You are on page 1of 35

LBM 4 NYERI TELAN STEP 1 - Detritus : kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas.

terjadi krn infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil yang akan menyebabkan radang yang akan mengeluarkan PMN(eusinofil, basofil, netrofil).ditemukan pada tonsilitis bakteri.kalau tonsilitis akut disertai detritus diebut tonsilitis folikularis.kalau bergabung jadi satu dan membentuk alur2 yang menjadi satu disebut tonsilitis lakunaris - Kripte: lekukan tonsil, normalnya ada tapi tidak melebar STEP 2 1. Anatomi faring dan fisiologi menelan? 2. Mengapa anak tersebut mengeluh nyeri telan? 3. Mengapa tenggorokan terasa panas disertai emam? 4. Mengapa anak ering mengalami hal serupa tiap kali minum es puter? 5. Mengapa penderita batuk dan nafsu makan berkurang? 6. Mengapa dari pemeriksaan orofaring didapatkan tonsilnya T3-T3 dan interpretasi, hiperemis, kripte melebar dan adanya detritus? 7. Terapi apa yang disarankan oleh dokter pada pasien? 8. Mengapa dari pemeriksaan faring:hiperemis, dinding posteriornya bergranular? 9. Mengapa prestasi belajar anak menurun dan sering mengantuk dikelas? 10.Ada hubungan prestasi menurun, sering ngantuk dikelas dengan keluhan anak? 11.Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis? 12. DD STEP 3 1. Anatomi faring dan fisiologi menelan? Anatomi

Letak berhubungan dengan bagian posterior hidung, mulut dan aditus laring Bentuk tabung dibagi 3 bagian: a. Nasofaring : dimulai dari perbatasan coana - setinggi palatum mole Batas:anterior:coana Posterior: VC 1-2 Lateral:dinding medial leher Superior: basis cranial Inferior:palatum mole b. Orofaring (berhubungan dgn oral) dimulai dr posterior mulut aditus laring Batas: Anterior: cavitas oris Posterior: VC 2-3 Lateral: dinding medial leher Superior: palatum mole Inferior: epiglotis c. Hipofaring : dimulai dr os. Hyoid smp pinggir bawah kartilago cricoidea Batas anterior:tepi belakang epiglotis Posterior : VC 3-6 Lateral:dinding medial leher Superior: orofaring Inferior: cartilago cricoid dan porta esofagus Saraf yang berhub dgn menelan: Nukleus yang ada dimedulla oblongata dan pons Otot pada faring: a. Sirkuler : mengecilkan lumen faring. Ada M. Konstriktor superior, media dan inferior.bag luar b. Longitudinal: bag dalam, ada M. Stylofring dan M. Palatofaring. Otot paling urgen krn akan berusaha untuk membuka lumen faring, menarik laring agar tdk ketrakea biar langsung keesofagus

Faring ada pertahanan : tonsila palatina, tonsil lingualis dan tonsila faringeal akan membentuk cincin waldayer Fisiologi:makanan msk bolus tahap menelan ada volunter:sistem motorik otot rangka, faringeal dan esofageal ( involunter) lidah mendorong kebawah palatum mole antara nasofaring dan orofaring msk keorofaring msk esofagus dan gerakan peristaltiknya Lipatan palatofaringeal kalau ada makanan kemedial kalau makanan lunakditeruskan

Histologi faring: Ada epitel squamous complek Terdiri dr membran mukosa. Ada tonsil: lapisan plg luar:kapsul dAlam:limfonodi kripte :space linfonodi.kalau ada peradangan melebar dan ototnya polos - dinding faring: a. Membran mukosa,epitel squamous pseudocomplek bersilia dibagian atas (nasofaring) dan yang bagian bawah squamous komplek an tidak bersilia (orofaring dan laringofaring) b. Submukosa c. Jaringan fibrosa : yang membentuk fasialaringobasilaris yang melekat dibasis cranial d. Jaringan muscular yang terdiri dari sirkuler dan longitudinal e. jaringan ikat longgar ANATOMI DAN FISIOLOGI Anatomi dan fisiologi tonsil.

