You are on page 1of 17

Ilmu Anestesiologi

Alih bahasa Nirwan Satria

BAB 1

KONSEP DASAR
Rencana anestesi harus diformulasikan guna mengakomodasi keadaan fisiologis pasien yang optimal, termasuk setiap kondisi-kondisi medis, operasi sebelumnya, rencana prosedural, alergi obat, pengalaman anestesi sebelumnya, dan juga kondisi psikologis. resiko perioperatif ketika hasil yang didapatkan abnormal dan mengurangi resiko ketika keabnormalitasan tersebut diperbaiki.

Perencanaan preoperatif yang tidak adekuat dan kesalahan pada saat persiapan pasien adalah penyebab utama terjadinya komplikasi-komplikasi anestesi.

Kegunaan uji skrining tergantung pada sensitifitas dan spesifisitasnya. Uji sensitif mempunyai angka negatif palsu yang rendah, sedangakan uji spesifisitas mempunyai angka positif palsu yang rendah.

Bila ada suatu prosedur yang dilakukan tanpa persetujuan dari pasien, maka dokter yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi.

Anestesi dan operasi elektif harusnya tidak boleh dilakukan, sampai kondisi pasien dalam keadaan medis yang optimal

Menjadi bermakna jika melakukan uji preoperatif dapat menggambarkan peningkatan

Catatan medis intraoperatif memiliki banyak kegunaan. Fungsinya yaitu sebagai monitor intraoperatif yang berguna, sebagai suatu referensi untuk tindakan anestesi berikutnya pada pasien tersebut dan juga berfungsi sebagai alat untuk menjamin kualitas pelayanan anestesi. seni. Lebih dari itu, praktek dari anestesiologi sudah semakin berkembang dalam pembiusan pasien-pasien dalam pembedahan dan bidang obstetri ginekologi (tabel 11). Spesialisasi tersebut sangat unik, diperlukan suatu keakraban dengan hampir semua dokter-dokter spesialis lainnya dalam bekerja seperti intersnist, anak, kebidanan, termasuk perawat dan ahli lainnya seperti farmasi klinis, ilmu faal yang diterapkan, dan teknologi biomedik. Pesatnya kemajuan dibidang teknologi biomedik pada anestesi klinis menjadikan anestesi merupakan suatu bidang ilmu yang sangat menarik dan dengan cepat dapat mengembangkan spesialisasinya tersebut. Jumlah yang signifikan pada dokter-dokter yang mendaftarkan diri menjadi residen di bidang anestesiologi telah mendapat pelatihan dan sertifikasi dari para spesialis-spelsialis lainnya. Chapter ini membahas tentang sejarah anestesi, yang bersumber dari British dan Amerika, dan cakupan saat ini dari spesialisasi dan pendekatan umum terhadap evaluasi preoperatif pasien dan dokumentasi pengalaman pasien terhadap tindakan anestesi. Diskusi kasus di akhir

PENDAHULUAN Ahli filsafat Yunani yang bernama Dioscorides adalah orang yang pertama menggunakan istilah anestesi pada abad pertama AD untuk mendeskripsikan efek menyerupai narkotik (narcotic-like effects) dari tanaman bernama mandragora. Istilah tersebut kemudian ditetapkan dalam Bailey's, sebuah kamus etimologi inggris umum (1721) sebagai "suatu pengurangan sensasi" juga di dalam Encyclopedia Britannica (1771) sebagai "pengurangan penginderaan. Penggunaan istilah tersebut saat ini untuk menunjukkan suatu keadaan menyerupai tidur sehingga tidak terasa sakit selama menjalankan proses pembedahan, dirumuskan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846. Di Amerika Serikat, penggunaan istilah anestesiologi untuk menunjukkan praktek atau studi anestesi untuk pertama kalinya diusulkan pada dekade kedua abad keduapuluh mempertegas dasar ilmiah spesialisasi. Meskipun spesialisasi tersebut dipercayai bersandarkan pada pondasi ilmiah, dan dianggap menyaingi bidang lainnya, anestesi merupakan gabungan dari ilmu pengetahuan dan 1

2 chapter ini spesialisasi. meninjau aspek medikolegal (cryoanalgesia). Penduduk Inka telah mendapatkan anestesi lokal dimana dokter bedah tersebut mengunyah daun koka (dimana daun koka tersebut sepertinya mengandung kokain) dan meludahkannya ke luka operasi. Prosedur bedah sangat terbatas pada kasuskasus tertentu seperti fraktur, luka akibat trauma, amputasi, dan pembuangan batu dalam kandung kemih. Secara mengagumkan, beberapa peradaban sudah mampu melakukan trepinasi tulang tengkorak. Kualifikasi utama terhadap kesuksesan pembedahan adalah kecepatan. Hambatan pada perkembangan teknik operasi modern tidak hanya terbatas pada pemahaman yang sempit terhadap proses-proses penyakit, anatomi, dan asepsis pembedahan tapi juga karena ketiadaan teknik-teknik anestesi yang aman dan dapat dipercaya. Teknik ini awalnya bermula dari anestesi inhalasi yang diikuti oleh anestesi regional/lokal, dan berkembang menjadi anestesi intravena. Perkembangan teknik anestesi yang berhubungan dengan teknik operasi merupakan salah satu penemuan-penemuan yang penting di dalam sejarah peradaban manusia. Anestesi Inhalasi Karena jarum suntik belum ada sampai tahun 1855, anestesi umum yang pertama dipakai adalah anestasi inhalasi. Diethyl Eter, yang dikenal pada waktu itu sebagai "eter sulfuric" (karena dihasilkan oleh suatu reaksi kimia yang sederhana antara etil-alkohol dan asam belerang), awalnya ditemukan pada tahun1540 oleh Valerius Cordus, seorang ahli botani berumur 25 tahun. Ketika itu, eter digunakan oleh masyarakat medis untuk tujuan-tujuan yang tidak semestinya ("ether frolic") dan tidak digunakan sebagai agen anestesi sampai tahun 1842, ketika Crawford W.W. dan William E.E. Clark menggunakan nya dengan bebas pada pasien-pasiennya. Namun demikian, mereka tidak mempublikasikan penemuan ini. Empat tahun kemudian, di Boston pada tanggal 16 Oktober 1846, William TG. Morton untuk pertama kalinya mempublikasikan anestesi umum menggunakan eter. Hasil yang dramatis dari publikasi tersebut membuat ketua tim bedah menyerukan Hadirin, ini semua bukan omong kosong pada semua orang yang hadir dan tampak belum percaya Kloroform, secara bebas dibuat oleh von Leibig, Guthrie, dan Soubeiran pada tahun 1831. Meskipun pertama kali digunakan oleh Holmes Coote pada tahun 1847, kloroform diperkenalkan ke dalam praktek klinis oleh dokter kandungan Scottish Yakobus Simpson, yang digunakan pada pasien-pasiennya untuk menghilangkan rasa sakit sewaktu melahirkan. Secara ironis, Simpson pernah hampir meninggalkan praktek medisnya setelah menyaksikan keputusasaan dan ekspresi nyeri yang mengerikan pada pasien-pasien yang mengalami operasi tanpa anestesi. Joseph Priestley memproduksi nitrous oxide pada tahun 1772, namun Humphry Davy yang tercatat pertama kali menggunakannya sebagai

SEJARAH ANESTESI Praktek anestesi sudah dimulai zaman dahulu, namun perkembangannya dimulai pada abad pertengahan abad ke-19 dan berkembang pesat pada Tabel 11. Definisi pelaksanaan anestesiologi yang juga merupakan pelaksanaan ilmu kedokteran. Penilaian, konsultasi, dan persiapan pasienpasien yang akan dianestesi. Mengurangi dan mencegah rasa nyeri selama dan setelah pembedahan, oprasi kandungan, proses pengobatan dan prosedur diagnostik. Monitoring dan menjaga kondisi fisiologis pasien selama periode perioperatif. Manajemen pasien-pasien dengan penyakit berat. Diagnosis dan pengobatan penyakit akut, kronis, dan kanker yang menyebabkan rasa nyeri. Manajemen klinis dan resusitasi jantung paru. mengajarkan

