You are on page 1of 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Stroke Iskemik II.1.

1 Definisi Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir, 2003). Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).

II.1.2 Epidemiologi Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/meningkatnya harapan hidup. Terdapat beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara (Ali dkk, 2009; Morris dkk, 2000) Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia 18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia. (Ali dkk, 2009; carnethon dkk, 2009) Diantara Warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden rata-rata/1000 populasi dengan kejadian stroke yang baru dan berulang pertahunnya adalah 6,1% pada laki-laki dan 6,6% pada perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari tahun 1980 hingga 2005. Penurunan mortalitas stroke pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan menurun dari 1,11 menjadi 1,03. Juga dijumpai penurunan mortalitas stroke pada usia 65 tahun pada laki-laki dibandingkan perempuan (National Center for Health Statistics, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Dari Survey ASNA di 28 RS seluruh Indoneisia, diperoleh gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5%. Data-data lain dari ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar 24,5% (Misbach dkk, 2007).

II.1.3 Klasifikasi Stroke Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pumbuluh darah) (Misbach, 1999). I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: 1. Stroke iskemik a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Trombosis Serebri c. Emboli Serebri 2. Stroke hemoragik a. Perdarahan Intraserebral b. Perdarahan Subarakhnoid II. Berdasarkan stadium 1. TIA 2. Stroke in evolution 3. Completed Stroke III. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah) 1. Tipe Karotis 2. Tipe Vetebrobasiler

II.1.4 Faktor Resiko Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well documented) (Goldstein, 2006) 1. Non modifiable risk factors:

Universitas Sumatera Utara

1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Berat badan lahir rendah 4. Ras/etnik 5. Genetik 2. Modifiable risk factors: a. Well-documented and modifiable risk factor 1. Hipertensi 2. Terpapar asap rokok 3. Diabetes 4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition 5. Dislipidemia 6. Stenosis arteri karotis 7. Terapi hormon postmenopouse 8. Poor diet 9. Physical inactivity 10. Obesitas dan distribusi lemak tubuh b. Less well-documented and modifiable risk factor 1. Sindroma metaboliK 2. Alcohol abuse 3. Penggunaan kontrasepsi oral 4. Sleep disordered-breathing 5. Nyeri kepala migren 6. Hiperhomosisteinemia 7. Peningkatan lipoprotein (a) 8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase 9. Hypercoagulability 10. Inflamasi 11. Infeksi

Universitas Sumatera Utara

II.1.5 Patofisiologi Stroke Iskemik Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron secara bertahap (Sjahrir, 2003): Tahap 1: a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan 02 c. Kegagalan energi d. Termina; depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion b. Spreading depression Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis

II.2 Transcranial Doppler (TCD) Selama 4 dekade terakhir, berbagai test non-invasive dan aplikasi klinis telah dikembangkan untuk mendeteksi dan memonitoring penyakit serebrovaskular. Tujuan test ini pada penyakit serebrovaskular adalah untuk membedakan keadaan normal dengan pembuluh darah arteri yang mengalami kelainan, mengidentifikasi stenosis, lokasi dari proses penyakit termasuk oklusi, progresivitas penyakit, emboli serebri, melihat gambaran karakteristik morfologi plak atherosklerosis, dan mengukur potensial sirkulasi kolateral untuk mempertahankan CBF (Neumyer dkk, 2004; Noort dkk,1990; Sloan dkk, 2004). Single gate spectral TCD diperkenalkan pertama kali oleh Rune Aaslid pada tahun 1982 untuk mengukur hemodinamik serebri secara non-invasive. Terdapat 4 window untuk insonasi dari TCD, yaitu : (Kassab dkk,2007;Neumyer dkk;2004) Temporal : mengukur velocity pada arteri cerebri media (MCA),anterior (ACA), posterior (PCA) dan arteri komunikans. Orbital : insonasi sifon arteri oftalmikus (OA) dan arteri karotis interna (ICA) Suboccipital : insonasi arteri veterbralis (VA) dan basilaris (BA) melalui foramen magnum Submandibular : mengukur velocity ICA

