You are on page 1of 22

1 Gangren Diabetikum Oleh : Ketut Putu Yasa, SpB, SpBTKV Divisi Bedah Torak-Kardiovaskular Lab/SMF Ilmu Bedah FK UNUD/RSUP

Sanglah, Denpasar.* * Dibacakan pada PKB Ilmu Bedah FK Unud / RS Sanglah, 2004 I. Pendahuluan

Gangren diabetikum adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah yang memberi makan (nekrosis iskemik), yang disebabkan oleh mikroemboli aterotrombosis akibat adanya penyakit vaskular perifir oklusi yang menyertai penderita diabetes. 1,2 Gangren ini dapat diikuti oleh invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan, dan dapat terjadi di setiap bagian tubuh terutama di bagian distal tungkai bawah. Ganggren diabetikum merupakan salah satu komplikasi menahun diabetes mellitus (DM). Komplikasi menahun ini terutama berupa kelainan pembuluh darah yaitu aterosklerosis yang mengenai pembuluh darah kecil dan kapiler atau mikroangiopati , maupun pembuluh darah sedang dan besar atau makroangiopati. 3 Alasan paling sering yang membuat penderita DM dirawat adalah karena infeksi atau ulkus atau gangren pada kakinya. Dan bila infeksi dan atau gangren kakinya itu terus berkembang maka satu dari lima pasien tersebut akhirnya dilakukan amputasi. 4 Dari seluruh amputasi akibat nontrauma, 50 % diantaranya karena gangren DM. 5,6 Disamping sebagai suatu kejadian paling menakutkan, suatu amputasi akan mengganggu kwalitas hidup serta diikuti oleh peningkatan resiko reamputasi pada tempat yang sama, amputasi pada kaki kontralateral, peningkatan angka kematian 3-5 tahun pertama, dan penggunaan tenaga dan fasilitas kesehatan. 7 Tahun 1993 1995 di Amerika Serikat (AS) rata-rata 67.000 amputasi dilakukan pertahun yang berkaitan dengan DM. Rata-rata biaya peramputasi adalah 57.300 dolar AS, dan pertahun diperkirakan mencapai 600 juta dolar AS. Sedangkan biaya perawatan untuk mencapai penyembuhan ulkus dengan osteomielitis adalah sebesar 26.000 dolar AS, dan pertahun mencapai 1,5 miliar dolar AS. 4,8,9 Meskipun ada kemajuan perkembangan obat-obat baru anti diabetikum oral (OAD) tetapi DM tetap berlanjut kearah morbiditas yang serius. Infeksi merupakan morbiditas yang paling sering. Disamping kejadian infeksi pada penderita DM lebih sering, juga lebih berat dibandingkan penderita Non DM. Resiko amputasi pada penderita ulkus diabetikum 15 kali lebih tinggi dibanding non DM. Rata-rata 85 % dari semua amputasi pada pasien DM oleh karena infeksi. 8 Oleh karena tingginya morbiditas dan mortalitas serta dampak ekonomi daripada ulkus / gangren diabetikum maka diperlukan pengetahuan akan faktor resiko, aspek klinik gangren diabetikum serta penanganan yang tepat dengan pendekatan team multidisiplin. Diperkirakan dengan cara demikian dapat menurunkan angka amputasi sampai 85%. 4 II. Infeksi Kaki Diabetes ( Diabetic Foot Infections )

2.1 Perubahan Host defense Infeksi kaki pada penderita DM merupakan masalah serius yang sering dihadapi. Telah diketahui bahwa penderita DM lebih rentan terhadap infeksi. Disamping infeksi lebih sering, juga lebih berat dibandingkan penderita non DM. Adanya defek Imun merupakan pencetus meningkatnya kerentanan terhadap infeksi. 10 Perubahan perubahan Host depenses yang terjadi pada penderita DM sehingga menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi adalah : 10 a. Kekebalan Seluler Beberapa penurunan kekebalan pada DM telah dilaporkan, terutama yang paling terkena adalah kekebalan seluler berupa kelainan-kelainan atau disfungsi dari leukosit polimorfonuklear ( PMN ), monosit dan hinfosit dalam hal kemotaksis, fogositosis, Oxi dative burst dan intracellular killing Studi terakhir yang dilakukan menyokong temuan-temuan sebelumnya. Delamaire (1997) melaporkan bahwa kemampuan kemoktaksis neutrofil menurun secara bermakna pada kedua tipe DM dibandingkan kontrol. Sedangkan Gallacher (1995) yang mengamati fungsi bakterisidal neutrofil menemukan adanya korelasi negatif antara level glukosa dalam darah dengan aktifitas bakterisidal neutrofil. Patogenesis dari kelainan-kelainan ini tidak jelas diketahui secara pasti, tetapi tampaknya berkaitan dengan derajat dan lamanya hiperglikemia, dan beberapa kelainan-kelainan tersebut akan terkoreksi dengan melakukan kontrol glikemia secara baik. Teori dari beberapa peneliti menyatakan bahwa hiperglikemia atau adanya Advances Glycation End Products ( AGEs ) bisa mendorong ke arah kondisi dimana aktivasi PMN pada level rendah secara menetap. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan konsentrasi neutropilelastase, peningkatan aktivitas neutrofil alkhalifosfatase dan peningkatan konsumsi oksigen neutrofil. Keadaan ini sebagai pencetus aktivasi spontan dari oksida radikal dan pelepasan mieloperoksidase, elastase serta komponenkomponen granula neutrofil lainya yang dapat merusak melalui dua cara ; 1. Menyebabkan kematian ataupun kemunduran respon kuman patogen. 2. Dapat memulai proses patologis suatu cedera vaskuler. dari PMN terhadap

