You are on page 1of 21

DEMAM BERDARAH DENGUE GRADE 3

DISUSUN OLEH : AMALIA RAHMONITA USMAN FK YARSI : 110.2004.013

KONSULEN PEMBIMBING : DR. NURHASMANI Saleh, SP. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II M. RIDWAN MEURAKSA PERIODE 21 JANUARI 31 MARET 2013

IDENTITAS Nama : Anak S

Jenis Kelamin : Perempuan Umur Berat Badan : 10 tahun : 20 kg

Tanggal masuk: 12 Maret 2013 pkl 14.00 Wib Alamat : Jl Kwitang 3 no 129 Jakpus

Suku / Bangsa : Betawi-Sunda Penyakit Herediter : Riwayat Imunisasi : Lengkap

Anamnesa : Alloanamesa & Autoanamesa RPS : Os datang ke RS Ridwan Meuraksa dengan keluhan demam terus menerus sejak 5 hari yang lalu, disertai sakit kepala, mual, muntah sebanyak 3x berisi makanan, buang air besar cair sejak 2 hari yang lalu 2x/hari, ampas(+), lendir (-), darah (-) sebanyak gelas aqua. Batuk kering(+), pilek(-). Os juga merasa sakit dada, sesak (-). 3 hari SMRS sudah berobat ke puskesmas, namun tidak ada perbaikan. Tetangga dekat Os menderita penyakit yang sama dengan Os. RPK RPD : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan Os : Os belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Status Praesens Umur Berat Badan Suhu Nadi Pernafasan Dyspnoe Cyanosis Icterus Turgor : 10 thn : 20 kg : 36,0 derajat celcius : 110x/menit : 40x/menit :::: Baik

Keadaan Umum Kesadaran Gizi Kepala Fontanel Rambut Mata : Normocephal, UUB menutup, deformitas (-) : Hitam, destruksi merata, tidak mudah dicabut : Conjungtiva anemis(-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), air mata +/+, edema palpebra(-)/(-) : Compos mentis : Baik

Telinga Hidung Mulut

: Normotia, liang telinga lapang, membran timpani intak+/+, sekret-/: Deviasi septum(-), sekret -/: Bibir kering pecah-pecah,mucosa lembab, coated tongue(-), Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1. : Tidak ada pembesaran KGB dan Thyriod : Simetris, statis dan dinamis saat inspirasi dan expirasi, tidak ada yang tertinggal, retraksi (-), : Bunyi Jantung I-II Murni reguler, Murmur(-), Gallop(-) : Suara Nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-, efusi pleura -/: Datar, supel, Bising usus (+) Normal, timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri tekan(-) Hepar/Lien tidak teraba pembesaran. : Dalam batas normal : Fisiologis (+), patologis (-) : Akral hangat (+), sianosis, edema (-), Crt kurang dari 2 detik : Perempuan, tidak ada kelainan : Obs Febris : IVFD RL 20 tpm/makro, Amoxicillin tab 3x250mg,pct 3x tab, apecur 3xcth I

Leher THORAX

Jantung Paru-paru Abdomen

Kelenjar Reflex Extremitas Genitalia Diagnosa Therapi

Laboratorium : Hb : 17,4 g/dl Ht : 49% Leukosit : 4.200/UL Trombosit : 48.000/UL

FOLLOW UP Tanggal 13 Maret 2013 S : Pusing (+), demam (-), sejak semalam, mual (+), muntah (-), batuk berkurang, Bak (+) tadi pagi, Bab belum bisa, lemah. O : Ku/Kes : Tss/CM HR : 100x/menit RR : 24x/menit Suhu : 36,8 derajat celcius Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher Thorax Paru Cor Abdomen : Normocephal, deformitas (-) : Ca-/-, Si -/-, air mata +/+, edema palpebra -/-, mata cekung -/: Septum deviasi (-), sekret-/: Normotia, sekret -/-, liang telinga lapang, membran timpani intak+/+ : Mucosa bibir lembab, Coated tongue(-), Faring hiperemis(+), Tonsil T1-T2 : Tidak terdapat pembesaran KGB dan thyroid : Simetris, statis dan dinamis, tidak ada yang tertinggal, retraksi (-) : Suara nafas vesikular+/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-, efusi pleura (-) : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur(-), gallop (-) : Datar, supel, bising usus (+) normal, timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri tekan di daerah epigastrium (+), Hepar/Lien tidak terdapat pembesaran : Akral hangat (+), edem, sianosis (-), Crt kurang dari 2 detik.

