You are on page 1of 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Anatomi dan Fungsi Kelopak Mata Kelopak mata (palpebra) terdiri dari kelopak mata atas (superior) dan baah (inferior). Palpebra superior berakhir pada alis mata, sedangkan palpebra inferior menyatu dengan pipi. Palpebra terdiri atas lima lapis jaringan utama yang bila diuraikan mulai dari lapisan terluar, meliputi: Lapisan kulit : Kulit palpebral memiliki karakteristik yang berbeda dengan kulit di bagian tubuh lainnya, yaitu: tipis, longgar, elastis dengan sedikit folikel rambut tanpa lemak subkutan. Muskulus Orbikularis Okuli : Serat-serat otot ini tersusun secara konsentris mengelilingi fisura palpebra dan sedikit meluas sampai ke tepian orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam palpebral dikenal sebagai bagian pratarsal, sedangkan bagian otot yang letaknya diatas septum orbita disebut bagian praseptal. Segmen otot yang terletak diluar palpebra dinamakan bagian orbita. Muskulus orbikularis okuli diinervasi oleh Nervus Okulomotorius (Nervus Kranial III). Otot ini berfungsi untuk menutup palpebra. Jaringan Areolar : Jaringan alveolar submuskular yang terdapat dibaah muskulus orbikularis okuli berhubungan dengan lapisan subaponeurotik dari kulit kepala. Tarsus : Tarsus adalah struktur penyokong utama dari palpebra yang dibentuk oleh jaringan fibrosa padat dan sedikit jaringan elastis. Struktur ini terdiri atas tarsus superior dan inferior, yang sudut lateral dan medialnya tertambat pada tepian orbita oleh ligamen palpebra lateralis dan medialis. Kedua tarsus juga tertambat pada tepian atas maupun baah orbita melalui suatu fascia tipis yang disebut septum orbita, yang berfungsi sebagai barier antara palpebra dan orbita.
1

Konjungtiva Palpebra : Berupa selapis membran mukosa bening yang melapisi permukaan paling dalam dari palpebra. Tidak seperti perlekatan lapisan ini pada bola mata (konjungtiva bulbi) perlekatan lapisan ini pada tarsus diatasnya sangatlah erat.

Pada tepi palpebra anterior terdapat beberapa struktur penting, yaitu : Bulu mata Kelenjar Zeis, yang merupakan modifikasi kelenjar sebasea kecil dan bermuara kedalam folikel rambut pada dasar bulu mata. Kelenjar Moll, yang merupakan modifikasi kelenjar keringat yang bermuara kedalam satu baris dekat bulu mata. Sementara pada tepi palpebral posterior terdapat muara-muara kecil dari kelenjar Meibom yang merupakan moodifikasi dari kelenjar sebasea. Pada ujung medial dari tepi posterior palpebra terdapat elevasi kecil dengan pusat yang disebut punctum lakrimalis. Punctum lakrimalis superior dan inferior merupakan bagian dari sistem drainase lakrimal, yang berfungsi menghantarkan air mata kedalam kanalikuli lakrimalis. Fisura palpebra merupakan ruang elips diantara kedua palpebra yang dibuka. Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Pada orang oriental terdapat sebuah lipatan kulit yang dikenal sebagai epicanthus, yang terbentang antara ujung medial dari palpebra superior ke ujung medial dari palpebra inferior, yang menutupi karunkula lakrimalis. Retraktor palpebra dibentuk oleh kompleks muskulofasial dengan komponen otot polos dan otot rangka yang berfungsi untuk membuka palpebra. Di bagian palpebra superior, dikenal kompleks levator yang terdiri dari muskulus levator palpebra superior sebagai otot rangka dan muskulus Muller (muskulus tarsalis superior) sebagai komponen otot polosnya. Pada palpebra inferior terdapat kompleks yang disebut fascia capsulopalpebrae. Kompleks ini terdiri dari muskulus rektus inferior sebagai komponen otot rangka, sedangkan bertindak sebagai komponen otot polos dalam kompleks ini adalah muskulus tarsalis inferior. Unsur otot polos dari retraktor palpebra diinervasi oleh serabut-serabut

