You are on page 1of 8

Kemampuan Koneksi Matematis Dalam Menyelesaikan Masalah Kontekstual Ditinjau dari Kemampuan Matematis Siswa

Arif Widarti Mahasiswa STKIP PGRI Jombang e-mail : arifwida@yahoo.com

Abstrak
Dewasa ini, banyak guru yang kurang memperhatikan penggunaan konteks dunia nyata siswa tingkat menengah. Khususnya pada pelajaran matematika, padahal hal tersebut dapat membangkitkan pengetahuan mereka melalui pengalaman. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis siswa dalam menyelesaikan masalah kontekstual berdasarkan kemampuan matematisnya. Pada penelitian ini, kemampuan matematis siswa dikategorikan menjadi tiga kriteria yaitu siswa berkemampuan matematis tinggi, sedang, dan rendah. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VII MTs Negeri Bareng Jombang dengan mengambil minimal 1 subjek berdasarkan kemampuan matematisnya. Metode pada penelitian ini adalah dengan memberikan tes kemampuan matematika dan wawancara dengan triangulasi waktu, yaitu memberikan tes dan wawancara pada tiap siswa dengan waktu yang berbeda. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, sehingga data-datanya dideskripsikan dan dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang berkemampuan matematis tinggi mempunyai koneksi sangat baik dengan memenuhi empat indikator koneksi matematis, siswa yang berkemampuan matematis sedang memenuhi tiga indikator koneksi matematis dengan baik dan siswa yang berkemampuan matematis rendah memenuhi dua indikator koneksi matematis dengan baik. Kata kunci : Koneksi Matematis, Masalah kontekstual, Kemampuan matematis

Abstract
Today, many teachers are paying less attention to the lack of the use of a real world context of intermediate level students or junior high school, especially in mathematics so they can raise their acquired knowledge through experience and then connect it with math lesson based on mathematical skills categorized into three criteria: mathematical high ability students, medium, and low. This study aims to look at students' ability in solving contextual mathematical connections based on the mathematical problem. The research was conducted on the students of class VII MTsN Bareng Jombang by taking at least one subject based on the mathematical knowledge. This research was adopted from four indicators of mathematical connection. The method of this research is providing mathematical ability test and interview with the triangulation of time, in which providing tests and interviews on each student with a different time. This research is descriptive and qualitative, so that the data was described and analyzed qualitatively. The results showed that students with high mathematical ability have very good connections with four indicators of mathematical connection, students with medium mathematical ability have a good connection with three indicators of mathematical connection, then students with low mathematical ability have a poor connection with two indicators of mathematical connection. Keywords: Mathematical connection, Contextual problem, Mathematics ability

1.

PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN pasal 1 ayat 1). Artinya pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena

dengan adanya pendidikan, maka manusia akan mempunyai pandangan dan arah hidup yang lebih 2

