You are on page 1of 20

PRINSIP TERAPI OKSIGEN Suryo Nugroho Suhardi*, Donni Indra Kusuma** ABSTRACT Oxygen therapy is to insert additional oxygen

from outside into the lungs through the respiratory system by using the tool as needed. The assumption that oxygen is the element most needed for human life seems true. Not eating or drinking may still be long enough to give tolerance to up to a fatal condition, but the moment people do not get the oxygen it will be immediately fatal. Not just for breathing and sustaining life, oxygen is also needed to metaboloisme body. Oxygen then it could be a means to overcome various kinds penyakit.1 Key words: oxygen, hypoxia, respiratory

ABSTRAK Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan manusia agaknya memang benar. Tidak makan atau tidak minum mungkin masih akan memberikan toleransi yang cukup panjang hingga sampai kepada keadaan fatal, tetapi sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tak hanya untuk bernafas dan memepertahankan kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metaboloisme tubuh. Oksigen maka bisa menjadi sarana untuk mengatasi berbagai macam penyakit.1 Kata kunci : oksigen, hipoksia, gagal nafas Coassistant Anestesi FK Trisakti 8 Oktober 9 November 2012

** Dokter Spesialis Anestesiologi BLU RSUD Kota Semarang 1

PENDAHULUAN A. Pengertian Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan.2 Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosphir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah. Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %.3 Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara : 1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 ( Orthobarik ) 2. Meningkatkan tekanan oksigen ( Hiperbarik ) B. Organ-organ yang terlibat dalam terapi oksigen Bila kita membicarakan organ tubuh yang terlibat dalam terapi oksigen, maka kita harus membahas tentang organ sistem pernafasan, termasuk didalamnya anatomi dan fisiologi sistem pernafasan, peredaran darah paru yang merupakan bagian sistem kardiovaskuler dan mekanisme kontrol pernafasan secara kimiawi maupun pengaturan oleh sistem saraf. Anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan manusia agaknya memang benar. Tidak makan atau tidak minum mungkin masih akan memberikan toleransi yang cukup panjang hingga sampai kepada keadaan fatal, tetapi sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tak hanya untuk bernafas dan memepertahankan kehidupan, oksigen juga

sangat dibutuhkan untuk metaboloisme tubuh. Oksigen maka bisa menjadi sarana untuk mengatasi berbagai macam penyakit. Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas Beddoes sejak awal tahun 1800. alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen pasien hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit paru obstruktif kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian oksigen melalui kanula hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik tanpa retensi CO2.4 Komposisi udara kering ialah 20,98% O2, 0,04% CO2, 78,6% N2 dan 0,92% unsur inert lainnya, seperti argon dan helium. Tekanan barometer (PB) di permukaan laut ialah 760 mmHg (satu atmosfer). Dengan demikian, tekanan parsial (dinyatakan dengan lambang P). O2 udara kering di permukaan laut adalah 0,21 x 760, atau 160 mmHg. Tekanan parsial N2 dan gas inert lainnya 0,79 x 760, atau 600 mmHg; dan PCO2 ialah 0,0004 x 760 atau 0,3 mmHg. Terdapatnya uap air dalam udara pada berbagai iklim umumnya akan menurunkan persen volume masing masing gas, sehingga juga sedikit mengurangi tekanan parsial gas gas-tersebut. Udara yang seimbang dengan air jenuh dengan uap air, dan udara inspirasi akan jenuh dengan uap air saat udara tersebut mencapai paru-paru.5 A. Transpor oksigen Pengangkutan oksigen ke jaringan Sistem pengangkut O2 di dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan sistem kardiovaskuler. Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu tergantung pada jumlah O2 yang masuk kedalam paru-paru, adanya pertukaran gas dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan, serta kapasitas darah untuk mengangkut O2. aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jaringan vaskuler didalam jaringan serta

