You are on page 1of 13

UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 SATERA Oleh: Ni Ketut Ari Sulastri NIM: 8235797 ABSTRAK

Sekolah adalah salah satu institusi yang mempunyai fungsi srategis dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia. Sebab sekolah adalah lingkungan hidup anak untuk mendapatkan pendidikan yang terprogram dan sistematis. Sebagai instutusi pendidikan, Sejak berdirinya SDN 3 Satera menghadapi berbagai kendala/hambatan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan yang datang dari internal maupun eksternal sekolah. Rekonstruksi strategi merupakan langkah yang mesti dilakukan agar usaha peningkangkatan mutu lebih efektif dan terarah. Kata-kata kunci : Kompetensi, Kualifikasi, Koordinasi. Kolaborasi

PENDAHULUAN Sejak pendiri Negara Republik Indonesia sepakat untuk mendirikan sebuah negara yang merdeka, pendidikan menduduki posisi penting yang menjadi prioritas pembangunan negara ini. Dengan dimasukkan kalimat dengan mencerdaskan kehidupan bangsa dipembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan bukti keseriusan para pendiri negara ini dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang mempunyai harkat dan martabat yang tinggi. Kemudian komitmen tersebut dituangkan dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 32 ayat 1 yang berbunyi bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Fokus dari dari UUD 1945 tersebut adalah peningkatan sumber daya manusia Indonesia agar menjadi manusia yang punya harkat dan martabat yang mulia, bebas dari belenggu kebodohan. Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka rujukannya adalah kualitas pendidikan. Sekolah Dasar Negeri 3 Satera merupakan salah satu organisasi pendidikan yang berupaya untuk meningkatkan sumberdaya manusia dalam rangka mengantar pada tujuan nasional. Namun dalam perjalanannya, SDN 3 banyak mengalami hambatan. Hambatan tersebut datang bukan hanya dari internal sekolah melainkan juga dari eksternal sekolah. Oleh

karena itu dalam tulisan berikutnya akan dikemukan upaya-upaya yang akan dilakukan dalam meningkatkan mutu pendidikan di SDN 3 Satera.

TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan artikel ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui gambaran nyata mutu pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 3 Satera. 2) Untuk merumuskan langkah-langkah konkret dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 3 Satera.

POTRET MUTU SEKOLAH DASAR NEGERI 3 SATERA Membahas tentang potret mutu Sekolah Dasar Negeri 3 Satera, selayaknya kita memandang potret mutu pendidikan sekolah dasar di Indonesia saat ini khususnya daerah pedesaan. Berbagai kendala dan hambatan peningkatan mutu pendidikan sekolah dasar tidak terlepas dari berbagai permasalahan mutu pendidikan sekolah dasar secara umum yang berakar pada mutu manajerial para pemimpin lembaga pendidikan, mutu guru, relevansi kurikulum, ketebatasan dana, sarana prasarana, fasilitas pendidikan dan yang tak kalah pentingnya kurangnya faktor dukungan dari pihak-pihak yang terkait dalam hal ini stakeholders pendidikan. Selama dua dasawarsa sejak didirikannya tahun 1980, Sekolah Dasar Negeri 3 Satera telah dipimpin oleh 5 orang kepala sekolah yang tingkat pendidikannya hanya tingkat diploma. Ini membuktikan tingkat pendidikan kepala sekolah belum memenuhi standar kepala sekolah yang seharusnya minimal strata satu. Hal ini mempengaruhi kompetensi kepala sekolah tentang manajemen sekolah, ditambah dengan minimnya frekuensi keikutsertaan kepala sekolah dalam pendidikan dan pelatihan (diklat) tentang pengelolaan sekolah, sehingga sering terjadi salah penafsiran terhadap kebijakan pemerintah. Selanjutnya gambaran tentang kualitas (mutu) guru juga menjadi alasan terhadap tersendatnya peningkatan mutu Sekolah Dasar Negeri 3 Satera. Kebanyakan guru-guru yang mengajar disekolah tersebut adalah guru-guru yang direkrut hanya untuk mengisi kebutuhan sekolah setempat tanpa melihat kualitas