jelas dan terarah. Koneksi matematis merupakan suatu keterampilan yang harus dibangun dan dipelajari, kegiatan penyelesaian masalah kontekstual merupakan aktivitas yang membantu siswa untuk dapat mengetahui hubungan berbagai konsep dalam matematika dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan konteks dalam pembelajaran matematika menjadikan konsep-konsep abstrak dapat dipahami berdasarkan pemikiran yang dibangun dari situasi realistik tertentu yang sudah dikenal dengan baik oleh siswa. Konteks adalah situasi yang menarik perhatian anak dan yang mereka dapat kenali dengan baik. Situasi ini mungkin salah satu dari bentuk yang bersifat khayalan atau nyata, dan menyebabkan anak membangkitkan pengetahuan yang mereka peroleh melalui pengalaman, misalnya dalam bentuk metode kerja mereka sendiri secara informal, sehingga membuat belajar sebagai suatu aktifitas yang bermakna bagi diri mereka sendiri. Dalam hal ini peranan koneksi matematis sangat penting untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah kontekstual. Pemilihan konteks yang baik akan menyebabkan suatu proses berpikir aktif pada anak (Nelissen, 1997). Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana koneksi matematis siswa MTs dalam menyelesaikan masalah kontekstual pada siswa kemampuan tinggi, sedang dan rendah?. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis siswa MTs dalam menyelesaikan masalah kontekstual pada siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Landasan teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.1. Pengertian Kemampuan Koneksi Matematis Koneksi matematika merupakan dua kata yang berasal dari Mathematical Connection yang dipopulerkan oleh NCTM dan dijadikan sebagai standar kurikulum pembelajaran matematika sekolah dasar dan menengah (Sumarmo, 2006). Untuk dapat melakukan koneksi terlebih dahulu harus mengerti dengan permasalahannya dan untuk dapat mengerti permasalahan harus mampu membuat koneksi dengan topik-topik yang terkait. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa dalam mencari hubungan suatu representasi konsep dan prosedur, memahami antar topik matematika, dan kemampuan siswa mengaplikasikan konsep matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut, koneksi matematika tidak hanya menghubungkan antar topik dalam matematika, tetapi juga menghubungkan matematika dengan berbagai ilmu lain dan dengan kehidupan. Ulep (2000: 296) menguraikan indikator koneksi matematis, sebagai berikut: 1) Menyelesaikan masalah dengan menggunakan grafik, hitungan numerik, aljabar, dan representasi verbal; 2) Menerapkan konsep dan prosedur yang telah diperoleh pada situasi baru; 3)Menyadari hubungan antar topik dalam matematika; 4) Memperluas ide-ide matematik. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa dalam mencari hubungan suatu representasi konsep dan

prosedur, memahami antar topik matematika, dan kemampuan siswa mengaplikasikan konsep matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari. 1.2. Masalah Kontekstual Sebelum siswa memecahkan suatu masalah, terlebih dahulu siswa harus mengetahui definisi suatu masalah. Krulik dan Rudnick (1998 part 2) menyatakan : A problem is a situation, quantitative or otherwise, that confronts an individual or group of individuals, that requires resolution, and for which the individual sees no apparent path to obtaining the solutions. Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa suatu masalah adalah sebuah situasi, tentang kuantitas atau lainnya yang dihadapi oleh seorang individu atau kelompok yang memerlukan penyelesaian, yang mana individu memandang tidak ada cara untuk memperoleh penyelesaian. Menurut Gagne (dalam Mulyasa 2009 :111), menyatakan bahwa kalau seorang peserta didik dihadapkan pada suatu masalah, pada akhirnya mereka bukan hanya sekedar memecahkan masalah, tetapi juga belajar sesuatu yang baru. Nelissen (1997) mendefinisikan konteks sebagai situasi yang menarik perhatian anak dan yang mereka dapat kenali dengan baik. Konteks dalam penelitian ini, dimaksudkan sebagai obyek, peristiwa, fakta atau konsep yang telah dikenal dengan baik oleh seseorang sehingga ia dapat membangkitkan pengetahuan tentang hal tersebut dalam bentuk metode kerjanya sendiri. Jadi, masalah kontekstual adalah masalah yang berkaitan dengan konteks dunia nyata (kehidupan sehari-hari). Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan tersebut, jelas bahwa masalah matematika kontekstual tidak dapat hanya dipandang sebagai masalah yang langsung berkaitan dengan obyek-obyek konkrit semata, tetapi juga meliputi masalah-masalah yang berkaitan dengan obyek abstrak seperti fakta, konsep, atau prinsip matematika. Berdasarkan pemahaman tersebut, jelas bahwa sifat kontekstual dari suatu masalah matematika dapat berkaitan langsung dengan obyek nyata, atau berkaitan dengan obyek dalam pikiran. Pada masalah kontekstual yang diberikan, subjek sesungguhnya telah memiliki pengetahuan informal yang cukup, tetapi untuk dapat menyelesaikannya subjek perlu menerjemahkan konteks masalah ke dalam model matematika agar dapat diselesaikan menggunakan prosedur matematika formal, pada tahap ini peranan koneksi matematis cukup menonjol. Koneksi bisa membangun pemahaman matematika. Tanpa koneksi, siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak pemisahan konsep dan keterampilan. Dengan koneksi, mereka dapat membangun pengertian baru dari materi yang sebelumnya. Dari beberapa hal diatas, jelas bahwa peranan koneksi dalam menyelesaikan soal kontekstual sangat penting karena siswa harus bisa menghubungkan masalah dalam kehidupan sehari-hari ke dalam pelajaran matematika di sekolah.

