Professional Documents
Culture Documents
(INA DRG)
Pendahuluan
Sistem casemix merupakan suatu cara mengelola sumber daya rumah sakit
seefektif mungkin dalam memberikan layanan kesehatan yang terjangkau
kepada masyarakat berdasarkan pengelompokkan spektrum diagosis penyakit
1,2,3,4,5
yang homogen dan prosedur tindakan yang diberikan.
Disampaikan dalam Workshop Penyusunan Pedoman Clinical Pathways RSUP Hasan Sadikin
Bandung, 15 – 16 Mei 2009.
1
Goldman L. Cost-Effectiveness in a flat world — Can ICDs help the United States get
rhythm? N Engl J Med 2005;353(14 ):1513-5.
2
Dana B Mukame DB, Zwanziger J, Bamezai A. Hospital competition, resource allocation and
quality of care. BMC Health Services Research 2002; 2(10): 1472-81.
3
Diane Rowland D. Medicaid — Implications for the health safety net. N Engl J Med
2005;353(14):1439-41.
4
Greally C. After 12 years of Casemix in Ireland, a major review leading to its
modernisation and expansion as a central pillar in hospital funding policy. Ireland Department of
Health, 2004.
5
Casemix Unit Department of Health and Children. Casemix Measurement in Irish Hospitals.
Ireland Department of Health, 2005.
1
patient variables such as age and gender. Changing needs and disease
patterns are considered under the Casemix system. The dynamism and
responsiveness of the Casemix system stem from the fact that Casemix
allocation rules are based on data collected from actual service provider
workload and community disease patterns in the local context. Therefore
refine and adjust the system when necessary to suit specific
1-5
circumstances.
2
Upaya tersebut memang belum sempurna dan belum mencerminkan realitas
keadaan seluruh pelosok tanah air – namun sebagai titik tonggak awal, hal
tersebut merupakan suatu keberhasilan dalam membuat suatu sistem
pembiayaan layanan kesehatan rumah sakit dan usaha baik menuju kepastian
dan dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitas maupun validitas datanya
yang representatif untuk Indonesia. Sebagai sistem yang baru lahir INA-
DRG akan terus bergulir dan berkembang sesuai tuntutan perkembangan
layanan kesehatan baik nasional maupun regional.6
Versi 1
Versi Revisi
+
Clinical
Pathways
(Jamkesmas)
6
Firmanda D. Sosialisasi INA DRG: Konsep INA-DRG dan keterkaitannya dengan peningkatan mutu
pelayanan di rumah sakit. Disampaikan pada Acara Rapat Kerja Kesehatan daerah (Rakerkesda) Dinas
Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2009 di Hotel Grand Elite Kompleks Riau Business Centre, Pekanbaru 2 –
5 Maret 2009.
3
Hubungan Clinical Pathways dean Sistem Casemix INA DRG
Gambar 2. Konsep dan Filosofi Komite Medik RS: Etika, Mutu dan Evidence-
based Medicine (EBM)
7
Firmanda D. Sistem Komite Medik RS Fatmawati, 20 Februari 2003.
8
Firmanda D. Clinical Governance: Konsep, konstruksi dan implementasi manajemen medik. Disampaikan
pada seminar dan business meeting “Manajemen Medis: dari Kedokteran Berbasis Bukti (Evidence-
ased Medicine/EBM) menuju Clinical Governance” dalam rangka HUT RSUP Fatmawati ke 40 di Gedung
Bidakara Jakarta 30 Mei 2000.
9
Firmanda D. Professional continuous quality improvement in health care: standard of procedures,
clinical guidelines, pathways of care and evidence-based medicine. What are they? J Manajemen &
4
Gambar 3. Evolusi bidang mutu dan epidemiologi klinik.2-6
Untuk suatu rumah sakit yang akan mulai berbenah diri, sebaiknya terlebih
dahulu membuat Sistem Rumah Sakit ( Corporate Governance) yang terdiri
dari sistem manajemen rumah sakit, sistem profesi medis (Komite Medik dan
SMF – Clinical Governance), sistem keperawatan, dengan berbagai subsistem
untuk pelayanan, pendidikan/pelatihan serta penelitian rumah sakit dengan
berbagai peraturan di tingkat rumah sakit (Hospital Bylaws) dan tingkat
profesi medis (Medical Staff Bylaws) dengan mengacu kepada Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan
Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws ) di rumah sakit.13
5
Quality Assurance di bidang kesehatan/kedokteran telah bergeser ke arah
satu variasi yang dinamakan ‘Clinical Governance (CG)’ dengan
14,15,16,17,18,19
menitikberatkan dalam hal dampak ( impact) yakni Patients Safety.