guru tersebut. Sehingga motivasi guru terhadap peningkatan mutu sangat rendah. Kurangnya disiplin, jam mengajar kurang, apatis, skeptis dan pemuja status quo adalah sikap yang biasa terjadi dalam proses belajar mengajar di SDN 3 Satera. Disamping itu kualifikasi tingkat pendidikan sebagian besar guru belum memenuhi standar nasional pendidikan yakni minimal S1. Hal lain yang sering menjadi kendala peningkatan mutu di SDN 3 Satera adalah relevansi kurikulum. Kekurangsiapan guru dalam menerima perubahan kurikulum yang hampir setiap dua tahun. Perubahan tersebut menimbulkan kepanikan dalam mengaplikasikannya di sekolah Padahal prinsip-prinsip perubahan kurikulum tersebut adalah lumrah terjadi mengingat filsafat pendidikan di Indonesia menganut paham progresivisme. Selain itu keterbatasan dana menjadi masalah cukup mendasar dalam upaya peningkatan mutu di SDN 3 Satera ditambah dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tidak memungkinkan untuk dapat berpartisipasi dalam mengatasi keterbatasan dana tersebut. Kebijakan daerah yang menggratiskan siswa untuk mendapatkan pendidikan di SD menjadi hal yang sangat kontradiksi mengingat subsidi pemerintah daerah tidak berbanding lurus dengan kebutuhan sekolah. Disamping itu, sarana dan prasarana ataupun fasilitas pendidikan yang juga menjadi salah satu faktor rendahnya mutu SDN 3 Satera. Topografi sekolah yang berada di daerah pinggir (suburb) Kecamatan Kintamani kurang mendapat perhatian dari stakeholder pendidikan. Bangunan sekolah yang ada merupakan bangunan yang sudah berusia senja. Beberapa ruang kelas yang sudah tidak layak pakai. Apalagi sarana pendidikan yang ada sudah banyak yang rusak, usang dan tidak sesuai lagi dengan kebutuhan sekolahan saat ini.

MUTU SEKOLAH DASAR NEGERI 3 SATERA YANG DIHARAPKAN Berbicara tentang mutu sekolah yang diharapkan, tentulah kita akan menginginkan sesuatu yang ideal. Ideal maksudnya memenuhi standar yang sesuai dengan kebutuhan minimal sekolah yang dikategorikan bermutu. Kepemimpinan sekolah yang ideal adalah kepala sekolah memenuhi standar kompentensi kepala sekolah. Kedepannya SDN 3 Satera memiliki kepala sekolah

yang sudah S2 dan mempunyai kemampuan manajerial sekolah dengan baik serta mempunyai peranan sebagai educator, manager, administrator supervisor, leader, inovator dan motivator. Selanjutnya nantinya SDN 3 Satera diharapkan mempunyai tenagatenaga pendidik yang memiliki kualifikasi akademik (S1) dan sudah disertifikasi serta memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesionalitas dan sosial. yang tidak sekedar mengajar akan tetapi juga mempunyai motivasi tinggi terhadap peningkatan mutu sekolah. Program pengembangan kurikulum yang merupakan salah satu aspek penting dalam proses pendidikan di SDN di harapkan secepatnya dapat memberikan pedoman dan arahan yang jelas bagi pelaksanaan di lapangan. Adanya titik temu antara dikotomi sentralistik dan desentralistik tentang kurikulum pendidikan Dengan demikian sekolah sebagai lembaga pelaksana kurikulum pendidikan tidak dibuat kebingungan terhadap perubahan kurikulum tersebut Partisipasi masyarakat terhadap keterbatasan dana pendidikan di SDN 3 Satera dapat terpenuhi. Hal ini tentunya ada hubungan baik antara pihak sekolah dengan masyarakat khususnya para orang tua murid sebagai pengguna jasa pendidikan. Dari segi sarana dan prasarana di SDN 3 Satera diharapkan telah memenuhi standar yang diamanatkan PP No.19 tahun 2005. Dengan demikian adanya sarana dan prasarana tersebut secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi mutu pendidikan di SDN 3 Satera.