1.3. Kemampuan Matematis Kondalkar (2007:48) menyatakan bahwa kemampuan adalah kapasitas seseorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang di butuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental, berpikir, menelaah, memecahkan masalah siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Kemampuan matematika setiap siswa berbeda-beda, ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah. Dalam penelitian ini kemampuan matematika siswa di klasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, rendah. Untuk mendapatkan kategori tersebut, maka perlu di buat acuan konversi nilai dari hasil tes kemampuan matematika siswa. Depdiknas (dalam Rofiki, 2012:38) membuat kriteria tingkat kemampuan siswa dan skala penilaiannya menjadi 3 kategori yaitu kemampuan tinggi jika 80 nilai yang di peroleh 100, kemampuan sedang jika 65 nilai yang di peroleh < 80, dan kemampuan rendah jika 0 nilai yang di peroleh < 65. dalam PISA adalah : a. Matematisasi Matematisasi digunakan untuk menggambarkan kegiatan matematika dasar yang terlibat dalam bentuk mentransformasi masalah yang didefinisikan dalam kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk matematis (yang mencakup struktur, konsep, atu merumuskan model) atau menafsirkan, mengevaluasi hasil matematika atau model matematika dalam hubungannya dengan masalah kontekstual. b. Representasi Pada kemampuan representasi, siswa merepresentasikan hasilnya baik dalam bentuk grafik, tabel, diagram, gambar, rumus, dan materi yang konkrit. Berdasarkan beberapa hal di atas, maka hubungan kemampuan matematis dengan koneksi matematis sangat erat karena dengan kemampuan matematis siswa bisa mengkoneksikan masalah kontekstual dengan topik-topik dalam matematika. 2. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif-deskriptif dengan alasan untuk menjelaskan fenomena dalam menyelesaikan masalah kontekstual berdasarkan kemampuan koneksi matematis siswa ditinjau dari kemampuan matematisnya yang dikategorikan menjadi tiga yaitu kemampuan matematis tinggi, sedang dan rendah. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VII MTs Negeri Bareng Jombang Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa 30 anak dengan tingkat kemampuan yang heterogen. Peneliti mengambil subjek tersebut berdasarkan dari hasil observasi dan hasil pertimbangan dari guru, serta diharapkan dapat mewakili dari tujuan penelitian. Subjek penelitian dipilih berdasarkan kemampuan matematika mereka. Sejumlah siswa kelas VII dalam satu kelas diberikan tes kemampuan matematika. Selanjutnya, dari hasil tes tersebut siswa dibagi dalam tiga kelompok, yakni kemampuan matematis tinggi, kemampuan sedang, dan Adapun kemampuan matematis yang ingin dicapai dalam penilaian proses matematika