simpatis. Sedangkan muskulus levator palpebra superior dan muskulus rektus inferior diinervasi oleh Nervus Kranialis III. Sementara itu, persarafan sensoris ke palpebra berasal dari cabang pertama (Opthalmikus/V1) dan kedua (Maksilaris/V2) dari Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V). Vaskularisasi palpebra berasal dari arteri lakrimalis dan opthalmika melalui cabang-cabang palpebra lateral dan medialnya. Anastomosis antara arteri palpebralis lateralis dan medialis membentuk arcade tarsal yang terletak didalam jaringan areolar submuskular. Drainase vena dari palpebra mengalir ke dalam vena opthalmika dan vena-vena yang mengangkut pergi darah dari dahi dan temporal. Vena-vena tersebut tersusun dalam pleksus vena pra dan pasca tarsal. Pembuluh limfe dari segmen lateral berjalan ke dalam nodus pra aurikular dan parotis. Pembuluh limfe dari sisi medial palpebra mencurahkan isinya ke dalam limfenodi submandibular. Adapun fungsi dari kelopak mata meliputi: (1) memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior; (2) mensekresikan bagian berminyak dari lapisan film air mata; (3) menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea; (4) mencegah mata menjadi kering; (5) memiliki punctum lakrimal sebagai tempat air mata mengalir ke sistem drainase lakrimal. 2.2 Definisi Blepharitis Blepharitis adalah peradangan kronis pada kelopak dan tepi kelopak mata. Blepharitis sering dikaitkan dengan sejumlah penyakit kulit sistemik, seperti: rosasea dan dermatitis seborheik. Keadaan ini juga erat kaitannya dengan beberapa penyakit mata seperti: dry eye, khalazion, trikhiasis, konjungtivitis dan keratitis. Secara anatomis blepharitis dapat dikelompokkan menjadi blepharitis anterior dan blepharitis posterior. Blepharitis anterior merujuk pada peradangan yang terutama terpusat di sekitar bulu mata dan folikel rambutnya. Sedangkan blepharitis posterior kebanyakan melibatkan peradangan pada orifisium kelenjar Meibom.

2.3 Blepharitis Anterior Blepharitis anterior biasanya mengenai area disekitar basis bulu mata. Berdasarkan etiologinya, blepharitis anterior dapat dibedakan menjadi blepharitis staphyloccocal yang terutama disebabkan oleh bakteri staphyloccocus aureus. Penyebab lainnya adalah bakteri staphyloccocus epidermidis atau staphylococcus koagulase negatif. Jenis kedua dari blepharitis anterior adalah blepharitis seborrhoik yang disebabkan oleh bakteri pytirosporum ovale. Kedua jenis blepharitis ini juga dapat muncul secara bersamaan sebagai suatu blepharitis anterior tipe campuran. 2.3.1 Patogenesis Peradangan pada blepharitis staphyloccocal diduga timbul sebagai akibat dari adanya respon sel yang abnormal terhadap komponen dinding sel bakteri Staphyloccocus aureus. Blepharitis seborheik sering berhubungan dengan kelainan seborheik general yang dapat mengenai lapisan kulit kepala, lipat nasolabial, bagian belakang telinga dan juga sternum. Karena letak palpebra yang terlalu dekat dengan permukaan bola mata dapat memicu terjadinya peradangan sekunder sertaperubahan mekanis pada konjungtiva dan kornea. 2.3.2 Diagnosis a. Gejala : Harus diketahui baha dengan gejala klinis yang ada, klinisi tidak selalu dapat membedakan tipe blepharitis. Gejala blepharitis timbul sebagai akibat adanya penurunan fungsi normal penglihatan dan penurunan stabilitas air mata. Sensasi seperti terbakar, berpasir dan fotofobia ringan dengan episode remisi dan eksaserbasi merupakan gejala yang khas. Gejala biasanya memburuk di pagi hari, bahkan pada pasien yang juga menderita dry eyes, perburukan gejala meningkat terus sepanjang hari. b. Tanda : Blepharitis Staphylococcus Adanya skuama dan krusta yang keras yang terutama berlokasi di sekitar basis dari bulu mata. Konjungtivitis papiler ringan dan hiperemia konjungtival sering dijumpai.