Extremitas

Laboratorium : Hb : 16,6 g/dl, Leukosit : 8.200/UL, Ht : 46%, Trombosit : 24.000/UL Diagnosis : Obs Febris hari ke 5 ec DHF Grade III

Diferential diagnosis : GEA, ISPA (Faringitis akut) Planning : IVFD RL 20 tpm/makro (1500x20/1440) Amoxicillin tab 3x250mg Paracetamol 3x setengan tablet (bila suhu lebih dari 37,5 derajat celcius) Apecur 3x1 cth Cek H2TL / 12 Jam

FOLLOW UP Tanggal 14 Maret 2013 S : Pusing (+), demam (-), mual (-), muntah (-), batuk (+), Bak (+) tadi pagi, Bab (+) lemah. O : Ku/Kes : Tss/CM Td : 100/70 mmHg HR : 100x/menit RR : 24x/menit Suhu : 36,8 derajat celcius Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher Thorax Paru Cor Abdomen : Normocephal, deformitas (-) : Ca-/-, Si -/-, air mata +/+, edema palpebra -/-, mata cekung -/: Septum deviasi (-), sekret-/: Normotia, sekret -/-, liang telinga lapang, membran timpani intak+/+ : Mucosa bibir lembab, Coated tongue(-), Faring hiperemis(+), Tonsil T1-T2 : Tidak terdapat pembesaran KGB dan thyroid : Simetris, statis dan dinamis, tidak ada yang tertinggal, retraksi (-) : Suara nafas vesikular+/, Rhonki -/-, Wheezing -/-, efusi pleura (+) minimal : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur(-), gallop (-) : Datar, supel, bising usus (+) normal, timpani di seluruh lapang abdomen, Undulasi (-), Ascites (-) Hepar/Lien dalam batas normal. : Akral hangat (+), edem, sianosis (-), Crt kurang dari 2 detik.

Extremitas

Laboratorium : Hb : 12,2 g/dl, Leukosit : 5.400/UL, Ht : 34%, Trombosit : 29.000/UL Diagnosis : Obs Febris hari ke 5 ec DHF Grade III

Diferential diagnosis : GEA, ISPA (Faringitis akut) Planning : IVFD RL 20 tpm/makro (1500x20/1440) Amoxicillin tab 3x250mg Paracetamol 3x setengan tablet (bila suhu lebih dari 37,5 derajat celcius) Apecur 3x1 cth

Cek H2TL / 12 Jam Monitoring TTV Foto Rhontgent Right Left Decubitus

FOLLOW UP Tanggal 15 Maret 2013 S : demam (-), mual (-), muntah (-), batuk (+), Bab, bak dbn O : Ku/Kes : Tss/CM HR : 100x/menit RR : 23x/menit Suhu : 36,7 derajat celcius Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher Thorax Paru Cor Abdomen : Normocephal, deformitas (-) : Ca-/-, Si -/-, air mata +/+, edema palpebra -/-, mata cekung -/: Septum deviasi (-), sekret-/-, mimisan (-) : Normotia, sekret -/-, liang telinga lapang, membran timpani intak+/+ : Mucosa bibir lembab, Coated tongue(-), Faring hiperemis(+), Tonsil T1-T2 : Tidak terdapat pembesaran KGB dan thyroid : Simetris, statis dan dinamis, tidak ada yang tertinggal, retraksi (-) : Suara nafas vesikular /+, Rhonki -/-, Wheezing -/-, efusi pleura (-) : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur(-), gallop (-) : Datar, supel, bising usus (+) normal, timpani di seluruh lapang abdomen, Undulasi (-), Ascites (-), Hepar/Lien tidak terdapat pembesaran : Akral hangat (+), edem, sianosis (-), Crt kurang dari 2 detik.

Extremitas

Laboratorium : Hb : 12,4 g/dl, Leukosit : 5.600/UL, Ht : 34%, Trombosit : 25.000/UL Diagnosis : Obs Febris hari ke 5 ec DHF Grade III

Diferential diagnosis : GEA, ISPA (Faringitis akut) Planning : IVFD RL 20 tpm/makro (1500x20/1440)

Amoxicillin tab 3x250mg Paracetamol 3x setengan tablet (bila suhu lebih dari 37,5 derajat celcius) Apecur 3x1 cth Cek H2TL / 12 Jam Monitoring KU & TTV Fo Ro RLD belum ada hasil.

