dipunyai sejak lahir), parut atau sclerosis pada jaringan otak, kista, atau infeksi. Kadang-kadang kelainan otak tersebut dapat dilihat pada pindai MRI, namun seringnya kelainan tersebut tidak dapat diidentifikasi walaupun dilakukan berulang kali karena ukurannya mikroskopis. Epilepsi jenis ini dapat berhasil diobati dengan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat bagian otak yang abnormal tanpa mengorbankan fungsi dari sisa otak. Operasi epilepsi sangat berhasil dalam sejumlah besar pasien epilepsi yang tidak berhasil diobati dengan obat antikonvulsan (setidaknya dua atau tiga obat) dan yang memiliki lesi yang dapat diidentifikasi. Pasien-pasien tersebut menjalani evaluasi epilepsi presurgical komprehensif di pusat epilepsi yang terdedikasi dan khusus. (11)

D. PATOFISIOLOGI Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan

neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus melepas muatan yang memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.(12)

E. GEJALA & TANDA 1. Kejang parsial simplek Serangan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa: a. deja vu: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya. b. Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan c. Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubuh tertentu. d. Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu e. Halusinasi

2. Kejang parsial (psikomotor) kompleks Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi: a. Gerakan seperti mencucur atau mengunyah b. Melakukan pakaiannya c. Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung d. Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang e. Berbicara tidak jelas seperti menggumam. gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan

3. Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal). Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.(13)

4. Kejang Konvulsif Awalnya gangguan muatan listrik mengenai satu bagian otak kemudian menyebar ke seluruh bagian otak yang lain.(14)

5. Status Epileptikus Pasien mengalami kejang terus-menerus tanpa diselingi oleh pemulihan kesadaran atau fase kelelahan oleh pasien. Pasien mengalami kejang terus menerus, kontraksi otot yang kuat termasuk otot pernapasan sehingga biasanya menimbulkan gangguan pernapasan.(14)

F. DIAGNOSIS Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.(15) 1. Anamnesis Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan penggunaan obat-obatan tertentu. Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi: a. Pola / bentuk serangan

10

b. Lama serangan c. Gejala sebelum, selama dan paska serangan d. Frekueensi serangan e. Faktor pencetus f. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang g. Usia saat serangan terjadinya pertama h. Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan i. Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebabsebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

3. Pemeriksaan penunjang a. Elektro ensefalografi (EEG) Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal bila : 1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.

11

2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta. 3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

b. Rekaman video EEG Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.

c. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.

G. SASARAN TERAPI Sasaran utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal, sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan beberapa upaya, antara lain menghentikan bangkitan (seizure), mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mencegah timbulnya efek samping dari obat anti epilepsi (OAE). Umumnya, 70% bangkitan dapat teratasi dengan 1 jenis OAE, sedangkan 30%

12

sulit diatasi meskipun dengan 3 atau lebih OAE yang kita sebut sebagai epilepsi refrakter.

H. TATA LAKSANA TERAPI Status epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan pengobatan yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen maupun kematian . Definisi dari status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30 menit, akan tetapi untuk penanganannya dilakukan bila sudah lebih dari 5-10 menit

Gambar 1. Algoritme manajemen status epileptikus Terapi epilepsi ada 2 yaitu secara non farmakologi dan farmakologi : 1. Terapi non farmakologi Yaitu dengan mengamati faktor pemicu epilepsi kemudian menghindari factor pemicu seperti stress, olahraga, konsumsi kopi dan alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan.

2. Terapi farmakologi Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:

13

a. OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya. b. Terapi dimulai dengan monoterapi c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif. d. Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan. e. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus.(16) Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi : a. Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA) b. Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter. Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas serangan. Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut: a. Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan b. Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan c. Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama Obat ezogabine merupakan obat baru dan memiliki mekanisme kerja sebagai pembuka saluran kalium, mengaktivasi gerbang saluran kalium di

14

otak. Akan tetapi mekanisme unik ini memiliki beberapa efek toksik yang biasanya tidak terdapat pada obat kejang lainnya seperti retensi urin.Hal inilah yang menyebabkan US Food and Drug Administration's (FDA's) masih mempertimbangkan obat ini.(17)

Gambar 2. Pemilihan OAE pada pasien anak berdasarkan bentuk bangkitan dan sindrom

Gambar 3. Mekanisme kerja OAE

15

16

Gambar 4. Obat epilepsi untuk anak.(18)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. PENGAMBILAN RESEP Study kasus penyakit eilepsi ini dilakukan dengan metode pengambilan resep, dimana sampel resep yang diambil merupakan resep epilepsi yang masuk ke apotek kimia farma no. 253 pada tiga bulan terakhir, yaitu periode februari april 2013.

