You are on page 1of 19

Kemoterapi

Pendahuluan Onkologi medikal mengalami perubahan dengan adanya agen kemoterapi yang baru dan kombinasi baru. Tidak ada spesialis medis lain yang menangani obat-obat yang berbahaya dalam kesehariannya. Efek samping yang potensial dari obat-obatan dapat mempengaruhi setiap sistem organ dan obat ini membantu menyelamatkan atau memperpanjang kehidupan. Banyak obat antineoplastik merupakan mutagenik, teratogenik, dan karsiogenik pada hewan. Pemaparan agen-agen ini dapat menghasilkan adanya subastansi mutagenik di urin. Dilaporkan juga adanya peningkatan insiden leukimia myelogenik akut pada pasien yang diterapi dengan agen alkali dan kanker kandung kemih biasanya dihubungkan dengan siklofosfamid. Agen kemoterapi dapat menjadi fetotoksik dan karenanya dapat berbahaya. Obat yang dihubungkan dengan malformasi fetus meliputi antagonis folat, 6-merkaptopuran, agen alkilasi, dan MOPP (nitrogen, vinkristin, prokarbazin, dan prednison) pada terapi penyakit hodgkins. Petunjuk keamanan pribadi dilakukan untuk melindungi petugas yang mencampur dan mengurusi administrasi obat-obatan antineoplastik. Banyak pasien yang sadar akan kemungkinan efek fisik kemoterapi dan takut merasa lebih sakit. Ini membuat pekerjaan onkologis lebih sulit ketika mereka mencoba menyakinkan pasien akan efek obat tersebut terhadap keganasan dan pada saat yang sama mencoba memaparkan bahaya potensial obat tersebut. Definisi Kemoterapi Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan kanker dan atau membunuh sel kanker.

Terdapat kurang lebih 130 jenis kanker, yang mempengaruhi kondisi tubuh dengan berbagai macam mekanisme dan membutuhkan penanganan yang berbeda-beda. Tetapi semua jenis kanker itu memiliki kesamaan: terdiri atas sel-sel yang membelah dengan cepat dan tumbuh tak terkontrol. Kemoterapi diberikan sebelum atau sesudah pembedahan. Kadang disertai dengan terapi radiasi, kadang cukup hanya kemoterapi. Tujuannya adalah mengeliminasi seluruh sel kanker sampai ke penyebarannya, sampai ke lokasi yang tidak terjangkau dengan operasi. Obat-obat anti kanker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal ( active single agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek samping menurun. Sejarah Perkembangan Kemoterapi Kanker Secara umum perkembangan kemoterapi kanker dibagi atas beberapa periode, yaitu periode sebelum tahun 1960, periode diantara tahun 1960, dan tahun 1970, serta periode sesudah tahun 1970. Periode sebelum tahun 1960 adalah penemuan dan pengembangan beberapa sitostatikum serta penggunaannya secara sendiri-sendiri yang umumnya atas dasar yang sifatnya empiris. Pada periode ini banyak dilakukan penelitian obat baru mengenai kriteria kliniknya seperti hasil pengobatan, toksisitas, penampilan, kadar optimum yang dapat diberikan dan khasiatnya terhadap beberapa jenis kanker. Penerapan pada klinik mulai memberikan hasil pengobatan yang menjanjikan harapan khususnya terhadap leukimia dan linfoma, akan tetapi terhadap tumor padat hasilnya belum memuaskan. Pada dekade berikutnya pengetahuan tentang kinetika sel, khususnya sel tumor, berkembang pesat dan mulai diterapkan dalam menyusun strategi pengobatan dengan sitostatikum. Demikian pula penerapan konsep-konsep farmakokinetik pada kemoterapi klinik. Dalam periode ini pula mulai dikembangkan pemakaian sitostatika kombinasi serta penilaian atas hasil pengobatan kombinasi melalui suatu percobaan klinik (clinical trial)