Evaluasi fungsi respirasi dan pelaksanaan terapi pernapasan. Mengadakan penelitian klinis, translasional dan ilmu dasar. Melakukan supervisi, pengarahan dan evaluasi terhadap kinerja personil medis dan paramedis yang terlibat selama perioperatif. Keterlibatan secara administratif dalam pengelolaan fasilitas kesehatan, organisasi dan kebutuhan sekolah medis sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Dari: American Board of Anesthesiology Booklet of Information, Januari 2003.

dekade ke-6 yang lalu. Pada zaman dahulu, telah digunakan bunga candu , daun koka, akar tanaman mandrak (beracun), alkohol, dan bahkan phlebotomy (hingga menyebabkan tidak sadar) agar ahli bedah bisa melakukan operasi. Suatu hal yang menarik bahwa orang-orang Mesir masa lampau menggunakan kombinasi bunga candu (morfin) dan hyoscyamus (hiosiamina dan skopolamina); kombinasi yang serupa, morfin dan skopolamina, masih digunakan secara parenteral untuk premedikasi. Anestesi regional di dalam masa lampau terdiri atas kompresi syaraf (iskemia syaraf) atau pemberian rasa dingin

3 analgesik pada tahun 1800. Gardner Colton dan Horace Wells yang dikenal menggunakan nitrous oxide pertama kali sebagai satu zat anestesi pada manusia di tahun 1844. Nitrous oxide merupakan zat yang kuran poten poten (konsentrasi nitrous oxide 80% dapat menghilangkan rasa sakit tetapi tidak mempunyai potensi sebagai anestesi sewaktu operasi) menyebabkan demonstrasi klinis bahwa nitrous oxide kurang meyakinkan dibanding eter. Nitrous oxide kurang populer dibanding tiga zat anestesi inhalasi sebelumnya karena potensinya yang rendah dan mempunyai kecenderungan menyebabkan sesak napas ketika digunakan secara tunggal (lihat Bab 7). Ketertarikan terhadap nitrous oxide kembali ramai pada tahun 1868 ketika Edmund Andrews menggunakannya dengan oksigen 20%, tetapi publikasinya tertutupi oleh penggunaan eter dan kloroform. Ironisnya, nitrous oxide adalah satusatunya obat anestesi inhalasi yang masih digunakan saat ini. Popularitas kloroform pada awalnya mengalahkan eter di berbagai wilayah (khususnya di Kerajaan Inggris), namun berdasarkan laporan yang didapat bahwa pemakaian kloroform dapat berpengaruh terhadap jantung dan dapat menyebabkan aritmia, depresi pernapasan, dan hepatotoksik yang pada akhirnya menyebabkan banyak ahli beralih untuk memakai eter. Bahkan setelah diketahui adanya anestesi inhalasi lain (klorid etil, etilena, divinil eter, siklopropana, trikloroetilena, dan fluroxene), eter tetap menjadi zat anestesi umum sampai awal tahun 1960. Satu-satunya zat anestesi inhalasi yang mengalahkan eter dalam hal keselamatan dan popularitas adalah siklopropana (diperkenalkan tahun 1934). Bagaimanapun juga, kedua zat inhalasi tersebut diketahui sangat mudah terbakar dan sejak itu digantikan oleh hidrokarbon-hidrokarbon terfluorinasi kuat sehingga tidak mudah terbakar : halotana (dikembangkan tahun 1951 dan dipasarkan tahun 1956), methoxyflurane (dikembangkan tahun 1958 dan dipasarkan tahun 1960), enflurane (dikembangkan tahun 1963 dan dipasarkan tahun 1973), dan isoflurane (dikembangkan tahun 1965 dan dipasarkan tahun 1981). Zat anestesi inhalasi baru lainnya yang dikembangkan seperti desflurane (dipasarkan tahun 1992), mempunyai banyak keunggulan dibanding isoflurane seperti uptake dan eliminasi yang cepat menyerupai karekteristik nitrous oxide. Zat anestesi inhalasi lain yaitu sevoflurane, juga mempunyai solubilitas yang rendah dalam darah, namun mempunyai potensi toksisitas yang kuat dari produk degradasinya, maka pemasarannya ditunda di Amerika Serikat sampai tahun 1994 (lihat Bab 7). Anestesi Lokal & Regional Anestesi lokal modern diperkenalkan oleh Carl Koller, seorang dokter spesialis mata yang memakai obat bius kokain untuk anestesi pada operasi mata tahun 1884. Obat bius kokain dibuat dari tumbuhan koka tahun 1855 oleh Gaedicke kemudian disempurnakan melalui proses purifikasi oleh Albert Neimann tahun 1860. Tahun 1884 ahli bedah William Halsted menunjukkan pemakaian obat bius kokain secara infiltrasi intradermal dan block saraf (termasuk nervus facial, plexus brachialis, syaraf pudendal, dan nervus tibial posterior). August Bier dikenal menggunakan anestesi spinal tahun 1898, ia menggunakan 3 mL 0,5% cocain secara intratekal. Ia juga orang pertama yang menggunakan anestesi regional secara intravena (Bier Blok) tahun 1908. Prokaina disintesis tahun 1904 oleh Alfred Einhorn dan satu tahun berikutnya digunakan secara klinis untuk anestetik lokal oleh Heinrich Braun. Braun juga orang pertama yang menambahkan epinefrin untuk memperpanjang masa kerja anestetik lokal. Ferdinand Cathelin dan Jean Sicard memperkenalkan caudal epidural anestesi tahun 1901. Anestesi lumbal epidural dikenalkan pertama kali tahun 1921 oleh Fidel Pages dan tahun 1931 kembali dipublikasikan oleh Achille Dogliotti. Anestetik lokal sesudah itu yang dipublikasikan secara klinis seperti dibucaine (1930), tetracaine (1932), lidocaine (1947), chloroprocaine (1955), mepivacaine (1957), prilocaine (1960), bupivacaine (1963), dan etidocaine (1972). Ropivacaine dan levobupivacaine, merupakan isomer dari bupivacaine, merupakan obat yang lebih baru dengan durasi kerja yang sama seperti bupivacaine dan toksisitasnya terhadap jantung lebih sedikit (lihat Bab 14). Anestesi Intavena Obat Induksi Anestesi intravena tercipta seiring dengan ditemukannya alat suntik dan jarum yang hipodermik oleh Alexander Wood tahun 1855. Awalnya anestesi intravena mencakup pemakaian kloral hidrat (oleh Or tahun1872), cloroform dan eter (Burkhardt tahun 1909), dan kombinasi morfin dan skopolamina (Bredenfeld tahun 1916). Barbiturat disintesis tahun1903 oleh Fischer dan von Mering. Barbiturat pertama yang digunakan untuk induksi anestesi adalah diethylbarbituric acid (barbital), tetapi induksi anestesi tidak populer sampai diketahui tentang heksobarbital tahun 1927 . Thiopental, disintesis tahun 1932 oleh Volwiler dan Tabern, pertama digunakan secara klinis oleh Yohanes Lundy dan Ralph Waters tahun1934, dan menjadi obat untuk induksi yang paling umum untuk anestesi. Methohexital pertama kali digunakan secara klinis tahun 1957 oleh VK. Stoelting dan merupakan obat induksi lain yang digunakan. Sejak disintesis klordiazepoksida tahun 1957, benzodiazepines diazepam (1959), lorazepam (1971), dan midazolam (1976) secara ekstensif telah digunakan untuk premedication, induksi, supplemen anestesi, dan sedasi intravena. Ketamine disintetis tahun 1962 oleh Stevens dan pertama kali digunakan secara klinis tahun 1965 oleh Corssen dan Domino; dan dipasarkan tahun

