You are on page 1of 14

Hubungan Clinical Pathways dengan Sistem Pembiayaan Casemix

(INA DRG)

Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA


Ketua Komite Medik
RSUP Fatmawati, Jakarta.

Pendahuluan

Sistem casemix adalah suatu cara sistem pembiayaan berdasarkan


pengelompokan jenis diagnosis kasus yang homogen. Secara ringkasnya
sistem casemix terdiri dari 3 komponen utama – yakni kodefikasi diagnosis
(ICD 10) dan prosedur tindakan (ICD 9 CM), pembiayaan (costing) yang
dapat berupa top-down approach, activity based costing dan atau kombinasi
keduanya, dan clinical pathways.

Sistem casemix merupakan suatu cara mengelola sumber daya rumah sakit
seefektif mungkin dalam memberikan layanan kesehatan yang terjangkau
kepada masyarakat berdasarkan pengelompokkan spektrum diagosis penyakit
1,2,3,4,5
yang homogen dan prosedur tindakan yang diberikan.

Casemix is a crucial tool that will help in managing healthcare resources


effectively, and in so doing keep healthcare affordable. It is a fairer
means of allocating resources as it takes into account the wide spectrum
of disease conditions, their varying degrees of severity, and significant


Disampaikan dalam Workshop Penyusunan Pedoman Clinical Pathways RSUP Hasan Sadikin
Bandung, 15 – 16 Mei 2009.
1
Goldman L. Cost-Effectiveness in a flat world — Can ICDs help the United States get
rhythm? N Engl J Med 2005;353(14 ):1513-5.
2
Dana B Mukame DB, Zwanziger J, Bamezai A. Hospital competition, resource allocation and
quality of care. BMC Health Services Research 2002; 2(10): 1472-81.
3
Diane Rowland D. Medicaid — Implications for the health safety net. N Engl J Med
2005;353(14):1439-41.
4
Greally C. After 12 years of Casemix in Ireland, a major review leading to its
modernisation and expansion as a central pillar in hospital funding policy. Ireland Department of
Health, 2004.
5
Casemix Unit Department of Health and Children. Casemix Measurement in Irish Hospitals.
Ireland Department of Health, 2005.

1
patient variables such as age and gender. Changing needs and disease
patterns are considered under the Casemix system. The dynamism and
responsiveness of the Casemix system stem from the fact that Casemix
allocation rules are based on data collected from actual service provider
workload and community disease patterns in the local context. Therefore
refine and adjust the system when necessary to suit specific
1-5
circumstances.

INA-DRG adalah versi Departemen Kesehatan RI untuk sistem pembiayaan


berdasarkan pendekatan sistem casemix. Untuk saat ini INA-DRG yang
disusun berdasarkan data dari 15 rumah sakit vertikal Depkes RI (tipe A, B
dan rumah sakit khusus) telah berhasil membuat 23 MDC (Major Diagnostic
Categories) sebagaimana dalam Tabel 1 dan daftar biaya.

Tabel 1. Pengelompokan 23 Major Diagnostic Groups (MDG) berdasarkan INA


DRG hasil data dari 15 rumah sakit vertical Depkes RI.

2
Upaya tersebut memang belum sempurna dan belum mencerminkan realitas
keadaan seluruh pelosok tanah air – namun sebagai titik tonggak awal, hal
tersebut merupakan suatu keberhasilan dalam membuat suatu sistem
pembiayaan layanan kesehatan rumah sakit dan usaha baik menuju kepastian
dan dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitas maupun validitas datanya
yang representatif untuk Indonesia. Sebagai sistem yang baru lahir INA-
DRG akan terus bergulir dan berkembang sesuai tuntutan perkembangan
layanan kesehatan baik nasional maupun regional.6

INA-DRG adalah variasi sistem casemix untuk Indonesia yang disusun


berdasarkan data dari 15 rumah sakit vertikal, mempergunakan ICD 10 untuk
diagnosis dan ICD 9 CM untuk prosedur tindakan serta biaya berdasarkan
tarif yang berlaku pada waktu tersebut. (Gambar 1)

Versi 1

Versi Revisi
+
Clinical
Pathways
(Jamkesmas)

Gambar 1. INA-DRG : Sistem casemix versi Indonesia dengan berbagai


komponen ICD 10, ICD 9 CM, costing dan clinical pathways.

6
Firmanda D. Sosialisasi INA DRG: Konsep INA-DRG dan keterkaitannya dengan peningkatan mutu
pelayanan di rumah sakit. Disampaikan pada Acara Rapat Kerja Kesehatan daerah (Rakerkesda) Dinas
Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2009 di Hotel Grand Elite Kompleks Riau Business Centre, Pekanbaru 2 –
5 Maret 2009.