yang rinci. Hasil pengobatan leukimia dan limfoma mengalami kemajuan, demikian pula terhadap beberapa jenis tumor padat. Setelah itu sejak tahun 1970-an hingga sekarang, perkembangan kemoterapi kanker semakin pesat dengan beberapa penemuan obat baru. Dalam periode ini beberapa hal perlu dicatat adalah perkembangan konsep pengobatan dengan sitostatika dosis tinggi serta pengobatan multidiplin, dengan makin majunya kerjasama antara beberapa disiplin seperti ahli bedah, ahli terapi sinar, ahli kemoterapi, serta ahli peneliti laboratorium, dan lain-lain. Tetapi disamping kemajuan besar yang telah dicapai timbul masalah toksisitas jangka panjang obat-obat anti kanker tersebut, terlebih bila digabung dengan radiasi. Demikian pula kemungkinan timbulnya kanker baru akibat pemakaian sitostatika jangka panjang. Siklus Sel Untuk memahami kerja obat-obat pada siklus sel, perlu diketahui apa yang terjadi dalam suatu siklus pembagian sel :

Fase G0 Fase G1

: fase istirahat, sel tidak berproliferasi : fase pra sintesis DNA, periode setelah mitosis sampai sintesis DNA berikut yang lamanya sangat bervariasi, 12 jam beberapa hari. Pada fase ini terjadi sintesis RNA dan protein.

Fase S Fase G2 Fase M

: Fase sintesis DNA (2 4 jam) : Gap antara akhir sintesis DNA dan permulaan mitosis (2 4 jam) : Fase Mitotik, terjadi pemagian sel yang sebenarnya (1 2 jam)

Bekerjanya obat-obat sitostatik pada sikus sel berbeda-beda tergantung dari jenis obatnya. Ada yang bekerja khusus pada fase tertentu dan ada pula yang bekerja tidak spesifik pada suatu fase. Kerja obat sitostatik pada tingkat molekuler meliputi : 1. Hambatan pada disintesis asam nukein 2. Perubahan pada sintesis DNA 3. Gangguan pada sintesis protein atau fungsi protein. Pengaruh Kemoterapi pada Kinetika Sel Kemoterapi direncanakan atas dasar berbagai perbedaan yang dijumpai antar sel-sel normal dan sel tumor, khususnya mengenai reaksinya terhadap obat-obat anti-kanker yang diberikan sendiri-sendiri ataupun dalam kombinasi. Perbedaan tersebut diantaranya adalah perbedaan dalam sifat biologik, biokimia, reaksi farmakokinetik, dan sifat proliferatif kedua jenis sel tersebut. Pada umumnya sel berproliferasi menurut kecepatan yang tetap dan terus mengulangi satu siklus proses biokimia tertentu yang berakhir dengan pembelahan sel. Dengan demikian secara teoritik setiap sel yang berploriferasi, sehingga populasi sel akan meningkat dengan kelipatan dua. Sebagai persiapan untuk satu siklus proliferasi, sel akan melakukan sntesis biokimia yang memerlukan satu jangka waktu tertentu dengan menghasilkan DNA baru. Periode tersebut disebut periode sintesis DNA (S) yang pada akhirnya nanti sel akan mengalami mitosis (M). Periode di antara kedua kejadian tersebut adalah periode kekosongan pra-sintesis (pre-synthetic gap) : G1 dan periode kekosongan pasca sinetis (post-synthetic gap) : G2 . Dalam kenyataan tidak seluruh sel melakukan proses proliferasi ini. Namun sebagian beristirahat sampai saatnya dimobilisasi lagi. Masa ini disebut sebagai masa tidur (dormant periode)