kemampuan rendah. Pengelompokan ini bertujuan mengetahui kesamaan atau perbedaan aktivitas siswa dalam proses menyelesaikan soal kontekstual dengan level kemampuan berbeda. a. Instrumen utama adalah peneliti. Peneliti merupakan perencana, pelaksanaan pengumpulan data, analis, penafsir data, dan menjadi pelapor hasil penelitiannya. Instrumen pendukung pada penelitian ini adalah berupa tes. Tes yang digunakan pada penelitian ini adalah tes kemampuan matematis (TKM) berupa soal-soal kontekstual. Pada tes ini peneliti memberikan soal-soal dengan mengaitkan masalah kontekstual setingkat Sekolah Menengah Pertama yaitu menghubungkan benda-benda nyata dan bahasa simbol-simbol matematika. Tes tersebut bertujuan untuk menentukan kemampuan matematis siswa dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. b. Tes kemampuan koneksi matematis (TKKM) yang berupa soal kontekstual. Tes tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan koneksi matematis siswa dalam menyelesaikan soal-soal persamaan linier satu variabel dengan kategori kemampuan matematis tinggi, sedang, dan rendah. Teknik pengumpulan data yang tepat, diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Teknik yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah adalah (1) Tes, tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana ketuntasan hasil belajar siswa dan kemampuan koneksi matematis siswa dalam memecahkan masalah kontekstual. Tes diberikan oleh peneliti kepada siswa setelah proses pembelajaran selesai berupa uraian. (2) Wawancara, wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.. Wawancara langsung adalah wawancara yang dilakukan langsung antara pewawancara ( interviewer) atau guru dengan orang yang diwawancarai (interviewee) atau peserta didik tanpa melalui perantara (Arifin, 2011: 157-158). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur. (3) Triangulasi waktu, triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moloeng, 2011: 330). Triangulasi waktu digunakan dalam rangka pengujian kredibilitas data (derajat kepercayaan) yang dilakukan dengan cara melakukan pengecekan pada wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Pada penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi waktu. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif deskriptif yang mencakup empat kegiatan secara bersamaan yaitu : (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) menelaah data dan (4) penarikan kesimpulan (verifikasi). 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kemampuan koneksi matematis siswa berkemampuan matematis tinggi Instrumen yang digunakan untuk memilih subjek penelitian adalah tes kemampuan matematis. Hasil tes tersebut dianalisis untuk mengelompokkan subjek berkemampuan matematis tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan kemampuan matematisnya. Subjek penelitian dipilih sebanyak tiga siswa untuk diberikan tes kemampuan koneksi matematis. Adapun ketiga subjek

penelitian yaitu subjek berkemampuan tinggi (MNR), subjek berkemampuan sedang (DHI), subjek berkemampuan rendah (SKH). Dari hasil analisis peneliti mengenaipenyelesaian masalah kontekstual adalah : Subjek MNR membaca soal sebanyak tiga kali. Subjek MNR memberikan alasan mengapa membaca soal berulang sampai tiga kali, yaitu untuk memastikan informasi yang sudah dibaca tidak salah. Hal ini dilakukan subjek MNR supaya lebih teliti dalam memahami soal dan bisa menyelesaikan masalah dengan hitungan numerik atau aljabar. Subjek MNR dapat menyebutkan informasi yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam masalah tersebut kemudian menyelesaikan dengan konsep dan prosedur yang telah diperoleh sebelumnya pada situasi yang baru. Subjek MNR juga menyadari adanya hubungan masalah dengan topik yang ada dalam matematika yaitu tentang persamaan linier satu variabel, subjek MNR bisa menyelesaikan masalah dengan memperluas ide-ide matematik yang telah diperoleh sebelumnya.

Kemampuan koneksi matematis siswa berkemampuan matematis sedang Subjek DHI membaca soal sebanyak dua kali, subjek DHI memberikan alasan mengapa membaca soal berulang sampai dua kali, yaitu untuk memastikan informasi yang sudah dibaca tidak salah. Hal ini dilakukan subjek DHI supaya lebih teliti dalam memahami soal dan bisa menyelesaikan masalah dengan hitungan numerik atau aljabar. Subjek DHI dapat menyebutkan informasi yang diketahui dan tujuan dari masalah tersebut dan menyelesaikan dengan konsep dan prosedur yang telah diperoleh sebelumnya yaitu tentang persamaan linier. Subjek DHI juga menyadari hubungan masalah dengan topik yang ada dalam matematika yaitu tentang persamaan linier satu variabel. Subjek DHI bisa menyelesaikan masalah dengan memperluas ide-ide matematik yang telah diperoleh sebelumnya.