PT. AULIA MEGA PERKASA dr. Hj. Lisa Natalia NIP. 19681223 200604 2 002 Serang, 22-4-2013 R/ Fenitoin Cap 100 mg No. XC S 3 dd Cap 1 R/ Noocephal Cap 400 mg No. XC S 3 dd Cap 1 R/ Stesolid Supp 10 mg No. IV S bila kejang Pro : Nn. E Umur : 14 th

B. STUDY KASUS Dari sampel resep diatas, dapat diperkirakan bahwa pasien atas nama Nn. E umur 14 tahun merupakan pasien yang telah divonis menderita epilepsi dengan serangan luas grand mal. Pasien telah mengalami resistensi monoterapi, hal tersebut dapat dilihat dari obat yang diresepkan yang merupakan kombinasi 3 jenis obat. Terapi yang diterima pasien, yaitu: 1. Fenitoin 100 mg 3 x sehari 1 kaplet 2. Noocephal 400 mg 3 x sehari 1 kaplet 3. Stesolid 10 mg yang digunakan jika terjadi kejang

30

18

C. ANALISA RESEP 1. Skrining Resep No. Evaluasi Resep Uraian Keterangan

Keabsahan Resep 1. a. Nama dokter b. Nomor izin praktek dokter c. Alamat dan nomor telp dokter d. Tempat & tanggal pembuatan resep e. Tandatangan / paraf dokter Kelengkapan Resep 2. a. Incriptio Nama dokter Tempat, tanggal penulisan resep Tanda R/ b. Ordinatio Nama obat Kadar obat Jumlah obat Bentuk sediaan c. Signatura Aturan pakai Nama pasien Umur pasien Kesimpulan Ada Ada Ada Resep sah dan lengkap Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Resep lengkap Ada Ada Ada Ada Ada Resep sah

2. Data Obat a. Fenitoin (Kutoin)

Nama obat

: Kutoin

19

Komposisi Dosis

: Fenitoin 100mg : Penderita yang belum pernah mendapat

pengobatan dapat dimulai dengan sehari 3x100mg dan dosis disesuaikan menurut respon teraputik. Dewasa: dosis pemeliharaan, sehari 300-400mg. Peningkatan dosis sampai 600mg dapat dilakukan jika perlu. Anak-anak: biasanya 5mg/KgBB/hari dalam dosis terbagi 2 atau 3 maks sehari 300mg. Dosis pemeliharaan sehari yang dianjurkan

biasanya 4-8 mg/KgBB/hari. Anak-anak >6thn: dosis minimum dewasa (sehari 300mg). Untuk mencegah iritasi lambung karena alkalinitasnya, kuitoin harus diminum sedikitnya dengan gelas air. Indikasi : Untuk mengontrol bangkitan grand mal dan serangan pada psikomotor (epilepsi lobus

temporalis), pencegahan dan terapi serangan yang terjadi selama bedah saraf (neuro sugery) Kontra Indikasi Efek Samping : Penderita yang hipersensitif teerhadap fenitoin : Nistagmus, ataksia, bicara tidak jelas dan konfusi mental, pusing, tidak dapat tidur dan sakit kepala. Pada terapi jangka panjang, mual, muntak, konstipasi, keracunan, hepatitis, dan kerusaka hati, bintik merah, trombositopenia, agranulositosis, leukopenia, pensitopenia

granulositopenia,

dengan atau tanpa supresi sumsum tulang. Perhatian : Penghentian pengobatan secara tiba-tiba dapat mengakibatkan status epileptikus. Hati-hati pada penderita gangguan fungsi hati. Dilarang

menggunakan kendaraan bermotor atau bekerja dengan mesin. Jangan digunakan pada wanita hamil trimester pertama dan sedang menyusui.