Terbentuknya jaringan parut dan tylosis tepi kelopak mata, madarosis dan trichiasis sering menjadi komplikasi dari kasus-kasus yang lama. Perubahan sekunder meliputi marginal keratitis dan terkadang phlyctenulosis. Gangguan penyerta seperti instabilitas film air mata dan dry eye sering terjadi.

Blepharitis Seborheik Tepi kelopak mata yang hiperemis dn berminyak, disertai kerontokan bulu mata Skuama yang terbentuk halus dan dapat berlokasi dimana saja pada tepi kelopak mata, maupun menempel pada bulu mata.

2.3.3 Terapi Terdapat sedikit sekali bukti penelitian yang memaparkan protokol terapi khusus untuk blepharitis. Pasien harus selalu diingatkan baha pengobatan yang kontinyu sangat dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan terapi. Kesembuhan secara permanen memang sangat sulit untuk dicapai, namaun pengendalian gejala masih sangat mungkin untuk dikerjakan. Adapun penatalaksanaan blepharitis anterior meliputi: a) Tindakan Higienitas Palpebra : Kompres hangat yang diaplikasikan selama beberapa menit untuk melunakkan krutsa yang melekat pada dasar bulu mata. Pembersihan kelopak mata secara mekanis dengan cotton bud yang mengandung cairan, membantu melepaskan/membersihkan krusta yang menutupi tepi kelopak mata satu sampai dua kali sehari. Kelopak mata juga dapat dibersihkan dengan samphoo saat keramas Secara bertahap aktivitas yang tergolong lid hygiene ini dapat diturunkan frekuensi pelaksanaanya, saat kondisi pasien telah berhasil dikontrol. b) Antibiotik Topikal : Asam fusidat, bacitracin, atau chloramphenicol yang biasanya digunakan untuk mengobati folikulitis akut dapat diaplikasikan pada sisi kelopak mata yang meradang setelah dilakukannya tindakan lid hygiene.

c) Antibiotik Sistemik : Azithromycin (500 mg/hari selama 3 hari) kemungkinan dapat membantu mengontrol penyakit ulkus pada tepi kelopak mata. d) Steroid Topikal dengan Potensi Lemah : Agen steroid topikal dengan potensi rendah misalnya fluorometholone yang dioleskan sebanyak 4x/hari berguna untuk mengatasi konjungtivitis papiler dan keratitis marginal. e) Terapi pengganti Air Mata : Diperlukan untuk mrngatasi instabilitas film air mata. 2.3.4 Diagnosis Banding : Adapun diagnosis banding dari keadaan ini, meliputi: a) Dry Eye : Dapat memberikan gejala yang sama, tetapi berkebalikan dengan blepharitis, iritasi okuler yang terjadi pada dry eye jarang bersifat berbahaya dan biasanya terbentuk setelah beberapa hari. b) Tumor Palpebra Infiltratif : Sebaiknya dipertimbangkan pada pasien yang mengalami blepharitis kronis yang asimetris maupun unilateral, khususnya bila juga disertai dengan madarosis. 2.4 Blepharitis Posterior 2.4.1 Patogenesis Blepharitis posterior disebabkan oleh adanya disfungsi kelenjar meibom dan perubahan sekresi kelenjar meibom. Enzim Lipase yang dilepaskan oleh bakteri menyebabkan pembentukan asam lemak. Keadaan ini menyebabkan peningkatan titik lebur meibom sehingga menghambat pengeluarannya dari kelenjar. Hal ini berpengaruh terhadap timbulnya iritasi permukaan okuler dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri terutama jenis Staphylococcus aureus. Hilangnya komponen posfolipid film air mata yang seharusnya berperan sebagai surfaktan mengakibatkan peningkatan osmolaritas dan penguapan air mata dan ketidakstabilan air mata.