curah jantung. Jumlah O2 didalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah serta afinitas hemoglobin terhadap O2.5 Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru kebagian respirasi paru sampai ke alveoli, membrana basalis dan endotel kapiler, dalam darah sebagian besar O2 bergabung dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut dalam plasma (3%). Dewasa muda pria, jumlah darahnya 75 ml/kg, wanita 65 ml/kg. Satu ml darah pria mengandung kira-kira 280 juta molekul Hb. Satu molekul Hb sanggup mengikat 4 Molekul O2 membentuk HbO2, oksi hemoglobin.6 Konsumsi oksigen ke otak Konsumsi O2 oleh otak manusia (tingkat metabolik serebrum untuk O2, CMRO2) rata-rata sekitar 3,5 ml/100 gr otak/menit (49 ml/menit untuk otak keseluruhan) pada seorang dewasa. Angka ini mencerminkan sekitar 20 % dari konsumsi O2 total dalam keadaan istirahat. Otak sangat peka terhadap hipoksia, dan sumbatan terhadap pembuluh darah walaupun hanya selama 10 detik dapat menyebabkan pingsan. Struktur-struktur vegetatif di batang otak lebih resisten terhadap hipoksia dari pada korteks serebrum dan pasien dapat pulih dari kecelakaan misalnya henti jantung (dan kelainan lain yang menyebabkan hipoksia yang cukup berkepanjangan) dengan fungsi vegetatif normal tetapi mengalami defisiensi intelektual berat yang menetap : Ganglion basal menggunakan O2 dengan tingkat yang sangat tinggi dan hipoksia kronik dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit parkinson serta defisit intelektual. Thalamus dan kolikulus inferior juga sangat rentan terhadap[ kerusakan terhadap hipoksia.5,6 B. Tekanan parsial Berbeda dengan zat cair, gas akan mengembang untuk mengisi ruang yang tersedia baginya, dan volume yang ditempati oleh sejumlah molekul gas tertentu,

pada suhu dan tekanan tertentu(idealnya) akan tetap sama, bagaimanapun komposisi campuran gas tersebut.5 (diturunkan dari persamaan state of ideal gas) Dengan: P = tekanan n = jumlah molekul R = konstanta gas T = suhu absolut V= volume Perbedaan tekanan partial untuk O2 dan CO2 menekankan bahwa hal tersebut merupakan kunci bagi terjadinya pergerakan gas dan bahwa O2 mengalir dari udara liar melalui alveoli dan darah kedalam jaringan, sedangkan CO2 mengalir turun dari jaringan kedalam alveoli. Walaupun demikian, jumlah kedua gas yang diangkut ke dan dari jaringan akan sangat tidak adekuat bila sekitar 99% O2 yang larut didalam darah tidak terikat pada protein pembawa O2 hemoglobin dan bila sekitar 94,5% CO2 yang larut dalam darah tidak mengalami serangkaian reaksi kimia reversibel yang mengubah CO2 menjadi senyawa lain.5 C. Reaksi Hemoglobin dan Oksigen Dinamika reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai pembawaO2 yang sangat serasi. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari 4 subunit, masing-masing mengandung gugus heme yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Heme adalah kompleks yang dibentuk dari suatu porfirin dan 1 atom besi fero. Masing-masing dari ke-4 atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara

reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk fero, sehingga reaksi pengikatan O2 merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi pengikatan hemoglobin dengan O2 lazim ditulis sebagai Hb + O2 HbO2.5 TIPE KEKURANGAN OKSIGEN DALAM TUBUH A. Hipoksemia Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2. Hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%, hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan hipoksemia berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2kurang dari 75%. Umur juga mempengaruhi nilai PaO2 dimana setiap penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun dan PaO2 80 mmHg maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi.4,6 Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg.kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan sebaliknyatekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun.jaringan Vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki. Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan 6

eritrositosis

dan

terjadi

peningkatan

sekresi

eritropoitin

ginjal

sehingga

mengakibatkan eritrositosis danterjadi peningkatan kapasiti transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner. Gagal jantung kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.4,6 B. Hipoksia Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat dibandingkan anoksia, sebabjarang dijumpai bahwa benar-benar tidak ada O2 tertinggal dalam jaringan, secara tradisional, hipoksia dibagi dalam 4 jenis. Berbagai klassifikasi lain telah digunakan namun sidtim 4 jenis ini tetap sangat bergunaapabila masing-masing definisi istilah tetap diingat. Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut : 1. Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri berkurang. 2. Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami denervasi maupun pada ginjal yang diangkat (diisolasi) dan diperfusi. 3. Hipoksia stagnan; akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. 4. Hipoksia histotoksik; hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida.3 Hipoksia Hipoksik Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit sistim pernafasan lainnya.5