PEMBAHASAN A. Konsep Tentang Mutu Definisi mutu itu beragam tergantung individu yang memaknainya. Menurut Deming mutu ialah kesesuain dengan kebutuhan pasar, menurut Juran mutu adalah kecocokan dengan produk, Crosby mengartikan mutu kesesuaian dengan yang disyaratkan. Menurut Husaini Usman mutu adalah tingkat keunggulan. Jadi mutu merupakan keinginan pelanggan, mutu yang tinggi merupakan kunci untuk suatu rasa kebanggaan, tingkat produktivitas dan cermin

kemampuan dalam penghasilan. Di mana tujuan mutu harus merupakan produk dan jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi pelanggannya. Mutu dalam pendidikan bukanlah barang akan tetapi layanan, di mana mutu harus dapat memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan semua pihak/pemakai dengan fokus utamanya terletak pada peserta didik (leaners). Mutu pendidikan berkembang seirama dengan tuntutan kebutuhan hasil pendidikan (output) yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia.

B. Aspek dan Indikator Mutu Dalam pengelolaan sekolah yang efektif dan berorientasi pada mutu pendidikan memerlukan suatu komitmen yang penuh kesungguhan dalam peningkatan mutu, berjangka panjang (human investment) dan membutuhkan penggunaan peralatan dan teknik-teknik tertentu. Komitmen tersebut harus didukung oleh dedikasi yang tinggi terhadap mutu melalui penyempurnaan proses yang berkelanjutan oleh semua pihak yang terlibat yang dikenal dengan istilah MMT (Manajemen Mutu Terpadu). MMT sering disebut sebagai manajemen yang didukung oleh sejumlah fakta dan data yang relevan dan utuh, artinya data dan fakta tersebut benar dan bukan hasil rekayasa yang dibuat untuk memenuhi kepentingan satu pihak atau persyaratan tertentu. Ketika aspek-aspek dan indikator pengelolaan lembaga pendidikan dapat dijalankan dan diarahkan ke sebuah mutu yang tinggi. Maka keberhasilan dari pencapaian mutu tersebut harus merupakan integrasi dari semua keinginan dan partisipasi stakeholder (semua yang berkepentingan) dalam pencapaian hasil akhirnya.

C. Strategi Pengembangan Mutu Kekuatan dalam perubahan memperlihatkan fenomena yang terus berkelanjutan dalam pemenuhan akan perubahan tersebut. Akhirnya akan mendorong dalam upaya pemilihan strategi yang dapat diterapkan pada kondisikondisi yang terduga maupun tak terduga yang kemudian muncul.

Keberhasilan strategi sangat bergantung pada kemampuan dalam kepemimpinan untuk membangun komitmen, menghubungkan strategi dan visi yang tetap, mengatur sumber-sumber yang mendukung terlaksananya strategi.

Alat/media dasar yang akan bermanfaat dalam menguji posisi sekolah sekarang dalam kerangka penentuan strategi. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan analisis SWOT. Analisis SWOT, kepanjangan dari S = strength artinya kekuatan, W = weaknesess artinya kelemahan, O = opportunitiy, artinya peluang/ kesempatan, dan T = Threat artinya ancaman. Tujuan analisis ini untuk mengetahui posisi sekolah, apakah sudah maju atau masih tertinggal dalam mutu pendidikannnya. Sedangkan faktor-faktor yang dianalisis seperti tertuang berikut ini. a) Kepemimpinan Mutu Sekolah Dasar Dalam rangka perubahan dan transformasi diperlukan seorang pemimpin yang memiliki mental kuat dan prima, mampu mengatasi masalah dan tantangan, memiliki visi, dan berani mencoba inovasi. Kepemimpinan merupakan sumber daya yang paling pokok dalam organisasi dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan juga merupakan pola hubungan dan bentuk kerja sama antara orang-orang yang dinamis. Kepemimpinan juga harus mampu memberikan arah rangsangan kepada kelompoknya, demi kemajuan organisasi.

Menurut Sallis dengan mengutip pendapat Peter dan Austin pemimpin pendidikan membutuhkan perspektif-perspektif sebagai berikut: (a) visi dan simbol-simbol. Kepala sekolah harus mengkomunikasikan nilai-nilai institusi kepada staf, siswa dan kepada komunitas yang lebih luas, (b) menerapka MBWA (management by walking about), (c) membuat slogan Untuk Para Pelajar sama dengan dekat dengan pelanggan dalam pendidikan, (d) otonomi, eksperimentasi dan antisipasi terhadap kegagalan, (e) menciptakan rasa kekeluargaan, dan (f) ketulusan, kesabaran, semangat intensitas dan antusiasme yang merupakan sifat esensial yang dibutuhkan pemimpin pendidikan. . Sementara itu dalam PP No.19 disebutkan bahwa pemimpin sekolah, harus memiliki kompetensi sebagai berikut: (a) Memiliki kualifikasi sebagai pendidik (Pasal 28), (b) memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan (Pasal 38), (c) Memiliki kualifikasi sebagai pengawas (Pasal 39), (d) Memiliki