Dengan demikian satu siklus proliferasi melalui beberapa tahap tertentu dan dalam periode tertentu pula. Berdasarkan adanya tahapan-tahapan ini yang masing-masing dapat dipengaruhi obat, maka obat-obat sitostatikum dibagi menurut kekhususan efeknya terhadap sel, terutama yang sedang berproliferasi sebagai berikut : Golongan I : terdiri dari obat-obat spesifik. Obat golongan ini dapat merusak sel dalam keadaan apapun baik yang sedang berproliferasi maupun yang sedang istirahat. Dapat dimengerti seperti pada leukemia akut bahwa obat ini dapat merusak sel-sel leukemia dan juga dapat merusak sel stem hemopoetik yang normal. Oleh karena itu untuk tumor dengan populasi sel yang jauh lebih banyak dari populasi sel stem, obat golongan ini kurang memenuhi syarat karena membahayakan. Sebaliknya untuk tumor dengan populasi sel sedikit (masih terlokalisasi atau masih dini), obat ini dapat memberikan hasil yang lebih baik. Contoh obat golongan ini adalah sebagian obat alkilasi seperti nitrogen mustard, Klorambucil, dan lainnya. Golongan II : terdiri dari obat spesifik untuk tahapan tertentu (phase spesific). Obat golongan ini merusak sel pada tahapan tertentu dari siklus proliferasi dan sedikit mengganggu sel stem. Sebagai contoh adalah vinkristin yang hanya merusak sel pada saat mitosis dan antimetabolit yang merusak sel pada masa sintesis DNA. Obat-obat ini umumnya dipakai secara berulang menurut interval tertentu, agar semua sel tumor yang sedang berproliferasi bersama-sama memasuki satu tahap tertentu yang sensitif terhadap sitostatikum yang sama atau berlainan (misalnya pada masa S), sehingga penghancuran sel dapat terjadi secara maksimal. Golongan III : terdiri dari obat yang spesifik untuk siklus sel (cycle specific). Obat ini bekerja khusus terhadap sel yang sedang berproliferasi tanpa menghiraukan tahapan siklusnya, tetapi umumnya tidak atau sedikit efektif terhadap sel di luar siklus seperti sel stem. Umumnya obat golongan ini baik dipakai dengan dosis lethal yang maksimum sekaligus.

Penggunaan sacara klinis dari Obat sitotoksik A. Indikasi. Obat kemoterapi digunakan di dalam keadaan yang berikut: 1. Untuk menyembuhkan penyakit dengan malignansi 2. Untuk mengurangi rasa sakit pada pasien-pasien dengan kanker yang mempunyai manfaat lebih dibandingkan efek samping selama perawatan 3. Untuk merawat pasien-pasien asymptomatic di dalam keadaan yang berikut: a. Pada Kanker yang agresif dan dapat diobati (leukemia akut, kanker paru) b. Pengobatan sudah terbukti untuk mengurangi kekambuhan dan meningkatkan interval bebas penyakit atau meningkatkan survival yang absolut (karsinoma Colon stage C, Ca mammae stage I atau II, osteogenic sarkoma) B. Kontraindikasi. Kontraindikasi obat kemoterapi secara relatif atau mutlak dalam situasi-situasi yang berikut: 1. Jika fasilitas-fasilitas tidak cukup untuk mengevaluasi respon pasien dari terapi, memonitor reaksi toksis dari obat. 2. Jika pasien tidak mungkin untuk bertahan hidup lebih panjang meskipun penyusutan tumor bisa tercapai. 3. Jika pasien tidak mungkin untuk bertahan hidup cukup panjang untuk memperoleh manfaat-manfaat dari obat. 4. Jika pasien dengan gejala asymptomatic yaitu tumor-tumor yang tumbuh lambat, tak dapat disembuhkan, kemoterapi harus ditunda sampai timbul gejala-gejala yang meringankan.

Pemberian Kemoterapi Secara umum kemoterapi dapat digunakan dengan 4 cara kerja yaitu : 1. Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan radiasi, pemberian kemoterapi untuk mengecilkan tumor sebelum dilakukannya pembedahan pengangkatan tumor 2. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi pada kasus karsinoma stadium lanjut, pemberian dua atau lebih zat kemoterapi dalam terapi kanker yang menyebabkan setiap pengobatan memperkuat aksi obat lainnya ( sinergis) 3. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau radiasi, suatu sesi kemoterapi yang digunakan sebagai tambahan dengan terapi modalitas lainnya. Dan ditujukan untuk mengobati mikrometastasis 4. Sebagai terapi utama yaitu terapi pasien dengan kanker local alternative yang ada tidak terlalu efektif, digunakan tanpa radiasi dan pembedahan terutama pada kasus kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi (leukemia dan limfoma). Menurut prioritas indikasinya terapi terapi kanker dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi utama dan terapi adjuvan (tambahan/ komplementer/ profilaksis). Terapi utama dapat diberikan secara mandiri, namun terapi adjuvan tidak dapat mandiri, artinya terapi adjuvan tersebut harus meyertai terapi utamanya. Tujuannya adalah membantu terapi utama Pemakaian kemoterapi kombinasi berkembang dari pengalaman pengobatan. Keuntungan pemakaian kemoterpi kombinasi dibandingkan dengan obat tunggal ialah : 1. Dapat meningkatkan persentase remisi total. 2. Dapat memperpanjang lamanya remisi. 3. Mengatasi resistensi se-sel ganas terhadap obat tunggal yang insidensnya dapat melebihi 10 % dan sulit diramalkan sebelumnya. 4. Mencegah atau menunda timbulnya rsistensi pada sel-se ganas yang tadinya sensitif. 5. Efek sitotoksik yang aditif atau sinergistik dapat dicapai dengan memilih kombinasi obat-obat dengan mekanisme kerja yang berbeda..