3
Hubungan Clinical Pathways dean Sistem Casemix INA DRG

Profesi medis dalam melaksanakaan profesinya berdasarkan falsafah meliputi


etika, mutu dan evidence-based medicine. Konsep dan filosofi Komite Medik
RS adalah perpaduan antara ketiga komponen yang terdiri dari Etika Profesi,
Mutu Profesi dan Evidence-based Medicine (EBM) sebagaimana terlihat
dalam Gambar 2.7

Gambar 2. Konsep dan Filosofi Komite Medik RS: Etika, Mutu dan Evidence-
based Medicine (EBM)

Perkembangan evolusi mengenai bidang mutu (Quality), kaidah tehnik


mekanisme pengambilan keputusan untuk profesi seperti Evidence-based
(Medicine, Nursing, Healthcare, Health Technology Asssessment), dan
Sistem Layanan Kesehatan di rumah sakit sangat perlu dan penting untuk
diketahui terlebih dahulu sebelum menetapkan arah pengembangan suatu
sarana layanan kesehatan (rumah sakit) sehingga akan lebih mudah dalam
menilai progresivitas dan kinerja (performance) dalam bentuk indikator
indikator yang mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.

Secara ringkasnya bagan dalam Gambar 3 berikut menunjukkan evolusi mutu


dari inspection, quality control, quality assurance hingga total quality serta
komponen komponennya; dan evolusi epidemiologi klinik, evidence-based,
health technology assessment sampai information mastery. 8,9,10,11,12

7
Firmanda D. Sistem Komite Medik RS Fatmawati, 20 Februari 2003.
8
Firmanda D. Clinical Governance: Konsep, konstruksi dan implementasi manajemen medik. Disampaikan
pada seminar dan business meeting “Manajemen Medis: dari Kedokteran Berbasis Bukti (Evidence-
ased Medicine/EBM) menuju Clinical Governance” dalam rangka HUT RSUP Fatmawati ke 40 di Gedung
Bidakara Jakarta 30 Mei 2000.
9
Firmanda D. Professional continuous quality improvement in health care: standard of procedures,
clinical guidelines, pathways of care and evidence-based medicine. What are they? J Manajemen &

4
Gambar 3. Evolusi bidang mutu dan epidemiologi klinik.2-6

Untuk suatu rumah sakit yang akan mulai berbenah diri, sebaiknya terlebih
dahulu membuat Sistem Rumah Sakit ( Corporate Governance) yang terdiri
dari sistem manajemen rumah sakit, sistem profesi medis (Komite Medik dan
SMF – Clinical Governance), sistem keperawatan, dengan berbagai subsistem
untuk pelayanan, pendidikan/pelatihan serta penelitian rumah sakit dengan
berbagai peraturan di tingkat rumah sakit (Hospital Bylaws) dan tingkat
profesi medis (Medical Staff Bylaws) dengan mengacu kepada Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan
Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws ) di rumah sakit.13

Administrasi Rumah Sakit Indonesia 1999; 1(3): 139-144.


10
Firmanda D. Dari penelitian ke praktik kedokteran. Dalam Sastroasmoro S dan Ismael S. Dasar dasar
metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto, 2002.
11
Firmanda D. Clinical governance dan aplikasinya di rumah sakit. Disampaikan pada Pendalaman materi
rapat kerja RS Pertamina Jaya, Jakarta 29 Oktober 2001.
12
Firmanda D. Professional CQI: from Evidence-based Medicine (EBM) towards Clinical Governance.
Presented at the plenary session in World IPA, Beijing 23rd July 2001.
13 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan Internal
Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit, Jakarta 25 April 2005.

5
Quality Assurance di bidang kesehatan/kedokteran telah bergeser ke arah
satu variasi yang dinamakan ‘Clinical Governance (CG)’ dengan
14,15,16,17,18,19
menitikberatkan dalam hal dampak ( impact) yakni Patients Safety.