Faring dibagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring. Nasofaring merupakan bagian dari faring yang terletak diatas pallatum molle, orofaring yaitu bagian yang terletak diantara palatum molle dan tulang hyoid, sedangkan laringofaring bagian dari faring yang meluas dari tulang hyoid sampai ke batas bawah kartilago krikoid. Orofaring terbuka ke rongga mulut pada pilar anterior faring. Pallatum molle (vellum palati) terdiri dari serat otot yang ditunjang oleh jaringan fibrosa yang dilapisi oleh mukosa. Penonjolan di median membaginya menjadi dua bagian. Bentuk seperti kerucut yang terletak disentral disebut uvula. Dua pillar tonsilar terdiri atas tonsil palatina anterior dan posterior. Otot glossoplatina dan pharyngopalatina adalah otot terbesar yang menyusun pilar anterior dan pilar posterior. Tonsil terletak diantara cekungan palatoglossal dan palatopharyngeal. Plika triangularis (tonsilaris) merupakan lipatan mukosa yang tipis, yang menutupi pilar anterior dan sebagian dan sebagian permukaan anterior tonsil. Plika semilunaris (supratonsil) adalah lipatan sebelah atas dari mukosa yang mempersatukan kedua pilar. Fossa supratonsil merupakan

celah yang ukurannya bervariasi yang terletak diatas tonsil diantara pilar anterior dan posterior. Tonsil terdiri dari sejumlah penonjolan yang bulat atau melingkar seperti kripte yang mengandung jaringan limfoid dan disekelilingnya terdapat jaringan ikat. Ditengah kripta terdapat muara kelenjar mukus. Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin waldeyer dari jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara pilar anterior dan posterior faussium. Tonsil faussium terdapat satu buah pada tiap sisi orofaring adalah jaringan limfoid yang dibungkus oleh kapsul fibrosa yang jelas. Permukaan sebelah dalam tertutup oleh membran epitel skuamosa berlapis yang sangat melekat. Epitel ini meluas kedalam kripta yang membuka kepermukaan tonsil. Kripta pada tonsil berjumlah 8-20, biasa tubular dan hampir selalu memanjang dari dalam tonsil sampai kekapsul pada permukaan luarnya.Bagian luar tonsil terikat pada m.konstriktor faringeus superior, sehingga tertekan setiap kali menelan. m. palatoglusus dan m. palatofaring juga menekan tonsil. Selama masa embrio, tonsil terbentuk dari kantong pharyngeal kedua sebegai tunas dari sel endodermal. Singkatnya setelah lahir, tonsil tumbuh secara irregular dan sampai mencapai ukuran dan bentuk, tergantung dari jumlah adanya jaringan limphoid. Struktur di sekitar tonsil: 1. Anterior : pada bagian anterior tonsilla palatina terdapat arcus palatoglossus, dapat meluas dibawahnya untuk jarak pendek. 2. Posterior : di posterior terdapat arcus palatopharyngeus. 3. Superior : di bagian superior terapat palatum molle. Disini tonsilla bergabung dengan jaringan limfoid pada permukaan bawah palatum molle. 4. Inferior : di inferior merupakan sepertiga posterior lidah. Di sini, tonsilla palatina menyatu dengan tonsilla lingualis. 5. Medial : di bagian medial merupakan ruang oropharynx. 6. Lateral : di sebelah lateral terdapat capsula yang dipisahkan dari m.constristor pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar. V. palatina externa berjalan turun dari palatum molle dalam jaringan ikat longgar ini, untuk bergabung dengan pleksus venosus pharyngeus. Lateral terhadap m.constrictor pharynges superior terdapat m. styloglossus dan lengkung a.facialis. A. Carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan lateral tonsilla. Tonsilla palatina mendapat vascularisasi dari : ramus tonsillaris yang merupakan cabang dari arteri facialis; cabang-cabang a. Lingualis; a. Palatina

ascendens; a. Pharyngea ascendens. Sedangkan innervasinya, diperoleh dari N. Glossopharyngeus dan nervus palatinus minor. Pembuluh limfe masuk dalam nl. Cervicales profundi. Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus, yang terletak di bawah dan belakangangulus mandibulae. Tonsila disusun oleh jaringan limfoid yang meliputi epitel skuamosa yang berisi beberapa kripta. Celah di atas tonsila merupakan sisa darin endodermal muara arkus bronkial kedua, di mana fistula bronkial/ sinus internal bermuara.. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfa yang mengandung banyak kelenjar limfoid dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi epitel respiratory. Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60 % dari limfosit tonsilar. Limfosit T pada tonsil 40 % dan 3 % lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Imunoglobulin G, A, M, D, komplemen-komplemen, interferon, losozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk differensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi yaitu : menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

Add 2. Fisiologi Proteksi: Untuk mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea dengan jalan menutup auditus laring dan rima glottis secara bersamaan.terjadinya penutupan auditus laring ialah karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring.dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiro-aritenoid dan m.tiro-aritenoid.selanutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.