4 1970. Ketamine adalah obat intravena pertama yang yang mempunyai efek jantung dan depresi pernapasan yang minimal. Etomidate disintetis tahun 1964 dan dipasarkan tahun 1972, namun keistimewaannya menjadi berkurang karena adanya laporan terhadap efek pernafasan dan depresi ginjal oleh pemakaian etomidate dosis tunggal. Selanjutnya peredaran propofol, diisopropylphenol, tahun 1989 merupakan kemajuan yang sangat signifikan dalam anestesi pada pasien rawat jalan karena durasi kerja nya yang pendek (lihat Bab 8). Obat Pelumpuh Otot Pemakaian kurare oleh Harold Griffith dan Enid Johnson dalam 1942 adalah suatu tonggak sejarah bagi anestesi. Kurare sangat memudahkan tracheal intubasi dan merupakan relaksan yang sangat bagus untuk operasi abdominal. Awalnya, operasi bisa dilaksanakan dengan pemakaian relaksan dalam dosis besar. Dosis yang terlampau besar dari para anesthetic sering kali menghasilkan jumlah yang besar pula di dalam peredaran darah yang dapat menyebabkan deprasi pernapasan dan memperpanjang efeknya. Lebih dari itu, dosis dalam jumlah besar seringkali tidak bisa ditoleran oleh pasien-pasien yang lemah. Obat pelumpuh otot yang lain (lihat Bab 9) yaitu gallamine, decamethonium, metocurine, alcuronium, dan pancuronium telah dikenalkan secara klinis. Karena pemakaian obat ini seringkali dihubungkan dengan efek samping yang penting (lihat Bab 9), maka penelitian-penelitian tentang musclerelaksan yang ideal terus berlanjut. Saat ini telah dikenal obat-obat yang mendekati tujuan tersebut vecuronium, atracurium, pipecuronium, doxacurium, rocuronium, dan cis-atracurium. Succinylcholine ditemukan oleh Bovet tahun 1949 dan dipasarkan tahun 1951; itu sudah menjadi suatu obat standar untuk memudahkan tracheal intubasi. Sampai saat ini, succinylcholine merupakan obat yang tak ada bandingnya dalam onsetnya yang cepat untuk relaksasi otot, hanya saja mempunyai efek samping yang kadangkadang perlu dicarikan penggantinya sebagai bandingan. Mivacurium, merupakan relaksan baru nondepolarizing yang mempunyai onset cepat, mempunyai efek samping minimal, tetapi onsetnya masih lebih lambat dan durasi kerja lebih panjang dibanding succinylcholine. Rocuronium merupakan intermediate relaksan dengan onset yang cepat mendekati onset succinylcholine. Rapacuronium, merupakan obat muscle relaksan yang direlease paling akhir, yang dikombinasi dengan succinylcholine yang mempunyai onset cepat dan durasi kerja pendek dengan efek samping yang diperbaiki. Namun pada akhirnya rapacuronium menarik peredaran rapacuronium dari pasar karena ada beberapa laporan terjadinya bronkospasme yang serius. Opioid Morfin dibuat dari opium tahun 1805 oleh Sertrner dan kemudian dicoba sebagai satu anestesi intravena (lihat di atas). Dikarenakan adanya laporan mengenai morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan penggunaan opioid maka banyak dokter anestesi menghindari penggunaan opioid dan lebih memilih menggunakan anestesi inhalasi murni. Ketertarikan terhadap opioid kembali ada setelah adanya sintese meperidina tahun 1939. Konsep balance anesthesia dikenalkan tahun 1926 oleh Lundy, dkk yang kemudian ditingkatkan dengan penggunanaan thiopental untuk induksi, nitrous oxide untuk obat amnesia, meperidina (atau opioid) untuk analgesia, dan kurare untuk relaksan. Pada tahun 1969, Lowenstein memulai kembali minat terhadap opioid dengan mengenalkan kembali konsep tentang dosis tinggi opioid sebagai obat anestesi yang lengkap. Awalnya yang digunakan adalah Morfin, berikutnya fentanyl, sufentanil, dan alfentanil merupakan obat yang digunakan secara tunggal. Seiring perkembangan pengalaman menggunakan teknik ini, maka keterbatasan dalam menghilangkan kesadaran pasien dan mengurangi respon otonom saat operasi dapat diatasi. Remifentanil adalah jenis opioid baru dengan proses metabolisme cepat yang dapat dihancurkan oleh plasma nonspesifik dan esterase jaringan. EVOLUSI SPESIALISASI Inggris Seiring dengan demonstrasi pertama di Amerika Serikat, pemakaian eter dengan cepat menyebar ke Inggris. John Snow, dikenal sebagai Bapak anestesi, dan menjadi dokter pertama yang mempunyai ketertarikan terhadap obat anestesi baru tersebut, dan kemudian ia ciptakan sebuah inhaler. Snow merupakan orang pertama yang meneliti tentang eter dan fisiologi anestesi umum. (Ia juga merupakan pelopor epidemiologi yang membantu menagani wabah kolera di London dengan membuktikan bahwa agen penyebabnya ditransmisikan lebih melalui proses ingesti, dibandingkan inhalasi) Tahun1847, Snow menerbitkan buku pertama tentang anestesi umum, yang berjudul On the Inhalation of Ether . Ketika komposisi obat anestesi dari kloroform diketahui (lihat di atas), ia yang dengan cepat menyelidiki dan mengembangkan inhaler dari obat tersebut dengan baik. Ia percaya bahwa inhaler dapat digunakan pada agen ini untuk mengatur dosis obat anestesi. Buku keduanya yang berjudul On Chloroform and Other Anaesthetics, diterbitkan tahun 1858 setelah dia wafat. Setelah Snow meninggal, Joseph T. Clover menjadi dokter Inggris yang terkemuka sebagai dokter ahli anestesi. Clover menekankan untuk terus-menerus memonitor denyut nadi, selama pasien tersebut dibawah pengaruh obat anestesi, hal yang tidak lazim pada saat itu. Ia adalah orang pertama yang menggunakan manuver jaw thrust untuk membebaskan obstruksi jalan nafas, orang pertama yang memiliki peralatan resusitasi yang

5 selalu tersedia selama proses anestesi berlangsung, dan orang pertama yang menggunakan suatu kanul krikotiroid (unutk menyelamatkan pasien dengan tumor mulut yang menyebabkan obstruksi jalan nafas total). Sir Frederick Hewitt menjadi ahli anestesi Inggris yang terkemuka pada pergantian abad tersebut. Ia berperan atas banyak penemuan, termasuk oral airway. Hewitt juga menulis hal-hal yang menjadi pertimbangannya ke dalam buku anestesi asli pertama yang kemudian diterbitkan dalam lima edisi. Snow, Clover, dan Hewitt mendirikan suatu tradisi dokter ahli anestesi yang masih berdiri di Inggris. Tahun 1893, organisasi pertama dokter spesialis-spesialis anestesi, the London Society of Anaesthetists, dibentuk di Inggris oleh JF. Silk. Amerika Di Amerika Serikat, hanya sedikit dokter yang menjadi ahli anestesi pada abad itu. Tugas pemberian obat anestesi biasanya didelegasikan kepada para dokter bedah junior atau mahasiswa kedokteran, yang cenderung lebih tertarik terhadap prosedur yang berhubungan dengan pembedahan dibanding monitoring pasien. Dikarenakan kurangnya dokter yang tertarik pada spesialis anestesi di Amerika Serikat dan penggunaan eter yang relatif aman, maka ahli bedah di Mayo Clinic dan Cleveland Clinic melatih dan mempekerjakan perawat-perawat sebagai ahli anestesi. Organisasi dokter ahli anestesi yang pertama di Amerika Serikat adalah Long Island Society of Anesthetist yang didirikan tahun 1905. buatan selama pemberian eter (yang kemudian dikenal sebagai controlled respiration oleh Water). Ralph Waters menambahkan suatu rangkaian kontribusi kepada spesialisasi di Amerika Serikat; mungkin yang paling penting dari semua ini adalah permintaannya untuk diadakan pelatihan yang tepat untuk spesialis-spesialis di bidang anestesi. Water mengembangkan departemen akademis anestesiologi pertama di Universitas Wisconsin, Madison. Lundy merupakan perintis dalam pembentukan American Board of Anesthesiology, menjadi ketua American Medical Associations Section di bagian anestesiologi selama 17 tahun, sekaligus merupakan orang pertama yang begelar Master of Science di bidang Anestesiologi, Amerika Serikat. Intubasi trakea elektif yang pertama selama anestesi dilakukan pada akhir abad kesembilan belas, oleh 3 ahli bedah: Sir William MacEwen di Scotland, Josep O'Dwyer di Amerika Serikat, dan Franz Kuhn di Jerman. Intubasi trakea selama anestesi dipopulerkan di Inggris oleh Sir Ivan Magill dan Stanley Rowbotham tahun 1920. Pengenalan Resmi Thomas D.Buchanan ditetapkan sebagai Professor Anestesiologi pertama di New York Medical College tahun 1904. The American Board of Anesthesiology dibentuk tahun 1938 dan menjadikan Buchanan presiden pertamanya. Di Inggris, ujian pertama untuk Diploma di bidang anestesi dimulai tahun 1935, dan gelar pertama di bidang anestesi diberikan kepada Sir Robert Macintosh tahun 1937 di Oxford University. Anestesi menjadi satu keahlian khusus secara resmi di Inggris tahun 1947, ketika Faculty of Anaesthetists of the Royal College of Surgeons dibentuk. GAMBARAN DALAM PRAKTEK ANESTESI Cara Ahli Anestesi dalam Menangani Pasien Kritis di Rumah Sakit Rumah sakit mengalami banyak perubahan pada tahun-tahun berikutnya, dengan peningkatan mobilitas pasien, berkurangnya tempat tidur untuk pasien gawat, sementara jumlah pasien gawat yang memerlukan penanganan bertambah, dan peningkatan pasien berusia tua yang memerlukan prosedur intervensi kompleks. Perubahanperubahan ini berdasarkan kepada pertimbangan biaya, waktu kerja yang terbatas, pengurangan waktu training untuk dokter junior, pengurangan otoritas para dokter, peningkatan keterlibatan manajer di dalam sistem perawatan kesehatan, dan peningkatan ekspektasi publik. Pada waktu bersamaan kita mempelajari bahwa pelayanan kesehatan bukanlah sesuatu yang baik ketika kita berpikir bahwa 3-16% pasien menderita kerugian yang diakibatkan kesalahan sistem dalam proses pelayanan kesehatan, dan staf klinis yang sedang bertugas yang menanggung kesalahannya.1-3 Perawatan yang aman pada pasien dengan penyakit akut atau pasien dengan resiko tinggi