Diskusi Kasus Os S perempuan 10 tahun didiagnosa dengan Demam Berdarah dengue Grade 3 berdasarkan anamesa os demam tinggi terus menerus lima hari SMRS, sakit kepala, dan pada hasil pemeriksaan lab didapatkan trombositopenia, leukopenia, dan hemokonsentrasi (+) Os juga didiagnosis dengan ISPA berdasarkan anamesa os batuk kering(+), nyeri telan, dan hasil pemeriksaan klinis terdapat Faring hiperemis (+), Tonsil T1-T2 Pemeriksaan anjuran : Cek H2TL tiap 12 jam IgM IgG anti dengue atau NS1 Monitoring Keadaan Umum dan Vital sign Foto Rontgent Right Left Decubitus Diagnosa banding : Demam Berdarah Dengue Grade 3 Demam Typhoid GEA ISPA (Faringitis Akut) Diagnosa kerja : Demam berdarah dengue grade 3 Penatalaksanaan : IVFD RL 20 tpm Amoxicillin Tab 3x250 mg Paracetamol 3x setengah tab (bila suhu >37,5) Apecur 3x1 cth Diet Lunak Perbanyak konsumsi air putih Prognosisi : Ad vitam, ad functionam, ad sanationam Dubia ad Bonam

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Sejak ditemukannya penderita DBD di Indonesia, penatalaksanaan penderita DBD diberbagai kota besar sangat bervariasi dengan angka kematian sekitar 6% - 26%. Untuk mengatasi masalah ini DepKes SubDit P2M penyakit Arbo virus berupaya mengumpulkan Pokja DBD dari berbagai senter (Medan, Jakarta, Bandung, Jogyakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Ujung Pandang dan Menado). Hasil berbagai pertemuan para pakar DBD dan kelompok kerja telah dapat menyusun berbagai pedoman penatalaksanaan penderita DBD yang telah diolah oleh Tim di Jakarta dan telah disebar luaskan ke berbagai kota dimana FK berada, ternyata masih ada yang perlu direvisi dan akhirnya kelompok (Bandung, Jakarta, Jogya, Surabaya) yang berupa melakukan penelitian multi senter DBD, membuat pedoman pelaksanaan DBD.

BAB II DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

II.1 Batasan DHF atau yang disebut juga Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit demam berat yang sering mematikan disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis dan pada kasus berat sindrom syok kehilangan protein. (2)

II.2 Epidemiologi Demam berdarah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue secara simultan atau berurutan ditularkan. Demam ini adalah endemic di Asia tropic, dimana suhu panas dan praktek penyimpanan air dirumah menyebabkan populasi Aedes Aegypti besar dan permanent. Pada keadaan ini infeksi dengan virus dengue dari semua tipe sering ada, dan infeksi kedua dengan tipe heterolog sering terjadi. Sesudah umur 1 tahun, hamper semua penderita dengan sindrom syok dengue mempunyai kenaikan sekunder antibody terhadap virus dengue, yang menunjukkan infeksi sebelumnya dengan virus yang terkait erat. Wabah

tahun 1981 di Kuba, dimana anak dan dewasa terpajan sama, telah menunjukkan bahwa sindrom permeabilitas vaskuler akut, terjadi hamper selalu pada anak usia 14 tahun dan yang lebih muda. Pada orang dewasa penyakit berat lebih sering disertai dengan fenomena perdarahan. Demam berdarah dengue dapat terjadi selama infeksi dengue primer, paling sering pada bayi yang ibunya imun terhadap dengue. Orang asing tidak imun, orang dewasa dan anak-anak yang terpajan terhadap virus dengue selama wabah demam berdarah menderita demam dengue klasik atau bahkan penyakit yang lebih ringan. Perbedaan dalam manifestasi klinis infeksi dengue antara orang asli dan orang asing di Asia Tenggara lebih terkait pada status imunologis daripada kerentanan ras. Namun, pada wabah Kuba, angka serangan demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue rendah pada anak kulit hitam mungkin menjelaskan seolah-olah tidak ada sindrom pada daerah endemic Afrika. (2)

II.3 Etiologi dan Vektor Virus dengue termasuk dalam kelompok arbovirus B. dikenal 4 serotipe virus dengue yang saling tidak mempunyai imunitas silang. Sabin adalah orang pertama yang berhasil mengisolasi virus dengue, yaitu dari darah penderita sewaktu terjadi epidemic demam dengue di Hawai dengan diberi nama tipe I, sedangkan virus dari penderita demam dengue yang berasal dari New Guinea diberi nama tipe 1. (4,5) Virus dengue serotype 1,2,3 dan 4 yang ditularkan melalui vector nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes Albopictus, Aedes Polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vector yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype lain. (3)

II.4 Patofisiologi Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.