Penutupan rima glottis terjadi karena aduksi plika vokalis.kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot2 intrinsik. Batuk: Dengan refleks batuk ,benda asing yg telah masuk kedalam trakea dapat dibatukkan keluar.demikian juga dengan bantuan batuk secret yg beraal dari paru dapat dikeluarkan. Respirasi : Mengatur besar kecilnya rima glottis.bila m.krikoarotenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan procecus vokalis kartilago aritenid bergerak ke lateral sehingga rima glottis terbuka. Sirkulasi : Dengan terjadinya perubahan tekanan udara didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus,sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Menelan : Dengan 3 mekanisme yaitu : 1. Fase oral (voluntary / disengaja) Bolus makanan dari mulut menuju ke faring 2. Fase faringeal (involuntary / tidak disengaja) Pada waktu transport bolus makanan melalui faring 3. Fase esophageal (involuntary / tidak disengaja) Pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltic di esophagus menuju lambung

. Emosi : Laring juga berfungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak,mengeluh dan menangis. Fonasi: Membuat suara dan menentukan tinggi rendahnya nada . Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis.bila plika vokalis dalam keadaan aduksi,maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan menjuhi kartilago aritenoid. Pada saat yg bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid kebelakang.plika vokalis kini dalam keadaan yg efektif untuk berkontraksi,sebaliknya kontrasksi m.krikoaritenoid akan menodrong kartilago aritenoid kedepan ,sehimgga plika vokalis akan mengendor.kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi tendahnya nada. 1. mengapa didapatkan keluhan nyeri telan, terasa panas, disertai demam, batuk, nafsu makan berkurang dll ?

FISIOLOGI MENELAN

Dalam proses menelan akan terjadi hal2 seperti berikut : (1) pembentukan bolus makanan dengan ukuran & konsistensi yang baik. (2) Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase2 menelan. (3) Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring paa saat respirasi. (4)Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring & laring. (5) Kerjasama yang baik dari otot2 di ronga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah lambung. (6) Usaha untuk membersihkan kembali esofagus. Proses menelan di mulut, faring, laring & esofagus secara keseluruhan akan terlibat secara berkesinambungan. Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase : (1) FASE ORAL. Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah.

Kontraksi m.levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat & bagian atas dinding posterior faring akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagi akibat kontraksi m.levator veli palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi m.palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontaksi m.palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.

(2) FASE FARINGAL. Fase faringal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring & laring bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring, m.salfingofaring, m.tirohioid dan m.palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventikulais & plika vokalis tertutup karena kontraksi m.ariepiglotika & m.aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena refleks yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena valekula & sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.

(3) FASE ESOFAGAL. Fase esofagal fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal, maka terjadi relaksasi m.krikofaring, sehingga introitus esofagus terbuka & bolus makanan masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus esofagus pada waktu istirahat, sehingga makan tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari. Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal. Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus.

Dalam keadaan istirahat sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan rata2 8 milimeter Hg > dari tekanan di dalam lambung, sehingga tidak akan terjadi reurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali. Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002). Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang (Rukmono, 1973). Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik (Rukmono, 1973). Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut

limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton & Hall, 1997).

2. Mengapa anak tersebut mengeluh nyeri telan? Ada proses inflamasi ditonsilNormal imunitas seluler kalau ada kuman akan memproduksi sel T infiltrasi menjadikan epitel terkikis menyebabkan tonsil dan adenoid memproduksi sel T yang bnyk krn peradangan tanda merah,nyeri,tenggorokan panas Peradangan mghslkn sel T pembengkakan sehingga makanan masuk lebih susah - Odinofagi(sakit menelan) bisa menyebabkan disfagia(sulit menelan) Tanda-tanda radang (makroskopis) Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor(kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003). Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 1995; Rukmono, 1973). Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973). Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973). Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 1995). Mekanisme radang 1. Radang akut Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell & Cotran, 2003). 3. Mengapa tenggorokan terasa panas disertai demam? Ada proses inflamasi ditonsilNormal imunitas seluler kalau ada kuman akan memproduksi sel T infiltrasi menjadikan epitel terkikis menyebabkan tonsil dan adenoid memproduksi sel T yang bnyk krn peradangan tanda merah,nyeri,tenggorokan panas Infeksi krn bakteri streptokukos beta hemolitikus grup A (plg sering), streptokokus pirogenik dan streptokukos viridans

