You are on page 1of 29

BAB I PENDAHULUAN

Syok adalah sindrom akut yang ditandai oleh ketidakmampuan tubuh untuk memberikan oksigen yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik dari organ dan jaringan vital. Kompensasi dari tidak tercukupinya kebutuhan oksigen melibatkan berbagai respon yang bertujuan menjaga oksigenasi ke organ organ vital, seperti otak, jantung, ginjal, dan hati. Secara umum, syok diklasifikasikan menjadi empat tipe mayor, yaitu hipovolemik, kardiogenik, distributif, dan obstruktif. Syok hipovolemik adalah penyebab syok yang paling sering terjadi pada anak Pada awalnya, syok dapat dikompensasi dengan baik, tetapi keadaan ini dapat berubah secara cepat menjadi syok yang tidak terkompensasi. Pada fase tidak terkompensasi, terapi yang dilakukan harus lebih agresif untuk mencapai perbaikan secara klinis. Syok yang tidak ditatalaksana dengan baik akan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ tubuh secara ireversibel dan akhirnya dapat menyebabkan kematian. Terlepas dari penyebab syok, respon terhadap syok, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan dapat sangat berbeda tergantung pada penyebab spesifik, keadaan klinis dan respon biologis terhadap keadaan syok. Syok terjadi pada sekitar 2% (kurang lebih 400.000 kasus per tahun) dari anak dan dewasa yang sedang dirawat di rumah sakit di Amerika Serikat. Kematian biasa terjadi bukan pada fase akut hipotensi, melainkan merupakan hasil komplikasi dari keadaan yang ada sehingga menyebabkan sindrom disfungsi multiple organ. Pada anak, angka kematian akibat syok menurun dengan penggunaan panduan yang sudah terstandarisasi yang menekankan pentingnya pengenalan dini tanda tanda syok dan segera melakukan rujukan pada pasien gawat ke pediatric intensive care. Oleh karena masih banyaknya kejadian syok pada anak dan pentingnya tatalaksana yang tepat pada setiap kejadian syok pada anak, maka Penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai syok, dengan menitikberatkan pada pentingnya
1

tatalaksana yang tepat untuk masing masing jenis penyebab syok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Syok adalah suatu sindroma klinis yang muncul akibat kegagalan sistem sirkulasi untuk memenuhi nutrisi dan oksigen yang menyebabkan gangguan pada metabolisme jaringan dan defisiensi oksigen pada tingkat seluler.

Sirkulasi fisiologis : a. Cardiac output = heart rate x stroke volume Stroke volume diperngaruhi oleh preload, kontraktilitas jantung, dan afterload b. Tekanan darah = curah jantung x resistensi vaskular perifer

Diagnosis Fisik pada Syok: a. Hipotensi Merupakan tanda akhir pada syok, oleh karena itu tatalaksana harus sudah dilakukan sebelum terjadi hipotensi. Secara umum pada anak jika tekanan darah < 2 x usia + 70, berarti terdapat data kasus b. Takikardia

Merupakan gejala awal bila syok terjadi

c. Respon adrenergic Pasien menjadi gelisah, berkeringat atau akral dingin oleh karena terjadi vasokonstriksi perifer. Juga menyebabkan livedo reticularis dan Capillary Refill Time > 2 menit d. Perubahan status mental Beberapa pasien yang syok, dapat saja memberi gambaran yang orang normal, tetapi biasanya terdapat gelisah, cemas, bingung, letargi atau perubahan pada kesadaran. e. Tanda vital orthostatic Pasien pada syok awal biasanya hanya terdapat tanda takikardi dan hipotensi saja saat dalam keadaan berdiri. Apabila tidak ada kontraindikasi, pengukuran tanda vital 3 menit setelah pasen berdiri dapat dibandingkan dengan tanda vital saat pasien berbaring. Peningkatan laju nadi atau menurunnya tekanan darah mengindikasikan volume intravascular yang tidak adekuat.

Tingkat Keparahan Syok : a. Fase awal (kompensasi) Pada stadium ini fungsi organ vital dipertahankan melalui mekanisme kompensasi fisiologis tubuh dengan cara meningkatkan reflek simpatis sehingga terjadi : - Peningkatan resistensi sistemik, dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ nonvital ke organ vital ( jantung, paru, otak ). - Resistensi arteriol meningkat sehinnga tekanan diastolik
3

meningkat. - Heart rate meningkat, cardiac output meningkat. - Sekresi vasopressin, reninangiotensinaldosteron meningkat, sehingga ginjal meretensi natrium dan air dari sirkulasi. Manifestasi Klinis : Takikardia. Merupakan tanda awal yang muncul sebagai kompensasi akibat menurunnya cardiac output Capillary refill time memanjang Ekstremitas dingin Takipnea ringan Iritabilitas Penurunan urin output Tanda lain : membran mukosa kering, ubun-ubun cekung, turgor kulit menurun

