You are on page 1of 27

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

GANGGUAN KEPRIBADIAN A. Pengertian Gangguan Kepribadian Kaplan dan Saddock mendefinisikan kepribadian sebagai totalitas sifat emosional dan perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang biasanya, kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan dalam pengertian sehari-hari kepribadian adalah bagaimana individu menampilkan dan menimbulkan kesan bagi individu lain. Kepribadian adalah keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya. Kepribadian adalah seluruh pola emosi dan perilaku yang menetap, dan bersifat khas pada seseorang dalam cara mengadakan hubungan, caranya berfikir tentang lingkungan dan dirinya sendiri. dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita menemukan berbagai macam perilaku tau emosi yang berbeda-beda. kadang kita menemukan seseorang yang beperilaku sopan, tidak mudah marah, dan dapat mengendalikan diri dengan baik. kadang pula kita menemukan hal yang sebaliknya. Jika perilaku atau emosi ini menetap pada diri seseorang sejak menjelang dewasa sampai saat ini dan merupakn ciri yang khas dari orang tersebut, maka hal ini dapat dikatakan bahwa inilah ciri-ciri kepribadian orang itu. tiap orang memiliki ciri khas kepribadian yang berbeda denga orang lain. tak ada satu orang pun yang memiliki ciri kepribadian yang sama dengan ciri kepribadian orang lain. Tempramen atau tabiat adalah salah satu aspek kepribadian yang berhubungan erat dengan konstitusi jasmani dan sudah dibawa sejak lahir. oleh karena itu tempramen lebih sukar dirubah oleh pengaruh lingkungan luar karena tempramen sangat dipengaruhi oleh faktor fisiologis tubuh. tempramen dapat dikatakan akan menetap dalam diri seseorang. Watak atau karakter adalah keseluruhan keadaan dan cara bertindak terhadap suatu rangsangan. Watak akan terus berkembang dalam masa kehidupan seseorang dan

berhubungan erat dengan fungsi saraf pusat. watak juga dipengaruhi oleh faktor eksogen seperti lingkungan, pengalaman dan pendidikan. Penemuan Sigmund Freud yang paling mendasar yaitu peranan dinamis ketidaksadaran dalam hidup psikis manusia. Dalam salah satu buku yang ditulis olehnya yaitu Ego dan Id Freud membedakan tiga sistem dalam hidup psikis yaitu Id, Ego dan Superego. Id adalah lapisan psikis paling dasar yang merupakan keinginan-keinginan tersimpan dalam psikis seseorang. Psikis bayi yang baru lahir terdiri dari Id saja. Id menjadi bahan dasar dari pembentukan psikis lainnya. id dikuasai oleh prinsip kesenangan. Id tidak mengenal waktu dan tidak menurut logika. Ego merupakan lapisan psikis yang mengadakan hubungan langsung dengan dunia luar. Ego terbentuk dengan diferensiasi dari Id karena kontaknya dengan dunia luar. aktivitas Ego bersifat sadar, prasadar maupun tak sadar, namun sebagian besar bersifat sadar (contoh aktivitas sadar : proses intelektual, contoh aktivitas pra sadar : fungsi daya ingat, contoh aktivitas tak sadar : pertahanan psikis). Ego dikuasai prinsip realitas, seperti tampak dalam pemikiran yang objektif sesuai dengan tuntutan sosial dan rasional. Ego bertugas mempertahankan kepribadian dirinya dan juga menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya. Jadi Ego akan menyelesaikan pertentangan antara realitas lingkungan dengan keinginan-keinginan dalam psikis seseorang. Ego berfungsi menyatukan integritas kepribadian seseorang. Superego merupakan lapisan psikis yang terbentuk dari internalisasi (memasukkan ke dalam psikis) larangan-larangan, perintah-perintah, dan aturan-aturan ke dalam psikis seseorang. Superego merupakan dasar dari hati nurani. Beberapa manifestasi yang merupakan Gangguan kepribadian menurut Rusdi Malim yang merujuk pada PPGDJ-III (Pedoman Penggolongan diagnose Gangguan Jiwa III) adalah paranoid, schizoid, emosional tak stabil tipe implusif dan ambang, historic, anankastik, cemas (menghindar), dependen, khas lainnya yang tidak tergolongkan. Gangguan Kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis penyakit mental di mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi.Sedangkan gangguan kepribadian menurut Kaplan dan Saddock adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian

besar orang. Hanya jika sifat kepribadian tidak fleksibel dan maladaptif dan dapat menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan subyektif maka dimasukkan sebagai kelas gangguan kepribadian. Orang yang mengalami kepribadian biasanya memiliki tingkah laku yang kompleks dan berbeda-beda berupa : Ketergantungan yang berlebihan Ketakutan yang berlebihan dan intimitas Kesedihan yang mendalam Tingkah laku yang eksploitatif Kemarahan yang tidak dapat dikontrol Kalau masalah mereka tidak ditangani, kehidupan mereka akan dipenuhi ketidakpuasan Gangguan kepribadian merupakan suatu gangguan berat pada karakter dan kecenderungan perilaku pada individu. Gangguan tersebut melibatkan beberapa bidang kepribadian dan berhubungan dengan kekacauan pribadi dan sosial. Gangguan itu dapat disebabkan oleh faktor hereditas dan pengalaman hidup pada awal masa kanak-kanak. Diagnosa terjadinya gangguan kepribadian pada seseorang yang di dasarkan pada bentuk perilaku, mood, sosial interaksi, impulsif, dapat menjadi suatu hal yang kontroversial dan merugikan individu bersangkutan, kebanyakan orang awam memberikan sebutan label atau pelbagai stigma tertentu pada mereka. Akibatnya, individu tersebut semakin enggan untuk berobat dan melakukan isolasi diri. Kemunculan gangguan kepribadian berawal kemunculan distres, yang dilanjutkan pada penekanan perasaan-perasaan tersebut dan berperilaku tertentu seperti orang mengalami distres pada umumnya. Rendahnya fungsi interaksi sosial di lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kerja ikut memperburuk kondisi dan suasana emosi dengan cara mendramatisir, menyimpan erat, mengulang atau mengingat kembali suasana hati (obsesif), dan antisosial. Beberapa perilaku tersebut menganggu individu dan aktivitas sehari-harinya, secara umum individu yang mengalami gangguan kepribadian kesulitan untuk mempertahankan atau menlanjuti hubungan dengan orang lain.

Hal ini disebabkan oleh permasalahan interpersonal yang kronis, atau kesulitan dalam mengenal perasaan-perasaan (emosi) sendiri yang muncul dalam dirinya. Penderita gangguan kepribadian mempunyai karakteristik perilaku yang kaku sulit menyesuaikan diri sehingga orang lain seperti bersikap impulsif, lekas marah, banyak permintaan, ketakutan, permusuhan, manipulatif, atau bahkan bertindak kasar. Problem ketergantungan pada alkohol, gangguan mood, kecemasan dan gangguan makan, melakukan hal-hal yang berbahaya terhadap diri sendiri, keinginan bunuh diri, gangguan seksual sering menjadi bagian dari permasalahan gangguan kepribadian.

B.

Faktor Penyebab Munculnya Gangguan Kepribadian 1 Faktor Genetika Salah satu buktinya berasal dari penelitian gangguan psikiatrik pada 15.000 pasangan kembar di Amerika Serikat. Diantara kembar monozigotik, angka kesesuaian untuk gangguan kepribadian adalah beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik. Selain itu menurut suatu penelitian, tentang penilaian multiple kepribadian dan temperamen, minat okupasional dan waktu luang, dan sikap social, kembar monozigotikyang dibesarkan terpisah adalah kira-kira sama dengan kembar monozigotik yang dibesarkan bersama-sama. 2. Faktor Temperamental Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-anak mungkin berhubungan dengan gangguan kepribadian pada masa dewasa. Contohnya, anak-anak yang secara temperamental ketakutan mungkin mengalami kepribadian menghindar. 3. Faktor Biologis Hormon Orang yang menunjukkan sifat impulsive seringkali juga menunukkan peningkatan kadar testosterone, 17-estradiol dan estrone. Neurotransmitter Penilaian sifat kepribadian dan system dopaminergik dan serotonergik, Meningkatkan kadaar serotonin dengan obat seretonergik tertentu seperti fluoxetine dapat menghasilkan perubahan dramatik pada beberapa karakteristik kepribadian. Serotonin menurunkan depresi, impulsivitas.

Elektrofisiologi Perubahan konduktansi elektrik pada elektroensefalogram telah ditemukaan pada beberaapa pasien dengan gangguan kepribadian, paling sering pada tipe antisocial dan ambang, dimana ditemukan aktivitas gelombang lambat. 4. Faktor Psikoanalitik Sigmund Freud menyatakan bahwa sifat kepribadian berhubungan dengan fiksasi pada salah satu stadium perkembangan psikoseksual. Fiksasi pada stadium anal, yaitu anakyang berlebihan atau kurang pada pemuasan anal dapat menimbulkan sifat keras kepala, kikir dan sangat teliti.

C.