Normal PMNL

diabetic millieu

Activated Resting PMNL chronic diabetic milleu

Oxidative burst Degranulation Free radical Adhesion

Vascular injury

Tolerant ( burn out ) PMNL

stimulus pathogen

Chemotaxis Phagocytosis Oxidative burst Intracellular killing

risk of infection

Gbr. 1 Teori disfungsi neutrofil pada DM


( Diambil dari Calvet HM, Yoshikawa TT. Infection in diabetes Infectious disease clinics of North America 2001 ; 15 (2) ). 10 Penulis lain mengatakan bahwa peningkatan sifat adesi dari PMN sebagai hal yang penting dalam patogenesis penyakit asterosklerosis. Dengan demikian adanya disregulasi imun pada DM tidak hanya sebagai faktor predispasisi terjadinya komplikasi infeksi tetapi juga komplikasi vaskuler. 10 b. Kekebalan Humoral. Kekebalan humoral pada penderita DM tampaknya normal dimana level imunoglobalin adalah normal, demikian juga respon terhadap vaksinasi. 10 c. Pengaruh kontrol glukosa pada defek imun. Dengan melakukan pengendalian yang baik terhadap kadar glukosa, memperlihatkan perbaikan defisiensi imun serta menurunkan risiko infeksi luka operasi. Zerr dkk (1997) dan Pomposelli dkk (1998) mendapatkan bahwa dengan mempertahankan kadar gula darah dibawah 200 mg/dl, dapat menurunkan angka infeksi luka operasi secara signifikan . 10

4 2.2. Beberapa faktor predisposisi infeksi kaki pada penderita DM a. Neuropati perifir. Merupakan faktor resiko atau pencetus terbesar timbulnya ulkus yang memungkinkan masuknya kuman patogen. Terganggunya fungsi saraf meliputi sensorik, motorik,dan autonom. 8 Neuropati Sensorik : Penderita kehilangan rasa nyeri, sehingga tidak menyadari kakinya mengalami cedera/lecet. Disamping itu juga penderita mengalami kehilangan sensasi terhadap tekanan dan kemampuan proprioseptif. Adapun sumber cedera diantaranya pemakaian sepatu yang ketat, benda asing didalam sepatu, luka bakar dikaki. Neuropati Motorik : Menimbulkan deformitas seperti clow toes, hammering, dan hallux rigidus pada jari kaki, akibatnya terjadi perubahan titik tumpu kaki sehingga menyebabkan peningkatan tekanan secara terus menerus pada daerah kaput metatarsal pada saat berdiri atau berjalan lama kelamaan terjadi penipisan bantalan lemak, kerusakan kulit, lalu berakhir dengan ulkus. Disamping itu adanya keterbatasan gerak sendi akibat glycosylated joint capsule collagen serta deformitas lainnya seperti hammer toes, charcots foot ( neuro osteo arthropathy ) , sehingga metatarsal dan tulang-tulang dipergelangan kaki membentuk konfiguransi rocker bottom, hal ini menyebabkan tekanan berat badan tertumpu pada daerah permukaan plantar dari arkus sehingga mudah terjadi ulkus. Neuropati Autonom ( autosimpatektomi) : Menimbulkan produksi keringat berkurang, kulit kering berkerak dan pecahpecah, merupakan tempat masuknya kuman. b. Angiopati / penyakit vaskular perifir Pasien DM mempunyai resiko 20 kali timbulnya angiopati. Makroangiopati sering mengenai pembuluh darah besar dibawah lutut berupa aterosklerosis oklusif, akibatnya terjadi gangguan aliran darah kedaerah ulkus, ganguan pengangkutan oksigen dan antibiotika sehingga menghambat penyembuhan luka. Sedangkan Mikroangiopati yang mengenai kapiler di kaki menunjukkan kelainan mikrosirkulasi berupa penebalan basal membran. Kelainan ini menyebabkan gangguan difusi unsur-unsur nutrien, keterbatasan kemampuan leukosit bermigrasi kedaerah infeksi. 2,8 c. Defek imun Adanya disfungsi leukosit, menyebabkan respon terhadap kuman patogen menjadi lambat sehingga mudah terjadi infeksi. 10 d. Kontrol gula darah

Terjadi proses yang saling terkait antara infeksi dan kontrol gula darah. Gula darah yang tidak terkontrol akan memperburuk infeksinya, sedangkan infeksi akan mempersulit usaha-usaha mengontrol kadar gula darah karena adanya produk-produk pro inflamasi yang merangsang keluarnya hormon-hormon anti regulasi. Tanda dan gejala sepsis terjadi lambat dan sering tak ada, sehingga pasien tidak menyadari ada infeksi yang berat yang mengancam kaki dan jiwanya. Terbukti bahwa kurang dari sepertiga pasien menunjukan peningkatan angka leukosit, dan hanya 8% terjadi peningkatan suhu tubuh. Tetapi pasien pada suatu waktu ada dalam kondisi buruk yang dapat mengancam jiwa maupun kakinya. Satu-satunya tanda yang ada hanyalah hiperglikemia yang tidak bisa diterangkan dan tidak terkontrol. 10 e. Kerusakan kulit karena infeksi dermatofit Paronikia, memungkinkan masuknya kuman patogen. Karena pasien tidak memperhatikan hal itu infeksi dapat berkembang dan meluas kedalam jaringan yang lebih dalam tanpa diketahui sendiri oleh pasien. 10 2.3. Proses Infeksi Kaki Diabetes Awalnya adalah trauma minor dikulit, diikuti oleh pada awalnya kolonisasi flora normal yang ada dikulit kemudian kolonisasi kuman patogen. 11 Untuk menentukan apakah luka di koloni oleh kuman flora normal yang berada di kulit atau di sekitar luka ataukah oleh kuman patogen maka biakan kuman yang diambil dari spesimen jaringan dalam adalah sangat esensial. 8 Kultur dari jaringan permukaan memiliki nilai yang kurang dibandingkan kultur jaringan dalam. Biakan kuman dari jaringan dalam lebih bisa dipercaya untuk mengetahui kuman patogen yang sebenarnya, sehingga cukupan antimikrobanya bisa lebih tepat. 4 Sedangkan pengambilan biakan jaringan dari permukaan disamping kumannya polimikroba, juga lebih banyak patogen, sehingga cendrung overuse antimicroba yang akan bisa mencetuskan problem baru. 10 2.4. Prevalensi Kuman Patogen Pada Infeksi Kaki Diabetes Kebanyakan infeksi kaki diabetes adalah polimikroba ( lebih dari 3 kuman ) yaitu gram (+), gram (-), aerob dan anaerob, karena itu biakan kuman aerob dan anaerob harus dikerjakan. 2, 5, 10, 12, 13 Prevalensi kuman patogen menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa rumah sakit di luar negeri menunjukan hasil yang berbeda-beda. Viswanathan (2002) melaporkan diantara kuman-kuman patogen tersebut adalah 66,8 % kuman aerob,33,2 % kuman anaerob, 14 sedangkan Gibbons (1995) melaporkan 90 % gram positif terutama staphylococcus aureus dan streptococcus sp, 50 % enterik gram( - ) dan 50 - 70 % anaerob. 2