Konsep garis besar ‘Clinical Governance (CG)’ dikatakan sebagai upaya dalam
rangka continuous quality improvement (CQI) berdasarkan pendekatan
integrasi Evidence-based Medicine (EBM), Evidence-based Health Car
(EBHC) dan Evidence-based Policy yang terdiri dari empat aspek utama dari
enam aspek yaitu professional performance, resource use (efficiency), risk
management dan patients’ satisfaction. Penerapan ‘Clinical Governance’ dalam
suatu organisasi pelayanan kesehatan memerlukan beberapa persyaratan
yakni organisastion-wide transformation, clinical leadership dan positive
organizational cultures.20,21,22,23
14
Donaldson L. Championing patient safety: going global – a resolution by the World Health Assembly.
Qual Saf Health Care 2002; 11:112.
15
US Department of Health and Human Services. US and UK sign agreements to collaborate on health
care quality. 10 October 2001.
16
World Health Organization. World Health Organization Executive Board Resolution EB109.R16, 18
January 2002.
17
Moss F, Barach P. Quality and safety in health care: a time of transition. Qual Saf Health Care
2002;11:1.
18
Leach DC. Changing education to improve patient care. Qual Health Care 2001; 10:54-8.
19
Lilford RJ. Patient safety research: does it have legs? Qual Saf Health Care 2002; 11:113-4.
20
Firmanda D. The evolution and roles of Evidence-based Health Policy in Health Service Management.
Presented in seminar and discussion panel on “Evidence-based Policy for the era of Indonesian
Health Decentralized System in 21st Century”. Center for Public Health Research, Faculty of
Medicine, Gadjah Mada University, Yogyakarta 1st March 2001.
21
Scally G, Donaldson LJ. Clinical governance and the drive for quality improvement in the new NHS in
England. BMJ 1998; 317(7150):61-5.
22
Heard SR, Schiller G, Aitken M, Fergie C, Hall LM. Continuous quality improvement: educating
towards a culture of clinical governance. Qual Health Care 2001; 10:70-8.
23
Sausman C. New roles and responsibilities of chief executives in relation to quality and clinical
governance. Qual Health Care 2001;10(Suppl II):13-20.
24
Groll R, Baker R, Moss F. Quality improvement research: understanding the science of change in
health care – essential for all who want to improve health care and education. Qual Saf Health Care
2002; 11:110-1.
25
Pittilo RM, Morgan G, Fergy S. Developing programme specifications with professional bodies and
statutory regulators in health and social care. Qual Assur Education 2000; 8(4):215-21.
6
Secara ringkas kita dapat memadukan kerangka konsep Clinical Governance
dengan kondisi struktur perumah sakitan di tanah air pada saat ini dalam
penerapan Undang Undang Praktik Kedokteran dan antisipasi (Rancangan)
Undang Undang Rumah Sakit dalam suatu model integrasi yang
mengedepankan mutu pelayanan dalam bentuk keamanan dan keselamatan
pasien ( patients safety) dengan biaya yang terjangkau secara pendekatan
sistem pembiayaan DRGs Casemix (diharapkan nantinya berkembang menjadi
Health Resource Groups /HRG) melalui suatu mekanisme Clinical Pathways
yang jelas dan terintegrasi dengan standar fasilitas yang sesuai dengan
kompetensi pelaksana sehingga dapat dilakukan evaluasi/audit tidak hanya
semata dari segi kriteria indikator input/struktur, proses dan
outcome/output, akan tetapi bergerak lebih jauh lagi dalam bentuk lebih
rinci, sensitif dan spesifik yakni Health Impact Intervention. Dalam
implementasinya Komite Medik RSUP Fatmawati membuat skema sistem
Clinical Governance sebagaimana dalam Gambar 4 dan mempersiapkan
berbagai panduan serta pedoman sebagaimana dalam Gambar 5 berikut.