Universitas Sumatera Utara

Keuntungan dari TCD adalah: dapat dilakukan pada bedside dan dapat diulangi sesuai yang dibutuhkan atau dilakukan untuk continuous monitoring, lebih murah dibandingkan dengan teknik yang lain, dan tidak memerlukan penggunaan bahan kontras. Keterbatasannya yang utama adalah hanya dapat menggambarkan kecepatan aliran darah cerebral pada segemen-segmen tertentu dari vaskular besar intrakranial, dimana penyakit arteri sering timbul pada lokasi ini (sloan dkk, 2004) II.2.2 Hemodinamik serebrovaskular Aliran darah dalam suatu sistem sirkulasi dipengaruhi oleh darah, tekanan, tahanan dan alirannya. Manipulasi pada tekanan dan tahanan dalam sistem kardiovaskular dapat mempengaruhi parameter aliran darah secara langsung dan penambahan hemodinamik (Eggers dkk, 2006; Neumyer dkk, 2004). 1. Viskositas darah terutama ditentukan oleh hematokrit. Peningkatan hematokrit akan menyebabkan peningkatan pergesekan antara lapisan sel darah, penurunan kecepatan aliran dan penambahan tekanan yang diperlukan untuk aliran darah pada sirkulasi sistemik. Jika disertai dengan penurunan interval diameter pembuluh darah (PD), peningkatan pada viskositas darah secara signifikan dapat mengganggu aliran darah. Viskositas darah dapat berubah dipengaruhi oleh : derajat kecepatan aliran, heart rate, bentuk PD, hematokrit, temperatur dan shear stress (Neumyer dkk, 2004). 2. Aliran darah didalam vaskular terutama ditentukan oleh 2 faktor: perbedaan tekanan (PL-P2) antara 2 ujung vaskular dan tahanan vaskular terhadap aliran darah. Hukum Ohm sering digunakan untuk menggambarkan aliran darah dalam PD. Dikatakan bahwa aliran darah berbanding lurus terhadap perbedaan tekanan tetapi berbanding terbalik dengan tahanan. Aliran darah = tekanan / tahanan Hukum Laplace menjelaskan bahwa regangan otot (T) pada vaskular yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan aliran spesifik (P) akan menurun jika diameter vaskular (R) lebih kecil (P = T/R). Ini berarti semakin kecil diameter vaskular maka regangan yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan dalam vaskular semakin menurun (Neumyer dkk, 2004). 3. Tahanan atau hambatan pada aliran dapat diperoleh melalui pengukuran aliran darah dan perbedaan tekanan dalam vaskular. Tahanan merupakan hasil dari

Universitas Sumatera Utara

perubahan diameter vaskular yang disertai dengan peningkatan viskositas darah dan area potong lintang vaskular. Tahanan berhubungan dengan perubahan

diameter vaskular yang mempengaruhi aliran darah melalui fenomena yang dikenal sebagai streamlining atau aliran laminar. Aliran Laminar digambarkan sebagai pergerakan sel darah yang parabolik dalam tiap lapisannya dalam vaskular, dimana lapisan yang darah yang paling dekat dengan dinding vaskular akan memiliki kecepatan aliran yang lambat dan yang akan semakin meningkat kecepatannya pada aliran sel darah dilapisan tengah. Aliran turbulensi timbul jika terdapat hambatan aliran, dinding vaskular yang tidak rata atau akibat adanya perubahan yang tajam dari arah aliran. Hal ini dapat mengakibatkan pusaran arus aliran dengan peningkatan pergesekan pada lapisan sel darah dan resistensi. Hukum Poiseuille menggambarkan pengaruh dari tahanan aliran darah. Hukum ini menyatakan bahwa aliran dari suatu cairan pada suatu pipa berbanding lurus terhadap perbedaan tekanan diantara kedua ujung pipa dan berbanding terbalik dengan panjang pipa dan viskositas cairan. Hubungan konsep ini terhadap variasi rerata aliran darah dapat diilustrasikan oleh perubahan pada tekanan arterial. Peningkatan tekanan arterial akan meningkatkan daya dorong sel darah dan pelebaran dinding vaskular, sehingga dapat menurunkan tahanan vaskular dan terjadi peningkatan aliran darah (Neumyer dkk, 2004). Jika ketiga hal diatas dihubungkan dengan hemodinamik serebrovaskular, maka akan diterjemahkan sebagai CBF = cerebral perfussion pressure (CPP)/cerebrovascular resistance (CVR). Cerebral perfussion pressure dapat diukur dari mean arterial blood pressure (MABP) dan intracranial pressure (ICP) (CPP=MABP-ICP). Cerebrovascular resistance mempengaruhi keadaan fisiologis dengan mengkonstriksikan dan dilatasi vaskular kecil di otak. Pada keadaan patologis, perubahan fokal pada tahanan dapat dilihat segera didaerah yang terdapat stenosis. Tujuan utama hemodinamik