20

Hentikan

pengobatan

jika

terjadi

kulit

gatal/kemerahan/radang. Kadar fenetoin dalam plasma harus selalu diperiksa. Interaksi Obat : Beberapa antibiotik, anticonvulsan lain, cimetidin, kumarin antikoaulan, disulfiram, INH, beberapa phenotiazin, fenilbutazon, sulfinpirazon,

carbamazepin, dilarang menggunakan bersamaan dengan alkohol. Harga : Botol 100 kap Rp. 100.000,-

b. Noocephal

Nama obat Komposisi Dosis

: Noocephal 400 : Pirasetam 400mg : Dewasa 3x sehari 800 mg, untuk pengurangan dosis 3x sehari 400 mg. Anak 30-50

mg/kgBB/hari. Indikasi : Gejala paska trauma, kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi, reaksi psikomotorik yang terganggu, alkoholisme kronik dan adiksi, gangguan tingkah laku pada anak Kontra Indikasi Efek Samping : : Gugup, agitasi, iritabilitas, kurang istirahat, gangguan tidur dan GI Perhatian Interaksi Obat Harga : Penderita gangguan fungsi ginjal : Ekstrak tiroid : Dus 10 x 10 kapsul 400mg Rp. 150.000,-

21

c. Stesolid

Nama obat Komposisi Dosis

: Stesolid Supositoria : Diazepam 10mg : Tube rectal: dewasa sehari 1 x 10-20mg. Anak 612 tahun sehari 1 x 10mg. Anak 1-5 tahun 1 x 5mg. Lansia sehari 1-2 x 2-2,5mg

Indikasi

: Neuritis,

reumatik terapi

otot

dan

traumatik, penghentian

psikosomatis,

gejala

alkoholisme, status epilepsi, sebelum dan sesudah operasi, antisedasi pada endoskopi, kateterisasi jantung, premedikasi sebelum anestesi, spame otot akut misalnya tetanus, anti kejang Kontra Indikasi Efek Samping : Miastenia gravis, penderita glaukoma : Drowsiness, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksial Perhatian : Selama terapi jangan menjalankan mesin atau kendaraan. Ibu hamil dan menyusui. Interaksi Obat Harga : Disulfiram, cimetidin, alkohol, CNS depresan : Rectal tube 5mg/2,5ml x 5s Rp. 108.000,Rectal tube 10mg/2,5ml x 5s Rp. 162.000,-

3. Dosis a. Fenitoin (OOP ed. 6 hal. 424) Dosis Lazim (DL) anak 2 16 tahun : Permulaan sehari 4 7 mg/kgbb terbagi dalam 2 dosis Pemeliharaan 4 11 mg/kgbb Dosis untuk anak 14 tahun (36,67 kgbb) : Permulaan sehari (terbagi dalam 2 dosis) : 4 7 mg/kgbb x 36,67 kgbb = 146,68 mg 256,69 mg Pemeliharaan sehari (terbagi dalam 2 dosis) :

22

4 11 mg/kgbb x 36,67 kgbb = 146,68 mg 403,37 mg Dosis dalam resep: DR/ 1xp = 100 mg (DR/ < DL)

DR/ 1xhari= 3 x 100 mg = 300 mg (DR/ = DL) b. Noocephal Piracetam (The Epilepsy Prescribers Guide to Antiepileptic Drugs, hal. 208) Dosis Lazim (DL) dewasa : Permulaan sehari 7,2 gr dibagi dalam 2 3 dosis Pemeliharaan < 20 gr sehari dibagi dalam 2 3 dosis DL untuk anak 14 tahun berdasarkan skala denekamp: Permulaan sehari = 83% x 7200 mg = 5976 mg dibagi dalam 2 3 dosis Pemeliharaan = 83% x < 2000 mg = < 1660 mg sehari dibagi dalam 2 3 dosis Dosis dalam resep: DR/ 1xp = mg (DR/ < DL)

DR/ 1xhari= 3 x 400 mg = 1200 mg (DR/ = DL) c. Stesolid Diazepam Dosis Lazim (DL) dewasa dan anak > 5 th: Pada status epilepticus = 10 mg (rectiole) Pada kejang demam = 10 mg Dosis dalam resep: DR/ 1xp = 0 mg (DR/ = DL)