Gejala Umum Gangguan Kepribadian Individu dengan gangguan kepribadian sarat dengan pelbagai pengalaman konflik dan ketidakstabilan dalam beberapa aspek dalam kehidupan mereka. Gejala secara umum gangguan kepribadian berdasarkan kriteria dalam setiap kategori yang ada. Secara umum gangguan ini klasifikasikan berdasarkan : 1. Pengalaman dan perilaku individu yang menyimpang dari social expectation. Penyimpangan pola tersebut pada satu atau lebih: cara berpikir (kognisi) termasuk perubahan persepsi dan interpretasi terhadap dirinya, orang lain dan waktu afeksi (respon emosional terhadap terhadap diri sendiri, labil, intensitas dan cakupan) fungsi-fungsi interpersonal dan kontrol terhadap impuls

2. Gangguan-gangguan tersebut bersifat menetap dalam diri pribadi individu dan berpengaruh pada situasi sosial. 3. Gangguan kepribadian yang terbentuk berhubungan erat dengan pembentukan distress atau memburuknya hubungan sosial, permasalahan kerja atau fungsi-fungsi sosial penting lainnya. 4. Pola gangguan bersifat stabil dengan durasi lama dan gangguan tersebut dapat muncul dan memuncak menjelang memasuki dewasa dan tidak terbatas pada episode penyakit jiwa

5. Gangguan pola kepribadian tidak disebabkan oleh efek-efek psikologis yang muncul yang disebabkan oleh kondisi medis seperti luka di kepala.

Catatan: Gangguan kepribadian tidak didiagnosa pada pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, dengan pertimbangan bahwa pada usia dibawah 18 tahun sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan pada remaja awal, bila pun adanya simtom-simtom tertentu yang tampak, haruslah simtom tersebut menetap setidaknya 1 tahun lamanya, namun tidak semua gejala yang ada dapat didiagnosa sebagai bentuk gangguan kepribadian.

D.

Klasifikasi dan Diskripsi Gangguan Kepribadian Menurut DSM-IV, gangguan kepribadian dikelompokkan menjadi : 1. Kelompok A Penderita ketiga jenis gangguan ini berperilaku eksentrik, ditambah beberapa kekhususan. Orang dengan gangguan seperti ini seringkali tampak aneh dan eksentrik.Jenis ini adalah gangguan kepribadian yang ditandai oleh berpikir atau berperilaku anehdan eksentrik yang mencakup: Gangguan kepribadian paranoid Ketidakpercayaan dan kecurigaan orang lain Percaya bahwa orang lain berusaha untuk menyakiti Emosional Mengembangkan sikap permusuhan

Kelompok A ini terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid, dan skizotipal.

a.

Gangguan Kepribadian Paranoid Bentuk gangguan kepribadian dengan sifat curiga yang berlebihan atau menonjol.Orang dengan gangguan kepribadian paranoid ditandai dengan : o Kecurigaan yang bersifat pervasive bahwa dirinya sedang dicelakai, dikhianati o Keraguan yang tidak berdasar terhadap kesetiaan teman-teman o Enggan mempercayai orang lain

o Memberikan makna tersendiri terhadap berbagai tindakan orang lain yang tidak mengandung maksud apapun o Mendendam atas berbagai hal yang dianggap sebagai kesalahan o Reaksi berupa kemarahan terhadap apa yang dianggapnya sebagai serangan terhadap karakter atau reputasi o Hipersensitif atau sangat perasa o Rigid atau kaku o Mudah iri dan sangat egois o Argumentatif atau suka menentang o Suka menyalahkan orang lain dan suka menuduh orang lain jahat. Menurut teori psikodinamika, gangguan ini merupakan mekanisme pertahanan ego proyeksi, orang tersebut melihat orang lain mempunyai motif merusak dan negative. Ada kecenderungan untuk membanggakan dirinya sendiri karena menganggap dirinya mampu berpikir secara rasional dan obyektif, padahal sebenarnya tidak. Menurut teori kognitif behavioral, orang dengan gangguan ini akan selalu dalam keadaaan waspada, karena tidak mampu membedakan antara orang yang membahayakan dan yang tidak. b. Gangguan Kepribadian Skizoid Gangguan kepribadian dengan sifat pemalu, suka menyendiri, perasa, pendiam, dan menghindari hubungan jangka panjang dengan orang lain. Orang dengan gangguan kepribadian schizoid ditandai dengan : o Kurang berminat ataau kurang menyukai hubungan dekat o Hampir secara eksklusif lebih menyukai kesendirian o Kurangnya minat untuk berhubungan seksual o Kurang memiliki teman o Bersikap masa bodoh terhadap pujian atau kritik dari orang lain o Afek datar atau acuh/ tak peduli, emosi dingin o Tidak terampil bergaul dan suka menyendiri. o Preokupasi (berulang-ulang memikirkan isi pikiran) dengan fantasi dan intropeksi yang berlebihan

c.