serebrovaskular adalah untuk menjaga CBF tetap stabil meskipun terjadi perubahan pada CPP dan CVR (Kassab dkk,2007).

Universitas Sumatera Utara

II.2.3 Interpretasi Temuan TCD Pada pemeriksaan TCD, gambaran bentuk gelombang aliran darah merupakan gambaran time dependence dari kecepatan aliran darah terhadap aktivitas jantung. Bentuk gelombang dapat dilihat selama permeriksaan TCD dimulai dengan mendengar sinyal aliran yang diikuti dengan analisa visual pada tampilan sinyal tersebut pada layar (Neumyer dkk, 2004). Pada pemeriksaan TCD perlu diperhatikan velocity, bentuk aliran darah, adanya perubahan aliran atau sinyal mikroemboli. Informasi tersebut Memberikan gambaran blood flow velocity, arah aliran dan juga dapat memberikan ukuran paramerter yang dapat ditambahkan pada evaluasi TCD. Pulsasity Index (PI) merupakan salah satu ukuran parameter yang bermanfaat, dan dipertimbangkan sebagai marker dari pada tahanan distal dari sisi insonasi. Pulsasity Index dihitung dengan menggunakan rumus Gosling , dimana PI = Peak systolic Velocity (PSV) - end diastolic velocity (EDV)) / mean velocity (Kassab dkk,2007; Neumyer dkk, 2004) Normal rasio kecepatan aliran darah (MFV) pada MCA > ACA > Siphon > PCA > BA > VA. Individu normotensi memliliki positif EDV kira-kira 25-50% dari nilai PSV dan nilai PI antara 0,6-1,1 pada seluruh arteri intrakranial. Pola tahanan aliran yang tinggi (PI > 1,2) hanya dijumpai pada OA dan dapat juga dijumpai pada kronik hipertensi, hiperventilasi dan peningkatan kardiak output. Yang harus diingat adalah : (Neumyer dkk, 2004). 1. TCD velocity bukan untuk mengukur volume CBF. Tetapi perubahan velocity pada pengukuran TCD berkorelasi dengan perubahan pada CBF. 2. CBF dan mean flow velocity (MFV) dapat menurun dengan pertambahan usia 3. Hipertensi (termasuk yang kronik) meningkatkan pulsasi aliran dan MFV 4. Hiperventilasi dapat menurunkan MFV dan meningkatkan pulsasi aliran 5. Hiperkapnea dapat meningkatkan MFV dan menurunkan pulsasi aliran 6. Bentuk gelombang ditentukan oleh berbagai faktor seperti: kardiak output, tekanan darah, autoregulasi otak, respon vasomotor dan lesi fokal arteri Pengaruh usia pada parameter CBF telah dilaporkan pada beberapa studi. Penurunan CBF dengan peningkatan usia diduga berhubungan dengan perubahan pada hemodinamik serebrovaskular seperti penurunan kebutuhan metabolisme,