Shauna Irgin, FRCA Seiring perkembangannya, berganti nama menjadi New York Society of Anesthetists pada tahun 1911. Kemudian pada tahun 1936, berganti nama lagi menjadi American Society of Anesthetists, dan selanjutnya tahun 1945, diganti lagi menjadi American Society of Anesthesiologists (ASA). Tiga dokter yang berperan pada awal berkembang anestesi di Amerika Serikat setelah pergantian abad: Arthur E.Guedel, Ralph M. Water, dan John S.Lundy. Guedel adalah orang pertama yang mengembangkan teori anestesi umum setelah deskripsi asli yang dibuat oleh Snow. Ia menganjurkan pemasangan cuff pada pipa endotrakeal dan memperkenalkan ventilasi

6 biasanya mengalami berbagai kesulitan khusus. Selain penyakit-penyakit organ tunggal seperti infark miokardium atau asma akut, hanya sedikit alur pelayanan terstandarisasi terhadap manajemen trauma tipe lanjut. Ketidakpastian dan perubahan yang cepat terhadap kondisi pasien, terapi yang beragam, adanya gap atau ketidaksinambungan dalam pelayanan kesehatan, dan sulitnya menyediakan pelayanan berkualitas diluar jam kerja normal, memberikan kontribusi terhadap hasil yang kurang memuaskan. Secara bersamaan, perubahan ini menjelaskan fenomena umum "menjadi lebih sehat namun merasa lebih buruk". Mereka memberikan tantangan penting pada klinisi yang ada. Dalam menyikapi tantangan tersebut dengan cara yang inovatif adalah bagian penting dari profesionalisme, Dokter anestesi mempunyai peran penting dalam menangani pasien gawat di rumah sakit. Mereka memiliki ketrampilan yang unik yang dikombinasikan deengan kemampuan penanganan pasien yang mengagumkan. Dari mulai pemberian obat anestesi intraoperatif, dan mengamankan jalan nafas selama operasi, saat ini ahli anestesi terlibat pada perioperatif, intensive care medicine, manipulasi fisiologis, monitoring, ilmu farmakologi, dan manajemen nyeri baik akut maupun kronis, demikian juga riset klinis dan riset laboratorium. Sejalan dengan perkembangan peran ahli anestesi, disiplin ilmu mereka juga berperan dalam keselamatan pasien di kamar operasi, sampai pada tingkatan aviasi. Bagian dari pencapaian ini harus berhubungan dengan kompetensi tingkah laku, dimana mampu mengedepankan kepentingan kelompok diatas kepentingan pribadi, dapat bekerjasama dalam kelompok dan mengbuahkan hasil yang baik. Hal ini menempatkan ahli anestesi sebagai pusat perkembangan manajemen penanganan pasien kritis, saat mereka memanfaatkan semua peluang yang ada. Mekanisme terbaik untuk memperkuat peran ahli anestesi dalam menangani pasien-pasien kritis di rumah sakit adalah dengan pendidikan dan pelatihan. Pelatihan di bidang anestesi memberikan banyak keterampilan penting dan berharga dalam penanganan pasien akut. Modul kompetensi pelatihan adalah kunci utama dalam pelatihan tersebut, tetapi memerlukan fleksibilitas dan kerjasama dengan disiplin ilmu yang lain. Multidisiplin ilmu dalam penanganan pasien kritis merupakan contoh yang baik. Di Eropa program pelatihan intensive care yang utama sekarang ini sudah multidisiplin, dan tampaknya akan segera diluncurkan CoBaTrICEcompetency-based training in intensive care in Europe. Proyek 3 tahun ini dibiayai oleh Uni Eropa yang dilaksanakan oleh European Society of Intensive Care Medicine , menggunakan teknik konsesus untuk pegembangan kemampuan ahli intensif agar dapat diterima secara internasional, dengan metodametoda penilaian dan sumber pendidikan yang ada di internet. Ahli anestesi juga memiliki peran penting dalam membantu proses pendidikan yang diperlukan untuk mendukung pengembangan kemampuan-kemampuan ini. Mereka mengakses multidisiplin pelatihan tidak hanya untuk diri mereka, tetapi juga memberikan kontribusi untuk pengembangan keterampilan baru menangani pasien-pasien gawat dalam sistem pelayanan rumah sakit. Ketika pelayanan kesehatan berkembang dengan berbasis tim, dokter anestesi berada posisi penting sebagai pembuat aturan bagi pasien-pasien gawat.
1. Wilson RM, Runciman WB, Gibberd RW, et al: The Quality in Australian Health Care Study. Med J Aust 1995;163(9):458. 2. Vincent C, Neale G, Woloshyrowych M: Adverse events in British hospitals: a preliminary retrospective record review. BMJ 2001;322:517. [PMID: 11230064] 3. To Err Is Human: Building a Safer Health System: Institute of Medicine, November 1999. 4. Bion JF, Heffner J: Improving hospital safety for acutely ill

Julian Bion, FRCP, FRCA, MD dan penting untuk dijaga dan diterapkan kembali sebagai wujud dari rasa memiliki, pemberdayaan dan menghargai diri sendiri. Tiga negara yang telah mengembangkan pendekatan inovatif terhadap pelayanan kegawatan di rumah sakit yaitu Australia, Inggris, dan Amerika Serikat. Australia sudah mengembangkan konsep Intensive Care Unit yang berbasis Medical Emergency Team, sebagai pengganti tim cardiac arrest tradisional, yang menangani panggilan dari staf bagian lain dengan menggunakan kriteria panggilan berdasarkan keabnormalitasan tanda vital. Inggris telah mengembangkan nurse lech Outrech care, yang melatih keterampilan intensive care dan membentuk suatu sistem mata rantai mulai dari bangsal, bagian yang berhubungan dengan pasien, staf pendukung dan juga memperhatikan kesinambungan perawatan pasien kritis. Amerika Serikat sudah mengembangkan suatu bidang spesialis medis baru, yaitu menempatkan dokter umum di rumah sakit. Keterampilan yang dibutuhkan oleh praktisi-praktisi ini masih belum dapat dijelaskan secara rinci, namun mereka menyediakan kebutuhan bagi tim transdisiplin ilmu yang mengharuskan konsul ke dokter ahli anestesi.