b. Fase lanjut (dekompensasi) Perfusi jaringan buruk, kadar O2 sangat menurun sehingga terjadi metabolisme anaerob. Pada keadaan ini, terjadi peningkatan laktat, sehingga terjadi laktat asidosis. Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap katekolamin. Gangguan mekanisme energi dependent Na/K pump ditingkat seluler,
4

integritas membran sel terganggu, sehingga fungsi lisosom dan mitokondria memburuk dan terjadi kerusakan sel. Aliran darah lambat dan kerusakkan rantai kinin serta sistim koagulasi, akan memperburuk keadaan dengan terbentuknya agregasi trombosit dan pembentukkan trombus disertai tendensi perdarahan. Pelepasan mediator vaskular, seperti histamin, serotonin, sitokin (TNF alpha dan InterleukinI), xanthin oxydase membentuk oksigen radikal serta platelet aggregating factors. Pelepasan mediator oleh makrofag menyebabkan vasodilatasi arteriol dan permeabilitas kapiler meningkat, venous return menurun, preload menurun, cardiac output menurun.

Manifestasi Klinis : Takikardi dan takipnea semakin parah Capillary refill time memanjang Oliguria Kesadaran menurun (agitasi atau koma) Hipotensi

c. Stadium Irreversible Syok yang berlanjut akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel, serta disfungsi multi organ. Cadangan fosfat berenergi tinggi ( ATP ) akan habis , sehingga tubuh kehabisan energi. Manifestasi Klinis : tekanan darah tak terukur, nadi tak teraba, anuria, kesadaran buruk dan tandatanda kegagalan organ.

B. KLASIFIKASI 2.1. Syok Hipovolemik Definisi Syok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah dalam tubuh, sekunder akibat hilangnya cairan, atau akibat hipoproteinemia.

Etiologi Kehilangan darah (syok hemoragik) Perdarahan eksternal Trauma

Perdarahan internal Hematoma Hemothorax atau hemoperitoneum

- Kehilangan plasma Terbakar Dermatitis eksfoliativa

Kehilangan cairan dan elektrolit Eksternal Muntah Diare

Keringat berlebihan Keadaan hyperosmolar (diabetic ketoasidosis)

Internal Asites Obstruksi usus Pankreatitis

Patofisiologi Volume darah normal pada anak adalah 80 mL/kg, sehingga perdarahan minor saja menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah yang signifikan. Kehilangan cairan menstimulasi reseptor adrenergic, sehingga menyebabkan meningkatnya tahanan vascular sistemik dan redistribusi perfusi intravascular ke jantung, otak, dan ginjal. Pengalihan aliran darah dari kulit menyebabkan perubahan warna kulit, suhu dan kelembapan kulit yang biasanya sudah dapat dinilai pada fase syok terkompensasi. Namun, fase syok terkompensasi ini pun tidak dapat berlangsung terus menerus, peningkatan tahanan vascular sistemik dan afterload menyebabkan meningkatnya konsumsi oksigen otot jantung. Kekurangan oksigen yang tersedia dapat menyebabkan bradikaria dan henti jantung paru.

Manifestasi Klinis Perubahan status mental Takipnea Takikardia

Hipotensi Nadi perifer lemah Akral dingin Oliguria

Supine hipotensi dan takikardia adalah ciri khas dari hipovolemia. Urine outpu pada neonatus dan anak biasanya berkurang. Mukosa membrane yang kering, aksila kering, dan turgor kulit yang tidak baik terkadang merupakan tanda yang terjadi. Pada syok hipovolemik, hal yang pertama kali terjadi biasanya hanya normal atau sedikit dingin pada akral.

Tatalaksana 1. Tatalaksana awal yang harus dilakukan adalah evaluasi Airway, Breathing, Circulation (ABC), dan stabilisasi pasien. Pada neonates dan anak, hipoglikemia sering terjadi bersamaan dengan syok. Oleh karena itu penilaian ABCD akan sangat membantu (D adalah singkatan dari Dextrosa). Setelah ABCD terstabilisasi, tatalaksana spesifik terhadap syok dapat mulai dilakukan. A. Airway Buka atau jaga patensi jalan nafas. Apakah pasien berbicara atau menangis? Bila tidak, apakah terdapat stridor? Apakah suction dibutuhkan? Bila pasien dapat mentoleransi oropharyngeal airway (OPA), sebaiknya OPA digunakan. Intubasi diperlukan apabila status respirasi tidak adekuat. Pada pasien yang mengalami trauma dan mengalami perubahan status mental (skor Glasgow Coma Scale 8) sebaiknya dilakukan intubasi untuk menjaga patensi jalan nafas. Hindari intubasi nasotrakeal jika