kemampuan mengelola dan melaksanakan satuan pendidikan (Pasal 49), (f) Memiliki kemampuan menyusun program (Pasal 52), (g) Memiliki kemampuan menyusun perencanaan (Pasal 53). b) Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik Sekolah Dasar Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa guru mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan mutu. Didalam PP No. 19 tahun 2005 Bab VI pasal 28 ayat 1 disebutkan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional. Kemudian pada pasal 29 ayat 2 dijelaskan bahwa pendidik pada tingkat SD/MI atau bentuk lain yang sederajad memiliki (a) kulaifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat(D-IV) atau sarjana S1, (b) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi; dan (c) sertifikat profesi guru untuk SD/MI. c) Peningkatan Mutu Kurikulum Sekolah Dasar Kurikulum adalah sarana dari suatu sistem pendidikan. Suryosubroto menyebutkan bahwa kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh anak didiknya, baik dilakukan didalam sekolah maupun didalam sekolah. Banyak persepsi yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rencana pendidikan dan pengajaran atau program pendidikan. Seringkali kurikulum hanya terdiri dari mata pelajaran tertentu yang menyampaikan kebudayaan tempoe doeloe yang hanya menyadur dari buku-buku pelajaran tertentu yang dipandang baik bagi kurikulum. Namun dibalik itu anak didik hanya diajak untuk menelusuri daya imajinatif dengan mengabaikan pengalaman-pengalaman inderawi anak didik Hal tersebut akan membatasi pengalaman anak kepada situasi belajar didalam kelas dan tidak menghiraukan pengalaman-pengalaman edukatif diluar kelas. Menurut PP No.25 Tahun 2000 tentang kebijakan kurikulum adalah menetapkan standar nasional yang kemudian dijelaskan dalam GBHN 1999 pemerintah melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk kurikulum berupa diversivikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik,

penyusunan kurikulum yang berlaku nasional (kurikulum nasional) dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat (kurikulum muatan lokal).

Melihat keragaman potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam serta kebhinekaan bangsa kita, kurikulum yang uniform akan tidak sesuai kebutuhan masyarakat. Fleksibilitas kurikulum; dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi merupakan suatu tuntutan. Pada pendidikan dasar tentu ada kurikulum inti demi untuk memupuk kesatuan bangsa dan memperkuat ketahanan nasional, begitu pula pada pendidikan menengah dan tinggi. Otonomi pendidikan tinggi kita mulai sekarang akan marak dalam masyarakat industri. Suatu hal yang perlu diperhatikan ialah beban kurikulum sekolah kita terkenal sangat sarat dengan berbagai macam mata pelajaran sehingga sangat mendera peserta didik. Dalam era informasi hal ini menjadi berlebihan (redundant). Proliferasi ilmu bukan berarti penanambahan beban kurikulum seperti yang akan dibicarakan nanti, yang diperlukan ialah bagaiman cara kita dapat menguasai informasi sebanyak dan setepat mungkin. d) Pembiayaan Mutu Sekolah Dasar Dari segi pembiayaan pendidikan, merujuk dari PP No.19 tahun 2005 pasal 62 yang menyebutkan bahwa standar pembiayaan sebagai berikut; 1) Pembiayaan pendidikan terdiri dari atas biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal, 2) Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. 3) Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan, 4) Biaya operasi satuan pendidikan meliputi; (a) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, (b) Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan (c) Biaya operasional pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi dan lain sebagainya.

e) Sarana dan Prasarana Pendidikan Dari segi sarana dan prasarana standar yang diamanatkan PP No.19 tahun 2005 pasal 42 yang menyebutkan bahwa standar sarana dan prasarana sebagai berikut: i. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabotan, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan peralatan lain yang menunjang proses belajar yang teratur dan berkelanjutan. ii. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang laboratorium, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat ibadah, tempat bermain, tempat rekreasi, dan tempat lain yang menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

D. Pangawasan Mutu Pengawasan mutu produk barang tampaknya lebih mudah karena dapat dilihat dan diraba (tangible). Pemeriksaan mutu barang dapat dilakukan oleh ahli di bidangnya. Barang-barang yang akan dipasarkan terhindar dari kerusakan (zero defect). Tujuan akhir dari pemeriksaan ini agar produk barang yang dipasarkan dapat memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan. Pengawasan mutu pendidikan dapat dilaksanakan sejak input/masukan (siswa) masuk sekolah, mengikuti proses belajar mengajar di sekolah dan hingga menjadi lulusan dengan berbagai kompetensi yang dimilikinya.