Kemampuan koneksi matematis siswa berkemampuan matematis rendah Subjek SKH membaca soal sebanyak dua kali, subjek SKH memberikan alasan mengapa membaca soal berulang sampai dua kali, yaitu untuk memastikan informasi yang sudah dibaca sudah benar dan bisa memahami. Hal ini dilakukan subjek SKH supaya lebih teliti dalam memahami soal dan bisa menyelesaikan masalah dengan hitungan numerik atau aljabar Subjek SKH dapat menyebutkan informasi yang diketahui dan tujuan dari masalah tersebut dan menyelesaikan dengan konsep dan prosedur yang telah diperoleh sebelumnya yaitu tentang persamaan linier. Subjek SKH juga mengetahui hubungan soal dengan topik matematika. Subjek SKH bisa menyelesaikan masalah dengan memperluas ideide matematik yang telah diperoleh sebelumnya.

4.

SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Kemampuan Koneksi Matematis dalam Menyelesaikan Soal Kontekstual Subjek Berkemampuan Matematika Tinggi Hasil penelitian yang diperoleh dari bab IV dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa berkemampuan matematika tinggi dalam menyelesaikan masalah kontekstual sangat baik dengan memenuhi 4 indikator koneksi matematis. Subjek dapat memahami soal dengan baik, dapat menjelaskan informasi-informasi yang ada dalam soal serta dapat menyelesaikan masalah kontekstual dengan menggunakan konsep dan prosedur yang ada ke dalam situasi yang baru, mengaitkan dengan konsep matematika, subjek juga dapat memperluas ide-ide matematiknya dengan baik sesuai dengan indikator koneksi matematis. Kemampuan Matematis dalam Menyelesaikan Masalah Kontekstual Subjek Berkemampuan Matematika Sedang. Hasil penelitian yang diperoleh dari bab IV dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa berkemampuan matematika sedang dalam menyelesaikan masalah kontekstual cukup baik dan memenuhi 3 indikator koneksi matematis. Subjek dapat memahami soal dengan baik, dapat menjelaskan informasi-informasi yang ada dalam soal serta dapat menyelesaikan masalah kontekstual dengan menggunakan konsep dan prosedur yang ada ke dalam situasi yang baru, subjek bisa mengaitkan dengan konsep matemaatika tetapi subjek tidak dapat memperluas ideide matematiknya dengan baik. Koneksi Matematis dalam Menyelesaikan Masalah Kontekstual Subjek Berkemampuan Matematika Rendah. Hasil penelitian yang diperoleh dari bab IV dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa berkemampuan matematika rendah dalam menyelesaikan masalah kontekstual cukup baik dan memenuhi 2 indikator koneksi matematis, subjek mampu menyebutkan informasiinformasi yang ada dalam soal tetapi memerlukan waktu agak lama untuk menerapkan konsep dan prosedur yang sudah ada untuk menyelesaikan masalah kontekstual, subjek tidak bisa mengaitkan masalah dengan konsep matematika, subjek juga tidak bisa memperluas ide-ide matematiknya dalam manyelesaikan masalah.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta. Hakim, Lukmanul. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima. Jaret. 2000. Problem Solving:Getting to the heart of Mathematics. Tersedia di (www.cut-the knot/mset99/posing.html, diakses 3 Juli 2011) Krulik dan Rudnick. 2003. Teaching Mathematics In Middle School. Trinity Publisers Services.

Moleong, Lexy.J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. OECD. Taplin, 2010. M. PISA (2004). 2012. Mathematics Math Through Framework. Problem Paris: Solving. OECD. Tersedia: http:/shahibul1628.wordpress.com/kemampuan-matematis-dalam-PISA. Diakses 19 Februari 2013. www.mathgoodies.com/articles/problemsolving.html. [3 Juli 2012]. Rofiki, Imam. 2012 . Profil Pemecahan Masalah Geometri Siswa Kelas Akselerasi SMP Ditinjau Dari Tingkat Kemampuan Matematika. Surabaya : UNESA.

You might also like