terdapat trauma kepala. B. Breathing Berikan suplementasi oksigen. Pulse oksimetri dan analisa gas darah diperlukan untuk diagnosis kegagalan nafas yang belum dapat dilihat secara klinis. Kegagalan nafas seperti pneumotoraks, dan hilangnya keutuhan dinding dada dapat dilihat dan segera dilakukan tatalaksana. C. Circulation Hentikan perdarahan eksternal yang dapat dilihat. Segera cari akses vascular. Gunakan kateter perfer berukuran besar jika mencurigai adanya syok hipovolemik.Berikan cairan yang tepat dengan tipe syok yang dialami. Lakukan Elektrokardiogram (EKG) bila penyebab kardiak masih merupakan diagnosis banding. Pasien dengan tersangka syok harus dipasang monitor jantung. Jika terdapat trauma, segera lakukan uji type-match dan cross-match darah. Pemasangan Foley kateter dibutuhkan untuk memonitor urine output dan respon pasien terhadap terapi cairan yang diberikan. 2. Setelah prosedur ABCD dilakukan, hal yang perlu dilakukan adalah mencari akses intravascular. Dua akses perifer dibutuhkan untuk tatalaksana awal. Jika akses perifer tidak bisa didapatkan, akses sentral atau vena sectie perlu dipikirkan. Vena Saphena Magna merupakan vena yang paling aman untuk dilakukan vena sectie. Vena Basilica pada fossa antecubiti juga merupakan vena yang baik untuk memasukkan kateter perkutan dalam ukuran besar. Vena ini dapat digunakan untuk memonitor tekanan vena sentral.

Vena femoralis dapat digunakan untuk memasukkan cateter perkutan temporer guna mendapatkan akses intravascular tanpa komplikasi bermakna.

Vena sentralis. Hindari kateterisasi perkutan menggunakan vena subklavian atau vena jugulare pada syok hipovolemik karena vena besar biasanya collapse dan besar risikinya untuk terjadi hemothorax atau tension pneumothorax.

Infus intraosseus biasa dilakukan pada anak untuk memberikan akses untuk pemberian cairan.

3. Pemberian cairan intra vena Tipe cairan yang dapat digunakan o Kristaloid o Koloid o Darah Pemilihan cairan bergantung pada tipe syok hipovolemik yang terjadi (hemoragik atau non hemoragik) dan tingkat keparahan syok. o Syok ringan Normal saline, ringer laktat, ringer asetat, plasma, produk darah sama efektifnya sebagai tatalaksana syok ringan. Cairan kristaloid yang biasanya dipilih Karena harganya yang lebih rendah, efek samping yang lebih sedikit, dan mudah didapatkan. o Syok sedang sampai berat Masih terdapat perdebatan mengenai jenis cairan yang paling cocok untuk syok sedang sampai berat. Sampai saat ini, cairan lini pertama yang digunakan adalah cairan kristaloid. Darah harus
10

disiapkan jika terjadi perdarahan ekstensif dan terus terjadi. Transfusi sebaiknya dilakukan jika hematocrit < 30%. Tiga liter kristalloid diperkirakan dapat mencapai ekspansi volume intravascular sama dengan 1 Liter darah. 4. Pada hampir semua pasien pada fase awal syok, bolus cairan awal dengan 20 mL/kg normal saline atau ringer lactate yang harus diberikan secara cepat dalam 5 10 menit. Apabila tidak dapat memasukkan kateter intravena ke dalam vena perifer dalam 90 detik atau dalam 3 kali percobaan, maka jarum intraosseus harus dimasukkan untuk memasukkan cairan. Setelah memasukkan cairan ini, harus kembali dilakukan penilaian untuk menentukan apakah lebih banyak cairan diperlukan atau terapi lainnya perlu diberikan (antibiotic, agen vasoaktif, koloid). Apabila terjadi dekompensasi selama bolus cairan, intervensi lain harus diberikan. Anak dengan syok hipovolemik yang parah , maka perlu dibeikan tambahan bolus cairan (60-80 ml/kg dalam 1-2 jam pertama). Terapi cairan harus ditritasi sampai terjadi perbaikan pada laju jantung, tekanan darah, urin output, tingkat kesadaran dan capillary refill time. Setelah stabilisasi, ongoing losses (seperti diare terus menerus, muntah, luka bakar) harus diganti dengan cairan yang sesuai. Defisit cairan dan rumatan cairan juga harus diperhitungkan. 5. Bila pada pasien terpasang kateter vena sentral, maka cairan harus dititrasi untuk mengembalikan tekanan vena sentral ke dalam batas normal (4-8 cm H2O). 6. Anak dengan hipovolemia yang disebabkan oleh hilangnya darah atau cairan yang kaya protein, penggantian dengan whole blood atau packed red blood cells atau fresh frozen plasma atau albumin mungkin akan diperlukan. 7. Jila resusitasi cairan yang sesuai telah diberikan, tetapi pasien masih menunjukkan perfusi yang buruk dan syok, agen vasoaktif diperlukan.