Gangguan Kepribadian Skizotipe Orang dengan gangguan skizotipal ditandai dengan : o Ideas of Reference (keyakinan bahwa berbagai kejadian memiliki makna yang khusus dan tidak biasa bagi orang yang bersangkutan) o Keyakinan yang aneh atau pemikiran magis o Persepsi yang tidak biasa o Dihantui oleh pikiran-pikiran autistik, yaitu pikiran-pikiran, dan takhayul-takhayul o Pola bicara yang aneh o Kecurigaan yang ekstrem o Afek yang tidak sesuai o Perilaku atau penampilan yang aneh o Kurang memiliki teman akrab o Rasa tidak nyaman yang ekstrem

2. Kelompok B Jenis ini adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan terlalu emosional berpikir atau berperilaku yang mencakup: Antisosial (sebelumnya, sosiopat) Mengabaikan orang lain Terus-menerus berbohong atau mencuri Berulangkali bermasalah dengan hokum Berulang kali melanggar hak orang lain Agresif, sering berperilaku keras Mengabaikan keselamatan diri sendiri dan orang lain

Terdiri dari gangguan kepribadiaan antisosial, ambang, histrionic dan narsistik. Orang dengan gangguan ini sering tampak dramatic, emosional, dan tidak menentu. a. Gangguan Kepribadian Antisosial Gangguan kepribadian antisosial ditandai dengan : o Berulang kali melanggar hokum dan hak orang lain lewat perilaku agresif

o Menipu, berbohong o Impulsivitas o Mudah tersinggung dan agresif o Tidak memperdulikaan keselamatan diri sendiri daan orang lain o Tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan o Kurang memiliki rasa penyesaalaan o Tidak sedikit diantara penderita cukup cerdas dan pandai menampilkna diri secara meyakinkan untuk menjadi penipu ulung. b. Gangguan Kepribadian Histrionik Orang dengan gangguan kepribadian histrionik ditandai : o Kebutuhan besar untuk menjadi pusat perhatian o Perilaku tidak senonoh, secara seksual yang tidak pantas o Perubahan ekspresi emosi secara cepat o Memanfaatkan penampilan fisik untuk menarik perhatian orang lain pada dirinya o Bicaranya sangat tidak tepat o Ekspresi emosional yang berlebihan o Sangat mudah sugesti o Menyalahartikan hubungan sebagai lebih intim dari yang sebenarnya o Emosinya labil; haus akan hal-hal yang serba menggairahkan (excitement) o Senang mendramatisasi diri secara berlebihan untuk mencari perhatian o Tergantung, tak berdaya, dan mudah ditipu o Egois, congkak, sangat haus akan pengukuhan orang lain o Sangat reaktif; dangkal atau picik, dan tudal tulus. c. Gangguan Kepribadian Ambang/ Bordeline Orang dengan gangguan kepribadian ambang ditandai : o Berupaya keras untuk mencegah agar tidak diabaikan

o Ketidakstabilan dan intensitas ekstrem dalam hubungan interpersonal o Rasa diri (sense of self) yang tidak stabil o Perilaku impulsive, termasuk sangat boros, perilaku seksual yang tidak pantas o Perilaku bunuh diri dan mutilasi diri yang berulang o Kelabilaan emosional yang ekstrem o Perasaan kosong yang kronis o Sangat sulit mengendalikan kemarahan. d. Gangguan Kepribadian Narsistik Orang dengan gangguan kepribadian narsistik ditandai : o Pandangan yang dibesar-besarkan mengenai pentingnya diri sendiri o Terfokus pada kebersihan, kecerdasan dan kecantikan diri o Kebutuhan ekstrem untuk dipuja o Perasaan kuat bahwa mereka berhak mendapatkan segala sesuatu o Kecenderungan memanfaatkan orang lain o Iri pada orang lain o Merasa diri penting dan haus akan perhatian dari orang lain o Selalu menuntut perhatian dan perlakuan istimewa dari orang lain

3. Kelompok C Terdiri dari gangguan kepribadian menghindar, dependen dan obsesif kompulsif. Orang dengan gangguaan ini sering tampak cemas dan ketakutan. a. Gangguan Kepribadian Menghindar/ Avoid Orang dengan gangguan kepribadian menghindar ditandai : o Menghindari kontak interpersonal karena takut pada kritikan o Keengganan untuk menjalin hubungan dengan orang lain kecuali dirinya pasti akan disukai o Membatasi diri dalam hubungan intim o Penuh kekhawatiran akan dikritik