Diantara kuman patogen aerob

14

Enterobacteriaceae Staphylococus Sp Streptococcus Sp Pseudomonas Sp Diantara kuman anaerob 14 Peptosterptococus Sp dan Clostridium Bacteroides Sp dan Fusobacterium Spp

48 18.2 16.5 17 69.4 30.6

% % % % % %

Viswanathan (2002) juga melaporkan bahwa semakin tinggi derajat wagner semakin tinggi prevalensi kuman an aerob sedangkan healing time lebih lama pada infeksi karena kuman an aerob daripada aerob. 14 Infeksi kaki diabetes umumnya lebih berat dan sulit diobati dibandingkan dengan non DM karena beberapa faktor : 5 1. Adanya gangguan sirkulasi mikrovaskular. 2. Neuropati. 3. Perubahan Anatomi. 4. Penurunan Imunitas. III. Gangren Diabetik

3.1 Faktor-faktor resiko gangren diabetik Menurut Jarret dan Kein (1975), Levin dan ONeal (1997), WHO (1985), Zimmet dan King (1985) yang dikutip dari Heyder (1992) kejadian gangren diabetik pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat digolongkan sebagai berikut : 15 Faktor Aterogen Termasuk kolesterol frigliserida, hipertensi, aktivitas tubuh atau olah raga dan kebiasaan merokok semaunya berperan dalam proses terbentuknya trombus. Faktor DM Antara lain lama menderita DM, kadar gula darah dan faktor pengendalian atau kontrol DM, keadaan ini berpengaruh terhadap proses terjadinya angiopati. Faktor Usia dan Jenis Kelamin Faktor usia selalu dihubungkan dengan proses aterosklerosis sedangkan faktor jenis kelamin tergantung pada ras dan letak geografis. Di Indonesia kebanyakan peneliti melaporkan bahwa wanita lebih banyak dari pada pria. Faktor Pencetus Berupa Trauma dan Infeksi Trauma merupakan faktor pencetus paling sering dan paling berperan, tetapi perannya harus dilandasi kelainan neuropati atau angiopati. Infeksi bukan merupakan faktor primer pada kejadian gangren diabetik, tetapi lebih bertangggung jawab terhadap perluasan gangren.

7 Usia Jenis kelamin Merokok Hipertensi Obesitas Dislipidemia Inaktivitas fisik DM

Neuropati

Gangguan Integritas Vaskuler

Trauma Infeksi

Gangren Diabetik

Ganbar 2. Skema Patogenesis Gangren Diabetik.


( Diambil dari Heyder AF. Disertasi Doktor Universitas Gajah Mada. Yogyakarta , 1992 ) 3.2 Aspek Klinis Gangren Diabetik

Kelainan-kelainan di kaki seperti adanya ulkus,infeksi dan gangren merupakan pencetus pasien DM datang berobat kerumah sakit, bahkan tidak sedikit dari mereka membutuhkan amputasi disekitar daerah kaki ataupun diatas pergelangan kaki sebagai konsekwensi dari infeksi yang berat atau ishemia perifir. 16 Dengan demikian spektrum klinik dari suatu gangren diabetikum tidak hanya terpokus pada suatu aspek klinik saja, tetapi perlu evaluasi beberapa aspek seperti ; 1. DM sebagai penyakit primer. 2. Neuropati sebagai faktor predisposisi. 3. Iskemia sebagai faktor predisposisi. 4. Infeksi dan trauma sebagai faktor pencetus. 5. Ulkus dan atau gangren. Diabetes Millitus

Sampai saat ini telah disepakati secara internasional berdasarkan kriteria WHO diagnosis DM berdasarkan kadar glukosa darah yaitu ; 7 Glukosa random > 200 mg / dl Glukosa puasa > 140 mg / dl Disamping pengukuran kadar glukosa darah, maka perlu diketahui pula keadaan terkendalinya DM, karna pengelolaan penderita DM memberi tekanan yang lebih besar pada pengendalian jangka panjang kadar glukosa darah untuk mencegah atau menghambat komplikasi komplikasi DM. Diantara parameter yang dipakai, penetapan kadar hemoglobin yang terglikosilasi ( Hb A1c ) paling berguna karena mencerminkan rata-rata kadar glukosa darah selama 8 10 minggu terakhir, dan rentang nilai normal berkisar 5,7 8 %. 17 Neuropati Sebanyak 50 60 % penderita DM mengalami neuropati perifir, dan lebih dari 80% pada penderita dengan kelainan kaki. Dengan demikian terdapat hubungan langsung antara neuropati dan kejadian ulkus dikaki. 18 Neuropati memungkinkan adanya tekanan berulang pada kaki tanpa disadari penderita, sampai akhirnya menimbulkan ulkus. Deformitas struktural dan mobilitas sendi yang terbatas, meningkatkan tekanan pada plantar dan sering kali menghasilkan pembentukan callus. Jika callus menetap atau tekanan tidak dihilangkan oleh karena neuropati, ulkus mungkin akan terjadi sehingga menetapkan titik mana yang kehilangan sensasi merupakan hal yang penting. 4 Dengan menggunakan Semmes Weinstein Monofilament Wire atau biothesiometer neuropati dapat dideteksi. Bagian-bagian kaki yang dites adalah : 7 Bagian plantar digiti I, III, V. Bagian plantar kaput metatarsal I, III, V. Bagian medial dan lateral dari pertengahan kaki bagian plantar. Bagian plantar tumit.