Untuk melihat perkembangan mutu pendidikan di sekolah, kepala sekolah dan staf guru-gurunya dapat (a) memanfaatkan data yang ada di sekolah yang berhubungan dengan mutu sekolah dan mengolahnya menjadi diagram, (b) brainstorming (tukar pikiran), (c) menggunakan statistik mutu (statistical process control) yang memuat informasi tentang rata-rata mutu pendidikan, standar deviasi/simpangan baku dari mutu pendidikan di sekolah. Guru sebagai pelaksana utama pendidikan di sekolah diharapkan memiliki wawasan mutu pembelajaran yang baru diterapkan dalam PBM di kelasnya. Langkah ini merupakan pendekatan mutu proses dan secara langsung

akan mendukung mutu produk/mutu akhir pendidikan berupa lulusan yang bermutu.

E. Teknik Kendali Mutu Keberhasilan lembaga persekolahan dapat dilihat dari sudut dan tingkat kepuasan dari pelanggannya, yaitu pelanggan sekolah yang dikategorikan pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Hal ini memberikan arti bahwa ukuran sebuah keberhasilan sekolah dapat dilihat dari layanan yang diberikannya. Apakah layanan yang diberikan itu berada pada taraf yang sama atau sesuai dengan harapan pelanggan atau bahkan melebihi, seperti apa yang diharapkan oleh pelanggannya dengan menggunakan teknik total quality control (TQC). Menurut Husaini TQC berarti system. Sistem artinya apabila salah satu subsistem lemah maka keseluruhan sistem akan menjadi lemah. Gugus Kendali Mutu atau Quality Control Circle (QCC) adalah salah satu teknik dalam upaya pengendalian mutu sekolah, di mana kelompok-kelompok personel sekolah melakukan kegiatan pengendalian dan peningkatan mutu secara teratur, sukarela dan berkesinambungan melalui penerapan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengendalian mutu. Selain teknik tersebut, dapat pula dilaksanakan teknik pengawasan mutu yang berdasarkan data seperti checklist, diagram, grafik, diagram sebab akibat, brainstorming, dan statistical process control.

F. Strategi Kendali Mutu Pengendalian mutu dapat diartikan sebagai proses manajerial yang di dalamnya terkandung hal-hal (1) melakukan evaluasi terhadap kinerja nyata, (2) proses membandingkan kinerja nyata dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan (3) melakukan tindakan-tindakan/aksi-aksi atas perbedaan-perbedaan yang dapat ditemukan. Dalam pelaksanaan pengendalian mutu, strategi pengendalian mutu ke arah peningkatan mutu pendidikan secara implementatif pengawasan/

pengendaliannya diarahkan pada optimalisasi komponen pendidikan. Tujuannya adalah mendorong kearah terciptanya situasi yang kondusif dalam meningkatkan

10

mutu proses belajar mengajar. Komponen-komponen yang terkait dengan hal tersebut di atas adalah (a) komponen input manajemen, (b) komponen proses pendidikan, (c) komponen murid, dan (d) komponen hasil belajar.