o Merasa tidak adekuat o Ketidakmampuan bergaul tersebut menjadi sumber kesusahan dan penyebab harga dirinya yang rendah. o Keengganan ekstrem untuk mencoba hal-hal baru b. Gangguan Kepribadian Dependen Orang dengan gangguan kepribadian dependen ditandai : o Sulit mengambil keputusan tanpa saran dari orang lain o Membutuhkan orang lain untuk mengambil tujuan atas sebagian aspek kehidupannya yang utama o Sulit tidak menyetujui orang lain karena takut kehilangan dukungan mereka o Sulit melakukan segala sesuatu sendiri karena kurangnya percaya diri o Melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan sebagai suatu cara untuk mendapatkan persetujuan dan dukungan orang lain. o Merasa tidak berdaya bila sendirian karena kurangnya rasa percaya pada kemampuannya untuk menangani segala sesuatu tanpa intervensi dari orang lain o Berupaya untuk sesegera mungkin menjalin hubungan baru bila hubungan yang dimilikinya saat ini berakhir o Dipenuhi ketakutan bila harus mengurus diri sendiri c. Gangguan Kepribadian Obsesif Kompulsif. Orang dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif ditandai : o Terfokus secara berlebihan pada aturan dan detail sehingga poin utama suatu aktivitas terabaikan o Perfeksionis ekstrem hingga ke tingkat yang membuat berbagai proyek jarang terselesaikan o Menganut norma etik dan norma yang tinggi serta patuh secara berlebihan o Pengabdian berlebihan padaa pekerjaan hingga mengabaikaan kesenangan dan persahabatan

o Tidak fleksibel o Sulit membuang benda-benda yang tidak berarti o Kikir dan keras kepala o Bila dipaksa bekerja tanpa pengawasan akan cemas, marah, benci, dan curiga terhadap atasannya.

E.

Resiko Gangguan Kepribadian Individu yang tidak segera melakukan pengobatan, gangguan kepribadian dapat berdampak pada: 1. Isolasi sosial, kehilangan sahabat-sahabat terdekat yang disebabkan ketidakmampuan untuk menjalani hubungan yang sehat, rasa malu yang disebabkan putusnya hubungan dengan masyarakat 2. Bunuh diri, melukai diri sendiri sering terjadi pada individu yang mengalami gangguan kepribadian ambang dan cluster B 3. Ketergantungan pada alkohol dan obat-obatan 4. Depresi, kecemasan dan gangguan makan. Untuk semua cluster mempunyai resiko berkembangnya problema psikologis lainnya 5. Perilaku berbahaya yang dapat merusak diri sendiri. Penderita gangguan kepribadian ambang berpotensi melakukan tindakan berbahaya, tanpa perhitungan seperti terlibat pada seks bebas beresiko atau terlibat dalam perjudian. Pada gangguan kepribadian dependen beresiko mengalami pelecehan seksual, emosional, atau kekerasan fisik 6. karena individu ini hanya mengutamakan pada bertahan hubungan semata (bergantung pada orang tersebut) 7. Kekerasan atau bahkan pembunuhan. Perilaku agresif pada gangguan kepribadian paranoid dan antisosial 8. Tindakan kriminal. Gangguan kepribadian antisosial mempunyai resiko lebih besar melakukan tindakan kriminal. Hal ini dapat mengakibatkan diri bersangkutan dipenjara 9. Gangguan simtom yang ada dapat menjadi lebih buruk dikemudian hari bila tidak mendapatkan perawatan secara baik

F.

Treatment bagi Gangguan Kepribadian Treatment untuk gangguan kepribadian merupakan kombinasi dari pengobatan dan psikoterapi. 1. Kelompok A a. Paranoid Psikoterapi Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi kelompok karena itu ahli terapi harus berhadapan langsung dalam menghadapi pasien dan harus diingat bahwa kejujuran merupakan halyang sangat penting bagi pasien. Farmakoterapi Farmakoterapi berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan. Pada sebagian besar kasus obat anti anxietas sepertidiazepam dapat digunakan. b. Skizoid Psikoterapi Dalam lingkungan terapi kelompok, pasien gangguan kepribadiaan schizoid mungkin diam untuk jangka waktu yang lama, namun suatu waktu, mereka akan ikut terlibat. Pasien harus dilindungi dari serangan agresif anggota kelompok lain mengingat kecenderungan mereka akan ketenangan. Dengan berjalaannya waktu, anggota kelompok menjadi penting bagi pasien schizoid dan dapaat memberikan kontak sosial. Farmakoterapi Dengan antipsikotik dosis kecil, anti depresan dan psikostimulan dapat digunakan dan efektif pada beberapa pasien. c. Skizotipal Psikoterapi Pikiran yang aneh dan ganjil pada pasien gangguan kepribadian skizotipal harus ditangani dengan berhati-hati. Beberapa pasien terlibat dalam pemujaan, praktek religius yang aneh. Ahli terapi tidak boleh menertawakan aktivitas tersebut atau mengadili kepercayaan atau aktivitas mereka. Farmakoterapi Medikasi antipsikotik mungkin berguna dalaam menghadapi gagasan mengenai diri sendiri, wahaam dan gejala lain