Iskemia

Iskemia merupakan pertimbangan yang paling mendasar bagi ahli bedah vaskuler bila berhadapan dengan penderita kaki diabetes. Terdapat tiga prinsip dasar yang dipakai sebagai pertimbangan yaitu : 18 1. Semua ulkus diabetikum dikaki hendaknya dilakukan evaluasi terhadap komponen iskemia. 2. Koreksi terhadap iskemia akan bisa memperbaiki penyembuhan ulkus. 3. Kapan saja bila memungkinkan, hendaknya direncanakan untuk membuat normal kembali sirkulasi dan tekanan arteri didaerah iskemia, melalui rekonstruksi arteri. Mengidentifikasi adanya iskemia pada pasien kaki diabetik dapat lebih sulit daripada yang diperkirakan karena diabetesnya sendiri menutupi iskemianya. Keadaan-keadaan berikut dapat menyulitkan diantaranya : 4 1. Inaktifitas dan neuropati ; Kedua kondisi tersebut dapat meniadakan keluhan-keluhan klaudikasio dan nyeri istirahat. 2. A-V Shunting ; Dapat membatasi timbulnya pucat dan dingin, kaki bisa saja terasa hangat dan berwarna merah dengan capillary refill normal walaupun sebenarnya sudah terjadi insufisiensi aliran darah. Iskemia mencerminkan adanya kelainan atau gangguan daripada integritas vaskular. Integritas vaskular adalah keutuhan pembuluh darah baik anatomi maupun fungsinya. Integritas vaskular tampaknya memegang peranan penting dalam kejadian dan meluasnya gangren diabetik. Dasar-dasar pemeriksaan integritas vaskular adalah : 15 a. Anamnesis Claudicatio Intermittens Adalah rasa sakit yang khas yaitu dirasakan sakit waktu berjalan dan hilang selama istirahat, namun bila berjalan lagi pada jarak tertentu yang umumnya tetap maka sakit mulai timbul lagi dan keluhan ini berkurang atau hilang beberapa menit setelah istirahat. Letak keluhan ini dapat memperkirakan kemungkinan letak kelainan arteri. 2. Rest Pain Bila penyumbatan arteri makin hebat, maka penderita akan mengeluh sakit meskipun sedang dalam keadaan istirahat. Keluhan sakit dirasakan terutama didaerah distal biasanya jari-jari dan kaki. 1.

b. Pemeriksaan Fisik

10

1. Inspeksi a. b. c. d. e. f. Atropi otot terutama dibawah lutut. Tidak ada rambut atau pertumbuhannya terhambat. Atropi kulit dan subkutis. Kulit kasar. Pertumbuhan kuku terganggu. Bila kaki di elevasi lebih cepat pucat, bila di rendahkan pengisian vena lebih lambat. g. Ulkus terutama didaerah tumit, kaput metatarsal I dan V, maleolus lateralis. 2. Palpasi Dilakukan pengukuran palpasi a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis atau a. tibialis posterior. Pada palpasi, dinilai ada atau tidaknya denyut atau pulsasi arteri perifir. Tidak terabanya pulsasi dapat diasumsikan bahwa ada oklusi arteri. 18 c. Pengukuran Tekanan Darah 1. Ankle Pressure Merupakan tekanan sisbolik pada a. dorsalis pedis atau a. tibialis posterior. Caranya mudah dengan memakai manset, tetapi kurang peka. Critical Limb Ischemia adalah bila rest pain yang menetap selama lebih dari dua minggu dan atau ulkus atau gangren pada kaki atau jari disertai tekanan sistolik kaki kurang dari 50 mm Hg. 15 2. Ankle Brachial Index ( ABI ) Yaitu suatu perbandingan antara tekanan sistolik di kaki dan lengan atas. Normalnya adalah tekanan darah di kaki lebih tinggi atau sama dengan lengan atas ( 1 ). Index < 0,8 sudah menunjukan adanya insufisiensi atau sumbatan arteri di kaki, makin rendah index makin berat sumbatannya. Index < 0,5 menunjukkan iskemia berat. Tetapi ABI tidak dapat dipercaya, apabila ada kalsifikasi dinding pembuluh darah, sehingga kelenturan dinding arteri hilang dan akan menaikkan tekanan darah melebihi tekanan yang sebenarnya. 4 3. Toe Pressure ( Tekanan Darah Ibu Jari Kaki) Dengan memakai manset kecil yang dipasang di ibu jari atau jari lainnya bila ibu jari kaki teramputasi / gangren, toe pressure lebih dapat dipercaya karena arteri pada daerah ini kurang mengalami kalsifikasi. 4 4. Tekanan Segmental

11

Informasi hasil pengukuran tekanan sistolik beberapa tempat ditungkai seperti paha atas, atas lutut, bawah lutut, dan pada sendi kaki dapat memperkirakan lokasi sumbatan arteri. Pada pengukuran semua tingkat probe dopler diletakkan diatas a. dorsalis pedis atau tibialis posterior, Normal perbedaan tekanan antara dua tingkat tidak lebih dari 20 30 mm Hg, bila lebih dari 30 mm Hg menunjukkan adanya sumbatan arteri diantara kedua tingkat tersebut. 19 Pengukuran yang tidak mengandalkan kopresibilitas dinding arteri seperti doppler pulse volume waveform atau transcutaneous oxygen toe pressure lebih dapat dipercaya untuk menilai adanya sumbatan arteri. 2 d. Arteriografi Merupakan prosedur diagnostik yang invasif dengan kemungkinan terjadi komplikasi berupa perdarahan atau infeksi, tetapi menjadi Gold Standard pada pemeriksaan vaskular karena akan memberikan informasi mengenai ada tidaknya sumbatan, luas sumbatan, serta kolateral. Arteriografi dengan teknik pilihan Intra Arterial Digital Subtraction Anteriografi (IADSA). Dengan teknik ini mampu memvisualisasikan runoff distal lebih akurat dibandingkan teknik standar. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal dapat terjadi komplikasi Transient Contrast Medium Induced Renal Failure resiko ini dapat dikurangi dengan hidrasi adeknat pre arteriografi dan penberian osmotik diuretik. 2,15 Indikasi Arteriogarafi adalah : 1. Rest Pain. 2. Hasil pemeriksaan non invasif abnormal. 3. Ulkus dan infeksi yang sukar sembuh. 4. Gangren disebelah distal. 5. Terabanya pulsasi a. dorsalis pedis tergantung dari keadaan a. poplitae, adanya kolateral, dan tingginya tekanan arteriola kaki, maka arteriografi diajukan secara rutin pada gangren diabetikum ada atau tidak pulsasi a. darsalis pedis. 6. Ada rencana melakukan revaskularisasi. Menilai beratnya iskemia menjadi sulit pada kaki dibetes dengan ulkus dan infeksi. Kesulitannya adalah : 2 1. Dengan pemeriksaan klinis standard seperti palpasi pulsasi distal, evaluasi perubahan fropi kulit dan rubor, menjadi sulit karena adanya oedema dan eritema. 2. Adanya pulsasi a. dorsalis pedis tidak dapat menyingkirkan kemungkinan iskemia akibat timbulnya sistim kolateral. INFEKSI