7
patients: a Lancet quintet. I: Current challenges in the care of the acutely ill patient. Lancet 2004;363:970. [PMID: 15043966] 5. Smith R: Is the NHS getting better or worse? BMJ 2003;327:1239. [PMID: 14644936] 6. Zuger A: Dissatisfaction with medical practice. N Engl J Med 2004;350:69. [PMID: 14702431] 7. Bellomo R, Goldsmith D, Russell S, et al: Post-operative serious adverse events in a teaching hospital: a prospective study. Med J Aust 2002;176(5):216. 8. Department of Health. Comprehensive Critical Care: Critical care without walls. London, May 2000. 9. Auerbach AD, Nelson EA, Lindenauer PK, et al: Physician attitudes toward and prevalence of the hospitalist model of care: results of a national survey . Am J Med 2000; 109:648. 10. Hilman K: The hospitalist: a US model ripe for importing? Med J Aust 2003;178(2):54. 11. Risser DT, Rice MM, Salisbury ML, et al: The potential for improved teamwork to reduce medical errors in the emergency department. Ann Emerg Med 1999;34(3): 373. 12. Morey JC, Simon R, Jay GD, et al: Error reduction and performance improvement in the emergency department through teamwork training: evaluation results of the MedTeams project. Health Serv Res 2002;37(6):1553.

Teknik Spesial Postoperatif management Pain control Intensive care Postoperatif ventilation Hemodynamic monitoring memilih ahli anestesi yang mereka inginkan, tetapi pilihan mereka dibatasi oleh kondisi rumah sakit tertentu, keinginan ahli bedah atau jadwal jadwal ahli anestesi yang sudah ditetapkan. Ilmu anestesi sudah tidak lagi terbatas pada ruangan, kamar operasi dan juga tidak hanya membuat pasien teranestesi waktu operasi (tabel 11). Ahli anestesi kini secara rutin diminta untuk monitoring pasien, sedasi, dan melakukan tindakan anestesi regional atau anestesi umum di luar kamar operasi saat dilakukan lithotripsy, resonans magnetik imaging, ct tomography, fluoroscopy, endoscopy, terapi electroconvulsive , dan catheterisasi jantung. Ahli anestesi secara tradisional merupakan pionir di bidang resusitasi jantung paru dan selanjutnya berintegrasi sebagai anggota tim resusitasi. Peningkatan jumlah subspesialis meningkat di bidang cardiac anestesi (lihat Bab 21), critical care (lihat Bab 49), neuroanestesi (lihat Bab 26), obstetric anestesi (lihat Bab 43), pediatric anestesi (lihat Bab 44), dan pain medicine (lihat Bab 18). Persyaratan sertifikasi untuk wewenang khusus critical care dan pain medicine telah ada di Amerika Serikat. Ahli aneestesi dengan aktif dilibatkan dalam administrasi dan jalur medis seperti kamar-kamar operasi, unit gawat darurat, dan di bagian terapi sistem respirasi. Mereka juga telah dipercaya untuk mengelola administratif dan memimpin staf medis di berbagai rumah sakit, juga menyediakan fasilitas ambulatory care. EVALUASI PREOPERATIF PASIEN Sebagaimana akan dijelaskan pada bab selanjutnya, tak satu pun anestesi yang bersifat standar. Sepertinya, satu rencana anestesi (tabel 12) harus dirumuskan guna mengakomodasi keadaan fisiologis pasien yang optimal, termasuk setiap kondisi-kondisi medis dan operasi sebelumnya, prosedur yang terencana, alergi obat, pengalaman-pengalaman anesthesi sebelumnya, juga kondisi psikologis yang mempengaruhi. Perencanaan preoperatif yang tidak adekuat dan kesalahan pada saat persiapan pasien adalah penyebab utama terjadinya komplikasi anestesi. Untuk membantu merumuskan rencana anestesi, penilaian pasien secara umum saat preoperatif adalah titik awal yang penting (tabel 13). Penilaian ini termasuk riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan hasil laboratorium yang mempunyai indikasi tertentu. (Buku ini akan membahas secara terperinci tentang evaluasi pasien dengan kelainan-kelainan yang spesifik dan mereka yang pernah mengalami prosedur-prosedur yang tidak umum).

RUANG LINGKUP ANESTESI Praktek anestesi berubah secara dramatis sejak masa John Snow. Ahli anestesi pada masa modern merupakan seorang konsultan dan penyedia pelayanan primer (primary care). Peran konsultan sangat penting karena tujuan utama ahli anestesimemastikan pasien aman dan nyaman saat melewati operasi yang dapat dinilai dalam waktu singkat (beberapa menit atau jam). Bagaimanapun juga, karena ahli anestesi mengatur semua aspek non bedah pasien pada periode perioperatif, maka mereka juga berperan dalam pelayanan primer. Doktrin bahwa dokter bedah adalah nakhoda kapal yang bertanggung jawab terhadap semua aspek perioperatif pasien (termasuk anestesi) sudah tidak berlaku lagi. Ahli bedah dan ahli anestesi harus secara bersamasama berfungsi secara efektif, keduanya masingmasing bertanggungjawab terhadap pasien. Pasien dapat Table 12. Rencana Anestesi Premedikasi Jenis anestesi Umum Airway management Induksi Maintenance Muscle relaxation Regional Teknik Obat-obat Monitored anestesi care Supplemental oxygen Sedasi Intraoperatif management Monitoring Positioning Fluid management

8 Table 13. Evaluasi Rutin Preoperatif Anestesi I. Riwayat 1. Masalah utama 2. Masalah lain yang diketahui 3. Riwayat pengobatan Alergi Intoleransi obat Terapi yang sedang berlangsung Yang diresepkan Yang tidak diresepkan Nontherapeutic Alkohol Tembakau Yang tidak diketahui 4. Riwayat anestesi sebelumnya, riwayat operasi, dan jika ada riwayat obstetric dan riwayat nyeri 5. Riwayat keluarga 6. Review sistem organ Umum (termasuk tingkat aktivitas) Pernafasan Cardiovascular Ginjal Gastrointestinal Hematologi Neurologi Endocrine Psychiatric Orthopedic Musculoskeletal Dermatological 7. Asupan makanan terakhir II. Pemeriksaan Fisik 1. Tanda vital 2. Jalan nafas 3. Jantung 4. Paru-paru 5. Ekstremitas 6. Pemeriksaan neurologis III. Pemeriksaan Laboratorium IV. Klasifikasi ASA1 : lihat Tabel 15. 1 ASA, American Society of Anesthesiologists Klasifikasi pasien secara fisik menurut status ASA melengkapi penilaian.. Anestesi dan operasi elektif mestinya ditunda sampai pasien itu di dalam kondisi medis optimal. Dengan mempertimbangkan komplikasi yang mungkin terjadi, pasien boleh berkonsultasi dengan spesialis yang lain untuk membantu menentukan apakah pasien tersebut dalam kondisi optimal untuk prosedur yang akan dilakukan dan jika perlu minta bantuan spesialis tersebut pada waktu perioperatif care. Setelah melakukan penilaian, ahli anestesi harus mendiskusikan dengan pasien pilihan yang mungkin terhadap anestesi yang akan dilakukan. Rencana anestesi akhirnya didasarkan pada diskusi tersebut dan atas keinginan pasien (yang tergambar dalam lembaran inform consent). Riwayat Preoperatif Riwayat preoperatif harus jelas ditegakkan untuk menentukan rencana operasi, terapi atau prosedur diagnostik. Masalah klinis yang berat harus diselidiki, lengkap dengan pengobatan yang sedang dijalani atau yang pernah dijalani oleh pasien. Karena ada potensiasi obat dengan obatobat anestesi, termasuk riwayat pengobatan dengan terapi herbal (tabel 14) juga harus diketahui dari setiap pasien. Riwayat pemakaian tembakau, alkohol dan narkoba seperti ganja, obat bius kokain, dan heroin juga harus terungkap. Suatu pengujian harus dilakukan guna membedakan antara alergi obat (manifestasi klinisnya sesak nafas atau ruam di kulit) dan intoleran obat (biasanya berhubungan dengan alergi gastrointestinal). Pertanyaan detail tentang riwayat operasi sebelumnya dan riwayat anestesi sebelumnya akan membantu mengetahui riwayat komplikasi anestesi. Riwayat keluarga yang ada komplikasi anestesi menjadi pertimbangan untuk adanya resiko komplikasi anestesi seperti malignan hipertermia. (lihat diskusi kasus Bab 44). Review umum sistem organ penting untuk mengidentifikasi masalah klinis yang tidak terdiagnosa. Pertanyaan-pertanyaan perlu ditekankan pada sistem cardiovascular, paruparu, endokrin, hati, ginjal, dan fungsi neurologi. Respon positif terhadap pertanyaan memerlukan pemeriksaan yang terperinci unutk menilai adanya perluasan dari kerusakan organ.