4. Perhitungan bahan a. Fenitoin = 90 tab b. Noocephal = 90 tab c. Stesolid = 4 supp

23

5. Perhitungan Harga HJA = HNA x PPn (10%) x Mark Up (25%) Kutoin Botol 100 kap Rp. 100.000,- @ Rp. 1.000,( ISO vol. 47 hal. 82 ) Rp 1000,- x 1,1 x 1,25 Noocephal = Rp 1375 x 90 = Rp 123.750,-

Dus 10 x 10 kap 400 mg Rp. 150.000,- @ Rp. 1500,( ISO vol. 47 hal. 339 ) Rp 1500,- x 1,1 x 1,25 = Rp 2062 x 90 = Rp 185.625,-

Stesolid

10 mg/2,5 ml x 5 Rp. 162.000,- @ Rp. 32.400 ,( MIMS Konsultasi ed. 11 hal. 107 ) Rp. 32.400,- x 1,1 x = Rp. 44550,- x 4 1,25 = Rp 178.200,-

Harga @ R/ Rp. 1000,- R/ x 3 = Rp. 1000,- x 3

= Rp 3.000,- + = Rp 490.575,-

6. Kerasionalan Resep a. Tepat indikasi Dilihat dari obat yang diresepkan beserta jumlahnya, pasien merupakan penderita epilepsy dengan serangan luas grand mal. Serangan ini bercirikan kejang kaku bersamaan dengan kejutankejutan ritmis dari anggota badan dan hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Pasien diresepkan 3 obat antiepilepsi. Penggunaan kombinasi obat antiepilepsi ini sebenarnya tidak dianjurkan karena kemungkinan timbulnya interaksi dan

bertambahnya efek samping, namun hal tersebut boleh saja dilakukan jika pasien telah resiten dengan monoterapi.

24

1) Fenitoin menghambat kerja aspartat dan glutamate yang dapat merangsang neuron dan menimbulkan serangan epilepsy terutama efektif pada grand mal dan serangan psikomotor 2) Piracetam mengatasi gejala paska trauma seperti sakit kepala, vertigo, dan ketidak stabilan memori. 3) Diazepam bersifat antikonvulsi digunakan untuk mengatasi konvulsi / kejang Kesimpulan: tepat indikasi b. Tepat obat dan cara pemberiaan Berbicara tentang ketepatan obat dan cara pemberian tidak akan terlepas dari indikasi obat itu sendiri. Berdasarkan data ketepatan indikasi diatas dapat disimpulkan bahwa obat-obat yang diresepkan sudah tepat dengan keadaan pasien dan cara pemberiannya pun sudah tepat yaitu melalui jalur oral untuk fenitoin dan piracetam dan melalui dubur untuk diazepam suppositoria yang diberikan jika kejang. Kesimpulan : tepat obat dan cara pemberian c. Tepat dosis Beberapa obat (fenitoin, piracetam) dalam resep ini memiliki dosis satu kali pakai yang lebih kecil dari dosis lazim, namun untuk dosis pemakaian satu hari masih masuk dalam rentang dosis lazimnya. Fenitoin merupakan obat antiepileptika yang memiliki indeks terapi sempit, maka untuk efek optimal perlu ditentukan pentakaran yang saksama agar kadar darah terpelihara pada rentang kadar terapi

sekonstan mungkin. Sedangkan untuk dosis diazepam dalam resep yang diberikan melalui dubur sudah sama dengan dosis lazimnya. Kesimpulan : tepat dosis

d. Tepat pasien Data ketepatan indikasi, ketepatan obat dan perhitungan dosis diatas menunjukan bahwa obat yang diresepkan sudah sesuai dengan kondisi pasien walaupun pada perhitungan dosis terdapat beberapa obat yang