Efek Samping Kemoterapi Efek samping dapat muncul ketika sedang dilakukan pengobatan atau beberapa waktu setelah pengobatan. Efek samping yang bisa timbul adalah: 1. Lemas Efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak atau perlahan. Tidak langsung menghilang dengan istirahat, kadang berlangsung hingga akhir pengobatan. 2. Mual dan Muntah Ada beberapa obat kemoterapi yang lebih membuat mual dan muntah. Selain itu ada beberapa orang yang sangat rentan terhadap mual dan muntah. Hal ini dapat dicegah dengan obat anti mual yang diberikan sebelum/selama/sesudah pengobatan kemoterapi. 3. Gangguan pencernaan Beberapa jenis obat kemoterapi berefek diare. Bahkan ada yang menjadi diare disertai dehidrasi berat yang harus dirawat. konstipasi kadang bisa terjadi. 4. Sariawan Beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut seperti terasa tebal atau infeksi. Kondisi mulut yang sehat sangat penting dalam kemoterapi. 5. Rambut Rontok Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah di dekat kulit kepala. Dapat terjadi setelah beberapa minggu terapi. Rambut dapat tumbuh lagi setelah kemoterapi selesai. 6. Otot dan Saraf Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan atau kaki serta kelemahan pada otot kaki. Sebagian bisa terjadi sakit pada otot. 7. Efek Pada Darah Beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah, sehingga jumlah sel darah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leokosit). Penurunan sel darah terjadi pada setiap kemoterapi dan tes darah akan dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat mengakibatkan:

A. B.

Rentan terkena infeksi Hal ini disebabkan oleh Karena jumlah leokosit menurun. Perdarahan Trombosit berperan pada proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit mengakibatkan perdarahan sulit berhenti, lebam, bercak merah di kulit.

C.

Anemia Anemia terjadi karena gangguan produksi sel darah merah yang mengandung hemoglobin.

8. Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna , lebih sensitive terhadap matahari. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang. Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan kelemahan, yang apabila diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sbb : Menggunakan kriteria Scala Karnofsky, harus lebih dari 50 % Jumlah lekosit >=3000/ml Jumlah trombosit>=120.0000/ul Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10 Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam) ( Tes Faal Ginjal ) Bilirubin <2 mg/dl. , SGOT dan SGPT dalam batas normal ( Tes Faal Hepar ). Elektrolit dalam batas normal. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia diatas 70 tahun.

Klasifikasi Obat Sitostatika Obat-obat kemoterapi diklasifikasikan berdasarkan aktivitas farmakologi dan pengaruhnya terhadap reproduksi sel. Jenis obat-obat kemoterapi sbb: 1. Zat-zat alkilasi (ankylating agents) Bersifat nonspesifik pada fase siklus sel. Mereka bekerja dengan membentuk ikatan molekul dengan asam nukleat, yang mempengaruhi duplikasi asam nukleat sehingga mencegah mitosis. Cara kerja utama zat-zat alkilasi ialah terhadap gugus guanin DNA pada posisi N-7, yaitu dengan mengadakan ikatan kovalen yang kemudian disusul dengan cross-linking dengan basa guanin kedua. Proses ini dapat berakhir dengan kematian sel. Disamping itu dapat terjadi alkilasi yang kurang intensif terhadap adenin dan sitosin. Reaksi ini dapat menyebabkan reksi mutagenik, karsinogenik dan sitotoksik. Kerjanya terhadap siklus sel tidak sesifik. a. Cyclophospamide Indikasi : dipakai pada berbagai keganasan : NHL, Limfoma Hodgkin,