12

Infeksi kaki DM umumnya lebih berat dan lebih sulit diobati daripada non DM karena : 5 1. Gangguan sirkulasi Mikrovaskuler 2. Neuropati 3. Perubahan anatomis 4. Penurunan imunitas Diagnosa adanya infeksi pada ulkus DM berdasarkan kriteria klinik luka dengan sekret purulen, dan atau 2 tanda-tanda lokal seperti febris, eritema, limfangitis atau limfodenopati, edema, nyeri, functio laesa, disertai biakan spesimen menunjukkan positif kuman. 7 , 11 Seringkali pasien dengan infeksi berat adalah afebril, leukosit darah normal, tanda-tanda lokal maupun sistemik minimal. 7 Tanda-tanda dan gejala sepsis terjadi lambat dan sering kali tidak ada, tetapi pasien pada suatu waktu ada dalam kondisi buruk yang dapat mengancam jiwa maupun kaki. Satu-satunya tanda yang ada adalah heperglikemia yang tidak bisa diterangkan dan tidak terkontrol. Kurang dari sepertiga pasien menunjukan peningkatan leukosit dan hanya 8% peningkatan suhu tubuh, oleh karena itu kewaspadaan tetap diperlukan untuk kemungkinan timbulnya infeksi yang lebih berat. 2 Infeksi digolongkan dalam : 2, 10 1. Infeksi ringan atau non limb threatening infections; Adalah infeksi superfisial, selulitis < 2 cm tanpa ada tanda-tanda iskemia yang berat, toksisitas umum maupun mengenai tulang atau sendi. 2. Infeksi berat atau limb threatening infections; Adalah ulserasi dalam, dengan selulitis > 2 cm, disertai tanda-tanda iskemia berat, toksitsitas sistemik dan telah mengenai tulang atau sendi. Ulkus / Gangren. Pencatatan karakteristik ulkus / gangren merupakan hal yang menentukan, dan sangat penting untuk : 7 1. Menentukan strategi pengobatan 2. Monitoring efektitivitas pengobatan 3. Prediksi hasil pengobatan 4. Media komunikasi diantara pusat pelayanan kesehatan Oleh karena itu setiap ulkus hendaknya digambar, diukur atau difoto serta dicatat mengenai : 4 1. Lokasi Ulkus Lokasi adalah penting didalam menilai penyebab ulkus tersebut; Ulkus di plantar pedis, karena tekanan berulang dari kaput metatorsal atau tulang sesamoid yang prominen. Ulkus di medial, lateral dan digital sebagai akibat tekanan sepatu. 2. Kedalaman dan karakteristik ulkus

13 Tepi jaringannya : granulasi, fibrotik, nekrotik. Tepi luka : hiperkeratosis, maserasi. Cairan yang keluar: purulen, serous. Bau. Sekitar luka : edema,eritema,selulitis, hangat, fluktuasi (Abses). Kedalaman luka diukur dengan probe. 3. Menetapkan klasifikasi ulkus atau derajat luas dan beratnya ulkus atau gangren. Ada beberapa klasifikasi yang mengambarkan tentang derajat luas dan berat ulkus / gangren DM. a. Klasifikasi Wagner yang di modifikasi 8 Grade O Kulit intak, deformitas tulang atau lesi preulserasi. Grade I Ulkus superfisial terlokalisir. Grade II A Ulkus dalam, mengenai tendon, tulang, ligamen, sendi. Grade II B Ulkus dalam, mengenai tendon, tulang, ligamen, sendi, infeksi, selulitis. Grade III A Abses yang dalam dengan atau tanpa selulitis. Grade IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal. Grade V Gangren seluruh kaki. Klasifikasi Wagner agak komplek, tidak mencangkup iskemia, ihtiar pengobatan (initiative treatment) atau outcome. b. Klasifikasi Gibbon 2 Dibagi dalam kategori; 1. Non Limb threatening Karakteristik Klinik Ulkus superfisial Minimal tanpa selulitis Tdk kena tulang / sendi Iskemia tidak signifikan Tidak ada toksisitas sistemik 2. Severe Limb-threatening Karakteristik klinik Ulkus dalam Selulitis > 2 cm Kena tulang atau sendi Iskemia jelas Ada toksisitas sistemik Karakteristik pasien KU kurang baik Ganguan imonologi Karakteristik Pasien KU baik Tak ada gangguan imunologi

14 c. University Of Texas Diabetic Wound Classification System


7

Klasifikasi ini menggunakan matriks, dimana gradasi luka pada aksis horisontal dan stadium luka pada aksis vertikal. Grade O S A Pre or Post ulceraktive T lesion completely bone no A epithelized non G ischemia / infection E B Infection C Ischemia I Supercial Wound not invalvedg tendon, capsule,bone, no Ischemia / Infection Infection Ischemia II Wound penetrating to tendon no ischemia / infection Infection Ischemia III Wound penetrating To ischemia/infection Infection Ischemia

D Infection and Ischemia Infection and Ischemia Infection n Ischemia Infection n Ischemia

IV.

Penanganan Gangren Diabetikum.