25

memiliki dosis dalam resep yang lebih kecil dari dosis lazim untuk anak 14th. Kesimpulan : tepat pasien e. Tepat bentuk sediaan Nn. E merupakan pasien yang berumur 14th, dokter meminta apoteker untuk menyiapkan obat-obat yang diresepkan kepada Nn. E dalam bentuk sediaan jadi yaitu kaplet dan suppositoria. Bentuk sediaan yang diminta oleh dokter untuk pasien ini sudah sesuai. Kesimpulan : tepat bentuk sediaan f. Tepat harga Harga obat-obat yang diresepkan oleh dokter cukup terjangkau untuk kondisi yang diderita pasien untuk jangka waktu satu bulan. Namun jika pasien masih merasa berat dengan harga tersebut, maka hal ini dapat ditanggulangi dengan mengganti obat dengan nama dagang tersebut dengan bentuk generiknya tentunya atas persetujuan dari pasien. Kesimpulan: tepat harga g. Waspada efek samping 1) Fenitoin efek samping yang sering kali timbul obstipasi, maka diinformasikan kepada pasien atau orang tua pasien untuk mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat dan banyak minum air mineral agar obstipasi dapat teratasi 2) Diazepam dapat menyebabkan pusing dan efek samping mengantuk, otot maka

termenung-menung,

kelemahan

diinformasikan kepada pasien (dalam hal ini orang tua pasien) agar tidak perlu khawatir karena efek samping ini menguntungkan sehingga pasien menjadi cukup tidur dan tenang.

26

D. KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI Anjuran untuk pasien : 1. Pastikan anak anda minum obat secara teratur. Penghentian obat tiba-tiba akan mengakibatkan timbulnya kejang atau status epileptikus. 2. Jika satu dosis terlewat/lupa, segera minum obat tersebut begitu teringat kembali. Tanyakan pada dokter anda apa yang harus dilakukan jika anak lupa minum satu dosis obat. 3. Tanyakan kepada dokter apa yang harus anda kerjakan bila anak kejang. Ajarkan kepada anggota di rumah. 4. Diskusikan obat-obat atau vitamin lain yang diberikan dengan dokter anda apakah bisa mempengaruhi kerja OAE (Obat Anti Epilepsi). Obat seperti dekongestan, asetosal dan obat herbal bisa berinteraksi dengan OAE. 5. Jangan ganti OAE dari merk paten ke obat generik tanpa berkonsultasi dengan dokter, karena perbedaan pemrosesan obat dapat mempengaruhi metabolisme OAE dalam tubuh. 6. Anak penderita epilepsi sebaiknya memakai tanda pengenal. 7. Jika OAE diminum ketika anak berada di sekolah, beritahukan guru maupun pengawas mengenai hal tersebut. 8. Bawakan di tas sekolah obat penghenti kejang yang diberikan melalui dubur. Beritahukan adanya obat tersebut kepada guru di sekolah. 9. Hindari habisnya persediaan OAE dengan menyediakan obat cadangan untuk 2 minggu. 10. Simpan OAE di tempat yang sulit dijangkau anak kecil. 11. Untuk anak yang sudah besar, jam dengan alarm pengingat waktu minum obat dilengkapi dengan kotak obat akan sangat bermanfaat. 12. Bagi OAE dalam beberapa dosis untuk pemakaian sehar, hal ini memudahkan ketika anak menginap di luar rumah.

13. Sangat penting untuk mengetahui dan mengenali pencetus kejang pada anak anda sehingga serangan kejang bisa dihindari. Pencetus yang sering dialami : Lupa minum obat, kurang tidur, terlambat atau lupa makan, stres fisik dan emosi, anak dalam keadaan sakit atau demam, kadar obat antiepilepsi yang

27

rendah dalam darah, cahaya yang berkedip-kedip yang dihasilkan komputer, TV, video game dll (pada pasien epilepsi fotosensitif).

Edukasi yang dapat diberikan kepada pasien antara lain: Epilepsi biasa sulit untuk didiagnosis pada anak-anak karena mereka belum bisa mengungkapkan apa yang mereka rasakan atau alami. Gejala yang muncul bisa jadi dianggap sebagai gejala kondisi lain, sehingga selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tidak terdiagnosis dengan tepat. Gejala yang muncul pada setiap anak akan bervariasi dan tergantung pada jenis epilepsi yang diderita. Beberapa gejala epilepsi yang bisa muncul pada anak diantaranya : 1. Tatapan Mata Kosong Jika anak berhenti melakukan apa yang sedang dia lakukan dan menatap dengan tatapan mata kosong seperti melamun, orang tua harus waspada. Gejala ini disebut sebagai kejang petit mal (petit mal seizure). Lengan atau kepala anak mungkin akan tampak lunglai, namun kejang jenis ini biasanya tidak akan menyebabkan anak jatuh ke bawah atau kehilangan kesadaran. Setelah kejang berakhir (berlangsung dalam waktu 30 detik sampai satu menit) anak tidak akan menyadari apa yang telah terjadi. 2. Kejang Total (Total Convulsions) Kejang grand mal (grand mal seizures) adalah penyebab kejang total tubuh. Kejang ini merupakan kejang yang paling serius. Kejang total akan menyebabkan anak jatuh ke tanah dan kehilangan kesadaran. Kejang total biasanya berlangsung sekitar 2 sampai 5 menit. Selama kejang berlangsung tubuh anak akan kaku dan bergetar tak terkendali. Anak mungkin akan kehilangan kontrol kandung kemihnya, sehingga keluar air seni tanpa disadarinya. Selain itu, air liur mungkin juga akan keluar disertai bola mata anak yang memutar ke belakang. Setelah kejang berakhir, anak akan bingung selama beberapa menit, otot-ototnya menjadi sakit dan akan tertidur untuk waktu yang lama.