neuroblastoma, Wilms tumor, rabdomyosarcoma. Kontraindikasi : Leukosit < 2000/mm3 Metabolisme : harus diubah dulu dalam endoplasma sel retikulum hati menjadi hidroksisiklofosfamid dan aldofofamide Ekskresi : melalui ginjal 66% sebagai metabolit di 48 jam pertama, 14 % tak berubah dalam urine Dosis : 2-4 mg/kg/hr per os atau 200 mg/m2. IV : 200-1000 mg/m2 Efek samping : - depresi sumsum tulang (leukopenia dan trombositoenia) setelah 1-2 minggu - mual, muntah setelah 3-6 jam, anorexia, diare, stomatitis - alopesia parsial atau total setelah 3 minggu - sakit kepala, hidung tersumbat

- gangguan fungsi hepar, hiperbilirubinemia - sistitis hemoragik/non-hemoragik - kardiotoksik pada dosis tinggi b. Cisplastin Indikasi : obat antitumor spektrum luas. (tumor testis dan tumor germ lain, neuroblastoma, Wilms tumor, dan tumor otak Kontraindikasi : Gangguan faal ginjal Metabolisme : lebih dari 90% terikat pada protein dalam 2-4 jam. Konsentrasi tertinggi dalam ginjal, hati, prostat, colon, usus halus dan testikel. Ekskresi : melalui ginjal 45 % dalam 96 jam pertama, 14 % tak berubah dalam urine Dosis : 20 mg/m2/kali, selama 3-5 hari tiap 3-4 minggu Efek samping : - Ginjal : nefrotoksik Mielosupresi GI : mual, muntah

Neuropati perifer Ototoksik c. Ifosfamide Indikasi : Limfoma Hodgkin dan Non-Hodgkin, leukimia akut, Ewing sarcoma, osteo-sarkoma Kontraindikasi : Leukosit < 2000/mm3, sistitis hemoragik Metabolisme : obat tak aktif sebelum mempunyai daya alkilasi perlu biotransformasi oleh enzim oksidatif hepar menjadi 4-hidroksiifosfamide Ekskresi : melalui urin, < 20% dosis diekresi dalam bentuk tak berubah

Dosis : obat tunggal : 7-10 gr/m2 dibagi rata dalam 3-5 hari Dalam kombinasi : 1-5 gr/m2 dibagi rata dalam 3-5 hari, tia 3 minggu Harus diberikan bersama mesna untuk mengurangi toksisitas urotelisasi

Efek samping : - Darah : depresi tulang, leukopenia, trombositopenia GU : sistitis hemoragik GI : mual, muntah anorexia Neuropati perifer Gangguan fungsi hepar Alopesia

2. Antimetabolit Bersifat spesifik dengan menghambat enzim essensial yang diperlukan dalam sintesis DNA. Dan replikasi sel. Bekerja pada fase sintesis siklus sel, oleh karena itu kerjanya disebt spesifik terhadap fase S, kecuali 5-fluorouracil. Kebanyakan antimetabolit merupakan analog struktural dari metabolit sel yang diperlukan untuk pertumbuhan. Obat obat ini menghambat sintesis asam nukleik dengan cara : menggantikan metabolit alami sehingga terjadi pesan yang salah; bersaing dengan metabolit alami dalam enzim yang diperlukan untuk sintesis senyawa penting. a. Fluorouracil Indikasi : Neuroblastoma, germ sel tumor

Kontraindikasi : tidak aa kontraindikasi mutlak Metabolisme : dalam hati 22-45%. Harus diubah dulu menjadi nukleotid aktif agar mempunyai daya sitostatik. Pengaktifan agak dihambat oleh alopurinol. Kurang dari 10% terikat pada protein.

Ekskresi : melalui paru-paru. 5-15 % melalui urin. Dosis : 300-750 mg/m2/kali i.v. tergantung protokol.