Tabel 14. Efek Perioperatif Terapi Herbal Nama Echinacea Ephedra (ma huang) Manfaat Stimulasi system imun Memperberat turunnya berat badan; meningkatkan energi Mengurangi tekanan darah dan kadar kolesterol Mempengaruhi performent kognitif (seperti, dementia), meningkatkan Efek Perioperatif Reaksi Alergi : hepatotoksik, Supresi system imun (seperti transplantasi organ) Efedrin seperti stimulasi simpatis meningkatkan nadi dan tek.darah, aritmia, infark miokard, stroke Menghambat agregasi inhibitor (irreversible) Menghambat plateletactivating factor Rekomendasi Hentikan sewaktu operasi jika memungkinkan Dihentikan 24 jam sebelum operasi, hindarkan monoamin oxidase inhibitor Hentikan 7 hari sebelum operasi Hentikan 36 hari sebelum operasi.

Garlic (ajo) Ginkgo (duck foot, maidenhair, silver apricot)

9 perfusi perifer (seperti, impotence, macular degeneration) Proteksi stress dan menjaga "homeostasis" Mengurangi ansietas

Ginseng Kava (kawa, awa, intoxicating pepper) St. John's wort (amber, goatweed, Hypericum perforatum, klamathe-weed) Valerian

Mengembalikan depresi ringan sampai sedang

Mengurangi ansietas

Hipoglikemia; menghambat platelet aggregation factor koagulasi Efek hipnotik GABAmediated mengurangi MAC (lihat Bab 7); ada resiko jika distop tiba-tiba. menghambat serotonin, norepinephrine, dan dopamine yang dipakai lagi oleh neurons; meningkatkan metabolisme obat yang diinduksi oleh cytochrome P450 Efek hipnotik GABAmediated mengurangi MAC seperti sindrom benzodiazepine yang dihentikan mendadak

Hentikan 7 hari sebelum operasi. Hentikan 24 jam sebelum operasi Hentikan 5 hari sebelum operasi.

Kurangi dosis sebelum operasi jika memungkinkan, Obati sindrom putus obat seperti benzodiazepin

Untuk lebih detil, lihat Ang-Lee MK, Moss J , Yuan C: Herbal medicine and perioperatif care. JAMA 2001;286:208. GABA ,

dapat menggambarkan kesulitan saat dilakukan intubasi endotrakea. Pemeriksaan Fisik Anamnesis dan pemeriksaan fisik saling melengkapi satu sama lain. Pemeriksaan membantu mendeteksi keabnormalitasan yang tidak tergali dari anamnesis, sementara anamnesis membantu untuk memfokuskan pemeriksaan terhadap sistem organ tertentu yang harus diperiksa lebih teliti. Pemeriksaan terhadap pasien sehat atau asimptomatik, harus meliputi minimal tanda-tanda vital yang terdiri atas tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu. Selain itu juga pemeriksaan jalan nafas, jantung, paru-paru, dan sistem muskuloskeletal yang menggunakan teknikteknik standar pemeriksaan seperti auskultasi, palpasi, dan perkusi. Pemeriksaan neurologi singkat diperlukan ketika ada pertimbangan melakukan anestesi regional dan sebagai dokumentasi jika terdapat defisit neurologi sebelumnya. Anatomi pasien harus diperiksa secara spesifik ketika prosedur seperti blok saraf, anestesi regional atau prosedur monitoring invasif akan dilaksanakan; adanya infeksi disekitar lokasi tersebut, atau keabnormalitasan anatomi pasien merupakan kontraindikasi dilakukannya prosedur anestesi diatas ( lihat Chapters 6, 16, dan 17). Pentingnya pemeriksaan jalan nafas tidak boleh terlalu ditekankan. Pasien yang sedang melakukan perawatan gigi harus diperiksa apakah terdapat gigi yang hilang atau sisa akar, sarung gigi, dan gigi palsu. Adanya ketidaksesuaian mask anestesi pada pasien yang sudah tidak mempuyai gigi dan pasien dengan bentuk wajah yang abnormal harus diwaspadai. Microghantia (jarak yang pendek antara dagu dan tulang hyoid), gigi seri bagian atas yang menonjol, lidah yang besar, gerakan yang terbatas pada temporomandibular join atau tulang servikal, juga leher yang pendek Pemeriksaan Laboratorium Kegunaan uji laboratorium rutin untuk pasien yang sehat atau tidak bergejala tidak direkomendasikan jika pada anamnesis atau pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Selain karena harganya yang relatif mahal, uji laboratorium rutin juga jarang merubah manajemen perioperatif; selebihnya, keabnormalitasan tersebut seringkali diabaikan atau dapat menyebabkan keterlambatan yang tidak perlu. Meskipun begitu, karena kebiasaan lingkungan, di Amerika Serikat masih banyak dokter yang melakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, urinalisis, serum elektrolit, faktor koagulasi, elektrokardiogram, dan foto dada terhadap seluruh pasiennya. Agar bermakna, suatu tes preoperatif dapat menyiratkan peningkatan resiko perioperatif saat nilainya abnormal dan penurunan resiko ketika keabnormalitasan tersebut diperbaiki. Manfaat dari tes skrining ini bergantung pada sensitivitas dan spesifisitas tes itu sendiri sebagaimana prevalensi dari penyakit tersebut. Tes sensitivitas mempunyai hasil negatif palsu yang rendah sedangkan tes spesifisitas mempunyai hasil positif palsu yang rendah. Angka kejadian suatu penyakit beragam dalam suatu pupolasi, dan sering bergantung pada jenis kelamin, usia, genetika, dan gaya hidup. Suatu tes akan efektif jika mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang baik saat diterapkan pada pasien yang dicurigai mempunyai keabnormalan. Pemeriksaan laboratorium harus berdasarkan ada atau tidaknya penyakit yang mendasari dan terapi obat-obatan, yang dapat kita gali dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Namun begitu, prosedur yang dasar juga harus masuk dalam

10 pertimbangan. Seperti contohnya, pemeriksaan hematokrit dilakukan pada pasien yang akan melakukan suatu prosedur dengan kemungkinan kehilangan banyak darah dan membutuhkan transfusi. Pemeriksaan pada wanita subur dengan kemungkinan adanya kehamilan awal yang belum terdeteksi, dapat terpapar oleh zat anestesi yang bersifat teratogenik. Oleh karenanya tes kehamilan dengan pengukuran chorionic gonadotropin dalam urin atau darah diperlukan. Pemeriksaan rutin AIDS (deteksi antibodi HIV) masih sangat kontroversial. Sementara pemeriksaan terhadap faktor koagulasi darah masih dirasa percuma bagi pasien yang sehat atau tanpa gejala. Tabel 15. Klasifikasi status fisik preoperatif berdasarkan American Society of Anesthesiologists. Klas Definisi P1 Pasien sehat dan normal. P2 Pasien dengan penyakit sistemik ringan tanpa disertai keterbatasan fungsional P3 Pasien dengan penyakit sistemik sedang berat dengan beberapa keterbatasan fungsional P4 Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam jiwa dan mengalami ketidakmampuan secara fungsional. P5 Pasien yang hampir mati dan tidak mungkin bertahan hidup dalam 24 jam baik dengan maupun tanpa operasi. P6 Pasien dengan kematian batang otak yang ingin mendonorkan organnya. E Jika prosedur bersifat darurat, maka status fisik harus diikuti dengan "E" (contoh, "2E").
Dimodifikasi dari American Society (perubahan terakhir Oktober 1984) of Anesthesiologists

Gambar 11. Klasifikasi status fisik dan korelasinya dengan kematian American Society of Anesthesiologist (ASA). Dua studi retrospektif terpisah memberi kesan bahwa informasi tentang jumlah kematian akibat operasi berdasarkan status fisik ASA adalah serupa. (Diproduksi dari surat kabar ASA 2002;66(9) [Mark. J. Lema, editor]. http://www.asahq.org/Newsletter/2002/9_02/vent_0902. Dicetak kembali dengan seizin American Society of Anesthesiologist.