Universitas Sumatera Utara

peningkatan hematokrit dan penurunan level tekanan parsial karbon dioksida, perubahan ukuran vaskular dan penurunan kardiak output. Beberapa penelitian menemukan penurunan 20% pada doppler shift pada MCA pada usia 17-67 tahun dan beberapa studi yang menemukan penurunan rerata velocity sebesar 0,51% pada MCA, 0,5% pada ACA dan 0,37% pada PCA pertahunnya pada pasien dengan riwayat kejadian neurologis tetapi pada pemeriksaan neurologis dijumpai normal. Juga telah diketahui bahwa kecepatan aliran yang tertinggi dijumpai pada subjek pediatrik dan mulai menurun secara signifikan pada usia > 40 tahun (Demirkaya dkk,2008).

Gambar 1. Cara membaca bentuk gelombang pada pengukuran TCD Dikutip dari: Neumyer et al. 2004. Cerebrovascular Ultrasound in Stroke Prevention and Treatment. Blackwell Publishing. New York

Gambar 2. Nilai Pulsasity Index

Universitas Sumatera Utara

Dikutip dari: Neumyer et al. 2004. Cerebrovascular Ultrasound in Stroke Prevention and Treatment. Blackwell Publishing. New York Diagnosis oklusi arteri cerebralis intrakranial dengan menggunakan TCD diperoleh dengan hilangnya sinyal doppler pada arteri cerebral pada pasien dengan bukti acoustic window yang terdeteksi pada satu arteri cerebralis ipsilateral. Morfologi waveform dibandingkan velocity aliran darah pada TCD dapat memberikan informasi mengenai lokasi clot, obstruksi hemodinamik yang signifikan, dan tahanan pada PD distal (Eggers dkk, 2006).

Tabel 1. Nilai normal Mean flow velocity pada TCD

Dikutip dari: Kassab et al.2007.Transcranial Doppler: An Introduction for Primary Care Physicians. J Am Board Fam Med. 20:6571

Untuk menjelaskan morfologi waveform pada TCD dikembangkan TIBI residual flow grading system dengan tingkatan range dari 0 sampai 5 yang memiliki arti absen, minimal, blunted, dampened, stenosis dan aliran yang normal (secara berurutan) (Eggers dkk, 2006). Sejumlah penelitian telah menduga pengukuran velocity untuk grading stenosis. yang paling sering digunakan adalah kriteria berdasarkan rasio PSV arteri karotis internal dan arteri karotis kommunis serta velocity distolik untuk menentukan batasaan pengukuran (Sidhu, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Kriteria diagnostik TCD telah divalidasi pada beberapa penelitian dan dapat mengidentifikasi lokasi thrombus dengan akurasi 90% pada MCA dan ICA. Oklusi arteri intrakranial yang terdeteksi oleh TCD berhubungan dengan perburukan neurologis, disabilitas atau kematian setelah 90-hari, dimana gambaran normal pada TCD memprediksikan perbaikan yang cepat. Pasien dengan stroke pada daerah ICA, Temuan TCD, Stroke severity pada 24 jam, dan ukuran lesi pada CT merupakan prediktor yang independen dengan outcome setelah 30-hari (Sloan dkk, 2004; Neumyer dkk, 2004)

Gambar 3. Modifikasi TIBI flow grading system Dikutip dari: Eggers et.al. 2006. Handbook on Neurovascular Ultrasound. Karger. New York

Ga mbar 4. Nilai PSV dan EDV pada stenosis arteri karotis Dikutip dari: Neumyer et al. 2004. Cerebrovascular Ultrasound in Stroke Prevention and Treatment. Blackwell Publishing. New York

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Kriteria grading penurunan diameter arteri karotis interna

Dikutip dari: Sidhu, P.S. 2000. Ultrasound of the carotid and vertebral arteries. British Medical Bulletin. 56 (No 2):346-366