11

Tabel. 1. Tatalaksana syok hipovolemik Syok Hipovolemik Non-hemorrhagic 20 mL/kg normal saline/ringer laktat bolus, dapat diulang sesuai kebutuhan Pertimbangkan pemberian cairan koloid setelah 3 kali pemberian bolus normal saline/ringer laktat Hemorrhagic Atasi perdarahan eksternal 20 dapat mL/kg diulang normal 2-3 kali

saline/ringer laktat bolus, sesuai kebutuhan Transfusi Packed Red

Blood Cell jika diperlukan

Evaluasi efektifitas dari resusitasi cairan yang sudah diberikan : Tanda keberhasilan resusitasi : o Peningkatan tekanan darah o Takikardia menghilang o Kadar laktat menurun o pH dalam keadaan normal o Peningkatan saturasi O2 pada vena sentral o Urine output > 0,5 ml/kg/jam atau lebih baik o Tingkat kesadaran membaik o Perfusi ke perifer membaik o Peningkatan cardiac output

12

2.2. Syok Kardiogenik Definisi Syok yang terjadi saat berkurangnya cardiac output akibat disfungsi otot jantung. Paling sering terlihat bersamaan dengan Congenital Heart Disease dan myocarditis setelah operasi jantung. Penyebab lainnya adalah disfungsi miokardial sekunder akibat toksin, iskemia. Syok kardiogenik merupakan komplikasi terminal dari seluruh tipe syok karena jantung membutuhkan kensentrasi oksigen yang tinggi.

Etiologi gangguan irama Congestive Heart Failure Cardiomyopathy Post resusitasi

Tatalaksana 1. Tatalaksana awal adalah stabilisasi ABC (Airway, Breathing, Circulation) dan memberikan resusitasi cairan sesuai dengan kebutuhan. Bolus cairan harus diberikan dalam volume yang lebih kecil atau pada waktu yang lebih lama untuk mengindari eksaserbasi gagal jantung. 2. Pasien dengan syok kardiogenik membutuhkan bantuan sistolik dan diastolik untuk memperbaiki cardiac output yang rendah dengan pentingkatan

13

resistensi vascular sistemik. 3. Dopamine merupakan agen lini pertama pada pasien dengan syok kardiogenik, terutama dengan hipotensi.

Tabel.2. Obat pada syok kardiogenik Obat Dopamine Efek Meningkatkan kontraksi jantung Dosis Dosis intermediate = 5-15 g/kg/menit Pada dosis tinggi, dapat meningkatkan risiko disritmia Meningkatkan aliran darah ke ginjal Vasokonstriksi Epinephrine Meningkatkan denyut 0.053.0 g/kg/menit jantung dan kekuatan kontraksi jantung Vasokonstriktor Dobutamine Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung Efek terhadap denyut jantung kecil 120 g/kg/menit Risiko tinggi terjadi disritmia Bagus untuk syok kardiogenik, meningkatkan kekuatan kontraksi jantung Menyebabkan konsumsi O2 yang tinggi pada jantung Dosis tinggi = 1525 g/kg/menit Sebaiknya diberikan melalui vena sentral Keterangan

14

Obat

Efek Vasodilator perifer terutama pada pembuluh darah organ

Dosis

Keterangan

Norepinephrine Vasokonstriktor kuat

0.051.5 g/kg/menit

Menyebabkan peningkatan tekanan darah sementara (resistensi vascular sistemik tinggi)

Efek terhadap kekuatan kontraksi jantung kecil Phenylephrine Vasokonstriktor kuat 0.52.0 g/kg/menit

Menyebabkan peningkatan konsumsi O2 pada jantung, risiko terjadi disritmia Dapat menyebabkan hipertensi secara tiba-tiba

Milrinone

Inotropik kuat

Load 50 g/kg selama 15 menit

Phosphodiesterase inhibitor memperlambat pemecahan cyclic adenosine monophosphate

Kronotropik kuat Vasodilator perifer

0.51 g/kg/menit

2. 3. Syok Obstruktif Definisi : Syok yang disebabkan oleh karena hambatan aliran darah yang kembali ke jantung (venous return). Etiologi : tamponade jantung, tension pneumothoraks, tromboemboli paru

Manifestasi Klinis :

15

Tekanan nadi sempit Diaforesis Distensi vena jugularis ekstremitas dingin & pucat Rales

Tatalaksana : 1 1. Pada pasien dengan syok obstruktif, tatalaksana yang utama yaitu dengan mengatasi penyebab dari obstruksinya. Jika terdapat tamponade jantung, tindakan pericardiocentesis merupakan suatu tindakan life-saving. 2. Maintenance volume intravascular. Resusitasi cairan dapat memperbaiki curah jantung pasien dan mengatasi hipotensi sementara. Pemberian obat diuretic harus dihindari. 3. Penggunaan obat obat inotropik atau vasopressor. Penggunaan obat-obat ini memiliki peran yang minimal terhadap penanganan syok obstruktif.