Gejala dan tanda hipoksia hipoksik 1. Pengaruh penurunan tekanan barometer Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis respiratorik.5 2. Gejala hipoksia saat bernafas oksigen Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg,dan pada atau lebih rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu tubuh. Setiap orang yang terpajan pada tekanan yang rendah akan lebih dahulu meninggal saat hipoksia,sebelum gelembung uap air panas dari dalam tubuh menimbulkan kematian.5 3. Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar 3700 m. Pada ketinggian 5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas 6100 m, umumnya seseorang hilang kesadaran.5 4. Efek lambat akibat ketinggian Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak nafas, serta mual dan muntah.5 5. Aklimatisasi Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena alkalosis cenderung melawanefek perangsangan oleh hipoksia. Timbulnya asidosis laktat dalam otak akan menyebabkan penurunan pH LCSdan meningkatkan respon terhadap hipoksia.5

Penyakit yang menyebabkan Hipoksia Hipoksik Penyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan kegagalan organ pertukaran gas, penyakit seperti kelainan jantung kongenital dengan sebagian besar darah dipindah dari sirkulasi vena kesisi arterial, serta penyakit dengan kegagalan pompa pernafasan. Kegagalan paru terjadi bila keadaan seperti fibrosis pulmonal menyebabkan blok alveoli kapiler atau terjadi ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kegagalan pompa dapat disebabkan oleh kelelahan otot-otot pernafasan pada keadaan dengan peningkatan beban kerja pernafasan atau oleh berbagai gangguan mekanik seperti pneumothoraks atau obstruksi bronkhial yang membatasi ventilasi. Kegagalan dapat pula disebabkan oleh abnormalitas pada mekanisme persarafan yang mengendalikan ventilasi, seperti depresi neuron respirasi di medula oblongata oleh morfin dan obat-obat lain.5 Hipoksia Anemik Sewaktu istirahat,hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapat peningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah,kecuali apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan pengangkutan O2 kejaringan aktif.5 Hipoksia Stagnan Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps

sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya lebih tinggi dari jantung.5 Hipoksia Histotoksik Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidasi serta mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan sianmethemoglobin, suatu senyawa non toksik. Kemampuan pengobatan

menggunakansenyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah methemoglobin yang dapat dibentuk dengan aman. Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat.5 C. Gagal Nafas Gagal nafas merupakan suatu keadaan kritis yang memerlukan perawatan di instansi perawatan intensif (IP). Diagnosis gagal nafas ditegakkan bila pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat atau tidak mampu mencukupi kebutuhan oksigen darah dan sistem organ. Gagal nafas terjadi karena disfungsi sistem respirasi yang dimulai dengan peningkatan karbondioklsida dan penurunan jumlah oksigen yang diangkut kedalam jaringan. Gagal nafas akut sebagai diagnosis tidak dibatasi oleh usia dan dapat terjadi karena berbagai proses penyakit. Gagal nafas hampir selalu dihubungkan dengan kelainan diparu,tetapi keterlibatan organ lain dalam proses respirasi tidak boleh diabaikan.4 Gagal Nafas Tipe I