II.5 Gejala Klinis Terdapat empat gejala utama DBD, yaitu demam tinggi, tanda-tanda perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi
(1, 2, 3, 4, 5)

. Gejala klinis DHF diawali dengan demam

mendadak, disertai dengan muka kemerahan (flushed face) dan gejala jenis lain yang tidak khas, menyerupai gejala demam dengue, seperti anoreksia, muntah, sakit kepala dan nyeri pada otot dan sendi. Pada beberapa pasien mengeluh sakit tenggorok dan pada pemeriksaan ditemukan faring hiperemi. Gejala lain adalah rasa tidak enak di daerah epigastrium, nyeri dibawah lengkung iga kanan, kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan diseluruh perut. Adapun keempat gejala utama DHF adalah : 1. Demam Demam terjadi secara mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, kemudian turun secara cepat.(2) Kadang suhu lebih dari 40 oC dan dapat terjadi kejang demam.(2) Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DHF karena fase tersebut merupakan awal penyembuhan tapi dapat pula sebagai awal fase renjatan.

2. Tanda-tanda Perdarahan Penyebab perdarahan pada pasien DHF adalah vaskulopati, trombositopeni dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskuler yang menyeluruh.(2) Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede, uji bendung) positif petekia, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva.(1,2,3,4) Petekia adalah tanda perdarahan yag tersering yang ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada harihari pertama demam. Petekia sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk membedakan, lakukan penekanan pada bintik merah dengan kaca obyek atau penggaris plastic. Jika bintik merah menghilang jadi bukan petekia. Perdarahan lainnya adalah epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.

3. Hepatomegali Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm dibawah lengkung iga kanan.(5) Proses pembesaran hati dari tidak teraba menjadi teraba atau dari sekedar dapat diraba menjadi teraba lebih besar dari 2-4 cm, dapat diramalkan perjalanan penyakit DHF.(5) Namun derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, tetapi nyeri tekan didaerah ulu hati, berhubungan dengan adanya perdarahan. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak besar daripada anak kecil. Pada sebagian kecil kasus dapat ditemukan ikterus.

4. Syok Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah demam turun.(3) Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral ektremitas teraba dingin. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang bersifat ringan atau sementara.(3) Syok ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah, tekan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang, jadi untuk menilai tekanan nadi perhatikan tekanan sistolik dan diastolic) atau hipotensi (tekanan sistolik menurun sampai 60 mmHg atau kurang), kulit dingin dan lembab.(5)

II.6 Diagnosa Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1986 yaitu memenuhi 2 kriteria klinis utama dan 2 kriteria laboratorium.(1,2,3) Penggunaan kriteria ini dimaksudkan mengurangi diagnosis yang berlebihan.

Kriteria Klinis

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. 2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : Uji torniquet positif Petekia, ekimosis, purpura Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi Hematemesis dan atau melena

3. Pembesaran hati 4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.

Kriteria Laboratoris

1. Trombositopenia (100.000/ul atau kurang) 2. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20% atau lebih)

Menurut WHO berdasarkan derajat berat-ringan penyakit, DHF dibagi 4 tingkat : Panas 2-7 hari, gejala umum tidak khas, uji Tourniquet (+)

1. Dereajat I :

2. Derajat II : Sama dengan derajat I ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekia ekimosa, epistaksis, hematemasis, melena, perdarahan gusi uterus, telinga dan sebagainya. 3. Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120/menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg), tekanan darah menurun (120/80 120/100 120/110 90/70 80/0 0/0) 4. Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > 140/menit) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.(1)

II.7 Diagnosis Banding 1. Belum / tanpa syok (1) Campak Infeksi bakteri/virus lain (TFA faringitis, demam dari kelompok penyakit exanthem, hepatitis, chikungunya) 2. Dengan syok Demam tifoid Renjatan septik oleh kuman gram-negatif lain