Tabel.3. Tatalaksana syok obstruktif Syok Obstruktif Tension pneumothorax thoracostomi Tamponade jantung pericardiocentesis 20 mL/kg normal saline/ringer laktat bolus 20 Emboli paru mL/kg laktat, normal dapat

saline/ringer

diulang bila diperlukan Trombolitik, antikoagulan

16

Konsultasi dokter spesialis

2. 4. Syok Distributif Definisi : Syok yang disebabkan karena gangguan vasomotor yang mengakibatkan turunnya Systemic Vascular Resistance diikuti curah jantung yang tidak adekuat, misalnya syok septic, syok neurogenik, dan syok anafilaktik.

2.4.1. Syok septic Definisi : pada pasien anak, syok septic didefinisikann sebagai takikardia dengan tanda penurunan perfusi termasuk penurunan tekanan nadi di perifer dibandingkan dengan tekanan nadi di sentral, perubahan kesadaran, waktu pengisian kapiler >2 detik, akral dingin, dan penurunan jumlah urin. Hipotensi adalah tanda terakhir dan tanda syok fase dekompensata pada anak. Kejadian syok septik ini harus memiliki bukti infeksi.

Patofisiologi : Syok septic disebabkan karena adanya sumber infeksi dalam tubuh terutama bakteri gram negatif. Endotoksin basil gram negatif dapat menyebabkan beberapa hal, yaitu: a. vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer b. peningkatan permeabilitas kapiler. Vasodilatasi perifer akan meningkatkan kapasitas vaskular sehingga menyebabkan hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan hilangnya cairan intravascular ke interstitial dan menyebabkan edema. Kondisi ini pada akhirnya dapat menyebabkan syok. Pada syok sepsis, hipoksia sel bukan terjadi karena adanya penurunan perfusi jaringan, melainkan karena ketidakmampuan sel menggunakan oksigen karena toksin kuman.

17

Tatalaksana : 1. Penatalaksanaan umum 2,3 a) Segera baringkan panderita, dengan kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran balik vena (venous return). Usaha ini bertujuan untuk memperbaiki curah jantung (cardiac output) dan menaikan tekanan darah b) Penilaian ABC sebagai tahapan dari resusitasi jantung paru Air ways penilaian jalan nafas

Jaga agar jalan nafas tetap terbuka, pastikan tidak ada sumbatan. Jika pasien dalam kondisi tak sadar, posisikan kepala dan leher agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan nafas dengan cara melakukan ekstensi kepala. Breathing penilaian status pernafasan

Memberikan bantuan nafas jika ada tanda-tanda pasien tidak mampu bernafas spontan, baik mouth to mouth, mouth to nose, atau dengan menggunakan alat bantu. Sedangkan penderita yang mengalami obstruksi jalan nafas total maka diperlukan tindakan intubasi segera atau dilakukan krikotirotom atau trakeotomi. Circulation

Jika tidak teraba nadi pada arteri besar (carotid, atau femoralis) maka segera lakukan kompresi jantung luar. c) Menghilangkan atau mengasi penyebab syok 2. Terapi Antibiotik Segera mulai pemberian antibiotic intravena sesegera mungkin (kurang dari 1 jam setelah didiagnosis syok septic). Antibiotik yang digunakan adalah antibiotic spectrum luas yang mampu membunuh bakteri pathogen / jamur. Lakukan evaluasi rutin (setiap hari) terhadap efektivitas dari antibiotic yang digunakan, resistensi, serta toksisitasnya. Durasi dari penggunaan antibiotic yaitu selama 7-10 hari, dapat lebih lama jika respon lambat atau terdapat defisiensi sistem imun. Pemilihan antibiotic disesuaikan dengan bakteri penyebabnya.
18

Tabel.4. Pemilihan antibiotic sesuai dengan bakteri penyebab 4 Infeksi Community-acquired disease (N. meningitidis, S. pneumoniae, H. influenza) Cephalosporin generasi 3 (ceftriaxone, cefotaxime) Sepsis nosocomial + golongan penicilin (piperacillin-tazobactam) + golongan aminoglikosida Penicillin-resistant Streptococcus pneumoniae Infeksi jamur Cutaneus (staphylococcus, streptococcus) Pulmonary (Pneumococcus, Haemophilus influenza) Intestinal / biliary (enterobacteria, anaerob bacteria) Urinary (enterobacteria, enterococci) Lain-lain vancomycin Amphotericin B Cloxacilin + gentamisin Antibiotik Cephalosporin generasi 3 (ceftriaxone, cefotaxime) Alternatif