2.4.2 Diagnosis Terdapat korelasi yang buruk antara tingkat keparahan gejala dan tanda klinis a. Gejala : Gejala blepharitis posterior sama dengan blepharitis anterior

b. Tanda : Berupa tanda-tanda disfungsi kelenjar meibom : Sekresi kelenjar meibom yang berlebihan dan abnormal yang ditandai oleh tertutupnya orifisium kelenjar meibom oleh gelembung minyak Sumbatan orifisium kelenjar meibom disertai oleh hyperemia dan telangektasia margo posterior palpebra Penekanan pada margo palpebral yang meradang mengakibatkan keluarnya secret kelenjar meibomyang tampak seperti pasta gigi Pada transiluminasi terhadap palpebra yang meradang, tampak hilangnya kelenjar, dan dilatasi kistik dari duktus meibomian Film air mata menjadi berminyak dan bebusa, dengan busa yang terakumulasi pada margo palpebra maupun kantus medial. Adanya perubahan sekunder berupa konjungtivitis papiler dan erosi epitel kornea di bagian sentral. 2.4.3 Terapi Seperti halnya blepharitis anterior, pada blepharitis posterior kesembuhan permanen sangat sulit dicapai. Meskipun remisi dapat terjadi, namun rekurensi masih sangat mungkin terjadi, terutama bila terapi dihentikan. a. Tindakan Higienitas Palpebra Kompres hangat dan higienitas palpebra seperti halnya pada blepharitis anterior, kecuali tindakan pemijatan kelenjar meibom untuk mengeluarkan secret yang tertahan dianggap kurang bermanfaat. Kompres hangat berguna untuk mencairkan secret yang mengeras, sehingga lebih mudah terdrainasi, sehingga mengurangi jumlah sekret yang mengiritasi kelenjar. b. Tetrasiklin Sistemik Merupakan terapi utama dalam penatalaksanaan blepharitis posterior. Penggunaan antibiotika golongan ini didasarkan pada kemampuan agen ini dalam menghambat pembentukan produk lipase stafilokokus. Namun agen ini
7

tidak boleh digunakan pada anak-anak dibaah umur 12 tahun dan anita hamil maupun menyusui, karena agen ini terakumulasi di tulang dan gigi (akibat terikat oleh kalsium) sehingga sangat mungkin menyebakan perubahan arna gigi dan hipoplasia gigi. Antibiotika golongan ini tersedia dalam bentuk : Tetrasiklin 4 x 250 mg selama 1 minggu pertama, selanjutnya 2 x 250 mg selama 6-12 minggu berikutnya. Doksisiklin 2 x 100 mg selama 1 minggu pertama, dilanjutkan dengan pemberian sebanyak 1 x 100 mg selama 6-12 minggu berikutnya. Minosiklin 1 x 100 mg selama 6-12 minggu.

c. Eritromisin atau azitromisin digunakan sebagai pengganti golongan tetrasiklin apabila terdapat kontraindikasi penggunaan, namun efektifitasnya tidak sebaik golongan tetrasiklin. 2.3.4 Komplikasi Pada kasus blepharitis posterior dapat terjadi sejumlah kondisi penyulit, seperti : a. Pembentukan khalazion yang dapat bersifat rekuren b. Instabilitas film air mata pada sekitar 30% pasien. Keadaan ini dapat merupakan akibat ketidakseimbangan antara komponen air dan lemak, sehingga meningkatkan penguapan film air mata c. Konjungtivitis papiler dan erosi epitel kornea inferior

You might also like