3. Dengan kejang Meningitis Ensefalitis

4. Dengan perdarahan Sepsis Meningiti menigokokus Idiophatic Trombositopenia Purpura (ITP) Virus lain Leukemia Anemia aplastik

II.8 Penatalaksanaan Indikasi Rawat Inap Adapun indikasi rawat inap pada dugaan infeksi virus dengue 1. Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukkan kurang) atau kejangkejang 2. Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif/negatif, kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan PCV meningkat 3. Panas disertai perdarahan-perdarahan 4. Panas disertai renjatan (1)

Terapi Terapi penderita DBD dapat dibagi berdasarkan atas ada tidaknya syok, yaitu sebagai berikut : Belum/Tanpa Syok (1) 1. Grade I + II : a. Oral ad libitum atau

b. 1. Infus cairan Ringer Laktat dengan dosis 75 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml/Kh BB/hari untuk anak dengan BB > 10kg bersama-sama diberikan minuman oralit, air buah atau susu secukupnya. 2. Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin. 3. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang kurang diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut : 100 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg

Obat-obat lain : Antibiotika apabila ada infeksi sekunder Antipiretika untuk anti panas Darah 15 cc/kg BB/hari bila perdarahan hebat Dengan Syok (1) 2. Grade III a. Berikan infus Ringer Laktat 20 ml/Kg BB/1 jam Apabila menunjukkan perbaikan (Tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan Nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/m dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika Tensi dan Nadi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu (24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jam diperhitungkan sebagai berikut :

100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg. 75 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 30 Kg 60 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 40 Kg 50 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 50 Kg

b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan Ringer Laktat 20 ml/Kg BB/1 jam keadaan Tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan Nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulang maksimal 30 ml/Kg BB/dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membaik dilanjutkan cairan Ringer Laktat sebanyak kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a. c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/1 jam keadaan Tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan Nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB/dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membaik dilanjutkan cairan Ringer Laktat dengan perhitungan n sebagai berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a. 3. Grade IV (1) a. Berikan cairan Ringer Laktat sebanyak 30 ml/Kg BB/1 jam, bila keadaan baik (T > 80 mmHg dan Nadi < 120 m, akral hangat lanjutkan dengan Ringer Laktat sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum tampak stabil, infus cairan Ringer Laktat dilanjutkan dengan perhitungan sebagai berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a. b. Apabila setelah pemberian Ringer Laktat 30 ml/Kg BB/1jam keadaan umum masih buruk. Tensi tak terukur dan Nadi tak teraba maka penderita harus dipasang infus 2 tempat dengan maksud satu tempat untuk Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/1 jam dan tempat lain untuk pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam selama 1 jam. Jika keadan umum membaik lanjutkan pemberian Ringer Laktat dengan perhitungan sebagai berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah

masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a. c. Apabila setelah pemberian Ringer Laktat 30 ml/Kg BB/1jam keadaan umum masih buruk, tensi terukur secara palposi dan nadi teraba cepat lemah, akral dingin maka penderita ini sebaiknya diberikan Plasma atau Plasma ekspander sebanyak 20 ml/Kg BB/1jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian Ringer Laktat dengan perhitungan sebagai berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a. d. Apabila Apabila setelah pemberian Ringer Laktat 30 ml/Kg BB/1 jam keadaan umum membaik tetapi Tensi terukur kurang dari 80 mmHg dan Nadi > 120 m, akral hangat atau akral dingin maka penderita ini sebaiknya diberkan Plasma atau Plasma ekspander sebanyak 10 ml/Kg BB/1jam dan dapat diulangi maksimal sampai 30 ml/Kg BB/24 jam. Jika keadaan umum membaik pemberian Ringat Laktat dengan perhitungan sebagai berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a. e. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma/plasma ekspander 20 ml/Kg BB/1jam dan Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/1 jam tidak menunjukkan perbaikan T = 0,N = 0 maka penderita ini perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan yang dibutuhkan apakah sudah sesuai dengan yang masuk. Dalam hal ini perlu memonitor dengan pemasangan CVP, gunakan bat dopamin, kortikosteroid dan perbaiki kelainan yang lain. f. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah memperoleh Ringer Laktat 30 ml/Kg Bb/1jam dan Plasma/Plama ekspander 20 ml/Kg BB/1jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T < 80m, N > 120 m), maka penderita ini perlu diberikan lagi Plasma atau Plasma eksponder 10 ml/Kg BB/1jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak penderita ini perlu dikonsultasikan kebagian anestesi. g. Jika tata laksana grade IV sesudah memperoleh Ringer Laktat 30 ml/Kg BB/1 jam dan Plasma/Plasma eksponder 10 ml/Kg BB/1jam belum memperoleh perbaikan yang optimal (T > 80m, N<120m) okral dingin maka penderita ini perlu diberikan lagi Plasma atau Plasma ekspander 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulang maximal 30 mg/Kg BB/24 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak penderita ini perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi.