4. Mengapa anak sering mengalami hal serupa tiap kali minum es puter? Minuman Dingin perangsangan produksi mukus 5. Mengapa penderita batuk dan nafsu makan berkurang? Batuk : benda asing yang merangsang reseptor carina trakea berusaha mengeluarkan kaitannya sering mengantuk dikelas pembesaran hipoksia dan sebagian tidur, ngorok dan bangun tiba2 Prestasi menurun siklus belajar terganggu Sulit menelan krn peradangan hipersekresi menggangu kerja palatum mole dan epitel sillia bwt respirasi batuk Reseptor batuk dilaring,faring, trakhea dimana aja????? Mekanisme batuk?????? Nafsu makan berkurang nyeri sulit utk makan Sistem imun ada 2: seluler (limfosit T) dan humoral (limfosit B)membunuh virus dan bakteri Pada skenario imun seluler kuman tidak mati infiltrasi lagi mau makan susah 6. Mengapa dari pemeriksaan orofaring didapatkan tonsilnya T3-T3 dan interpretasi, hiperemis, kripte melebar dan adanya detritus? Interpretasi :tonsilnya T3-T3 T1: normal T2:belum mencapai garis tengah T3: tonsil membesar sdh mencapai garis tengan T4: tonsil melewati garis tengan Hiperemis : vasodilatasi kripte melebar respon inflamasi berulang terkikis jaringan parut mengerut kripte melebar

detritus kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terkelupas, sdh mencapai kapsul

ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan : T0 : bila sudah dioperasi T1 : ukuran yang normal ada T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah T3 : pembesaran mencapai garis tengah T4 : pembesaran melewati garis tengah Add 3. Klasifikasi tonsilitis (etiologi, gejala, diagnosis, penatalaksanaan) Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan 3. Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila palatina yang menetap lebih dari 3 bulan. Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna 7. Tonsilitis Kronis dapat juga terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga penyakit pasien menjadi Kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain: terapi antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah sehingga terapi medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak sama antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman gram negative. Jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA).Selain

itu terdapat Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes 7. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan.Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan imun tubuh menurun . Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula 2,9. Pada tonsilitis kronis telah terjadi penurunan fungsi imunitas dari tonsil. Penurunan fungsi tonsil ditunjukkan melalui peningkatan deposit antigen persisten pada jaringan tonsil sehingga terjadi peningkatan regulasi sel-sel imunokompeten berakibat peningkatan insiden sel yang mengekspresikan IL-1, TNF-, IL-6, IL- 8, IL-2, INF-, IL-10, dan IL-4 12. Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu : 1) respon imun tahap I, 2) respon imun tahap II, dan 3) migrasi limfosit. Pada respon imun tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis.Sel M tidak hanya berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten mikro intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik. Respons imun tonsila palatina tahap II terjadi setelah antigen melalui epitel kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit.Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melaui HEV dan kembali ke sirkulasi melaui

limfe.Tonsil berperan tidak hanya sebagai pintu masuk tapi juga keluar limfosit, beberapa molekul adesi (ICAM-1 dan L-selectin), kemokin, dan sitokin. Kemokin yang dihasilkan kripte akan menarik sel B untuk berperan didalam kripte. Sitokin dan kemokin inilah yang merupakan mediatormediator inflamasi terjadinya tonsilitis kronik 13,14. Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa tonsil yang terfiksasi oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid yang disebut folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang ujungnya bermuara pada permukaan tonsil. Muara tersebut tampak oleh kita berupa lubang yang disebut kripta. Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsilitis lakunaris. Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil. Adanya pseudomembran ini menjadi alasan utama tonsilitis akut didiagnosa banding dengan angina Plaut Vincent, angina agranulositosis, tonsilitis difteri, dan scarlet fever. 7. Terapi apa yang disarankan oleh dokter pada pasien? Menurut rekomendasi AAO-HNS (American Academy of OtolaryngologyHead and Neck Surgery) indikasi klinik pengangkatan amandel/tonsil dengan atau tanpa adenoid adalah : 1. Pasien dengan serangan tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun yang tidak mendapat manfaat dengan pengobatan medikamentosa yang adekuat. 2. Pembesaran tonsil yang mengakibatkan maloklusi gigi-geligi atau adanya efek samping gangguan pertumbuhan mulut/wajah (orofacial growth) yang terdokumentasi oleh doker gigi. 3. Pembesaran tonsil yang mengakibatkan sumbatan jalan nafas atas seperti ngorok, bicara sengau, gangguan/kesulitan menelan, henti nafas saat tidur (sleep apnea syndrom), atau komplikasi penyakit kardiopulmonal (endokarditis bakterialis dsb). 4. Abses peritonsil yang tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa.