Efek samping : - Darah : depresi tulang 1-2 minggu GI : diare mual, muntah anorexia Gangguan fungsi hepar dan ginjal Kulit: dermatitis, eritema, kering, hiperpigmentasi

b. Methotrexate Indikasi : ALL, NHL, rabdomiosarkoma

Kontraindikasi : fungsi ginjal yang kurang baik Metabolisme : dalam hati diubah secara minimal. Ekskresi : melalui ginjal; 40-90 % tak berubah dalam urine. Dosis : 30 mg/m2/kali per os Efek samping : - Darah : depresi tulang 1-2 minggu, leukopenia, trombositopeni GI : diare mual, muntah anorexia Gangguan fungsi hepar dan ginjal Malaise, sensitif terhadap cahaya.

c. Mercaptopurine Indikasi : ALL, NHL

Kontraindikasi : tidak ada kontraindikasi mutlak Metabolisme : dalam hati diubah menjadi bentuk ribonukleotid baru yang sitotoksik; penghancuran dalam hepar oleh xantin-oksidase

Ekskresi : melalui ginjal; 80 % sebagai metabolit dalam urine. Dosis : 50 mg/m2/kali per os Efek samping : - Darah : depresi tulang 1-2 minggu, leukopenia, trombositopeni GI : diare, mual, muntah, anorexia, stomatitis Gangguan fungsi hepar dan ginjal Kulit : dermatitis

3. Antibiotik (agens antitumor) Bersifat nonspesifik yang mengganggu transkripsi DNA. Kebanyakan antibiotik bekerja terhadap polinukleotid, yaitu dengan mengadakan ikatan dengan DNA sehingga terjadi blokade terhadap replikasi dan transkripsi DNA/RNA. Kerjanya tidak spesifik dalam siklus sel. a. Doxorubicin Indikasi : ALL

Kontraindikasi : gagal jantung, gangguan faal hati Metabolisme : setelah diinjeksi i.v cepat didistribusikan kedalam tubuh. Sebagian besal (70%) terikat pada plasma protein. Di hepar diubah menjadi metabolit yang aktif yaitu doxorubicinol

Ekskresi : 40-50 % melalui empedu, 4-5 % melalui urine. Dosis : 45-75 mg/m2 tiap 3 minggu, 20-30 mg/m2 tiap minggu Efek samping : - Darah : depresi tulang 1-2 minggu, leukopenia, trombositopeni GI : diare, mual, muntah, anorexia, stomatitis Gangguan fungsi hepar dan ginjal Kulit : alopesia, dermatitis Jantung : kardiomiopati

b. Epirubicin Indikasi : ANLL, NHL

Kontraindikasi : gagal jantung, depresi sumsum tulang berat

Metabolisme : terutama dalam hepar Ekskresi : 40-50 % melalui empedu, 4-5 % melalui urine.rutama di hati. Plasma clearence berkurang pada gangguan faal hati, pada gangguan faal ginjal tidak perlu penyesuaian dosis

Dosis : 12 mg/m2 /kali tiap hari selama 3 hari

Efek samping : - Mielosupresi Hati-hati pada extravasasi Kulit : alopesia, dermatitis Jantung : kardiomiopati

c. Daunorubicin Indikasi : ALL

Kontraindikasi : gagal jantung Metabolisme : harus diubah dalam hati menjadi zat sitotoksik daunorubicinol Ekskresi : melalui empedu. Dosis : 25-30 mg/m2 /kali i.v tiap hari selama 3-4 hari Efek samping : - Darah : depresi tulang 1-2 minggu, leukopenia, trombositopeni GI : diare, mual, muntah, anorexia, stomatitis Tromboplebitis jika ekstravasasi Kulit : alopesia, dermatitis Jantung : kardiomiopati

4. Alkaloid tanaman vinca Bersifat spesifik .Zat ini memberikan efek sitotoksik dengan mengikat protein mikrotubular selama fase metaphase yang menyebabkan terhentinya mitosis. Sebagian

merupakan inhibitor mitosis (Vincristine dan vinblastine) yang efek sitotoksinya terjadi karena za-zat ini mengadakan ikatan dengan tubulin sehingga terjadi hambatan pembentukan mikrotubuli dan akibatnya ialah penghentian mitosis pada metafase. Kelompok yang lain (etoposide dan teniposide) inhibitor topoisomerase II. Kelompok ini membentuk ikatan kuat dengan DNA dan enzim topoisomerase sehingga mengakibatkan kerusakan pada DNA dan mengganggu replikasi dan transkripsi.