Konsep garis besar ‘Clinical Governance (CG)’ dikatakan sebagai upaya dalam
rangka continuous quality improvement (CQI) berdasarkan pendekatan
integrasi Evidence-based Medicine (EBM), Evidence-based Health Car
(EBHC) dan Evidence-based Policy yang terdiri dari empat aspek utama dari
enam aspek yaitu professional performance, resource use (efficiency), risk
management dan patients’ satisfaction. Penerapan ‘Clinical Governance’ dalam
suatu organisasi pelayanan kesehatan memerlukan beberapa persyaratan
yakni organisastion-wide transformation, clinical leadership dan positive
organizational cultures.20,21,22,23

Sudah seyogyanya pelayanan kesehatan/kedokteran di rumah sakit (terutama


rumah sakit pendidikan) terstruktur dan dengan baik serta diselenggarakan
secara simultan dan berkesinambungan melalui suatu sistem dan subsistem
yang jelas dan konsisten dalam hal kebijakan (policy) dan panduan
(manual). 24,25, 26,27

14
Donaldson L. Championing patient safety: going global – a resolution by the World Health Assembly.
Qual Saf Health Care 2002; 11:112.
15
US Department of Health and Human Services. US and UK sign agreements to collaborate on health
care quality. 10 October 2001.
16
World Health Organization. World Health Organization Executive Board Resolution EB109.R16, 18
January 2002.
17
Moss F, Barach P. Quality and safety in health care: a time of transition. Qual Saf Health Care
2002;11:1.
18
Leach DC. Changing education to improve patient care. Qual Health Care 2001; 10:54-8.
19
Lilford RJ. Patient safety research: does it have legs? Qual Saf Health Care 2002; 11:113-4.
20
Firmanda D. The evolution and roles of Evidence-based Health Policy in Health Service Management.
Presented in seminar and discussion panel on “Evidence-based Policy for the era of Indonesian
Health Decentralized System in 21st Century”. Center for Public Health Research, Faculty of
Medicine, Gadjah Mada University, Yogyakarta 1st March 2001.
21
Scally G, Donaldson LJ. Clinical governance and the drive for quality improvement in the new NHS in
England. BMJ 1998; 317(7150):61-5.
22
Heard SR, Schiller G, Aitken M, Fergie C, Hall LM. Continuous quality improvement: educating
towards a culture of clinical governance. Qual Health Care 2001; 10:70-8.
23
Sausman C. New roles and responsibilities of chief executives in relation to quality and clinical
governance. Qual Health Care 2001;10(Suppl II):13-20.
24
Groll R, Baker R, Moss F. Quality improvement research: understanding the science of change in
health care – essential for all who want to improve health care and education. Qual Saf Health Care
2002; 11:110-1.
25
Pittilo RM, Morgan G, Fergy S. Developing programme specifications with professional bodies and
statutory regulators in health and social care. Qual Assur Education 2000; 8(4):215-21.

6
Secara ringkas kita dapat memadukan kerangka konsep Clinical Governance
dengan kondisi struktur perumah sakitan di tanah air pada saat ini dalam
penerapan Undang Undang Praktik Kedokteran dan antisipasi (Rancangan)
Undang Undang Rumah Sakit dalam suatu model integrasi yang
mengedepankan mutu pelayanan dalam bentuk keamanan dan keselamatan
pasien ( patients safety) dengan biaya yang terjangkau secara pendekatan
sistem pembiayaan DRGs Casemix (diharapkan nantinya berkembang menjadi
Health Resource Groups /HRG) melalui suatu mekanisme Clinical Pathways
yang jelas dan terintegrasi dengan standar fasilitas yang sesuai dengan
kompetensi pelaksana sehingga dapat dilakukan evaluasi/audit tidak hanya
semata dari segi kriteria indikator input/struktur, proses dan
outcome/output, akan tetapi bergerak lebih jauh lagi dalam bentuk lebih
rinci, sensitif dan spesifik yakni Health Impact Intervention. Dalam
implementasinya Komite Medik RSUP Fatmawati membuat skema sistem
Clinical Governance sebagaimana dalam Gambar 4 dan mempersiapkan
berbagai panduan serta pedoman sebagaimana dalam Gambar 5 berikut.

Gambar 4. Skema Clinical Governance Komite Medik RSUP Fatmawati

26
Ancarani A, Capaldo G. Manegement of standarised public services: a comprehensive approach to
quality assessment. Managing Service Qual 2001;11(5):331-41.
27
Carroll JS, Edmondson AC. Leading organisational learning in health care. Qual Saf Health Care
2002;11:51–6.