dari gangguan dan dapaat digunakan bersama-sama psikoterapi. Penggunaan haloperidol dilaporkan memberikan hasil positif pada. 2. Kelompok B a. Antisosial Psikoterapi Jika pasien merasa berada diantara teman-teman sebayanya, tidak adanya motivasi mereka untuk berubah bisa menghilang, kemungkinan karena hal itulah kelompok yang menolong diri sendiri akan lebih berguna dibandingkan di penjara dalam menghilangkan gangguan. Tetapi ahli terapi harus menemukan suatu cara untuk menghadapi perilaku merusak pada pasien. Dan untuk mengatasi rasa takut pasien terhadap keintiman, ahli terapi harus mengagalkan usaha pasien untuk melarikan diri dari perjumpaan dengan orang lain. Farmakoterapi Farmakoterapi digunakan untuk menghadaapi gejala yang diperkirakan akan timbul seperti kecemasan, penyerangan dan depresi. b. Ambang Psikoterapi Pendekatan berorientasi realitas lebih efektif dibandingkan interpretasi bawah sadar secaraa mendalam. Terapi perilaku digunakan pada pasiem gangguan kepribadian ambang untuk mengendalikan impuls dan ledakan kemarahan dan untuk menurunkan kepekaan terhadaap kritik dan penolakan. Latihan keterampilan sosial, khususnya dengan video tape, membantu pasien untuk melihat bagaimana tindakan mereka mempengaruhi orang lain, hal ini untuk meningkatkan perilaku interpersonal mereka. Farmakoterapi Antipsikotik dapat digunakan untuk mengendalikan kemarahan, permusuhan dan episode psikotik yang singkat. Antidepresan memperrbaiki mood yang terdepresi yang sering ditemukan pada pasien.

c. Gangguan Kepribadian Historinic Psikoterapi Pasien dengan gaangguan kepribadian histrionic seringkali tidak menyadari perasaan mereeka yang sesungguhnya. Psikoterapi berorientasi psikoanaliasis, baik dalam kelompok atau individual. Farmakoterapi Farmaakoterapi dapaat ditaambaahkaan jikaa gejala adalah menjadi sasarannya, seperti penggunaan aantidepresan untuk depresi dan keluhan somatic, obat anti anxietas untuk kecemasan dan antipsikotik untuk derealisasi dan ilusi. d. Gangguan Kepribadian Narsistik Psikoterapi Mengobati gangguan kepribadiaan naarsistik sukaar karena pasien harus meninggalkaan narsismenya jika ingin mendapatkan kemajuan Farmakoterapi Lithium (eskalith) digunakaan pada pasien yang memiliki pergeseran mood sebagai bagian dari gambaran klinis. Dan karena rentan terhadap depresi, maka antidepresan juga dapat digunakan 3. Kelompok 3 a. Menghindar/ Avoid Psikoterapi Ahli terapi mendorong pasien untuk ke luar ke dunia untuk melakukan apa yang dirasakan mereka memiliki resiko tinggi penghinaan, penolakan dan kegagalan. Tetapi ahli terapi harus berhatihati saat memberikan tugas untuk berlatih keterampilan social yang baru di luar terapi, karena kegagalan dapat memperberat harga diri pasien yang telah buruk. Tetapi kelompok dapat membantu pasien mengerti efek kepekaan mereka terhadap penolakan pada diri mereka sendiri dan orang lain. Melatih ketegasan adalah bentuk terapi perilaku yang dapat mengajarkan pasien untuk mengekspresikan kebutuhan mereka secara terbuka dan untuk meningkatkan harga diri mereka. Farmakoterapi Beberapa pasien tertolong oleh penghambat beta, seperti atenolol (Tenormin), untuk mengatasi hiperaktivitas sistem saraf otonomik, yang cenderung tinggi pada pasien dengan gangguan

kepribadian menghindar, khususnya jika mereka menghadapi situasi yang menakutkan. b. Dependen Psikoterapi Terapi yang digunakan yaitu melalui proses kognitif behavioral, dengan menciptakan kemandirian pada pasien, melatih ketegasan dan menumbuhkan rasa percaya diri. Farmakoterapi Benzodiazepine dan obat serotonergik dapat berguna. c. Obsesif Kompulsif Psikoterapi Pasien gangguan kepribadian obsesif kompulsif seringkali tahu bahwa mereka sakit dan mencari pengobatan ataas kemauaan sendiri. Asosiasi bebas dan terapi yang tidak terlalu mengarahkan, sangat dihargai oleh pasien gangguan ini. Farmakoterapi Clonazepam (klonopin) adalah suatu benzodiazepine dengan anti konvulsan, pemakaian obat ini untuk menurunkan gejala pada pasien dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif parah.

SKIZOFRENIA

I. Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, miskin kontak emosional (pendiam, sulit

diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif

II. Epidemiologi Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah rural (Sadock, 2003). Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri (Kazadi, 2008). Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh dunia prevalensi seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal umur dan onset-nya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki (Durand, 2007).

III. Etiologi Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain :

Faktor Genetik Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 86%. Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007).

Faktor Biokimia Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).