Standar penanganan gangren diabetikum secara tradisional meliputi : 2, 4, 8 1. Debridement 2. Off loading / pressure redduction 3. Pembrantasan infeksi / antibiotika 4. Perawatan luka 5. Revaskularisasi 1. Debridement. Merupakan faktor kunci dalam penanganan gangren dibetikum, bertujuan menjaga dan mempertahankan lingkungan lokal yang dapat merangsang proses penyembuhan luka. Debridemen yang baik adalah mengangkat semua benda asing dan jaringan nekrotik yang terinfeksi maupun yang avaskuler sampai kejaringan yang sehat. Hal ini sangat esensial untuk penyembuhan yang optimal. Debridemen akan mengurangi kolonisasi bakteri didaerah luka, hal ini penting oleh karena protease yang berasal dari bakteri dapat mengurangi dan menghambat faktor pertumbuhan dan penyembuhan jaringan. Debridement juga memungkinkan visualisasi area ulkus lebih baik, sehingga staging ulkus lebih akurat. 2. Off - Loading

15 Adalah Eliminisasi titik-titik tekanan abnormal agar penyembuhan cepat dan mencegah rekurensi. Memindahkan tekanan pada ulkus dengan cara mengistirahatkan dan elevasi kaki hendaknya dimulai sesegera mungkin. Idealnya pasien tidak menumpu berat badannya dengan menggunakan kruk, walker, kursi roda. Bila tetap menumpu berat badan, maka alas kaki harus diganti sandal atau sepatu khusus. Pada saat dimana terdapat tulang-tulang prominen seperti kaput metatarsal, tulang sesamoid, bunion, hammertoe, diperlukan intervensi bedah lebih awal untuk mengoreksi diformitas. 3. Pemberantasan Infeksi Kebanyakan infeksi adalah polimikroba, karena itu kultur kuman aerob dan anaerob harus dikerjakan. Terapi awal dimulai dengan antibiotika spektrum luas. Debridement luka dan drainase pus mutlak dikerjakan. Pada ulkus yang dalam dimana tampak atau teraba tulang maka 85% terjadi osteomyelitis, dan untuk mengevaluasi ada tidaknya serta luasnya osteomielitis diperlukan pemeriksaan radiologi. Kadang-kadang diperlukan metode pencitraan yang lain seperti leukosit scan, MRI, CT scan. Bila terdapat osteomielitis, diperlukan debridement yang agresif dimana semua tulang yang terinfeksi dan yang menonjol tanpa ada jaringan penutup harus diangkat. Dengan melakukan reseksi tulang-tulang yang terinfeksi diyakini dapat mengurangi lamanya penggunaan antibiotika dan masa rawat dirumah sakit. Ulkus DM dengan infeksi

Infeksi ringan Radilogi, osteomielitis tidak Rawat jalan Tidak Perbaikan dlm 48 jam Ya 7-14 hr Antibiotika evaluasi ulang osteomielitis osteomielitis ada Reseksi tulang ya Revaskularisasi tidak antibiotika 6 - 8 minggu ya MRS Antibiotika, IV

Infeksi berat Debridement Evaluasi osteomielitis

tidak ada Antibiotika 2 minggu

16 Gambar 3. Managemen ulkus diabetikum dengan infeksi Beberapa pedoman dalam penggunaan antibiotika : 8, 12, 13 1. Memperhatikan faktor lokal seperti iskemia, jaringan nekrose, hematom dan dead space, akan memberikan respon jelek. 2. Infeksi ringan bisa peroral atau rawat jalan, tetapi infeksi berat (ada demam, selulitis, gengren, osteomyelitis) diberikan intravena dan dirawat di rumah sakit. 3. Pada awal terapi seleksi antibiotika secara empiris, diberikan secara kombinasi, hendaknya memiliki spektrum luas mencakup terutama untuk streptokokus dan stafilokokus. Antibiotika tersebut diantaranya : 8 Amoxicillin asam klavulanat. Cephalexin. Levofloxasin. Ofloxasin. Trimethoprim Sulfamethoxazole + Clindamycin. Beberapa kombinasi memiliki efikasi sinergis : 12 Amikasin + piperacillin Ampisilin-sulbactam + Piperacillin Ampisilin-sulbactam + Cefoperazone Ofloxacillin + Cefotaxime 4. Durasi pemberian, bila infeksi ringan diberikan selama 1 - 2 minggu ; infeksi berat diberikan lebih dari 6 minggu. 5. Terapi definitif disesuaikan berdasarkan hasil kultur dan test kepekaan kuman serta respon klinik. OSTEOMIELITIS Diagnosis dan penanganan osteomielitis yang tidak adekuat, meningkatkan risiko amputasi, kekambuhan, penggunaan antibiotika berkepanjangan dan masa rawat yang lebih lama. Oleh karena itu diagnosis awal dan akurat sangat diperlukan. Beberapa pedoman yang dianjurkan sebagai langkah-langkah diagnotik dan terapi osteomielitis adalah : 2, 4, 10 1. Periksa secara teliti ukuran dan dalamnya ulkus, apakah tampak atau teraba tulang bila perlu dengan melakukan probing ke tulang atau sendi. Probing mempunyai nilai prediktive terhadap kejadian osteomielitis, ulkus yang dalam dan teraba tulang 80% terjadi osteomielitis. 2. Melakukan pemeriksaan radiologi secara rutin pada foto polos, kelainan tidak terlihat dalam periode 10 - 20 hari setelah infeksi. Beberapa pemeriksaan lainya mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi seperti : 99 m TC Scanning, In labeled leukocyte scan, dan MRI.