PEMECAHAN MASALAH Dari uraian berbagai uraian diatas dapatlah dikemukakan sebagai berikut: 1. Isu pokok yang dirumuskan a. Kepemimpinan sekolah yang belum optimal. b. Kualitas guru yang belum memenuhi standar nasional pendidikan. c. Pengembangan kurikulum yang belum maksimal. d. Pengalokasian dana pendidikan belum terpenuhi. e. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai 2. Analisis SWOT (Analisis Medan Kekuatan) a. Kekuatan (strength) a) Memiliki potensi berubahnya posisi kepemimpinan sekolah baru mengingat masa jabatan kepala sekolah yang hampir habis. b) Beberapa guru sudah mulai melanjutkan kuliah kejenjang strata satu. c) Beberapa guru sudah pernah mengikuti pelatihan KTSP. d) Adanya subsidi pendidikan baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah. b. Kelemahan (Weakness) a) Resiko kehilangan guru berpengalaman karena akibat memasuki masa pensiun. b) Sikap guru yang kurang merespons terhadap adanya pelatihan KTSP. c) Anggaran belanja yang belum mencukupi. d) Sarana dan prasarana dalam kondisi yang sudah tua c. Peluang (Oppurtunity) a) UU 19 tahun 2005 yang mengharuskan guru untuk mendapatkan kualifikasi pendidikan strata satu serta terbukanya peluang untuk sertifikasi guru. b) Banyaknya peluang untuk mengikuti pelatihan pengembangan kurikulum.

11

c) Dianggarkannya pembangunan sarana dan prasarana sekolah pada akhir tahun 2008. d. Tantangan (Threat) a) Partisipasi masyarakat khususnya orang tua murid terhadap

pembiayaan pendidikan kurang. b) Adanya ketimpangan pembangunan antara sekolah daerah pinggiran kota (suburb) dan daerah kota 3. Alternatif langkah-langkah Pemecahan Persoalan Dari berbagai uraian tentang potret mutu Sekolah Dasar Negeri 3 Satera sekarang dan kondisi yang diharapkan serta dari hasil analisis SWOT, maka dapatlah dikemukakan arternatif-alternatif pemecahan masalah sebagai berikut. a. Perlunya meningkatkan kulifikasi akademik kepala sekolah dari diploma II ke jenjang S1 dan seterusnya melanjutkan ke S2. Hal ini penting dilakukan mengingat banyak hal yang bisa diperoleh dari S2 terutama disiplin ilmu yang berhubungan dengan manajemen sekolah. Kepemimpinan sekolah juga harus mampu merumuskan visi dan misi sekolah agar target perbaikan mutu lebih terencana dan terarah. b. Perlunya perbaikan mutu tenaga edukasi dengan mensupport guru yang belum Sarjana S1 untuk kuliah serta menambah frekuensi pelatihan dan pendidikan (Diklat) yang berhubungan dengan 4 kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesionalitas dan kompetensi sosial. seperti a) Mengadakan ws KTSP, b) Mengirimkan ws KTSP, c) Magang disekolah lain, d) IHT disekolahnya sendiri, e) PTK, f) Mengikutkan guru pada MGMP. c. Perlunya pendekatan birokratis kepada seluruh stakeholders pendidikan dalam upaya perbaikan sampras sekolah yang sudah tidak layak lagi. Pendekatan birokratis tersebut dilakukan supaya stakeholders pendidikan bisa merumuskan, memprogramkan serta menganggarkan perbaikan sampras di 3 Satera mengingat perbaikan sampras tersebut merupakan hal yang mendesak. d. Perlu sosialisasi ke masyarakat tentang MBS terutama keikutertaan atau partisipasi masyarakat tentang pembiayaan pendidikan yang tidak mungkin

12

hanya mengharapkan subsidi pemerintah yang tidak mencukupi seluruh kebutuhan sekolah.

KESIMPULAN Dari berbagai uraian diatas, maka dapatlah disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1) Mutu dalam pendidikan bukanlah barang akan tetapi layanan, di mana mutu harus dapat memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan semua pihak/pemakai dengan fokus utamanya terletak pada peserta didik (leaners). 2) Kondisi mutu SDN 3 Satera yang belum memenuhi standar nasional pendidikan tentunya harus diperbaiki. Semua komponen yang terlibat baik dari internal sekolah maupun eksternal sekolah harus libatkan agar target mutu pendidikan di SDN 3 Satera bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA Sagala, Syaiful. 2007. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sallis Edward. 2006. Total Quality Management In Education. Yogyakarta: Ircisod. Suryosubroto, B. 2004. Manajemen Pendidikan Sekolah. Jakarta:Rineka Cipta. Tilaar, H. A. R. 2003. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tony Bush & Marianne Coleman. 2008. Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan. Yogyakarta: Ircisod. Usman, Husaini. 2006. Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. , PP.No.19 Tahun 2005, Jakarta: BP Dharma Bhakti , Standar Kompetensi Kepala Sekolah, 2006, Jakarta: BP Dharma Bhakti

13

You might also like