26
Ancarani A, Capaldo G. Manegement of standarised public services: a comprehensive approach to
quality assessment. Managing Service Qual 2001;11(5):331-41.
27
Carroll JS, Edmondson AC. Leading organisational learning in health care. Qual Saf Health Care
2002;11:51–6.
7
Gambar 5. Beberapa panduan dan pedoman Komite Medik RSUP Fatmawati
Untuk masa yang akan datang, bila telah berhasil terkumpul seluruh clinical
pathways – maka INA DRG akan lebih disempurnakan dengan menghitung
DRG Relative Weight dan Casemix Index serta Base Rate setiap
pengelompokkan jenis penyakit sebagaimana dalam Gambar 7 sebagai contoh;
8
dan selanjutnya dapat membandingkan (benchmarking) cost efficiency antar
rumah sakit dalam memberkan layanan kesehatan yang sama.
Gambar 6. Contoh penghitungan DRG RW, CMI dan Base Rate dari setiap
clinical pathways serta implementasi biaya setelah dilakukan penyesuaian
(adjustment) anggaran yang tersedia.
9
Gambar 7. Hubungan Clinical Pathways dengan Clinical Risks Management/
Patient Safety dan kegiatan Health/High Impact Interventions (HII) di
RSUP Fatmawati.
10
Gambar 8. Hubungan Clinical Pathways dengan jasa dokter dan kinerja
individu.
11
Gambar 10. Hubungan Clinical Pathways dengan audit medis dan surveilans
infeksi nosokomial
Gambar 11. Hubungan Clinical Pathways dengan perlindungan hukum dan risiko
tanggung gugat.
12
Maka bila ditinjau dari segi ekonomi keuangan - penyusunan/pembuatan,
pelaksanaan implementasi yang konsisten dan diisi dengan lengkap seluruh
komponen Clinical Pathways akan mempengaruhi jumlah besaran nominal biaya
kesehatan. Dari data Clinical Pathways tersebut juga terlihat biaya komponen
mana yang kurang atau tidak efisien. Jadi hubungan antara Clinical Pathways
dan sistem pembiayaan casemix dapat diringkaskan sebagaimana dalam
Gambar 12 berikut.
13
Penerapan Clinival Pathways dalam Clinical Governance di rumah sakit atau
sarana institusi layanan kesehatan memerlukan sistem dan kebijakan yang
jelas, konsisten dan konsekuen serta kepemmpinan (leadership) yang mampu
melihat ke depan (visioner) – see before the others, mampu menuangkan ide
ide dalam bentuk konsep dan model yang layak serta dapat diterapkan di
tempatnya; mampu mengajak dan memotivasi anggota/rekan seprofesinya
melalui kegiatan yang dibuat bersama untuk mencapai tujuan (objektif) yang
terukur dengan misi dan visi yang telah ditetapkan bersama. 28, 29,30,31, 32,33,34
28
King S. What is the latest on leadership? Manag Development Review 1994; 7(6):7-9.
29
Marquardt JM. Action learning and leadership. The Learning Organization 2000; 7(5):233-40.
30
Llyod B. A new approach to leadership. Leadership and Organization Development Journal 1996;
17(7): 29-32.
31
Russell RF. The role values in servant leadership. Leadership and Organization Development Journal
2001; 22(2):76-83.
32
Stone AG, Russell RF, Patterson K. Transformational versus servant leadership: a difference in
leader focus. Leadership and Organization Development Journal 2004; 25(4):349-61.
33
Stern Z. The future of quality leadership. Int J Qual Health Care 2002: 14(2):85-86.
34
Bowerman JK. Leadership development through action learning: an executive monograph-
incorporating leadership in health services. Int J Health Care Qual Assur 2003; 16(4): 6-13.
14