You are on page 1of 6

Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus Steinernema carpocapsae (All) Strain Lokal terhadap Hama Crocidolomia binotalis Zell.

di Tawangmangu
The Biological Control of Crocidolomia binotalis Zell. in Tawangmangu by Local Strain of Entomogenus Nematode Steinernema carpocapsae (All)
Subagiya1)
ABSTRACT

The

research on Biological Control of Crocidolomia binotalis in Tawangmangu by Local Strain of Entomogenus Nematode S. carpocapsae (All) was conducted in the field and laboratory. Objectives of the study were to 1) Find local strain of Steinernema carpocapsae to control the Crocidolomia binotalis. And 2) Test the virulence and effectively local strain of S. carpocapsae to control the cabbage pest mainly C. binotalis. Exploring the S. carpocapsae conducted in Tawangmangu at 800-1100, >1100-1400, and >1400 m altitude. Each zone was observed four sample units. The virulence of S. carpocapsae to control the C. binotalis fixed by Probit analysis. In Tawangmangu at altitude >1400 m was found S. carpocapsae have parasitically to C. binotalis and Spodoptera litura. Responsibility of dead by S. carpocapsae against to C. binotalis, Spodoptera litura and Plutella xylostella needs 50.70; 51.60; and 119.90 hours, respectively. The final population of this nematode in each pest, respectively, was 359.00; 274.80; and 1.2 larvae. Estimation of LC50 of S. carpocapsae against the C. binotalis, Spodoptera litura and Plutella xylostella was 1782.92; 4979.47; and 28669.00 larvae/ cc

Keywords: S. carpocapsae, C. binotalis, virulensi

PENDAHULUAN Tawangmangu merupakan daerah penghasil sayuran bagi wilayah Surakarta. Selain Ungaran, Wonosobo dan Banjarnegara, Tawangmangu termasuk empat daerah potensial penghasil sayuran di Jawa Tengah (Anonim, 1997). Jenis sayuran yang banyak diproduksi daerah ini adalah kubis, wortel, bawang merah, bawang putih, selada dan lain-lain. Selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir tanaman kubis tidak lagi menjadi komoditas andalan di Tawangmangu, karena petani setempat mulai tidak tertarik menanamnya. Kumulatif luas tanam pada tahun 1996 hanya 4,9 % dari luas tanah yang dapat ditanami kubis, sedangkan pada dekade sebelumnya luas tanam mencapai 25 % dari luas lahan produksi sayuran. Menurunnya animo petani untuk menanam kubis karena tingginya resiko gagal panen akibat adanya serangan hama terutama ulat jantung kubis (Anonim, 1996). Ulat jantung kubis (Crocidolomia binotalis Zell.) merupakan hama yang penting pada tanaman kubis.

Munculnya hama ini pada pertanaman kubis merupakan ancaman yang serius bagi petani. Pada tahun 1998 Balai Proteksi Tanaman Pangan & Hortikultura V melaporkan ulat jantung kubis (C. binotalis) merupakan hama yang menempati urutan pertama penyebab kerusakan tanaman kubis di Jawa Tengah. Serangan hama ini mengakibatkan turunnya produksi mencapai 50 persen per hektar. (Anonim, 1998). Serangan C. binotalis pada tanaman kubis sampai sekarang belum dapat diatasi secara memuaskan, meskipun pengen-dalian kimia telah dilakukan secara intensif. Salah satu agens pengendali hayati yang mempunyai potensi tinggi untuk mengendalikan hama ulat jantung kubis adalah nematoda entomopatogen Steinernema carpocapsae (All). Pada tahap awal untuk mengem-bangkan nematoda tersebut dibutuhkan investasi yang cukup besar karena harus melalui banyak tahap kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi eksplorasi, isolasi, perbanyakan massal, pelepasan, dan konservasi. Setelah S. carpocapsae diaplikasikan pada lahan pertanaman

1)

Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, UNS - Surakarta Agrosains 7(1): 34-39, 2005

kubis, nematoda secara aktif mencari ulat C. binotalis sebagai pakan utamanya. Dengan demikian akan berlangsung proses pengendalian hama secara terusmenerus dan berkelanjutan. Pengendalian hayati dengan nematoda ini dalam jangka panjang dapat menghemat biaya produksi, sehingga meningkatkan keuntungan usahatani petani kubis. Keuntungan lain penggunaan nematoda untuk mengendalikan ulat jantung kubis adalah dihasilkan produk yang bebas residu bahan kimia, sehingga akan mampu memenuhi standar ISO 14000 (Poinar, 1979; Fuxa dan Tanada, 1987). Kajian biologi nematoda entomogenus yang berimplikasi pada kemanfaatannya sebagai musuh alami hama terutama terhadap hama Crocidolomia binotalis diharapkan dapat melengkapi komponen pengendalian hama secara terpadu pada budidaya kubis, karena penggunaan pestisida pada komoditas ini sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Pada penelitian ini nematoda yang dikembangkan sebagai musuh alami berasal dari daerah setempat dengan harapan tingkat keberhasilannya untuk menekan populasi hama cukup tinggi karena nematoda tersebut tidak perlu beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat. Beberapa penelitian melaporkan bahwa S. carpocapsae cukup efektif untuk mengendalikan hama. Kard et al. (1988) mencatat bahwa ulat Phyllophaga spp. (Scarabaeidae) dapat dikendalikan oleh Steinernema feltiae Filifjev dan Heterorhabditis heliothidis (Khan, Brooks & Hirschmann). Efektifitas pengendalian dengan nematoda ini sebesar 60-80 %. Heterorhabditis bacteriophora Poinar dan S. carpocapsae juga bersifat patogenik terhadap ulat dan kepompong Cylas formicarius elegantulus (Jansson et al., 1990). Mannion dan Jansson (1992) mencatat bahwa di laboratorium S. carpocapsae mampu menekan populasi C. formicarius hingga 25-60 %, bahkan penurunan populasi C. formicarius jantan mencapai 96 - 100 %. Sementara itu Raulstom et al. (1992) menyatakan bahwa Steinernema sp. mampu memparatisasi prakepompong Helicoverpa zea Boddie dan kepompong Spodoptera frugiperda J.E. Smith. Parasitisasi nematoda ini di lapangan mencapai 34 % terhadap prakepompong H. zea dan 24,2 % terhadap kepompong S. frugiperda. Nematoda tersebut dapat pula digunakan untuk mengendalikan ulat Agrotis ipsilon Hufnagel (Buhler dan Gibb, 1994). Tujuan utama penelitian ini adalah 1) mendapatkan jenis nematoda entomo-genus S. carpocapsae strain lokal yang potensial untuk mengendalikan hama ulat jantung kubis (C. binotalis) di Tawang-mangu; 2) mengetahui patogenisitas strain nematoda tersebut terhadap hamahama kubis.

BAHAN DAN METODE Percobaan 1: Koleksi, identifikasi dan perbanyakan massal nematoda entomogenus yang didapatkan di lahan pertanaman kubis terutama yang menyerang ulat jantung kubis (C. binotalis) Metode yang digunakan untuk mengumpulkan/ mendapatkan nematoda entomogenus adalah metode trapping (Bedding & Akhurst, 1975). Pada penelitian ini digunakan umpan ulat jantung kubis yang didapatkan dari lapangan. Penggunaan umpan yang berasal dari hama lapangan dimaksudkan agar diperoleh jenis nematoda entomogenus spesifik patogenis terhadap jenis hama tersebut. Ulat umpan ditempatkan pada dasar cawan petri. Tubuh ulat tersebut diselimuti kain kafan seukuran luas cawan petri. Selanjutnya tubuh ulat dan kain kafan ditutup dengan gelas arloji (gelas cembung), agar ulat tidak keluar dari dalam cawan petri. Pengumpanan dilakukan selama satu minggu. Spesies nematoda yang diperoleh dari lapangan tersebut sebagian dibuat preparat yang selanjutnya difoto untuk mengetahui morfologik dan morfometrik nematoda. Percobaan 2 : Uji patogenitas dan virulensi strain nematoda yang diperoleh dari lapangan dengan berbagai jenis hama kubis Pengujian virulensi nematoda terhadap hama dilakukan di laboratorium. Bahan uji berupa ulat instar ketiga yang dipelihara dalam lodong dengan ventilasi udara. Jenis pakan yang diberikan berupa daun kubis segar. Setiap hari dilakukan penggantian pakan. Penyemprotan nematoda dilakukan dua hari setelah ulat dimasukkan dalam lodong. Setiap lodong diisi 20 ekor ulat. Parameter yang diamati pada percobaan ini adalah persentase jumlah hama yang mati. Lama hama bertahan hidup. Kematian hama dikoreksi dengan rumus Abbot (Abbot, 1925; Sutarya dan Sastrosiswoyo, 1993).

Data dianalisis dengan uji DMRT pada taraf 5 %, sedang untuk mengetahui LC 50 digunakan analisis probit.

Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus Steinernema carpocapsae (All) Strain Lokal terhadap ......................... (Subagiya)

35

HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1: Koleksi dan identifikasi nematoda entomogenus yang didapatkan di lahan pertanaman kubis terutama yang menyerang ulat jantung kubis (C. binotalis) Hasil eksplorasi lapangan dengan metode trapping didapatkan nematoda Steinernema carpocapsae menyerang ulat jantung kubis. Karakteristik morfologi nematoda hasil isolasi ditunjukkan pada Gambar 1. Sedangkan morfometrik nematoda S. carpocapsae betina ditunjukkan pada Tabel 1 . Pada Gambar 1 (A) ditunjukkan bahwa bagian depan pharinx tampak membulat dan bagian isthmus dan basal bulbus terdapat kelep yang nampak jelas (Poinar, 1979). Ciri yang paling nyata Steinernema carpocapsae dewasa betina adalah memiliki vulva yang mencuat dan terletak kurang lebih pada pertengahan tubuh nematoda (Perhatikan Gambar 1 (B)) (Poinar, 1979). Pada Tabel 1 terlihat bahwa dimensi nematoda

yang meliputi panjang tubuh (L), a (panjang tubuh nematoda dibagi lebar tubuh terlebar), b (panjang tubuh nematoda dibagi panjang oesophagus), c (panjang tubuh nematoda dibagi panjang ekor) berturut-turut adalah 916,25 m; 22,83 m; 5,90 m; dan 9,74 m. Percobaan 2: Uji patogenitas dan virulensi strain nematoda yang diperoleh dari lapangan dengan berbagai jenis hama kubis Patogenitas nematoda terhadap ulat hama diukur berdasar waktu yang dibutuhkan nematoda untuk membunuh serangga, pengukuran dilakukan pula pada besarnya populasi nematoda yang berkembang dalam tubuh serangga saat mati. Hasil pengamatan laboratorium terhadap berbagai hama disajikan pada Tabel 2.

Agrosains 7(1): 34-39, 2005

Tabel 2.

Waktu yang dibutuhkan S. carpocapsae untuk membunuh hama dan populasi nematoda pada saat serangga mati.

Keterangan: Huruf yang sama dalam kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Waktu yang dibutuhkan nematoda untuk mematikan ulat C. binotalis, S. litura, dan P. xylostella; berturut-turut adalah 50,70; 51,60; dan 119,90 jam (Tabel 2). Hasil analisis menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan nematoda untuk mematikan C. binotalis, S. litura dan P. xylostella berbeda nyata. Ulat C. binotalis paling terpengaruh oleh nematoda S. carpocapsae dibandingkan dua jenis hama lain pada tanaman kubis. Hal ini karena nematoda S. carpocapsae tersebut adalah strain yang berasal dari isolasi ulat C. binotalis,

sehingga ulat tersebut memang merupakan inang utama bagi nematoda. Organisme yang hidup pada inang yang sesuai akan tumbuh dan berkembang dengan baik karena kebutuhan nutrisi dapat dipenuhi dari inang, sehingga kematian serangga inang dapat berlangsung dengan cepat (Fuxa dan Tanada, 1987; McNaughton dan Wolf, 1998). Estimasi besarnya konsentrasi S. carpocapsae yang mampu mematikan 50 % populasi serangga hama ditunjukkan Tabel 3.

Tabel 3.

Analisis probit konsentrasi S. carpocapsae terhadap persentase kematian ulat C. binotalis, S. litura, dan P. xylostella

Keterangan: LC50 = Konsentrasi kematian 50 %

Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa estimasi LC50 S. carpocapsae terhadap C. binotalis adalah 1782,92 larva/1 ml air, dengan kisaran 1392,81 2183,54 larva/1 ml air. Garis probit yang terbentuk adalah Y= 1,03 + 1,22 X. Sedangkan estimasi LC50 S. carpocapsae terhadap P. xylostella adalah 28669,22 larva/ ml air, dengan kisaran 11369,62 16,7 X 105. Persamaan probit yang terbentuk adalah Y= -1,92 + 1,55 X.. Estimasi LC50 S. carpocapsae terhadap S. litura adalah 4979,47 larva/ml air, dengan kisaran 3362,27 14645,52 larva/ml air. Persamaan garis probit yang dibentuk adalah Y = 2,07 + 0,79 X. Rendahnya nilai LC 50 S. carpocapsae terhadap ulat C. binotalis dapat memberi harapan untuk dikembangkan sebagai agens pengendali, asalkan dalam aplikasi di lapangan dilakukan pengelolaan ekosistem