Ampisilin / ceftriaxone +/- gentamisin Co-amoxiclav + gentamisin Ampisilin + gentamisin Ampisilin + gentamisin

Co-amoxiclav / ceftriaxone + gentamisin Ceftriaxone + gentamisin + metronidazole Ceftriaxone + ciprofloxacin Ceftriaxone + ciprofloxacin

Dosis 4 : Amoxilin IV : Anak dan dewasa : 150-200 mg/kg/hari dalam 3 dosis (tiap 8 jam)

19

Cloxacilin IV : Anak : 100 mg/kg/hari dalam 3 suntikan (tiap 8 jam) Dewasa : 3 gram/hari dalam 3 suntikan (tiap 8 jam)

Co-amoxiclav (amoxilin + asam clavulanat) slow IV : Anak : 75 -150 mg/kg/hari dalam 3 suntikan 9tiap 8 jam) Dewasa : 3 gram/hari dalam 3 suntikan (tiap 8 jam)

Ceftriaxone slow IV Anak : 100 mg/kg dalam 1 suntikan pada hari pertama, kemudian harihari berikutnya 50 mg/kg/hari Dewasa : 2 gram/hari, 1 kali sehari

Ciprofloxacin PO (lewat nasogastric tube) Anak : 15-30 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis Dewasa : 1500 mg/hari dibagi dalam 2 dosis

Gentamicin IM : Anak dan dewasa : 3-6 mg/kg/hari dalam 1 atau 2 suntikan Metronidazole IV : Anak : 20-30 mg/kg/hari dalam 3 suntikan (tiap 8 jam) Dewasa : 1-1.5 gram/hari dalam 3 suntikan (tiap 8 jam)

3. Resusitasi Cairan Resusitasi cairan dapat menggunakan cairan kristaloid atau koloid. Sedikitnya diperlukan 2 jalur intravena perifer untuk pemberian cairan dan obat-obat yang diperlukan. Infus intraosseous dapat digunakan jika akses intravena tidak dapat dilakukan. Teknik ini biasanya dilakukan pada anak yang berumur kurang dari 6 tahun. Pemasangan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk monitoring resusitasi volume. Pemberian 10-20 mL/kg cairan kristaloid isotonik seperti cairan normal saline atau Ringer Laktat harus diberikan secara cepat untuk menunjang sistem kardiovaskular. 4. Obat-obatan inotropik dan vasoaktif / vasopressor Pemberian obat-obatan ini adalah setelah koreksi cairan dan ventilasi.

20

Obat-obatan yang biasa digunakan yaitu norepinefrin atau dopamine. Sebelum penggunaan obat-obatan untuk memperbaiki cardiac output (CO), abnormalitas elektrolit (seperti hipokalsemia) yang dapat mengganggu kemampuan jantung harus dikoreksi. Metabolik asidosis sekunder dari hipoksia jaringan harus ditatalaksana dengan mengobati penyebabnya. Sodium bicarbonat hanya diberikan pada kasus asidosis berat yang tidak berespon dengan resusitasi yang adekuat.

Tabel 5. American College of Critical Care Medicine (ACCM) untuk manajemen syok septic pada neonatus dan anak 3 0 menit 5 menit Menilai status mental dan perfusi jaringan Menjaga jalan nafas dan pernafasan, berikan 20mL/kg sampai 60mL/kg cairan kristaloid isotonik. Observasi di PICU 15 menit Menilai syok resisten cairan, mulai pemasangan kateter sentral, dopamin. Menilai syok resisten dopamin (10 mcg/kg/menit), mulai pemberian epinefrin pada cold shock dan norepinefrin pada warm shock. Jika ada risiko adrenal insufisiensi dapat diberikan hydrocortison Normal BP, cold shock, Berikan vasodilator, awasi volume cairan SVC O2,kurang dari 70 Low BP, cold shock, Titrasi volume dan epinefrin SVC O2,kurang dari 70 Low BP, warm shock Beri norepinefrin, cairan, dan vassopresin