17 3. Bila ada osteomielitis, diperlukan debridement yang agresif, semua tulang yang terinfeksi, tulang yang tidak vital dan tulang yang menonjol sebagai penyebab ulkus harus dibuang. Selanjutnya harus dibuat kultur dan tes kepekaan kuman dari spesimen tulang tersebut. Kontroversi terjadi pada osteomilitis, diman tulang tersebut tidak tertutup jaringan dan tidak nekrosis apakah dibuang atau dipertahankan. Bagi yang tidak membuang pertimbangannya adalah sebagai upaya mempertahankan weight bearing surpace, dan bila integritas vaskuler baik serta pemberian antibiotika 4 6 minggu, maka jaringan granulasi akan menutupi tulang dan memberikan kesembuhan. Pendapat lain mengatakan bahwa dengan membuang tulang yang terinfeksi akan mencegah kekambuhan, memperpendek masa mempergunakan antibiotika serta masa rawat. 4. Perawatan Luka. Setiap melakukan perawatan luka harus diawali dengan debridemen yang adekuat, setelah itu baru pembalutan luka atau dressing. Karena dressing tidak dapat menggantikan kedudukan debridement. Tujuan yang ingin dicapai dari pembalutan luka adalah memberikan suasana lingkungan yang hangat, basah, dan bebas dari kontaminasi luar. 2, 4, 10

Teknik perawatan luka yang dianjurkan : 2, 4, 10 Diawali dengan debridement adekuat. Setelah luka bersih kasa polos dibasahi dengan larutan garam fisiologis atau saline atau antiseptik isotonik, dipakai sebagai pembalut. Beberapa pembalut tertutup seperti hidrokoloid, alginat, hidropilik, film, bisa dipakai tetapi tidak selalu cocok untuk berbagai situasi. Pembalut diganti 2 hari sekali atau tergantung dari perkembangan luka. Non Weight Bearing. Elevasi tungkai atau dengan elastik stoking untuk mengurangi edema karena edema merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perfusi jaringan. Hal-hal yang tidak dianjurkan: 1. Wet to dry dressing changes. Karena dapat melepaskan jaringan granulasi yang baru tumbuh. 2. Whirlpool bath Menyemprot luka dengan keras,dapat merusak jaringan dan mempermudah penyebaran kuman. 3. Retentive Dressing. Penggunaan film, hydrokoloid sebagai pembalut tertutup akan memungkinkan bakteri berdiam dibwah balutan dan beresiko infeksi serius. 4. Memakai larutan hipertonis, larutan panas serta meredam luka karena bisa merusak jaringan. Penambahan tunjangan nutrisi terutama pasien-pasien kronis, geriatri dan gangguan imunologi.

18 Bila ulkus telah sembuh, konsultasi ke ahli podiatrik atau ortotik untuk modifikasi alas kaki yang sesuai.

Konsep Baru Dalam perawatan Luka. Pada kasus-kasus dimana dengan terapi standar, memberikan respon yang jelek, ulkus menjadi kronik dan tidak sembuh sembuh, maka dapat dipertimbangkan jenis terapi berikut : 1. Oksigen Hiperbarik. Hasil penelitian terakhir memperlihatkan bahwa infeksi, hipovolemia dan hipoksia merupakan faktor penting yang menggamhambat penyembuhan luka. Hipoksia (rendahnya tekanan parsial oksigen jaringan) menyebabkan kurang efesiennya produksi zat-zat yang digunakan untuk regenerasi jaringan, menghambat fagositosis dan terjadi proliferasi bakteri terutama anaerob. Dengan terapi oksigen hiperbarik akan terjadi hiperoksia, selanjutnya akan merangsang neovaskularisasi, aktifasi fagositosis, migrasi fibrosit untuk disposisi kolagen sehingga terjadi akselerasi kontraksi dan penutupan luka secara sekunder. 4, 20 Walaupun memberikan perbaikan klinis, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mempertegas indikasi yang spesifik. 21 Konsep baru patofisiologis penyembuhan luka ini juga sering dipakai dalam pengembangan obat baru yang dapat mencegah Hipoksia dengan pemberian zat pembawa oksigen. Telah disintesis senyawa kombinasi oksigen klorida yang nontoksik dalam bentuk obat generik tetrachlorodecaoxide (TCDO) dengan nama dagang Oxoferin. 22 2. Bioengineered tissue. Suatu material pengganti skin graft yang dibuat dari pembiakan fibroblas yang diambil dari kulit ari bayi dan teranyam pada polygalactic acid mesh.
8

3. Growth Factors (GF) GF merangsang kemotaksis, mitogenesis, angiogenesis, dan sintesis kolagen dan matriks ekstraseluler contoh GF adalah becaplermin ( Regranex) suatu rekombinan DNA yang mengandung kuman platelet derived growth factor dalam bentuk jelly. 8, 23 5.Koreksi Iskemia ( Revaskularisasi ). Memahami pola iskemia tungkai bawah pada pasien DM, merupakan hal yang sangat mendasar sebelum melakukan revaskularisasi. Tetapi ada miskonsepsi yang dianut secara luas bahwa komplikasi DM itu mengenai pembuluh darah kecil sehingga proses patologi berupa oklusi itu bersifat tidak

19 dapat dikoreksi (uncorectable). Miskonsepsi ini yang menjadi penghalang usahausaha untuk mengevaluasi maupun mengoreksi iskemia. 2 Padahal penelitian Goldenberg dkk, Strandness dkk, Conrad, Irwin dkk pada spesimen amputasi kaki DM menunjukan tidak cukup bukti adanya oklusi mikrovaskuler, tetapi ada kelainan anatomi dan fungsional mikro sirkulasi berupa penebalan membrana basalis kapiler, tetapi bukan suatu lesi oklusi. Kelainan ini menyebabkan ketidak seimbangan nutrisi dan gangguan hemostasis seluler. Hal ini memberi kontribusi kejadian ulkus dan penurunan kemampuan melawan infeksi. Karena pola anatomi dari atherosklerosis tungkai bawah pasien DM adalah unik yaitu oklusi luas pada level cruris, dan relatif bebas pada level pedis, hal ini mendorong perkembangan teknik revaskularisasi bypass graft infra maleoral atau pedal bypass. Trend saat ini adalah bypass graft ke distal oleh karena langsung memberikan kelangsungan sirkulasi pedis. 2 Tindakan pedal / distal bypass graft memberikan angka mortalitas perioperatif 1%, angka patensi 2 tahun 72% unluk long bypass / femoro-distal dan 82% short bypass / popliteo-distal , walaupun overall patensi 5 tahun turun menjadi 63%, tetapi limb salvage 5 tahun mencapai 81%. 24 Apabila melalui evaluasi klinis, pemeriksaan non invasif maupun invasif terbukti kuat bahwa iskemia memberi kontribusi timbulnya ulkus atau gangren dan infeksi, maka revaskularisasi dilakukan lebih agresif, karena dapat menurunkan angka amputasi baik mayor maupun minor. 2, 6 V. Kesimpulan