5. Bau mulut atau nafas menetap akibat tonsilitis kronik yang tidak responsive dengan pengobatan. 6. Tonsilitis kronik yang diasosiasikan dengan infeksi kuman streptokokus yang tidak responsive dengan pengobatan antibiotik. 7. Pembengkakan tonsil satu sisi yang dicurigai keganasan. 8. Otitis media akut atau otitis media supurative kronik berulang yang diakibatkan oleh tonsilitis. Dengan demikian, apabila keluhan amandel anda seperti diatas dan memenuhi indikasi klinis untuk di angkat/operasi maka yang terbaik adalah demikian.

a. Tonsilitis akut Tonsilitis akut pada dasarnya termasuk penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limiting disease) terutama pada pasien dengan daya tahan tubuh yang baik.Pasien dianjurkan istirahat dan makan makanan yang lunak.Berikan pengobatan simtomatik berupa analgetik, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.Berikan antibiotik spektrum luas misalnya sulfonamid. Ada yang menganjurkan pemberian antibiotik hanya pada pasien bayi dan orang tua . b. Tonsilitis kronik Tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut, obat kumur, obat hisap, dan tonsilektomi. Indikasi tonsilektomi : Infeksi berulang & kronis. Terjadi gejala sumbatan. Curiga neoplasma : tumor jinak & tumor ganas Infeksi berulang dan kronis yang menjadi indikasi tonsilektomi antara lain : Infeksi telinga tengah yang berulang. Rinitis & sinusitis kronis. Abses peritonsil & abses kelenjar limfe leher berulang. Tonsilitis kronis dengan nyeri tenggorok yang menetap dan napas berbau. Tonsil sebagai fokal infeksi dari organ lain. Gejala sumbatan sebagai indikasi tonsilektomi antara lain : Sumbatan jalan napas akibat hiperplasia tonsil. Sleep apnea. Gangguan menelan dan berbicara.

Cor pulmonale. 1. Komplikasi a. Tonsilitis akut Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu abses peritonsil, abses parafaring dan otitis media akut. Komplikasi lain yang bersifat sistemik dapat timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus berupa sepsis dan infeksinya dapat tersebar ke organ lain seperti bronkus (bronkitis), ginjal (nefritis akut & glomerulonefritis akut), jantung (miokarditis & endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler (plebitis). b. Tonsilitis kronik Gangguan tonsilitis kronis dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi melalui perkontinuitatum, hematogen atau limfogen.Penyebaran perkontinuitatum dapat menimbulkan rinitis kronis, sinusitis, dan otitis media. Penyebaran hematogen atau limfogen dapat menyebabkan endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, urtikaria,furunkulosis, dan pruritus .

8. Mengapa dari pemeriksaan faring:hiperemis, dinding posteriornya bergranular? - Hiperemis peradangan - granularisasikuman terus menyerang imun menurun jaringan parut membentuk granulasi

Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang dinding posterior dan nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai pertahanan tubuh, dalam hal ini apabila terjadi invasi bakteri melalui hidung yang menuju ke nasofaring, maka sering terjadi invasi sistem pertahanannya berupa selsel leucosit. Apabila sering terjadi invasi kuman maka adenoid semakin lama akan membesar karena sebagai kompensasi bagian atas maka dapat terjadi hiperplasi adenoid, akibat dari hiperplasi ini akan timbul sumbatan koana dan

sumbatan tuba eustachius. Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik. Akibat hiperplasia adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental dan pertumbuhan fisik berkurang.(2) Pada tonsillitis kronis karena proses radang yang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinik kripte tampak diisi oleh detritus, proses ini berjalan terus sampai menembus kapsul dan terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.(2) Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil.Pada anak berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid (pharyngeal tonsil) merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh yang menfagosit kuman-kuman patogen.Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai peranan penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral maupun selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid dan bagian ekstrafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respons terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme patogen.(2,5) Adenoid dapat membesar seukuran bola ping-pong, yang mengakibatkan tersumbatnya jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha yang keras untuk bernafas sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang terbuka. Adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal sehingga mempengaruhi

suara Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba eustachius yang akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga tengah akibat tuba eustachius yang tidak bekerja efisien karena adanya sumbatan.
9. Mengapa prestasi belajar anak menurun dan sering mengantuk dikelas? Batuk : benda asing yang merangsang reseptor batuk difaring berusaha mengeluarkan kaitannya sering mengantuk dikelas pembesaran hipoksia dan sebagian tidur, ngorok dan bangun tiba2 Prestasi menurun siklus belajar terganggu