2.4.2. Syok Neurogenik Definisi : syok yang disebabkan oleh kegagalan pusat vasomotor (sistem saraf)
21

yang ditandai dengan hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi penurunan tekanan darah secara tiba-tiba. Etiologi : 1. Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang belakang dan spinal syok (trauma medulla spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia) 2. Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan, misal nyeri hebat 3. Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan obat anestesi 4. Rangsangan parasimpatis pada jantung yang menyebabkan bradikardi jantung mendadak. Hal ini terjadi pada orang yang pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Patofisiologi : Cedera pada tulang belakang atau medulla spinalis menyebabkan kegagalan pada pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada vena perifer. Gagalnya pusat vasomotor akan diikuti dengan hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi penurunan tekanan darah sistemik akibat vasodilatasi pembuluh darah perifer dan penurunan curah jantung. Selain karena cedera, rangsangan pada medulla spinalis juga bisa disebabkan oleh penggunaan obat anestesi spinal. Sedangkan, rangsangan terhadap parasimpatis dapat memperlambat denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis pada pembuluh darah. Proses ini terjadi katika seseorang mendapatkan rangsangan emosional yang sangat kuat, misal mendengar/menyaksikan sesuatu yang membuatnya sangat marah atau sedih. Tatalaksana : Tujuannya untuk mengatasi penyebab, mencegah instabilitas kardiovaskular, dan meningkatkan perfusi jaringan. 1. ABC (Airway, Breathing, Circulation) 2. Resusitasi cairan tetapi jangan sampai terjadi overload cairan.

22

3. Obat-obat vasopressor dapat digunakan bila diperlukan 4. Regulasi suhu Tujuan akhir dari terapi resusitasi cairan pada syok : 3 1. Tanda-tanda vital pasien membaik 2. Evaluasi terhadap perfusi jaringan : Urin output >1 cc/kg/jam Capillary Refill Time < 2 detik Tingkat kesadaran

3. Penurunan serum laktat 4. Superior Vena Cava / mixed venous oxygen saturation > 70% 2.4.3. Syok Anafilaktik Definisi Syok anafilaktik adalah hipotensi yang merupakan bagian dan sindroma klinis reaksi imunologis antibody-mediated bersifat sistemik. Manifestasi Klinis Timbul setelah kontak dengan antigen dari beberapa detik sampai beberapa jam dengan manifestasi klinis yang berbeda-beda dalam berat ringannya, lama serangan maupun perjalanan penyakitnya (dapat mengenai satu sistem atau lebih). Tingkat keparahan klinis tergantung pada rute masuknya dan dosis antigen. Efek klinis anafilaktik mengenai : sistem pernafasan dan sistem sirkulasi. Terjadi edema hipofaring dan laring, konstriksi bronkus dan bronkiolus, disertai hipersekresi mukus, dimana semua keadaan ini menyebabkan spasme dan obstruksi jalan nafas akut dengan gejala : dyspneu, wheezing, gagal nafas akut. Hipotensi yang disebabkan oleh histamine (vasodilatasi arteriol dan peningkatan permeabilitas vaskular) Angioedem yang terjadi di kulit (flushing, urtika, eritema) dan

23

organ visera Turunnya perfusi koroner akibat hipotensi ataupun pacuan reseptor H (histamin) pada arteri koroner juga akan menimbulkan spasme arteri dan depresi otot jantung dengan gejala angina dan takikardi. Gangguan sistem gastrointestinal berupa mual, muntah, kram abdomen dan diare akibat efek mediator yang menyebabkan konstriksi otot polos. Sistem urologi timbul gejala hematuri yang disebabkan proses hemolysis. Pada syok lebih lanjut terjadi gangguan perfusi ke SSP menyebabkan turunnya kesadaran. Kematian disebabkan oleh keadaan syok ataupun obstruksi jalan nafas.

Tatalaksana Pertama tama yang harus diperhatikan adalah patensi jalan nafas, yaitu Airway, Breathing, dan Circulation. Berikan posisi yang nyaman bagi pasien. Bila ventilasi dan oksigenasi sudah adekuat (dinilai oleh hasil pulse oxymetry) jangan ubah posisi pasien, melainkan tetap beri oksigen 100%, sesuai dengan toleransi. Hentikan seluruh agen yang dimasukkan secara intravena. Lalu lakukan monitoring menggunakan EKG dan cari akses intravena. Lakukan penilaian dengan cepat mengenai progresi dari reaksi anafilaktik. Tatalaksana primer adalah pemberian epinephrine. Bila tidak terdapat hipotensi, berikan 0,01 mL/kg (maksimal 0,5mL) epinephrine 1:1000 secara intramuscular. Cara pemberian ini lebih cepat dibandingkan pemberian secara subkutan. Ulangi dosis ini tiap 15 menit jika perlu. Segera berikan diphenhydramine setelah pemberian epinephrine, ini dapat membantu mengurangi gejala secara cepat dan dapat mengurangi waktu terjadinya reaksi. Bila rute oral yang digunakan, cairan atau tablet kunyah dapat terabsorpsi lebih cepat. Dosisnya adalah 5 mg/kg/hari diminum tiap 6 jam (maksimal 50mg/dosis) secara intramuscular, intravena, atau per oral. Antihistamin H2 juga dapat membantu meredakan kardiak aritmia yang disebabkan oleh histamine. Dapat diberikan Famotidine 1 2 mg/kg (maksimal 50 mg) dimasukkan melalui