Morbiditas dan risiko penderita DM seperti kejadian ulkus / gangren yang tidak sembuh sembuh, peningkatan biaya soio-ekonomi yang sangat besar yang ditanggung penderita dan masyarakat, serta resiko amputasi, merupakan masalah kesehatan serius yang sering dihadapi. Strategi untuk menurunkan risiko adalah mengurangi fakto-faktor risiko, melakukan analisis mikrobiologi serta penggunaan antibiotika yang cepat dan tepat, evaluasi adanya osteomielitis, revaskularisasi dan perawatan luka lebih agresif, diperlukan tenaga perawatan yang profesional. Sehingga diperlukan langkah langkah pencegahan seperti : 2 1. Pendidikan terhadap penderita dan dokter 2. Team approach : dalam hal managemen DM pengendalian infeksi pemeriksaan vaskular secara periodik pemeriksaan kaki, menjaga higienis kaki setiap hari ukuran sepatu yang tepat perawatan luka.

20

KEPUSTAKAAN.

1.

Rutherford RB. Recommended standards for reports on vascular disease and its management. In : Callow AD, Ernst CB, editors. Vascular surgery : theory and practice. Connecticut : Appleton and Lange ; 1995 : 1145 - 59. Gibbons GW, Marcaccio EJ, Habershaw GM. Management of diabetic foot. In : Callow AD, Ernst CB, editors. Vascular surgery : theory and practice. Connecticut : Appleton and Lange ; 1995 : 167 - 79.

2.

3. Daugherty A, Heinecke JW. Atherosclerosis : Epidemiology and risk factors. In : Callow AD, Ernst CB, editors. Vascular surgery : theory and practice. Connecticut : Appleton and Lange ; 1995 : 81 - 9. 4. Muha J. Local wound care in diabetic foot complications : aggressive risk management and ulcer treatment to avoid amputation. Postgraduate medicine 1999 : 106 ( 1 ). 5. Cunha BA. Antibiotic selection for diabetic foot infections : a review. J Foot Ankle Surg 2000 ; 39 ( 4 ) : 253 - 7.

6. Petrasovic M. Pedal bypass in treatment of arterial occlusive of the lower extremities in diabetics. Bratisl Lek Listy 1999 ; 100 ( 6 ) : 312 - 6. 7. Armstrong DG, Lavery LA, Harkless LB. Validation of a diabetic wound classification : the contribution of depth, infection , and ischemia to risk of amputation. Diabetic care 1998 ; 21 : 855 - 9. 8. Millington JT. Taking diabetic foot wound care into new milenium. Clinical geriatrics. http://www.mmhc.com/hhcc/articles/hhcc9903/Millington_hhcc.html. 9. Harrington C. A cost analysis of diabetic lower extremity ulcers. Diabetic Care 2000 ; 23 ( 9 ) : 1333 - 8. 10. Calvet HM, Yoshikawa TT. Infections in diabetes. In : Infectious disease clinics of North America .WB Saunders Company ; 2001 ; 15 ( 2 ). 11. Lipsky BA. Principles and practice of antibiotic therapy of diabetic infections. Diabetes metab Res Rev 2000 ; 16 supll 1 : S42 - 6.

21

12. Pathare NA. Antibiotis combination in polymicrobic diabetic foot infections. Indian J Med Sci 2001 ; 55 ( 12 ) : 655 - 62. 13. El - Tahaway AT. Bacteriology of diabetic foot. Saudi Med J 2000 ; 21 ( 4 ) : 344 - 7. 14. Viswanathan V. Prevalence of pathogens in diabetic foot infections in south Indian type 2 diabetic patients. J Assoc Physicians India 2002 ; 50 : 1013 - 6. 15. Heyder AF. Kajian faktor faktor risiko terhadap integritas vaskular pada kejadian dan perluasan gangren penderita NIDDM. Disertasi untuk memperoleh dejat Doktor di Universitas Gajah Mada. Yogyakarta ; 1992. 16. Frykberg RG. Diabetic foot ulcers : pathogenesis and management. American family physician 2002 ; 66 ( 9 ). 17. Askandar Tjokroprawiro, Tandra H, Subagyo B. Gangren diabetikum di RSUD Dr Soetomo Surabaya : faktor faktor yang berpengaruh dan terapi rasional. Naskah lengkap Kopapdi VII. Ujungpandang ; 1986. 18. Akbari Cm, Logerfo FW. Diabetes and peripheral vascular disease. J Vasc Surg 1999 ; 30 : 373 - 84. 19. Strandness DE, Langvis YE, Roederer GO. Non invasive evaluation of vascular disease. In : Haimovici, editor. Vascular surgery : Principles and techniques. California : Appleton and Lange ; 1989 : 17 - 38. 20. Boykin JV. The nitric oxide connection : hyperbaric oxygen therapy, becaplermin, and diabetic ulcer management. Adv Skin Wound Care 2000 ; 13 ( 4 Pt 1 ) : 169 - 74. 21. Lazareth I. Local care and medical treatment for ischemic diabetic ulcers. J Mal Vasc 2002 ; 27 ( 3 ) : 157 - 63. 22. Oxoferin ( Tetrachlorodecaoxide ). IIMS Product Review 1992 ; 5. 23. Smiel JM. Efficacy and safety of becaplermin ( recombinant human platelet - derived growth facto ) in patient with non healing, lower extremity diabetic ulcers : a combined analysis of four randomizes studies. Wound Repair Regen 1999 ; 7 ( 5 ) : 335 - 46. 24. Schneider PA. Intraoperative superficial femoral artery ballon angioplasty and popliteal to distal bypass graft : an option for combined open and endovascular treatment of diabetic gangren. J Vasc Surg 2001 ; 33 ( 5 ) : 955 - 62.

22

You might also like