10.Ada hubungan prestasi menurun, sering ngantuk dikelas dengan keluhan anak? Batuk : benda asing yang merangsang reseptor batuk difaring berusaha mengeluarkan kaitannya sering mengantuk dikelas pembesaran hipoksia dan sebagian tidur, ngorok dan bangun tiba2 Prestasi menurun siklus belajar terganggu Tonsilitis kronik selain menimbulkan gejala lokal juga akan menimbulkan gejala sistemik yang diduga karena toksemia kronik. yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan nafsu makan. Dampak penyakit kronik semasa anak sangat besar baik untuk anak tersebut maupun untuk keluarga dan lingkungan sosialnya.Konsekuensi yang timbul merupakan problem-problem psikologis seperti penariakan diri, penghargaan diri rendah dan kurang berprestasi di sekolah25. Penyebab terbanyak obtruksi saluran napas pada anak adalah tonsil dan adenoid hipertrofi.Anak dengan tonsil dan adenoid hipertrofi dapat mengalami gangguan tidur yang pada derajat berat sapai terjadi apnea obstruksi waktu tidur. Apabila obstruksi tidak total dan aliran udara secara bermakna menjadi turun maka keadaan ini disebut hipopnea yag mana mempunyai efek yang sama dengan apnea dalam mengganggu tidur namun biasanya menghasilkan hipoksia yang lebih ringan. Dalam keadaan hipoksi

maka otak adalah organ yang pertama kali terkena akibatnya.Hipoksi dapat menyebabkan mengantuk, gelisah, perasaan sakit yang samar-samar, sakit kepala, anoreksia, nausea, takikardi dan hipertensi pada hipoksia yang berat.Gangguan fungsi normal pada penderita tonsilitis kronik dengan hipertrofidan dampaknya terhadap kualitas hidup telah banyak diteliti.Penderita tonsilitiskronik hipertrofi yang terganggu fungsi respirasi dan deglutisi mengalamipenurunan kualitas hidup, meningkatkan biaya perawatan kesehatan dan kehilangan waktu untuk sekolah atau bekerja. Pada obstructive sleep apnea syndrome (OSAS), dimana angka prevalensi 1 3 % pada anak TK dan usia sekolah, menimbulkan permasalahan menyangkut kesulitan bernafas malam hari terutama saat tidur, gangguan emosional, gangguan perilaku, dan gangguan neurokognitif 15. Tonsil dan adenoid hipertrofi yang menyebabkan apnea obstruksi waktu tidur dengan hipoventilasi alveoli, hipoksia dan retensi CO2 pada malam hari dapat memberikan efek psikologisdan fisiologis. Gejala yang timbul berupa mengantuk pada siang hari (pada saat pelajaran), enuresis, perhatian kurang, kegelisahan, perilaku agresif, berat badan kurang, penurunan fungsi intelektual, dan prestasi belajar kurang 15,26 . Berdasarkan uraian diatas dapat diterapkan bahwa pada anak dengan tonsilitis kronik dapat terganggu fisiologisnya bahkan kadang sampai tidak masuk sekolah karena sakit. Yang selanjutnya dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat mnyebabkan obstruksi saluran nafas atas yang dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan fisiologisnya sehingga proses belajar menjadi terganggu yang pada ahirnya mempengaruhi proses prestasi belajar 11.Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis? 12.Hubungan kondisi sosial, lingkungan, pekerjaan???Edukasi sebagai dokter kpd pasien??? 13. DD ( KOMPLIT!!!!) 1. Tonsilitis akut 2. Tonsilitis kronis 2. DD Tonsillitis Definisi

Tonsilitis peradangan tonsil palatine yan merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil lingual ( tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring / Gerlachs tonsil).

I. TONSILITIS AKUT 1. Tonsilitis viral Gejala tonsillitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok.Penyebab yang paling sering virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae penyebab tonsillitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie , maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka2 kecil pada palatum & tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.

Terapi Istirahat, minum cukup, analgetika, & antivirus diberikan jika gejala berat.

2. Tonsillitis bacterial Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus Beta Hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus, streptokokus viridian & streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati & epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil & tampak sebagai bercak kuning. Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis. Bila bercak2 detritus ini menjadi satu, membentuk alur2 maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar sehingga terbentuk semacam membran semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil.

Gejala dan tanda

Masa inkubasi 2-4hari. Gejala & tanda yang sering ditemukan nyeri tenggorok & nyeri waktu menelan, demam dengan suhun tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi2, tidak nafsu makan & rasa nyer di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf n.glosofaringeus (n.IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis & terdapat detritus berbentuk folikel, lacuna / tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak & nyeri tekan.

Terapi Antibiotika spectrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik & obat kumur yang mengandung desinfektan.