24

intravena secara lambat. Glukokortikoid tidak berguna dalam mengatasi reaksi fase akut, tetapi dapat mengatasi respon dari fase lambat. Berikan hidrokortison IV (5mg/kg tiap 6 jam, maksimal 100 mg) atau metilprednisolon (1-2mg/kg tiap 6 jam, maksimal 60 mg) Tatalaksana hipotensi dan syok kardiovaskular harus dilakukan secara agresif. Berikan 1:10.000 epinephrine IV (0,1 ml/kg, maksimum 10 ml). Jika tidak terdapat akses vena, masukkan epinephrine (0,1 ml/kg 1:1000) melalui selang endotrakeal. Jika pemberian pertama tidak adekuat, gunakan IV drip, mulai dari 0,1 mcg/kg/menit (maksimal 1,5 mcg/kg/menit) Juga berikan bolus cairan isotonic kristaloid 20ml/kg. Ulangi bolus jika perlu. Tabel 6. Tatalaksana syok distributif Syok Septik Algoritme tatalaksana syok septik Syok Distributif Syok Anafilaktik Epinefrin IM Antihistamin Kortikosteroid Epinefrin IV Albuterol Syok Neurogenik 20 mL/kg normal saline/ringer laktat bolus, dapat diulang bila diperlukan Vasopressor

25

Tatalaksana Syok Syok Stabilisasi (ABCD) Resusitasi cairan 10-20 mL/kg normal saline/ringer laktat bolus Monitor respon Evaluasi tanda-tanda syok Tekanan darah hipotensi/normotensi

Hipotensi (fase dekompensasi)

Normotensi (fase kompensasi)

26

Pertimbangkan pemberian epinefrin bolus (0,1 1 g/kg/menit) Atau Dopamine (1 - 20 g/kg/menit) Norepinefrin (0,1 2 g/kg/menit)

Pertimbangkan pemberian Dobutamine bolus (2 20 g/kg/menit) atau Dopamine (1 - 20 g/kg/menit) atau Epinefrin dosis rendah (0,05 0,3 g/kg/menit)

Inamrinone Infus : 5-10 g/kg/menit

BAB III KESIMPULAN


Tatalaksana penting pada syok yang terjadi pada anak adalah stabilisasi ABC (Airway, Breathing, Circulation) dan memberikan resusitasi cairan dengan Normal Saline atau Ringer Laktat sebanyak 10-20 mL/kg secara bolus. Jika pasien tidak respon terhadap terapi dan masih terjadi syok, maka obat inotropik perlu diberikan. Dopamine merupakan lini pertama yang harus segera diberikan sebelum memberikan obat lain. Dosis dopamine yang diberikan adalah 1 - 20 g/kg/menit. Setelah diberikan resusitasi cairan, selanjutnya penyebabnya harus segera diatasi. Pada syok anafilaktik tatalaksana penting yang harus dilakukan adalah pemberian epinephrine 1 : 1000 sebanyak 0,01 mL/kg (maksimal 0,5mL). Penatalaksanaan pada syok lebih baik dilakukan pada fase awal. Jika sudah masuk fase lanjut, maka penatalaksanaan akan lebih sulit. Perlu diingat bahwa tanda awal pada syok adalah takikardia. Sedangkan hipotensi merupakan tanda pada fase lanjut.

27

DAFTAR PUSTAKA 1. Diagnosis and Management of Shock. Society of Critical Care Medicine.
2007; 85-107

2. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, et al: Surviving Sepsis Campaign:
International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock. Intensive Care Medicine (2008) 34:17-60 and Crit Care Med 2008; 36(1) 296-327

3. Praveen Khilnani. Clinical Management Guidelines of Pediatric Septic


Shock. Indian J Crit Care Med 2005; 9(3) 164-172

4. I. Broek (MD), et.al: Clinical Guidelines Diagnosis and Treatment Manual.


Ed.2010 : 20-21

5. Rehatta N.M, Syok Anafilaktik Patofisiologi dan Penanganan, Update on


Shock, Pertemuan Ilmiah Terpadu, FK Universitas Airlangga, Surabaya, 6-7 Mei 2000

6. Diagnosis and Management of Shock, Fundamental Critical Care Support, 2nd


Ed. Society of Critical Care Medicine, USA, p.63-75

28

7. Resuscitation and Allergic Emergencies. Clinical Manual of Emergency


Pediatrics 4th Edition. 2002; 18-26.

8. Robert M. Kliegman, MD, et.al. Nelson Textbook of Pediatrics 19th ed.


2011; p.

9. Pediatric Advanced Life Supports (PALS). National Medical Certifications.

29

You might also like