Faktor Psikologis dan Sosial Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga (Wiraminaradja & Sutardjo, 2005). Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan

penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya (Durand & Barlow, 2007). Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al, 2005), keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.

IV. Perjalanan Penyakit Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan keadaan residual (Sadock, 2003; Buchanan, 2005). Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2003). Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh (Buchanan, 2005).

V. Tipe-tipe Skizofrenia Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric

Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR 2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu (Davison, 2006) : Tipe Paranoid Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan agresif. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi) Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari. Tipe Katatonik Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia). Tipe Undifferentiated Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan. Tipe Residual Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinan-keyakinan negatif,

atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.

VI. Terapi Penggunaan Obat Antipsikosis Kebanyakan pasien mengalami episode akut ( dikarakteristikkan dengan tampaknya kedua simtom psikotik, yaitu simtom positif dan negatif) yang diikuti oleh periode-periode stabil, dengan remisi yang parsial atau lengkap. Simtom-simtom positif paling berespons terhadap pengobatan. Simtom-simtom negatif sering tidak memberikan respons terhadap obat antipsikotik standar dan dihubungkan dengan hasil pasien yang buruk dan lamanya perawatan. Pada umumnya antipsikotik atipikal dipilih sebagai pengobatan lini pertama untuk skizofrenia mengingat rendahnya efek samping obat dibandingkan antipsikotik Tipikal atau yang biasa disebut konvensional meskipun obat antipsikotik tipikal masih banyak digunakan. Aspek pengobatan yang terpenting dari suatu gangguan adalah pengurangan yang cepat pada gejala-gejala positif, negatif dan kognitif. Respons yang cepat terhadap pengobatan adalah penting dalam mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya, serta biaya pengobatan. Respons pengobatan dalam 1 sampai 2 minggu pertama juga dapat berhubungan dengan kepatuhan pasien yang lebih besar dimana pasien mengalami pengurangan gejala-gejala dengan cepat, sehingga pasien kemungkinan lebih mematuhi pengobatan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa antipsikotik atipikal memiliki onset of action yang lebih cepat daripada antipsikotik konvensional Psikoterapi suportif Terapi Psikoanalisa.. Tujuan psikoanalisis adalah menyadarkan individu akan konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang digunakannya untuk mengendalikan kecemasannya . Hal yang paling penting pada terapi ini adalah untuk mengatasi hal-hal yang dirasakan oleh penderita. Metode terapi ini dilakukan pada saat penderita schizophrenia sedang

tidak dalam halusinasi ataupun emosi yang berat. Macam terapi psikoanalisa yang dapat dilakukan, adalah Asosiasi Bebas. Pada teknik terapi ini, penderita didorong untuk membebaskan pikiran dan perasaan dan mengucapkan apa saja yang ada dalam pikirannya tanpa penyuntingan atau penyensoran. Pada teknik ini, penderita disupport untuk bisa berada dalam kondisi relaks baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa. Ketika penderita dinyatakan sudah berada dalam keadaan relaks, maka pasien harus mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu secara verbal. Pada saat penderita tidur di sofa dan disuruh menyebutkan segala macam pikiran dan perasaan yang ada di benaknya dan penderita mengalami blocking, maka hal itu merupakan manifestasi dari keadaan over-repressi. Hal yang direpress biasanya berupa dorongan vital seperti sexual dan agresi. Repressi terhadap dorongan agresi menyangkut figur otorotas yang selalu diwakili oleh father dan mother figure. Repressi anger dan hostile merupakan salah satu bentuk intrapsikis yang biasa menyebabkan blocking pada individu. Akibat dari blocking tersebut, maka integrasi kepribadian menjadi tidak baik, karena ada tekanan ego yang sangat besar.

apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi bebas, maka penderita akan melakukan analisa. Hasil dari analisanya dapat menimbulkan insight pada penderita. Analisa pada waktu terjadi blocking bertujuan agar penderita mampu menempatkan konfliknya lebih proporsional, sehingga penderita mengalami suatu proses penurunan ketegangan dan penderita lebih toleran terhadap konflik yang dialaminya. Seperti yang telah diungkapkan terdahulu bahwa penderita diberi kesempatan untuk dapat mengungkapkan segala traumatic events dan keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini disebut dengan moment chatarsis. Disini penderita diberi kesempatan untuk mengeluarkan uneg-uneg yang ia rasakan , sehingga terjadi pelibatan emosi dalam

menyelesaikan masalah yang dialaminya. Dalam teknik asosiasi bebas ini, juga terdapat proses transference, yaitu suatu keadaan dimana pasien menempatkan therapist sebagai figur substitusi dari figur yang sebenarnya menimbulkan masalah bagi penderita. Terdapat 2 macam transference, yaitu: (1) transference positif, yaitu apabila therapist menggantikan figur yang disukai oleh penderita, (2) transference negatif, yaitu therapist menggantikan figur yang dibenci oleh penderita