Komplikasi Pada anak sering OMA, sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, bronkitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis serta septikemia akibat infeksi v.jugularis interna (sindrom Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernafas melalui mulut, tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).

II. TONSILITIS MEMBRANOSA 1. Tonsilitis difteri Penyebab kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif & hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring, & laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergangtung pada titer anti toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0.03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Hal ini yang dipakai pada tes Schick. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia < 10th & frekuensi tertinggi pada usia 2-5th walaupun pada oang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini. Gejala dan tanda Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu :

a. Gejala umum seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan. b. Gejala lokal tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas & bersatu membentuk mmbran semu. Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea & bronkus dan dapat menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekaterat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) / disebut juga Burgemeesters hals. c. Gejala akibat eksotoksin yang dekeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum & otot2 pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria. Diagnosis Berdasarkan gambaran klinik & pmeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan kuman Corynebacterium diphteriae.

Terapi Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur, dengan dosis 20.000 100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit. Antibiotika Penisilin / Eritromisin 25-50 mg per kg BB dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari. Kortikosteroid 1,2 mg per kg BB per hari. Antipiretik untuk simtomatis. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu. Komplikasi Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membran semu menjalar ke laring & menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda usia pasien makin cepat timbul komplikasi ini. Mioarditis apat mengakibatkan payah jantung / dekompensasio cordis.

Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot faring serta otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan. Suara parau & kelumpuhan otot2 pernapasan. Albuminuria sebagai akibat komplikasi ke ginjal. 2. Tonsilitis septik Penyebab Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena itu di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.

3. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulseromembranosa) Penyebab bakteri spirochaeta / triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang & defisiensi vit C.

Gejala Demam sampai 39 derajat celcius, nyeri kepala, badan lemah & kadang2 terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi & gusi mudah berdarah.

Pemeriksaan Mukosa mulut & faring hiperemis, tampak membran putih keabuan diatas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau dan kelenjar submandibula membasar.

Terapi Antibiotika spektrum lebar selama 1 minggu. Memperbaiki higiene mulut. Vitamin C & vitamin B kompleks. 4. penyakit kelainan darah Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina agranulositosis & infeksi mononukleosis timbul di faring / tonsil yang tertutup membran semu. Kadang2 terdapat perdarahan diselaput lendir mulut & faring serta pembesaran kelenjar submandibula.

Leukemia akut. Gajala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi & di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membran semu tetapi tidak hiperemis & rasa nyeri yang hebat di tenggorok.

Angina agranulositosis. Penyebab akibat keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa & arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut & faring serta disekitar ilkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia & saluran cerna.

Infeksi mononukleosis. Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral. Membran semu yang mentupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan. Terdapat pembesaran kelenjar limfa leher, ketiak & regioinguinal. Gambaran darah khas terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (reaksi Paul Bunnel).

III. TONSILITIS KRONIK Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik & pengobatan tonsilitis akut yang idak adekuat. Kuman penyebabnya = tosilitis akut tetapi kadang2 kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif.

Patologi Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan

limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil & akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.

Gejala dan tanda Pada emeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar & beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok & napas berbau.

Terapi Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur / obat isap.

Komplikasi Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rinitis kronik, sinusitis / otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen / limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis. Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang / kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.

Indikasi tonsilektomi. The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : 1. Serangan tonsillitis > 3x per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat. 2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi & menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial. 3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil denan sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.

4. Rinitis & sinusitis yang kronik, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan. 5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan. 6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri Grup A streptococcus Beta Hemoliticus. 7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan. 8. Otitis media efusa / Otitis media supuratif. Hipertrofi adenoid Adenoid massa yang terdiri dari jeringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin Waldeyer. Secara fisiologis sdenoid ini membesar pada anak usia 3th & kemudian akan mengecil & hilang sama sekali pada usia 14th. Bila sering terjadi infeksi saluran napas bagian atas maka dapat terjadi hipertrofi adenoid. Akibat dari hipertrofi ini akan timbal sumbatan koana & sumbatan tuba Eustachius. Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehungga terjadi: a. fasies adenoid tampak hidung kecil, gigi insisivus ke depan (prominen), arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien tampak seperti orang bodoh. b. Faringitis & bronkitis. c. Gagguan ventilasi & dreinase sinus paranasal sehingga menimbulkan sinusitis kronik. Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi OMA berulang, OMK & akhirnya dapat terjadi OMSK. Akibat hipertrofi adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental & pertumbuhan fisik berkurang.

Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda & gejala klinik. Pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum mole pada waktu fonasi, pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit), pemeriksaan digital untuk meraba adanya adenoid & pemeriksaan radiologik dengan membuat foto lateral kepala (pemeriksaan ini lebih sering dilakukan pada anak).

Terapi

Pada hipertrofi adenoid dilakukan terapi bedah adenoidektomi dengan cara kuretase memakai adenotom. Indikasi adenoidektomi: (1) Sumbatan a. sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut. b. Sleep apnea. c. Gangguan menelan. d. Gangguan berbicara. e. Kelainan bentuk wajah muka & gigi (adenoid face). (2) Infeksi a. Adenoiditis berulang / kronik b. OME berulang / kronik. c. OMA berulang. (3) Kecurigaan neoplasma jinak / ganas. Komplikasi Komplikasi tinakan adenoidektomi perdarahan bila pengerokan adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam mengoretnya akan terjadi kerusakan dinding belakang faing. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan rusak & dapat mengakibatkan oklusi tuba Eustachius & akan timbul tuli konduktif. Faringitis Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dll. 1.Faringitis akut a. Faringitis viral. Rinovirus menimbulkan gejala rinitis & beberapa hai kemudian akan menimbulkan faringitis.

Gejala dan tanda. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring & tonsil hiperemis. Virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesikuler di orofaring & lesi kulit berupa maculopapular rash.

Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga manimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama etroservikal & hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher & pasien tampak lemah. Terapi Istirahat dan minu yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika jika perlu dan tablet hisap. Antivirus metisoprinol (Isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgbb dibagi dalam 4-6 x pemberian /hari pada orang dewasa dan pada anak < 5 th diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x pemberian/hari. b.Faringitis bakterial Infeksi grup A Streptokokus Beta hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).

Gejala dan tanda. Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang2 disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis & terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechieae pada palatum & faring. Kelenjar & limfaleher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan. Terapi a. Antibiotika Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A Streptokokus Beta hemolitikus. Penisilin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 x/hari selama 10 hari & pada dewasa 3x500 mg selama 6-10 hari / eritromisin 4x500 mg/hari.

b. Kortikosteroid : deksametason 8-16 mg, IM, 1x. Pada anak 0,08 0,3 mg/kgBB, IM, 1x. c. Analgetika. d. Kumur dengan air hangat / antiseptik.

c. Faringitis fungal Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut & faring.

Gejala dan tanda. Keluhan nyeri tenggorok & nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring & mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar Sabouroud dextrosa.

Terapi. Nystasin 100.000 400.000 2x/hari. Analgetika.

d. Faringitis gonorea Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.

Terapi Sefalosporin generasi ke-3, Cefriakson 250 mg, IM.

2. Faringitis kronik Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi.

Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring & debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. a. Fringitis kronik hiperplastik. Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring & lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular.

Gejala. Pasien mengeluh mula2 tenggorok kering gatal & akhirnya batuk yang bereak.

Terapi. Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti / dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur / tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif / ekspektoran. Penyakit di hidung & snus paranasal haus diobati.

b. Faringitis kronik atrofi. Sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.

Gejala dan tanda. Pasien mengeluh tenggorok kering & tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental & bila diangkat tampak mukosa kering.

Terapi. Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofinya & untuk faringitis kronik atrofi ditambahkan dengan obat kumur & menjaga kebersihan mulut.

3.Faringitis spesifik. a. Faringitis luetika. Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran kliniknya tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder / tersier.

Stadium primer. Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil & dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi terus berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri, juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan.

Stadium sekunder. Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah laring.

Stadium tertier. Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil & palatum. Jarang pada dinding posterior faring. Guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke vertebra servikal & bila pecah dapat menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, bila sembuh akan berbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara permanen. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksan serologik. Terapi penisilin dalam dosis tinggi merupakan obat pilihan utama.

b. Faringitis tuberkulosis.

Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis faring primer. Cara infeksi eksogen kontak dengan sputum yang mengandung kuman / inhalasi kuman melalui udara. Cara infksi endogen penyebaran melalui darah pada tuberkulosis miliaris. Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi & lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole, dan palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak. Saat ini juga penyebaran secara limfogen.

Gejala. KU pasien buruk karena anoreksia & odinofagia. Pasien mengeluh nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga / otalgia serta pembesaran kelenjar limfa servikal.

Diagnosis. Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sputum basil tahan asam, foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru & biopsi jaringan yang terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan serta mencari kuman basil tahan asam di jaringan.

Terapi. Sesuai dengan terapi tuberkulosis paru.

You might also like