Klasifikasi status fisik menurut ASA Pada tahun 1961, ASA mengadopsi lima kategori sistem klasifikasi status fisik (Tabel 1-5) yang digunakan untuk menilai pasien preoperatif. Kategori keenam ditambahkan selanjutnya untuk pasien dengan kematian batang otak yang ingin melakukan donor organ. Walaupun sistem ini tidak begitu diharapkan, namun status fisik ASA secara umum berhubungan dengan jumlah kematian saat perioperatif. Penyakit penyerta hanya satu dari banyak faktor penyebab terjadinya komplikasi perioperatif, oleh sebab itu bukan hal aneh jika sistem ini tidak sempurna. Meskipun demikian, klasifikasi status fisik ASA penting untuk

11 merencanakan manajemen anestesi, teknik monitoring. (Lihat Bab 6) terutama atau orang terdekat. Walaupun perizinan secara verbal dirasa cukup, namun perizinan tertulis lebih baik dilakukan untuk tujuan medikolegal. Sebelum membuat perizinan, harus dipastikan bahwa pasien dapat menerima informasi tentang semua prosedur beserta resikonya dengan baik, sehingga keputusan yang diambil adalah keputusan yang paling bijaksana. Tidak semua resiko harus dijelaskan secara detail, cukup resiko-resiko umum yang sering terjadi pada pasien dengan masalah yang sama. Selain itu juga perlu diberitahukan bahwa terdapat beberapa komplikasi yang bisa mengancam jiwa. Tujuan dari preoperatif tidak hanya untuk mendapatkan informasi penting tentang pasien tapi juga untuk mendapatkan perizinan juga membangun hubungan yang baik antara dokter dengan pasien. Selain itu, rasa empati yang terbangun mampu membuat pasien menjawab pertanyaan penting dengan baik dan efektif untuk menghilangkan kecemasan yang dialami pasien. (lihat diskusi kasus di Bab 8)

Inform Consent Penilaian preoperatif berujung pada pemberian penjelasan yang beralasan kepada pasien tentang pilihan manajemen anestesi yang tersedia: anestesi umum, regional, lokal, topikal atau sedasi intravena. Istilah monitored anesthesia care (sebelumnya disebut local standby) sekarang ini lebih umum digunakan untuk memonitor pasien selama prosedur operasi dilakukan dengan sedasi intravena atau anestesi lokal yang diberikan oleh dokter bedah. Namun bagaimanapun pilihannya, izin untuk melakukan anestesi umum harus diperoleh dari pasien, manakala teknik anestesi yang digunakan ternyata tidak adekuat. Jika ada prosedur yang dilakukan tanpa seizin pasien, maka dokter yang bersangkutan dapat dikenakan tuntutan oleh pasien. Ketika pasien tidak mampu memilih atau membuat keputusan, maka perizinan tersebut diwakilkan pada seseorang yang berhak seperti orang tua, wali

12

Gambar 12. Catatan preoperatif.

13

Gambar 13. Catatan anestesi intraoperatif.

14

Gambar 14. Catatan postoperatif.

15 DOKUMENTASI Dokumentasi bersifat penting sebagai jaminan kualitas dan tujuan medikolegal. Dokumentasi yang adekuat sangat penting sebagai pertahanan terhadap aksi malpraktek. (lihat diskusi kasus di bawah ini) Catatan Preoperatif Catatan preoperatif harus ditulis dalam status pasien dan harus dapat mendeskripsikan semua aspek dari penilaian preoperatif termasuk riwayat medis, riwayat anestesi, riwayat pengobatan, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, klasifikasi ASA, dan rekomendasi untuk konsultasi. Catatan tersebut juga menguraikan tentang rencana anestesi termasuk inform consent. Rencana harus diuraikan sedetail mungkin termasuk penggunaan prosedur spesifik seperti intubasi endotrakeal, invasive monitoring dan teknik regional atau hipotensif. Dokumentasi dari inform consent biasanya berupa lembaran yang berisi uraian tentang rencana, pilihan rencana, keuntungan dan kerugian (termasuk resiko dan komplikasi) yang sudah difahami dan disetujui oleh pasien. Contoh lembaran catatan anestesi dapat dilihat pada gambar 12. Walaupun catatan berupa tulisan tangan di lembar tersebut dapat diterima, bentuk cetakan print dapat mengurangi kemungkinan dihilangkannya informasi penting. Catatan Intraoperatif Anestesi Catatan intraoperatif anestesi, mempunyai banyak manfaat. Beberapa manfaatnya yaitu sebagai monitor saat operasi berlangsung, referensi untuk anestesi berikutnya dan sebagai alat jaminan kualitas. Catatan tersebut harus seakurat mungkin dan mendokumentasikan semua aspek perawatan anestesi dalam kamar operasi, yang meliputi hal-hal berikut ini: Pemeriksaan mesin anestesi dan peralatan lain pada saat preoperatif. Evaluasi ulang pasien sesaat sebelum dilakukan induksi anestesi. Mereview catatan hasil laboratorium terbaru atau hasil konsul. Meriview perizinan untuk tindakan anestesi dan pembedahan. Waktu pemberian obat, dosis obat, dan rute pemberian obat selama operasi. Monitoring intraoperatif (termasuk pengukuran laboratorium, jumlah darah yang hilang dan urin output) Pemberian cairan intravena dan transfusi Semua prosedur (seperti intubasi, pemasangan selang nasogastrik, atau pemasangan monito invasif). Teknik rutin dan khusus seperti ventilasi mekanik, anestesi hipotensif, one-lung ventilation, atau bypass kardiopulmo. Waktu dilakukannya tindakan penting seperti induksi, posisi, insisi bedah, dan ekstubasi. Kejadian luar biasa atau komplikasi Kondisi pasien saat prosedur berakhir.

Tanda vital dicatat dalam sebuah grafik paling tidak 5 menit sekali. Semua data yang dimonitor juga biasanya dicatat dalam sebuah grafik sementara deskripsi lainnya mengenai teknik dan komplikasi ditulis tangan. Sistem pencatatan otomatis juga tersedia tapi penggunaannya masih belum meluas. Sayangnya, catatan anestesi intraoperatif seringnya masih belum cukup mendokumentasikan kejadian yang bersifat kritis seperti henti jantung. Pada beberapa kasus catatan terpisah tentang kondisi pasien terkadang diperlukan. Catatan yang teliti tentang suatu kejadian, tindakan beserta waktunya sangat diperlukan untuk menghindari ketidakcocokan dengan catatan-catatan yang lainnya (catatan anestesi, catatan perawat, catatan resusitasi kardiopulmo). Ketidakcocokan suatu catatan seringkali menjadi sasaran pengacara dengan tuduhan malpraktek. Catatan yang tidak komplit, tidak akurat atau tidak terbaca dapat mengakibatkan dokter yang bersangkutan bertanggungjawab terhadap sesuatu hal yang tidak seharusnya. Catatan Postoperatif Tanggung jawab seorang dokter anestesi belum berakhir sampai pasien yang ditanganinya berada dalam kondisi stabil dan terbebas dari efek obat-obatan anestesi. Setelah pasien dibawa ke ruang pemulihan (postanesthesia care unit PACU), dokter anestesi harus tetap tinggal hingga tanda vital normal dan pasien dinyatakan dalam kondisi stabil. Sebelum pasien keluar dari ruang pemulihan, catatan pasien selama di ruangan tersebut harus ditulis oleh dokter anestesi untuk mendokumentasikan pemulihan pasien dari anestesi, komplikasi yang berhubungan dengan anestesi dan pemindahan pasien (rawat jalan, perawatan, ICU, atau ke rumah). Jika pasien dipindahkan ke ruang perawatan, dokter harus mengeceknya paling tidak sekali dalam 48 jam setelah pasien keluar dari ruang pemulihan. Catatan postoperatif harus dapat mendokumentasikan kondisi pasien secara umum, ada atau tidaknya komplikasi yang berhubungan dengan anestesi dan tindakan perawatan yang dilakukan terhadap komplikasi tersebut. ( Gambar 14). DISKUSI KASUS: MALPRAKTEK MEDIS Seorang pria berusia 45 tahun menderita henti jantung ketika menjalani operasi hernia inguinal. Walaupun resusitasi dinyatakan berhasil, pasien mengalami perubahan status mental yang permanen yang membuatnya tidak memungkinkan untuk kembali ke pekerjaannya. Satu tahun kemudian, pasien tersebut mengajukan komplain kepada dokter anestesi, bedah, dan rumah sakit.