Terapi Perilaku (Behavioristik) mencoba menentukan stimulus yang mengawali respon malasuai dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau mempertahankan perilaku itu Akhir-akhir ini, pakar terapi perilaku melihat adanya pengaruh variabel kognitif pada perilaku (misalnya, pemikiran individu tentang situasi menimbulkan kecemasan tentang akibat dari tindakan tertentu) dan telah mencakupkan upaya untuk mengubah variabel semacam itu dengan prosedur yang khusus ditujukan pada perilaku tersebut therapy untuk pasien schizophrenia ditampilkan pakar psikiatri dari Amerika maupun dari Malaysia sendiri. Ternyata, terdapat hasil yang cukup baik, terutama untuk kasus-kasus baru, dengan menggunakan cognitif - behavior therapy tersebut. Rupanya ada gelombang besar optimisme akan kesembuhan schizophrenia di dunia dengan terapi yang lebih komprehensif ini. Selain itu, secara umum terapi ini juga bermaksud secara langsung membentuk dan mengembangkan perilaku penderita schizophrenia yang lebih sesuai, sebagai persiapan penderita untuk kembali berperan dalam masyarakat. a. Social Learning Program Social learning program menolong penderita schizophrenia untuk mempelajari perilaku-perilaku yang sesuai. Program ini menggunakan token economy, yakni suatu cara untuk menguatkan perilaku dengan memberikan tanda tertentu (token) bila penderita berhasil melakukan suatu perilaku tertentu. Tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah (reward), seperti makanan atau hak-hak tertentu. Program lainnya adalah millieu program atau therapeutic community. Dalam program ini, penderita dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu. Mereka dianjurkan meluangkan waktu untuk bersama-sama dan saling membantu dalam penyesuaian perilaku serta membicarakan masalah-masalah bersama dengan pendamping. Terapi ini berusaha memasukkan penderita schizophrenia dalam proses perkembangan untuk mempersiapkan mereka dalam peran sosial yang bertanggung jawab dengan melibatkan seluruh penderitan dan staf pembimbing.

b. Social Skills Training Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau keahlian sosial, seperti kemampuan percakapan, yang dapat membantu dalam beradaptasi dengan masyarakat Social Skills Training menggunakan latihan bermain sandiwara. Para penderita diberi tugas untuk bermain peran dalam situasi-situasi tertentu agar mereka dapat menerapkannya dalam situasi yang sebenarnya. Bentuk terapi seperti ini sering digunakan dalam panti-panti rehabilitasi psikososial untuk membantu penderita agar bisa kembali berperan dalam masyarakat. Mereka dibantu dan didukung untuk melaksanakan tugas-tugas harian seperti memasak, berbelanja, ataupun untuk berkomunikasi, bersahabat, dan sebagainya. Terapi Humanistik a. Terapi Kelompok. Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, yang dapat menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan orang lain, mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya tidak tepat dan tidak sesuai dengan dunia empiris. Dalam menangani kasus tersebut, terapi kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan klien, khususnya klien schizophrenia. Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Di antara peserta terapi tersebut saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka. Klien dihadapkan pada setting sosial yang mengajaknya untuk berkomunikasi, sehingga terapi ini dapat memperkaya pengalaman mereka dalam kemampuan berkomunikasi. Di rumah sakit jiwa, terapi ini sering dilakukan. Melalui terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship yang konkrit akan tercipta, sehingga klien selalu diajak untuk berpikir secara realistis dan menilai pikiran dan perasaannya yang tidak realistis.

b. Terapi Keluarga Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Kelompoknya terdiri atas suami istri atau orang tua serta anaknya yang bertemu dengan satu atau dua terapist. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Ungkapan-ungkapan emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali diusahakan kembali. Keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga juga diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih penderita dengan sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi anggota keluarga diatur dan disusun sedemikian rupa serta dievaluasi. Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan ternyata campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi.

Prognosis Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik. Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala yang

sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya. Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada: 1. Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk. 2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik. 3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik. 4. Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat. 5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik. 6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek. 7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek. 8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek. Prognosis Baik Onset lambat Faktor pencetus yang jelas Onset akut Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan premorbid yang baik Gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif) Menikah Riwayat keluarga gangguan mood Sistem pendukung yang baik Gejala positif Prognosis Buruk Onset muda Tidak ada factor pencetus Onset tidak jelas Riwayat social dan pekerjaan premorbid yang buruk Prilaku menarik diri atau autistic Tidak menikah, bercerai atau janda/ duda Sistem pendukung yang buruk Gejala negatif Tanda dan gejala neurologist Riwayat trauma perinatal Tidak ada remisi dalam 3 tahun Banyak relaps Riwayat penyerangan

Daftar Pustaka :

1.

Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 7th ed. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010

You might also like