7
Gambar 5. Beberapa panduan dan pedoman Komite Medik RSUP Fatmawati

Sesuai dengan rencana skema Komite Medik RSUP Fatmawati sebagaimana


dalam Gambar 4 di atas. Titik penting (crucial point) adalah pada clinical
pathways sebagai entry point dalam melaksanakan kegiatan praktik profesi
kedokteran sehari hari di rumah sakit – baik untuk tingkat sistem maupun
individu – dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana
diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran dengan tujuan memberikan perlindungan kepada
pasien/masyarakat (patient safety), profesi kedokteran sendiri dan
meningkatkan mutu pelayanan serta mutu kompetensi profesi. Clinical
Pathways tersebut merupakan kombinasi pertemuan antar Clinical Governance
dan Sistem Pembiayaan Casemix.

Untuk masa yang akan datang, bila telah berhasil terkumpul seluruh clinical
pathways – maka INA DRG akan lebih disempurnakan dengan menghitung
DRG Relative Weight dan Casemix Index serta Base Rate setiap
pengelompokkan jenis penyakit sebagaimana dalam Gambar 7 sebagai contoh;

8
dan selanjutnya dapat membandingkan (benchmarking) cost efficiency antar
rumah sakit dalam memberkan layanan kesehatan yang sama.

Gambar 6. Contoh penghitungan DRG RW, CMI dan Base Rate dari setiap
clinical pathways serta implementasi biaya setelah dilakukan penyesuaian
(adjustment) anggaran yang tersedia.

Sedangkan mengenai Penyusunan Clinical Pathways itu sendiri akan dibahas


pada acara workshop secara tersendiri, di luar dari ruang lingkup pembahasan
makalah ini. Akan tetapi secara sekilas dapat dilihat berbagai ilustrasi contoh
akan manfaat dari implementasi Clinical Pathways dalam Gambar 7 sampai 11
berikut.

9
Gambar 7. Hubungan Clinical Pathways dengan Clinical Risks Management/
Patient Safety dan kegiatan Health/High Impact Interventions (HII) di
RSUP Fatmawati.

10
Gambar 8. Hubungan Clinical Pathways dengan jasa dokter dan kinerja
individu.

Gambar 9. Hubungan Clinical Pathways dengan penggunaan obat rasional.

11
Gambar 10. Hubungan Clinical Pathways dengan audit medis dan surveilans
infeksi nosokomial

Gambar 11. Hubungan Clinical Pathways dengan perlindungan hukum dan risiko
tanggung gugat.

12
Maka bila ditinjau dari segi ekonomi keuangan - penyusunan/pembuatan,
pelaksanaan implementasi yang konsisten dan diisi dengan lengkap seluruh
komponen Clinical Pathways akan mempengaruhi jumlah besaran nominal biaya
kesehatan. Dari data Clinical Pathways tersebut juga terlihat biaya komponen
mana yang kurang atau tidak efisien. Jadi hubungan antara Clinical Pathways
dan sistem pembiayaan casemix dapat diringkaskan sebagaimana dalam
Gambar 12 berikut.

Gambar 12. Hubungan Clinical Pathways dengan sistem pembiayaan DRG


Casemix dan mutu pelayanan.

13
Penerapan Clinival Pathways dalam Clinical Governance di rumah sakit atau
sarana institusi layanan kesehatan memerlukan sistem dan kebijakan yang
jelas, konsisten dan konsekuen serta kepemmpinan (leadership) yang mampu
melihat ke depan (visioner) – see before the others, mampu menuangkan ide
ide dalam bentuk konsep dan model yang layak serta dapat diterapkan di
tempatnya; mampu mengajak dan memotivasi anggota/rekan seprofesinya
melalui kegiatan yang dibuat bersama untuk mencapai tujuan (objektif) yang
terukur dengan misi dan visi yang telah ditetapkan bersama. 28, 29,30,31, 32,33,34

Terima kasih, semoga bermanfaat.


Jakarta 14 Mei 2009
Dody Firmanda
http://www.scribd.com/Komite Medik

28
King S. What is the latest on leadership? Manag Development Review 1994; 7(6):7-9.
29
Marquardt JM. Action learning and leadership. The Learning Organization 2000; 7(5):233-40.
30
Llyod B. A new approach to leadership. Leadership and Organization Development Journal 1996;
17(7): 29-32.
31
Russell RF. The role values in servant leadership. Leadership and Organization Development Journal
2001; 22(2):76-83.
32
Stone AG, Russell RF, Patterson K. Transformational versus servant leadership: a difference in
leader focus. Leadership and Organization Development Journal 2004; 25(4):349-61.
33
Stern Z. The future of quality leadership. Int J Qual Health Care 2002: 14(2):85-86.
34
Bowerman JK. Leadership development through action learning: an executive monograph-
incorporating leadership in health services. Int J Health Care Qual Assur 2003; 16(4): 6-13.

14

You might also like