16 Empat Elemen apakah yang harus dibuktikan oleh pasien untuk menetapkan kelalaian yang dilakukan oleh dokter atau rumah sakit? 1. Kewajiban (Duty): sekali dokter menciptakan suatu hubungan profesional dengan pasien, maka dokter tersebut mempunyai kewajiban pada pasien dalam memberikan standard of care Pelanggaran kewajiban (Breach of Duty): jika kewajiban tersebut tidak terpenuhi, maka dokter sudah melanggar tugasnya terhadap pasien. Penyebab (Causation): pihak penggugat harus dapat mendemonstrasikan bahwa pelanggaran yang dilakukan tersebut adalah sebagai penyebab terjadinya cedera. Penyebab tersebut tidak perlu bersifat segera dalam menimbulkan cedera. Kerusakan (Damages): adanya cedera yang ditimbulkan. Cedera tersebut dapat menyebabkan kerusakan menyeluruh (nyeri dan penderitaan) atau kerusakan tertentu (kehilangan pekerjaan) Faktor apakah yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya malpraktek? 1. Hubungan Dokterpasien: Ini merupakan hal yang penting bagi dokter anestesi, yang biasanya tidak pernah bertemu pasien hingga malam sebelum atau ketika operasi. Masalah lainnya adalah bahwa kebanyakan pasien dalam kondisi tidak sadar ketika dibawah perawatan dokter anestesi. Maka dari itu, kunjungan preoperatif dan postoperatif merupakan hal yang sangat penting bagi dokter anestesi, selain waktu bertemu antara dokter dan pasien lebih lama, pertemuan tersebut juga dapat mempunyai makna yang berarti. Anggota keluarga harus dilibatkan dalam pertemuan tersebut, terutama ketika kunjungan postoperatif jika ternyata terdapat komplikasi intraoperatif. 2. Inform Consent yang Adekuat: Memberikan perawatan pada pasien yang tidak memberi perizinan merupakan tindakan yang salah. Bagaimanapun, izin tidak cukup. Pasien harus diinformasikan tentang prosedur yang akan dilakukan, termasuk resiko yang mungkin terjadi, keuntungannya dan pilihan alternatif lainnya. Komplikasi bisa saja terjadi oleh dokter, walaupun hal tersebut bukan dikarenakan suatu kelalaian dalam melakukan prosedur. 3. Kualitas Dokumentasi: Dokumentasi yang teliti saat kunjungan perioperatif, inform consent, konsultasi dengan spesialis lain, kejadian intraoperatif, dan perawatan postoperasi adalah mutlak penting. Sudut pandang dari pengadilan adalah jika tidak tertulis, maka tidak sah. Hal tersebut menandakan bahwa catatan medis tidak bisa dengan sengaja dihilangkan atau diubah. BACAAN YANG DIANJURKAN
Abenstein JP, Penegor MA: Anesthesia providers, patient outcomes, and costs. Anesth Analg 1996;82:1273. An interesting look at the relative safety of the anesthesia team concept. Ang-Lee MK, J Lumut, Yuan C: herbal medicine and perioperative care. JAMA 2001;286:208. Herbal medication can negatively impact anesthetic management. Byrne AJ, Menjual AJ, Jones JG: Errors on anaesthetics record charts as a measure of anaesthetic performance during stimulated clinical incidents. Br J Anaesth 1998;80:58. There is a high error rate in the charting of critical incidents. Dzankic S, D Gembala, Gonzalez C, Leung JM: prevalence and predictive value of abnormal preoperative laboratory tests in elderly surgical patients. Anesth Analg 2001;93:301. This is an excellent review of how to evaluate the utility of preoperative laboratory tests in elderly patients. Kam PCA: Occupational stress in anaesthesia. Anaesth Intensive Care 1997;25:686. Highly recomended reading for anyone considering a career in anaesthesia! Little DM Jr: Classical Anestesi Files. Wood LibraryMuseum of Anesthesiology, 1985. Writing of historical interest.

2.

3.

4.

Bagaimanakah suatu standar pelayanan dijeaskan dan ditetapkan? Seorang dokter diharapkan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan bijaksana dan proporsional sehingga dapat menerangi lingkungan di sekitarnya. Sebagai spesialis, dokter anestesi dilahirkan untuk mempunyai standar ilmu dan keterampilanyang lebih tinggi dibanding dokter umum atau dokter spesialis lainnya. Pernyataan ahli biasanya menjadi ketetapan standar pelayanan. Sementara kebanyakan kebijakan hukum telah memperluas aturan lokal untuk menenuhi standar pelayanan nasional, dimana terdapat keadaan khusus yang berkaitan dengan kasus individu. Hukum membenarkan bahwa banyak terdapat perbedaan pendapat dan variasi pemikiran dalam profesi medis. Bagaimanakah cara menentukan suatu penyebab? Biasanya penggugat yang mempunyai beban untuk membuktikan bahwa cedera tidak akan terjadi kalau bukan karena kelalaian dokter, atau bahwa tindakan dokter yang menjadi faktor kuat penyebab cedera. Sebuah pengecualian adalah doktrin res ipsa loquitur (the things speaks for itself) yang membenarkan bahwa penemuan kelalaian semata-mata berdasarkan kejadian yang terperinci. Aplikasi kasus ini untuk res ipsa, adalah penggugat dapat menetapkan bahwa henti jantung tidak biasa terjadi diluar kelalaian dan hal tersebut bukan dikarenakan sesuatu diluar kontrol dokter anestesi. Sebuah konsep penting adalah bahwa penyebab terjadinya suatu kasus perdata hanya perlu dibentuk oleh adanya dominan bukti (lebih mungkin daripada tidak)- berbeda dengan kasus pidana, dimana semua elemen yang terlibat harus dibuktikan tanpa ada keraguan

17
Malviya S, D'Errico C, Reynolds P, et al: Preoperative pregnancy testing in aldolescent patients; a survey of current practice. Am J Anesthesiol 1997;24:23. Most clinicians ask about the possibility of pregnancy but proceed with a pregnancy test only if indicated by history. Overdyk FJ, Harvey SC, Fishman RL: Succesful strategies for improving operating room efficiency at academic institutions. Anesth Analg 1998;86:896. Posner KL, Caplan RA, Cheney FW: Variation in expert opinion in medical malpractice review. Anesthesiology 1996;85:1049. This article points out one of the major injustices inherent in the current medical malpractice system in the United States. Practice Advisory for Preanesthesia Evaluation (approved by the ASA house of Delegates on October 17, 2001). Anesthesiology 2002;96:485. Excellent evidence-based medicine review of the preanesthetic evaluation of patients. Waisel DB, Truog RD: The benefits of the explanation of the risks of anesthesia in the day surgery patient. J Clin Anesth 1995;7:200. Most parents want to be made aware of the risks of anesthesia. Waisel DB, Truog RD: An introduction to ethics Anesthesiology 1997;87:411. Waisel DB, Truog RD: 1997;87:968. Informed consent. Anesthesiology

Warner MA, Caplan RA, Epstein BS, et al: practice guidelines for preoperative fasting and the use of pharmacologic agents to reduce the risk of pulmonary aspiration: application to healthy patients undergoing elective procedures. Anesthesiology 1999;90:896. A review by the ASA Task Force on Preoperative Fasting that suggest these fasting guidelines for infants and adults: 2 hours for clear liquids, 4 hours for breast milk, 6 hours for infant formula or light solids.

You might also like