yang memberi dukungan positif bagi bertahan dan berkembangnya S. carpocapsae. Dengan pengelolaan lingkungan yang terencana dengan baik dengan memperhatikan aspek konservasi bagi perkembangan S. carpocapasae dapat menunjang keberhasilan pengendalian hama C. binotalis. Pada lingkungan yang cocok virulensi nematoda menjadi lebih tinggi sehingga akan meningkatkan kemampuan nematoda untuk menemukan inangnya. Nematoda entomopatogenik yang telah menemukan inang akan segera berkembang dan memparasitasi inang tersebut ( De Doucet et al., 1998). Persentase kematian ulat C. binotalis, S. litura, dan P. xylostella dihitung menurut rumus Abbott (1925) disajikan pada Tabel 4.

Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus Steinernema carpocapsae (All) Strain Lokal terhadap ......................... (Subagiya)

37

Tabel 4. Pengaruh konsentrasi S. carpocapsae terhadap kematian ulat C. binotalis, S.litura, dan P. xylo-

Keterangan: Rata-rata yang diikuti huruf sama dalam kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Umumnya semakin tinggi konsentrasi S. carpocapsae yang disemprotkan menyebabkan semakin besar kematian ulat C. binotalis, S. litura, dan P. xylostella (Tabel 4). Semakin lama inkubasi menyebabkan semakin tinggi kematian ulat, baik pada C. binotalis, S. litura, maupun P. xylostella. Kematian C. binotalis pada inkubasi 216 jam menunjukkan persentase yang sangat tinggi, yaitu hampir mendekati 100 %, baik pada perlakuan konsentrasi 1000, 2000, maupun 4000 ekor/ ml. Persentase kematian ulat S. litura pada inkubasi 216 jam paling tinggi terjadi pada konsentrasi 4000 ekor/ ml, hasil analisis berbeda nyata dengan konsentrasi 1000 dan 2000 ekor/ml. Persentase kematian ulat P. xylostella pada inkubasi 216 jam paling tinggi terjadi pada konsentrasi 4000 ekor/ ml, hasil analisis berbeda nyata dengan konsentrasi 1000 dan 2000 ekor/ml. Kenyataan ini menunjukkan bahwa ulat C. binotalis dan S. litura cocok bagi kehidupan S. carpocapsae, sedangkan ulat P. xylostella tidak cocok bagi nematoda tersebut. Tingginya persentase kematian ulat setelah 216 jam karena nematoda telah berkembang menjadi banyak, sehingga penyebaran bakteri simbionnya menjadi lebih cepat pula. Bakteri yang telah mencapai haemocoel serangga akan mempercepat kematian (Marineide et al., 1993).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Di daerah dataran tinggi Tawangmangu ditemukan nematoda entomogenus S. carpocapsae yang bersifat parasitik terhadap ulat jantung kubis (C. binotalis) dan Spodoptera litura. 2. Waktu yang diperlukan nematoda untuk mematikan ulat C. binotalis, S. litura, dan P. xylostella berturut-turut adalah 50,70; 51,60; dan 119,90 jam dengan populasi S. carpocapsae masing-masing adalah 359,00; 274,80; dan 1,2 ekor. 3. Estimasi konsentrasi S. carpocapsae yang mampu mematikan 50 % populasi ulat C. binotalis, S. litura, dan P. xylostella berturut-turut adalah 1782,92; 4979,47; dan 28669,00 larva/ ml. Saran 1. Efektifitas S. carpocapsae terhadap ulat jantung kubis (C. binotalis) dapat dikaji dan dikembangkan terhadap hama-hama dari berbagai jenis sayuran lainnya. 2. Perlu dikaji lebih mendalam mengenai peranan bakteri simbion X. nematophilus dalam mematikan serangga hama.