28

3. Kedutan (Twitching) Meskipun kedutan dapat muncul pada berbagai jenis epilepsi, namun akan terlihat lebih jelas pada epilepsi fokal. Kedutan biasanya bersifat lokal, kemungkinan dimulai pada satu jari atau telapak tangan. Kemudian akan semakin memburuk, menjalar hingga ke lengan kemudian menyebar sampai sebagian atau seluruh tubuh menjadi berkedut. Sebagian anak tetap sadar, namun sebagian yang lain akan kehilangan kesadaran saat mengalami gejala ini. 4. Aura Aura dianggap sebagai tanda peringatan. Aura terjadi sesaat sebelum kejang berlangsung. Sebuah aura dapat menyebabkan anak tiba-tiba merasa sakit tanpa sebab, mendengar suara yang tidak nyata, atau mencium bau yang tidak ada sumbernya. Anak juga akan mengalami masalah dengan penglihatan atau perasaan aneh di suatu tempat di bagian tubuhnya, terutama di perutnya. Walaupun anak mungkin tidak mengenali tanda-tanda peringatan sebagai aura, seiring berjalannya waktu Anda akan dapat menghubungkan tanda-tanda awal dengan serangan epilepsinya Epilepsi yang tidak segera ditangani dapat mengakibatkan anak menjadi tidak mampu belajar dan mengalami masalah perilaku serta sosial. Oleh karena itu sangat penting untuk mengenali gejala-gejala epilepsi pada anak.

Informasi obat yang dapat diberikan kepada pasien yang berhubungan dengan obat yang diresepkan oleh dokter, diantaranya : 1. Kutoin 100 mg, diminum 3 kali sehari setelah makan. 2. Noocephal 400 mg, diminum 3 kali sehari sebelum makan 3. Stesolid suppositoria 10 mg, digunakan jika anak mengalami kejang dengan cara memasukan obat kedalam dubur. Jangan hentikan terapi epilepsi tanpa anjuran dari dokter, penghentian pengobatan secara tiba-tiba akan memperparah gejala epilepsi. Keteraturan minum obat anti epilepsi sangat penting. Jika obat harus diminum 2 kali sehari, berarti jarak minum obat adalah 12 jam, demikian juga jika dosis obat 3 kali sehari, maka interval pemberian obat adalah 8 jam. Jika kita lupa

29

memberi obat, maka berikan sesegera mungkin begitu kita teringat, jangan menunggu keesokan harinya.

BAB IV PEMBAHASAN

Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala akibat cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut dapat melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas pada kedua hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks yang disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode). International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya (23). Klasifikasi epilepsi diketahui ada tiga yaitu diantaranya : a. Serangan epilepsi umum : Serangan epilepsi diawali dengan hilangnya kesadaran dan diikuti gejala lainnya yang bervariasi. Jenis-jenis serangan epilepsi umum dibedakan oleh ada atau tidak adanya aktivitas motorik yang khas diantaranya, yaitu : serangan tonik-klonik umum (grand mal), absence (petit mal), absence tidak khas, serangan atonik, serangan mioklonik dan serangan tonik. b. Serangan parsial Serangan parsial terdiri dari serangan parsial sederhana, serangan parsial kompleks dan serangan parsial yang berkembang menjadi serangan umum (serangan parsial sederhana). c. Serangan tak tergolongkan (24). Berdasarkan penyebab terjadinya epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya dan epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya

30

31

diketahui. Penyebab spesifik dari epilepsi adalah kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak. Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang. Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik di otak. Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium, penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi eksitatorik glutamat. Sekarang ini dikenal dengan pemberian kelompok inhibitorik GABAergik. Beberapa obat antiepilepsi. Penggunaan levetirasetam sebagai obat antikonvulsan mendasar pada ikatan dengan protein SV2A di vsikel. Efektivitas levetirasetam sebagai anti konvulsan dapat digunakan pada penderita-penyakit susunan saraf lainnya yang tidak berefek pada gangguan kognitif (23)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN 1. Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks yang disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman

elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode). 2. Sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa epilepsi yang lebih dikenal masyarakat dengan berbagai nama, diantaranya ayan dan sawan, disebabkan atau dipengaruhi oleh kekuatan supranatural, dan tiap jenis serangan dikaitkan dengan nama roh atau setan. Kurangnya pengertian tentang epilepsi di kalangan keluarga dan masyarakat merupakan sebab utama mengapa masalah epilepsi belum dapat ditanggulangi dengan baik. Gambaran seperti itu masih cukup kental di masyarakat awam, sehingga terapinya menggunakan kekuatan spriritual. Selain itu, penyakit ini dikenal sebagai penyakit yang memalukan atau menakutkan dan merupakan penyakit menular melalui buih yang keluar dari mulut penderita yang terkena serangan, bahkan masih ada masyarakat yang menganggap sebagai upaya golek pesugihan. 3. Gejala dan serangan pada penderita epilepsi dapat di tekan dengan pemberian obat-obatan yang mampu mengurangi serangan epilepsi (serangan kejang). Salah satu obat yang digunakan saat serangan kejang pada penderita epilepsi adalah stesolid. Obat-obatan pada terapi epilepsi digunakan hanya untuk terapi dalam mengurangi serangan yang terjadi pada penderita

32

33

A. SARAN
Perlu pemahaman lebih mendalam tentang penyakit epilepsi, sehingga dapat memberikan informasi dan edukasi yang baik kepada pasien dan orang-orang disekitar pasien mengenai cara penanggulangan pada saat terjadinya serangan epilepsi.

DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/03/20/3/139950/Dokter -Epilepsi-bukan-Penyakit-Kutukan diakses pada tanggal 16 Mei 2013, pukul 23.16 2. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Kumputindo. 3. Pellegrino TR. Seizures and Status epilepticus in adults. In: Tintinali JE, Ruiz E, Krome RL. Emergency Medicine. 4 ed. Mc Graw Hill. New York, 1996: 456-67 4. Shorvon S. Handbook of Epilepsy Treatment. Blackwell Science, 2000: 2536 5. Shorvon S. Status epilepticus. Program and abstracts of the 17th World Congress of Neurology; June 17-22, 2001; London, UK. J Neurol Sci. 2001;187(suppl 1):S213 6. 7. 8. http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahamigejalaepilepsi-pada-anak-2 9. Pedoman Tata Laksana Epilepsi. Kelompok studi epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) 2003. 10. Gram L, Dam M. Epilepsy explained. 1 edition. Munksgaard, Copenhagen, 1995: 30-31 11. 12. http://dokita.co/blog/jenis-jenis-epilepsi/ Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC 13. 14. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill. http://www.artikelkedokteran.com/728/epilepsi-gejalamekanismeterapi.html 15. 16. 17. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005 PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008 http://www.medscape.com/viewarticle/726809
st th

34

35

18.

Kliegman. Treatment of Epilepsy Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Saundres Elsevier. 2008. 593(6) Patsalos, Philip N dan Blaise. F. D. Bourgeois. The Epilepsy Prescribers Guide to Antiepileptic Drugs. New York. Cambridge University Press

19.

20. 21. 22.

Anonim, ISO Farmakoterapi, 2012. Jakarta : PT ISFI Penerbitan. Anonim, MIMS Indonesia, Edisi 119th 2011, Jakarta http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=200962394110 pada tanggal 20 mei 2013, pukul 23.00 diakses

23.

Makalah penyakit epilepsi. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta. Program studi ilmu biologi. 2011

You might also like