10

Pada tipe ini terjadi perubahan pertukaran gas yang diakibatkan kegagalan oksigenasi. PaO2 50 mmHg merupakan ciri khusus tipe ini, sedangkan PaCO2 40 mmHg, meskipun ini bisa juga disebabkan gagal nafas hiperkapnia.4 Ada 6 kondisi yang menyebabkan gagal nafas tipe I yaitu: 1. Ketidaknormalan tekanan partial oksigen inspirasi (low PIO2). 2. Kegagalan difusi oksigen. 3. Ketidak seimbangan ventilasi / perfusi [V/Q mismatch]. 4. Pirau kanan ke kiri. 5. Hipoventilasi alveolar. 6. Konsumsi oksigen jaringan yang tinggi Gagal Nafas Tipe II 4 Tipe ini dihubungkandengan peningkatan karbondioksida karena kegagalan ventilasi dengan oksigen yang relatif cukup. Beberapa kelainan utama yang dihubungkan dengan gagal nafas tipe ini adalah kelainan sistem saraf sentral, kelemahan neuromuskuler dam deformiti dinding dada. 4 Penyebab gagal nafas tipe II: 1. Kerusakan pengaturan sentral. 2. Kelemahan neuromuskuler. 3. Trauma spina servikal. 4. Keracunan obat. 5. Infeksi. 6. Penyakit neuromuskuler. 7. Kelelahan otot respirasi. 8. Kelumpuhan saraf frenikus.

11

9. Gangguan metabolisme. 10. Deformitas dada. 11. Distensi abdomen massif. 12. Obstruksi jalan nafas TUJUAN TERAPI OKSIGEN Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia jaringan, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90 mmHg atau SaO2 lebih dari 90%.7 Pemberian campuran gas yang kaya akan oksigen mempunyai arti yang sangat terbatas pada hipoksia stagnan. Anemik dan histotoksik, karena yang dapat dicapai melalui cara ini hanyalah peningkatan dalam jumlah O2 yang larut di dalam darah arteri. Hal ini juiga berlaku bagi hipoksia hipoksik yang disebabkan oleh pirau darah vena yang tidak teroksigenasi melewati paru-paru. Pada bentuk hipoksia hipoksik lainnya, pemberian O2 sangat bermanfaat. Namun perlu diingat, bahwa pada penderita gagal paru berat dengan hiperkapnia, kadar CO2 dapat sedemikian tingginya sampai menekan dan bukan merangsang pernafasan.5 Walau tergolong jenis terapi dan teknologi kesehatan mutakhir, tetapi dengan menggunakan oksigen murni yang mulai marak sekarang, sebenarnya sudah ditemukan sejak hampir 400 tahun yang lalu, namun berbgai benturan yang dihadapi membuat dunia kesehatan terkesan kurang mengakui teknik ini. Di Indonesia sendiri terapi oksigen murni dengan mempergunakan ruang hiperbarik mulai dikenal sejak tahun enam puluhan. Namun penggunaannya masih terbatas bagi kalangan penyelam AL yang mengalami penyakit dekompensasi yang terjadi akibat penurunan tekanan yang terlampau cepat dari bawah keatas permukaan air. Gejala-gejalanya antara lain adalah nyeri diseluruh tubuh, pusing dan kehilangan orientasi.7

12

INDIKASI TERAPI OKSIGEN Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut : (1) Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah (2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan (3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat. Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien dengan gejala : (1) sianosis (2) hipovolemi (3) perdarahan (4) anemia berat (5) keracunan CO (6) asidosis (7) selama dan sesudah pembedahan (8) klien dengan keadaan tidak sadar. Beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum melakukan terapi oksigen yaitu diagnosis yang tepat, pengobatan optimal dan indikasi terapi oksigen ini akan dapat memperbaiki keadaan hipoksemia dan perbaikan klinik. Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara dibawah ini.8 1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus)

13

Diberikan apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai: PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%. PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale, polisitemia (hematokrit >56%). 2. Pemberian secara berselang Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai: Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%. Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi seperti hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia. Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi oksigen jangka panjang.8

KONTRA INDIKASI TERAPI OKSIGEN Kasus-kasus yang tak diperkenankan menggunakan terapi ini antara lain adalah orang dengan kelainan paru-paru karena bisa mengakibatkan pecahnya paruparu dalam ruangan bertekanan tinggi, orang dengan riwayat operasi paru, infeksi saluran nafas atas, cedera paru, tumor ganas, orang yang mengidap penyakit-penyakit menular lain dan mengidap gaustrophobia (rasa takut berada dalam ruangan tertutup). Karena itu, biasanya pasien diminta menyediakan data pemeriksaan darah lengkap dan hasil foto rontgen paru minimal 6 bulan berselang sebelum memulai terapi oksigen hiperbarik ini. Jadi bila ingin mencoba terapi oksigen mutakhir dengan cara menghirup oksigen murni dalam ruangan hiperbarik ini tentu saja tak ada salahnya, 14

tetapi jangan lupa untuk memenuhi persyaratan dan prosedurnya serta satu hal yang paling penting yaitu harus terlebih dahulu dimulai dengan berkonsultasi pada ahlinya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.8