Agrosains 7(1): 34-39, 2005

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1997. Laporan Tahunan Balai Proteksi Tanaman Pangan & Hortikultura V. Tahun Anggaran 1996/1997. Ditjen Tanpan. & Hort. BPTPH V Jateng & DIY. Semarang. . 1998. Laporan Tahunan Balai Proteksi Tanaman Pangan & Hortikultura V. Tahun Anggaran 1997/1998. Ditjen Tanpan. & Hort. BPTPH V Jateng & DIY. Semarang. . 1996. Kabupaten Karanganyar Dalam Angka 1996. BPS. Kantor Statistik Kabupaten Karanganyar. Abbot, W.S. 1925. A method for computing the effectiveness of an insecticide. J. Econ. Entomol. 18. 265-267. Bedding, R.A. & R.J. Akhurst. 1975. A simple technique for the Detection of Insects Parasitic Rhabditid Nematodes in Soil. Nematologica 21: 109-116. Buhler, W.G.; T.J. Gibb. 1994. Persistence of Steinernema carpocapsae and S. glaseri (Rhabditida: Steinernematidae) as Measured by Their Control of Black Cutworm (Lepidoptera: Noctuidae) Larvae in Bentgrass. J-econ-entomol. Lanham, Md. : Entomological Society of America, 87 (3) . 638-642. De Doucet, M.M.A.; M.M. Bertolotti; A.L. Giayetto; & M.B. Miranda. 1998. Host Range, Specificity, and Virulence of Steinernema feltiae, Steinernema rarum, and Hetrorhabditis bacteriophora (Steinernematidae and Heterorhabditidae) from Argentina. J. Invertebrate Pathology 73: 237242. Fuxa, J.R. & Y. Tanada. 1987. Epizootiology of Insect Diseases. John Wiley and Sons. New York. 555 pp. Grewal, P.S.; S. Selvan & R. Gaugler. 1994. Thermal Adaption of Entomopathogenic Nematodes: Niche, Breath for Infection, Establishment, and Production. J. Therm. Biol. Exeter. England: Elsevier Science Ltd. 19(4): 245-253. Jansson, R.K.; S.H. Lecrone; R.R. Gaugler & G.C. Smart, Jr. 1990. Potential of Entomopathogenic Nematodes as Biological Control Agents of Sweetpotato Weevil (Coleoptera: Curculionidae). J. Econ. Entomol. 83(5): 1818-1826. Kard, B.M.R.; F.P. Hain & W.M. Brooks. 1988. Field Supression of Three White Grub Species (Co-

leoptera: Scarabaeidae) by the Entomogenous Nematodes Steinernema feltiae and Heterorhabditis heliothidis. J. Econ. Entomol. 81(4):10331039 Kaya, H.K. 1977. Development of the DD-136 Strain of Neoaplectana carpocapsae at Constan Temperature. J. Nematol. 9: 346. Mannion, C.M. & R.K. Jansson. 1992. Comparison of ten entomopathogenic nematodes for control of sweetpotato weevil (Coleoptera: Apionidae). J. Econ. Entomol. Lanhan, Md,: Entomological Society of America. 85(5): 1642-1650. Marineide, M.; Aguillera; and . C.S.Jr. Smart. 1993. Development, Reproduction, and Pathogenicity of Steinemema scapterisci in Monoxenic Culture with Different Species of Bacteria. Journal of Invertebrate Pathology 62:289-294. McNaughton, S.J & L.L. Wolf. 1998. Ekologi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1140 pp Nicholas, W.L. 1975. The Biology of Free-living Nematodes. Clarendon Press. Oxford. London. 219 pp. Poinar, G.O.,Jr. 1979. Nematodes for Biological Control of Insects. CRC. Press. Florida. 277 pp. Raulston, J.R. ; S.D. Pair; J. Loera & H.E. Cabanillas. 1992. Prepupal and Pupal Parasitism of Helicoverpa zea and Spodoptera frugiperda (Lepidoptera: Noctuidae) by Steinernema sp. in Cornfield in the Lower Rio Grande Valley. J. Econ. Entomol. 85(5): 1666-1670. Sipayung, A.; R.D. de Chenon & Sudarto Ps. 1992. Use of Entomogenous Nematodes against Captotermes curvignathus Holmgren, Rhinotermitidae. Kongres Entomologi IV. 28-30 Januari 1992. PEI. Yogyakarta. Sutarya, R. & S. Sastrosiswoyo. 1993. Uji Pendahuluan Pengaruh Nuclear Polyhidrosis Virus (Se-NPV) terhadap Kematian Ulat Bawang (Spodoptera exigua) di Laboratorium. Prosiding makalah Simposium Patologi Serangga I. Yogyakarta, 12-13 Oktober 1993. PEI. Cabang Yogyakarta. p: 333-342 Van Der Plank, J.E. 1960. Analisis of Epidemics. In. Horsfall, J.G. & A.E. Dimmond (1960). Plant Pathology Vol. III. Academic Press. New York. 675 pp.

Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus Steinernema carpocapsae (All) Strain Lokal terhadap ......................... (Subagiya)

39

You might also like