Untuk kasus-kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg BB/2jam pikirkan bahaya overload dan kemampuan yang kurang. Dalam hal ini penderita perlu diberikan lasix 1 mg/Kg BB/ kali dan dopamin. Observasi ketat selama 24 48 jam. Bila timbul renjatan lagi ulangi prosedur diatas.

Bila ada gejala pendarahan hebat dapat diberikan darah 15 cc/Kg BB/1jam Heparin dipakai pada keadaan koagulasi intravaskuler menyeluruh (DIC) yang disertai gejala trombosis. Antibiotika diberikan bila ada infeksi sekunder, atau bila dalam diagnosis banding masih dipikirkan kemungkinan adanya suatu infeksi bakteriil. Antibiotika yang biasa dipakai adalah : Ampisilin : 50 100 mg/Kg/24 jam IV

Gentamisin : 5 mg/Kg/24 jam IM Langkah Promotif dan Preventif Jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan curah hujan oleh karena itu kasus berbeda disetiap daerah. Pada umumnya di Indonesia meningkat pada bulan Desember sampai dengan April-Mei tiap tahun. Pencegahan dan pemberantasan DBD dilakukan dengan membasmi nyamuk dan sarangnya melalui gerakan 3M.(1) a. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau menaburkan bubuk larvasida (Abate) b. c. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air Menguburkan/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air

II.9 Komplikasi Adapun komplikasi yang dapat timbul akibat penyakit ini adalah (1,2) 1. Perdarahan otak 2. Sindroma Distres Nafas Dewasa (ARDS) 3. Infeksi nosokomial seperti pneumonia, tromboflebitis, sepsis, renjatan septik

II.10 Prognosis Kematian telah terjadi pada 40-50% penderita dengan syok, tetapi dengan perawatan intensif yang cukup kematian akan kurangi dari 2%. Ketahanan hidup secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif. (2)

BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan Dengue Haemorraghic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue, adalah suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan oleh virus, ditandai oleh permabilitas kapiler, kelainan hemostasis dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan proten. Terdapat empat tipe virus dengue yang berbeda (tipe 1-4) yang telah diisolasi dari penderita demam berdarah. Sedangkan vektor utama penyakit ini adalah Ae. Aegypti (didaerah perkotaan) dan Ae. Albopictus (di daerah pedesaan). Terdapat empat gejala utama DBD, yaitu demam tinggi, tanda-tanda perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis DBD diawali dengan demam mendadak, disertai dengan muka kemerahan (flushed face) dan gejala jenis lain yang tidak khas, menyerupai gejala demam denguem seperti anoreksia, muntah, sakit kepala dan nyeri pada otot dan sendi. Diagnosis DBD ditegakan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium dan berdasarkan derajat berat-ringan penyakit, DBD dibagi 4 tingkat. Penatalaksaan DBD disesuaikan dengan tingkatan(grade) penyakitnya serta upaya pencegahan dan pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya yaitu melalui gerakan 3M.

III.2 Saran Berbagai sosialisasi tentang penyakit ini khususnya bagaimana melaksanakan tindakan pencegahan (3M) hendaknya menjadi prioritas dalam penanganan kasus Dengue Haemmorhagic Fever (DBD) di masyarakat. Pelatihan intensif kepada tenaga kesehatan juga hendaknya ditingkatkan terutama pada bulan-bulan dimana wabah DBD mulai muncul. Agar komplikasinya dapat ditekan seminimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harianto A. Dkk. Demam Berdarah Dengue (DBD) in : Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya : Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair / RSUD Dr. Soetomo. 1994; 201209

2. Wahab AS edisi. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume II Edisi 15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1999; 1134-1135.

3. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius FK UI. 2000; 419-427.

4. http://www.pdii.lipi.go.id/inforistekvol.4no.1/tahun 2006

5. http://www.cdc.gov/nadod/EID/vol8no12/02-0170.htm.

You might also like