TEKNIK DAN CARA PEMBERIAN OKSIGEN

1. Nasal kanula Biasanya tidak memerlukan humidifikasi pada gas 02 yang dialirkan, sebab humidifikasi dari nasopharing masih cukup baik (tidak terganggu). Kejelekannya adalah apabila aliran gas lebih dari 3 L/mnt akan mengakibatkan iritasi selaput lendir daerah hidung.9

2. Nasal kateter Yaitu dengan menggunakan kateter hidung yang dipasang sampai daerah pharing. Biasanya digunakan untuk penderita yang gelisah sehingga tidak bisa dipasang nasal kanula atau masker. 9 Perlu disertai dengan humidifikasi dan juga sering menyebabkan iritasi selaput lendir pharing.

3. Masker sederhana Konsentrasi 02 yang terhirup tergantung dengan pola pernafasan dan aliran gas 02.

4. Masker dengan kantong simpan Seperti masker sederhana hanya ditambahkan kantong yang bisa menampung aliran gas baik dari sumber gas atau yang dari udara kamar dan udara nafas. Ada dua macam yaitu :

15

a. Yang tanpa disertai katup ekspirasi, sehingga terjadi rebreathing. b. Yang disertai katup ekspirasi sehingga tidak terjadi rebreathing.

5. Masker venturi Dengan alat ini maka konsentrasi gas 02 yang dihirup dapat diatur sesuai dengan kehendak kita dan sesuai dengan kebutuhan penderita.9

6. Tenda oksigen Semacam tenda kecil yang melingkup bagian wajah penderita sehingga penderita dapat bernafas dari udara yang berada dalam tenda tersebut.

7. Alat bantu nafas Selain memberikan 02, dengan alat ini sekaligus mengatasi persoalan yang mengganggu ventilasi paru. Apapun teknik dan cara yang kita gunakan yang mutlak harus diperhatikan adalah kita harus mengetahui dan mengerti berapa persen konsentrasi 02 yang terhirup pasien dengan cara tersebut (Fi02). Jadi bukan secara otomatis biasanya begitu. Oleh karena itu untuk menentukan berapa Fi02 yang harus diberikan adalah dengan memantau apakah target/sasaran terapi 02 tercapai atau belum yaitu dengan oksimeter (Sa02) atau dengan menganalisa gas darah secara terus menerus.9 Teknik pemberian oksigen dapat dilihat pada Tabel no.1.

Cara

Aliran 02 (L/mnt) 12 34 56

Konsentrasi (Fi02)% 24 28 30 35 38 44

Nasal kateter

16

Masker sederhana

56 67 78

40 50 60 60 70 80 90 99 24 35 40 dengan 0 100

Masker

dengan 6 7 8 9 10

kantong simpan

Masker venturi Tenda oksigen

Aliran tetap 8 10

Alat bantu nafas Sesuai (ventilator) aturan alat

Tabel 1. Teknik Pemberian Oksigen. (dikutip dari daftar pustaka no.9)

BAHAYA DAN EFEK SAMPING TERAPI OKSIGEN

1. Kebakaran Walaupun 02 sendiri tidak terbakar tetapi dengan adanya 02 yang berlebihan dalam udara kamar akan mempercepat proses kebakaran bila ada sumber api.

2. Hipoksia Hal ini dapat terjadi bila pemberian 02 secara mendadak dengan tekanan yang tinggi. Dapat dihindari dengan jalan memberikan secara bertahap.