a. Vincristine Indikasi : ALL, NHL, Limfoma Hodgkin, neuroblastoma, Wilms tumor, rabdomyosarcoma. Kontraindikasi : Ikterus obstruktif dan kelainan hepar, dosis dikurangi Metabolisme : terutama dalam hepar, cepat hilang dalam darah Ekskresi : melalui empedu. Dosis : 1,5-2 mg/m2 Efek samping : - saraf : neurotoxic, polineuropati perifer, ptosis GI : obstipasi, diare Darah: depresi sumsum tulang, leukopenia, trombositopeni Kulit : alopesia b. Etoposide Indikasi : ANLL, NHL, Limfoma Hodgkin, neuroblastoma,

rabdomyosarcoma, sarkoma jaringan lunak yang lain, ewing sarkoma, tumor otak dan tumor se germinatif Kontraindikasi : --Metabolisme : sebagian besar terikat pada protein (96%), terjadi dalam hepar. Ekskresi : melalui empedu dan urine

Dosis : 60-120 mg/m2 /hari i.v selama 3-5 hari. Efek samping : - saraf : neurotoxic, polineuropati perifer jarang terjadi GI : mual, muntah Darah: depresi sumsum tulang, leukopenia, trombositopeni Kulit : alopesia

5. Enzim (L-Asparaginase) Kerjanya mencegah sintesis protein oleh sel-sel ganas dengan menghabiskan asparagin. Kebanyakan sel normal yang dapat membentuk sendiri asparaginnya tidak akan terpengaruh oleh zat ini. Indikasi : terutama ALL, juga dipakai pada ANLL, NHL

Kontraindikasi : hipersensitif terhadap L-asp Metabolisme : tak tergantung fungsi hepar dan lien. Ekskresi : sedikit dalam urine Dosis : 6000 IU/m2 /hari i.v secara intermiten tiap 3 minggu Efek samping : - Neurologi : lelah, sakit kepala, somnolen, letargi GI : mual, muntah, anorexia, kejang Darah: gangguan pembekuan Hepar: SGOP/SGPT meningkat, depresi albumin serum Ginjal: ureum meningkat, azotemia Reaksi hipersensitivitas: urtikaria

Penilaian hasil akhir kemoterapi Penilaian hasil pengobatan dengan kemoterapi, baik tunggal maupun kombinasi dengan pembedahan atau radioterapi, biasanya dilakukan setelah 3-4 minggu. Hasil kemoterapi dapat dilihat dari 2 aspek yaitu respons atau hilangnya kanker (response rate) dan angka ketahanan hidup penderita (survival rate). Dari aspek hilangnya kanker hasil kemoterapi dinyatakan dengan istilah-istilah yang lazim dipakai yaitu :

Sembuh ( cured ) Respon komplit ( complete response/ CR ) : semua tumor menghilang untuk jangka waktu sedikitnya 4 minggu

Respons parsial ( partial response/ PR ) : semua tumor mengecil sedikitnya 50 % dan tidak ada tumor baru yang timbul dalam jangka waktu sedikitnya 4 minggu.

Tidak ada respons (no response/ NR): tumor mengecil kuran dari 50 % atau membesar kurang dari 25 %

Penyakit Progresif ( progresive disese/PD ) : tumor makin membesar 25 % atau lebih atau timbul tumor baru yang dulu tidak diketahui adanya.

Disamping itu, dikenal suatu periode penderita terbebas dari penyakitnya ( disease free survival ).

Pada beberapa tumor disamping ukuran tumor, perkembangannya dapat dipantau berdasarkan kadar tumor marker.

DAFTAR PUSTAKA

1. Robert. T.Door & William.L.Fritz, 1981, Cancer Chemotherapy Handbook, Elsevier,


New York.

2. Instalasi Diklat RS. Kanker Darmais, 2003, Kumpulan Makalah Pelatihan Perawatan
Kanker Dengan Kemoterapi Di RS Kanker Darmais, RS. Kanker Darmais, Jakarta.

3. Jim Cassidy, Donald Bissett, Roy Spence, Miranda Payne 2011, Oxford Handbook of
Oncology, New York.

4. Terry Priestman, 2008, Cancer Chemotherapy in Clinical Practice, Springer,


Wolverhampton.

You might also like