II.3 Outcome Stroke Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairements, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan sebagai berikut (Caplan, 2000): 1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini. 2. Disabilitas: merupakan setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat 3. Handicapas : merupakan halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke untuk berperan sebagai manusia normal akibat impairment dan disabilitas. Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel index dan Modified Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan. (Shulter dkk, 1999). Dalam uji klinik Barthel index (BI) dan Modified Rankin Scale merupakan skala yang sering digunakan untuk menilai outcome dan merupakan pengukuran yang dapat dipercaya yang memeberikan penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah stroke (Shulter dkk, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Barthel index telah dikembangkan sejak tahun 1965, dan kemudian dimodifikasi oleh Grager dkk sebagai suatu teknik yang menilai pengukuran performasi pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu (sulter dkk, 1999): kategori yang berhubungan dengan self care antara lain:makan, membersihakan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil, penggunaan toilet. Kategori yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan, berpindah dan menaiki tangga. Skor maksimum dari BI ini adalah 100, yang menunjukkan bahwa fungsi fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang menunujukkan ketergantungan total (Masur dkk, 2003). Skala mRS lebih mengukur performasi aktiifitas spesifik, dalam hal ini mental demikian juga adaptasi fisik digabungkan dengan defisit neurologi. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu 0 yang berarti tidak ada gejala, 5 yang berarti cacat/ketidakmampuan yang berat dan 6 yang berarti kematian. Skala ini lebih sensitif untuk penilaian pada penderita dengan disabilitas ringan dan sedang (Masur dkk, 2003; Weimar dkk, 2002) National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) merupakan pengukuran kuantitatif defisit neurologis berkaitan dengan stroke yang dapat memprediksi outcome stroke jangka panjang, terdiri dari 12 item pertanyaan (tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria, dan

ektensi/inattentian). Ada 3 rentang skor NIHSS yang secara signifikan berhubungan dengan perawatan pasien stroke yaitu; skor 5 pasien berarti pasien dapat keluar dari rumah sakit, skor 6-13; pasien memerlukan rehabilitasi dan > 13 memerlukan fasilitas perawatan yang lama (meyer dkk, 2002; Schelegel dkk, 2003).

Universitas Sumatera Utara

II.4 KERANGKA KONSEPSIONAL


Bathia dkk,2004: perubahan pada parameter hematologirutin pada stroke akut yang dapat mempengaruhi viskositas darah, CBF dan mempengaruhi ukuran lesi serta outcome Demirkaya dkk, 2008; CBF dengan usia diduga berhubungan dengan perubahan pada hemodinamik serebrovaskular seperti peningkatan hematokrit dan penurunan level tekanan parsial karbon dioksida

Stroke Akut

Perubahan Parameter hematologi rutin

cko dkk (2003):. usia dan kandungan igen merupakan faktor yang paling mpengaruhi variasi kecepatan aliran ah arteri cerebri media.

usia

Viskositas darah
Neumyer dkk, 2004: perubahan pada velocity TCD mengindikasikan perubahan CBF

TCD

CBF

kay dkk (2005 ): aliran darah yang kur dengan TCD secara signifikan engaruhi oleh level hematokrit dan a

Infark serebri

ss dkk (2008): kecepatan maksimum rata-rata hadap waktu pada sirkulasi arteri cerebri media hubungan signifikan terhadap usia, hemoglobin, ate dehydrogenase, level aspartate nsaminase, WBC dan level kreatinin.

Baracchini dkk (2000) : total anterior circulation infarct dan abnormal TCD memiliki hubungan yang signifikan dengan rata-rata mortalitas yang tinggi dan outcome yang buruk (BI 60)

Outcome
Chamorro dkk (1995): Skor Mathew, volume infark status klinis, dan Laju endap darah sebagai model prediktif dari outcome stroke dengan sensitivitas 89,91% dan spesifisitas 85,71% Diamond dkk (2003) : Probabilitas untuk outcome yang kurang baik akan meningkat pada level hematokrit yang tinggi maupun yang rendah Huang dkk (2008) : usia tua, TACS, stroke in evolution dan pneumonia merupakan prediktor outcome fungsional yang buruk serta TIA sebelumnya dan anemia merupakan merupakan prediktor untuk kematian dan rekuren stroke dalam 2 tahun

Universitas Sumatera Utara

You might also like