3. Hipoventilasi Hal ini sering terjadi pada penderita dengan kelainan paru yaitu penyakit paru obstruksi menahun (PPOM). Pada penderita demikian pengendalian pusat nafas disebabkan oleh kadar 02 dalam darah yang rendah (hipoksemia). Sehingga apabila keadaan hipoksemia dihilangkan maka pusat nafas tidak ada yang merangsang yang

17

akan berakibat hipoventilasi bahkan sampai henti nafas (apneu). Oleh karena itu pemberian 02 pada penderita demikian harus hati-hati yaitu dengan memberikan secara bertahap. Mulai dari konsentrasi rendah yang dinaikkan secara pelan dan bertahap sambil memantau keadaan penderita dengan pegangan bahwa keadaan umum penderita membaik tetapi masih tetap bernafas seperti biasanya.7,9

4. Atelektasis paru Hal ini terjadi apabila konsentrasi 02 yang diberikan sangat tinggi (hampir 100%) dalam jangka waktu yang lama. Akibatnya gas N2 akan terusir dari alveoli sehingga dinding alveoli tidak dapat teregang lagi dan akhirnya kolap. Pencegahannya ialah jangan memberikan 02 dengan konsentrasi 100% lebih dari 24 jam.7,9

5. Keracunan oksigen Ada dua macam yaitu : a. Keracunan yang menyeluruh Yaitu disebabkan karena Pa02 yang lebih dari 100 torr dalam jangka waktu yang lama (bervariasi untuk tiap individu). Pada yang akut bisa terjadi kejang-kejang. Pada yang kronis gejalanya berupa nyeri dibelakang tulang dada, nyeri sendi, kesemutan, mual muntah, nafsu makan menurun. Pada bayi prematur dapat terjadi kebutaan yang disebut retrolental fibroplasia, yaitu terjadi penyempitan pembuluh darah di retina mata sehingga retina mengalami fibrosis. 7,9 b. Keracunan setempat Sel epitel kapiler paru akan mengalami kerusakan yang mengakibatkan gangguan difusi gas.

PENCEGAHAN 1. Jangan memberikan 02 dengan konsentrasi > 50% lebih dari 48 jam. 2. Setiap pemberian 02 dengan konsentrasi tinggi harus disertai pemantauan Pa02. 18

KESIMPULAN Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan manusia, sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tak hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan., oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia jaringan, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90 mmHg atau SaO2 lebih dari 90%. Beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum melakukan terapi oksigen yaitu diagnosis yang tepat, pengobatan optimal dan indikasi terapi oksigen ini akan dapat memperbaiki keadaan hipoksemia dan perbaikan klinik. Namun terapi oksigen juga mempunyai bahaya dan efek samping, seperti : kebakaran, hipoksia, hipoventilasi, atelektasis paru, dan keracunan oksigen itu sendiri. Oleh karena itu pemberian oksigen harus disertai pencegahan dengan cara tidak memberikan O2 konsentrasi > 50% lebih dari 48 jam dan melakukan pemantauan PaO2. DAFTAR PUSTAKA 1. Anonymous. Meditasi Dzikir. Stress and Health Solution. Available at http:// MedDzik.org/stress-and-health-solution, diunduh tanggal 29 Oktober 2012 2. Potter, Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik Volume 2, Edisi 4. Jakarta: EGC; 2002; 21-7 3. Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC; 2001; 343-9

19

4. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. Jakarta: FKUI; 2005; 53-7 5. Ganong, F. William. Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2003; 241-9 6. Latief, A. Said. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intesif. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002; 39-43 7. Anonymous. Hiperbari Terapi Oksigen Murni Tekanan Tinggi. Available at http://pikiranrakyat.com/hiperbarik-terapi-oksigen-murni-tekanan-tinggi, diunduh tanggal 30 Oktober 2012 8. Anonymous. Sehat dan Bugar dengan Terapi Oksigen. Available at http:// fajar.co.id/sehat-dan-bugar-dengan-terapi-oksigen, diunduh tanggal 30 Oktober 2012 9. Anonymous. Terapi Oksigen. Available at http://razimaulana.wordpress.com /terapi-oksigen, diunduh tanggal 29 Oktober 2012

20

You might also like