Professional Documents
Culture Documents
Memilih Jenis Kelamin
Memilih Jenis Kelamin
anaknya kelak. Namun perlu diingat, keberhasilan dan jenis metode yang dipilih ikut dipengaruhi oleh banyak faktor.
Asumsi yang digunakan metode ini adalah sperma Y (yang membawa sel kelamin lakilaki) akan lebih lama bertahan apabila sanggama dilakukan tepat pada waktu terjadi ovulasi. Yakni, pada waktu sel telur (ovum) yang matang terlepas dan indung telur (ovarium). Diharapkan sperma Y yang berenang lebih aktif dibanding sperma X (yang membawa sel kelamin perempuan) mencapai sel telur lebih dulu, dan sekaligus membuahi sel telur tersebut. Hasil pembuahan ini memiliki kemunghinan cukup besar untuk menjadi janin berjenis kelamin laki-laki. Sebaliknya, jika sanggama dilakukan dua hari sebelum ovulasi, maka semua sperma Y akan mati. Hanya sperma X yang mampu bertahan hidup. Janin yang terbentuk dari pertemuan sperma X dan sel telur akan berjenis kelamin perempuan. Namun, keberhasilan metode ini juga dipengaruhi oleh "suasana" di dalam vagina. Jika vagina sedang bersuasana basa ketika sanggama berlangsung, sperma Y dapat bertahan lama, sehingga kemungkinan terbentuknya janin berkelamin laki-laki lebih besar. Akan tetapi, apabila saat itu suasana vagina cenderung asam, maka sperma Y akan segera mati.
Yang menjadi patokan pada metode ini adalah keadaan lendir (mukosa) pada mulut rahim. Kondisi ini dapat digunakan untuk memperkirakan kapan ovulasi terjadi. Dari perkiraan tersebut, suami-istri dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan sanggama, sesuai dengan jenis kelamin janin yang diharapkan. Jadi, metode ini sesungguhnya memiliki dasar pemikiran yang hampir sama dengan metode Dr. Shettle.
Pada awal masa haid, lendir mulut rahim biasanya kental, tebal, dan keruh. Namun, ketika masa ovulasi kian dekat, lendir tersebut akan berkurang kekentalan dan kekeruhannya. Selain menjadi lebih transparan, lendir mulut rahim juga lebih encer. Sementara pada puncak masa ovulasi, lendir yang keluar akan tampak menyerupai putih telur ayam yang masih mentah, kenyal seperti agar-agar, dan terasa licin bila dipegang. Untuk mengetahui dengan tepat keadaan lendir mulut rahim ini memang memerlukan "latihan" selama kurang lebih tiga bulan. Setelah cukup "mahir", barulah ibu bisa menerapkan metode ini. Ketepatan dalam menentukan keadaan lendir mulut rahim dapat dibantu dengan metode SBB atau suhu basal badan.
Kapan ovulasi terjadi, bisa diketahui dengan bantuan metode suhu basal badan (metode SBB). Metode ini sebetulnya merupakan penunjang atau alat bantu bagi kedua metode sebelumnya. Pengukuran terhadap suhu basal badan dapat dilakukan begitu ibu bangun tidur sebelum turun dari ranjang. Agar diperoleh data yang cukup akurat, sebaiknya tunda keinginan untuk melakukan suatu aktivitas, sekalipun sekadar menyeduh secangkir kopi. Sebab, seringan apapun aktivitas ibu, akan menaikkan suhu tubuh. Akibatnya, hasil pengukuran yang didapat tidak akurat lagi. Catatlah hasil pengukuran yang diperoleh selama sebulan penuh. Dari hasil itu ibu akan memperoleh suhu rata-rata dari masa ovulasi. Tepat ketika ovulasi terjadi, suhu tubuh akan menurun hingga mencapai titik terendah. Tapi, dua hari kemudian akan meningkat kembali, dan berada pada kisaran 36,8-37,5 C. Nah, selanjutnya terserah ibu. Ingin menimang si buyung atau si upik? Yang perlu diingat, metode apapun yang diterapkan untuk memilih jenis kelamin si kecil kelak, tidak luput dari kemungkinan untuk gagal. Sebab, di balik segala sesuatu yang kita lakukan, kita percaya bahwa Tuhan jualah yang menentukan hasilnya.