You are on page 1of 65

Modul 2

DAFTAR ISI
BAB 4 DIODA .......................................................................................................... 3 4.1. 4.2. Tujuan Perkuliahan : .................................................................................... 3 Outline Pembahasan : .................................................................................. 3

4.2.1. PN Junction .................................................................................................. 4 4.2.2. Karakteristik Diode ...................................................................................... 6 4.2.3. LED ............................................................................................................... 7 4.2.4. LED Display ................................................................................................... 9 4.2.5. Diode Zener ................................................................................................ 10 4.2.6. CATU DAYA ................................................................................................ 11 4.2.7. REGULATOR TEGANGAN ............................................................................ 18 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 5.1. 5.2. RANGKUMAN ............................................................................................. 23 REFERENSI .................................................................................................. 24 LATIHAN SOAL ............................................................................................ 25 JAWABAN ................................................................................................... 26 Tujuan Perkuliahan : .................................................................................. 27 Outline Pembahasan : ................................................................................ 27

Bab 5 THYRISTOR (SCR, TRIAC, DIAC) ................................................................... 27

5.2.1. Prinsip kerja dan karakteristik Tyristor ...................................................... 28 5.2.2. SCR ............................................................................................................. 30 5.2.3. TRIAC .......................................................................................................... 33 5.2.4. DIAC ........................................................................................................... 35 5.3. 5.4. 5.5. 5.6. 6.1. 6.2. RANGKUMAN ............................................................................................. 38 REFERENSI .................................................................................................. 39 LATIHAN SOAL ............................................................................................ 40 JAWABAN ................................................................................................... 41 Tujuan Perkuliahan : .................................................................................. 42 Outline Pembahasan : ................................................................................ 42

BAB 6 TRANSISTOR ............................................................................................... 42

6.2.1. Pembiasan Arus pada Transistor ................................................................ 44 6.2.2. Parameter-parameter ................................................................................ 45 6.2.3. Kurva Karakteristik ..................................................................................... 47
1

Modul 2 6.2.4. Datasheet transistor .................................................................................. 51 6.2.5. Transistor sebagai saklar ............................................................................ 55 6.2.6. Transistor sebagai penguat (Amplifier) ...................................................... 56 6.3. 6.4. 6.5. 6.6. RANGKUMAN ............................................................................................. 62 REFERENSI .................................................................................................. 63 LATIHAN SOAL ............................................................................................ 64 JAWABAN ................................................................................................... 65

Modul 2 BAB 4

DIODA
4.1. Tujuan Perkuliahan : Memberikan penjelasan kepada mahasiswa mengenai komponen dioda, macam-macam dioda, karakteristik dan aplikasi dalam rangkaian elektronika. 4.2. Outline Pembahasan : 1. Junction PN 2. Karakteristik dioda 3. LED 4. LED display 5. Dioda zenner 6. Catu daya 7. Regulator tegangan

Modul 2 4.2.1. PN Junction Dioda memiliki fungsi yang unik yaitu hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja. Struktur dioda tidak lain adalah sambungan semikonduktor P dan N. Satu sisi semikonduktor dengan tipe P dan satu sisinya yang lain adalah tipe N. Dengan struktur demikian arus hanya akan dapat mengalir dari sisi P menuju sisi N.

Diode Germanium

Diode Silikon

Gambar 4.1. Simbol dan struktur dioda

Gambar ilustrasi di atas menunjukkan sambungan PN dengan sedikit porsi kecil yang disebut lapisan deplesi (depletion layer), dimana terdapat keseimbangan hole dan elektron. Seperti yang sudah diketahui, pada sisi P banyak terbentuk hole-hole yang siap menerima elektron sedangkan di sisi N banyak terdapat elektron-elektron bebas. Jika diberi tegangan dengan potensial sisi P lebih besar dari sisi N ( forward bias), maka terjadi aliran elektron dari sisi N tergerak untuk mengisi hole di sisi P. Kalau mengunakan terminologi arus listrik, maka dikatakan terjadi aliran listrik dari sisi P ke sisi N.

Gambar 4.2. dioda dengan bias maju

Sebalikya apakah yang terjadi jika polaritas tegangan dibalik yaitu dengan memberikan bias negatif (reverse bias). Dalam hal ini, sisi N mendapat polaritas tegangan lebih besar dari sisi P.

Modul 2

Gambar 4.3. dioda dengan bias negatif Tentu jawabanya adalah tidak akan terjadi perpindahan elektron atau aliran hole dari P ke N maupun sebaliknya. Karena baik hole dan elektron masing-masing tertarik ke arah kutup berlawanan. Bahkan lapisan deplesi (depletion layer) semakin besar dan menghalangi terjadinya arus. Dengan demikian Diode hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja. Dengan tegangan bias maju yang kecil saja dioda sudah menjadi konduktor. Tegangan yang kecil tersebut disebabkan adanya lapisan penyekat (depletion layer) Untuk dioda yang terbuat dari bahan Silikon tegangan konduksi adalah diatas 0.7 volt. Sedangkan untuk Germanium sekitar 0.3 volt. Konstruksi n p Gambar 4.4. PN Junction dari diode

Modul 2 4.2.2. Karakteristik Diode

Gambar 4.5. karakteristik PN Junction (=Dioda)


6

Modul 2 Dari gambar karakteristik diode terlihat bahwa bila diode diberi tegangan dengan arah maju lebih besar dari tegangan konduksi (Vf), maka akan ada arus yang besar sekali melewati rangkaian diode tersebut diode akan konduksi seperti switch dalam kondisi on atau short circuit, hal ini akan merusakkan komponen diode atau komponen lain yang tidak mampu dilalui arus besar. Untuk itu maka pada rangkaian diode selalui ditambahkan tahanan pembatas arus yang dipasang seri dengan diode. Aplikasi diode Aplikasi diode dalam rangkaian elektronika banyak sekali, antara lain : untuk rectifier (adaptor), proteksi arus balik pada pengendali motor ( freewheel), proteksi arus kejut pada transistor penggerak relay, dsb. Contoh berikut penggunaan diode sebagai proteksi pada rangkaian relay. Arus yang besar terjadi pada saat posisi relay dari on menjadi off. Pada kondisi tersebut masih terdapat muatan arus pada coil relay. Untuk menjaga kontinyuitas arus pada relay, arus tersebut dilewatkan pada diode yang terpasang dengan posisi terbalik parallel dengan coil relay.

Gambar 4.6. Penerapan dioda sebagai proteksi arus balik (freewheel)

4.2.3. LED LED adalah singkatan dari Light Emiting Dioda, merupakan komponen yang dapat mengeluarkan emisi cahaya. LED merupakan produk temuan lain setelah dioda. Strukturnya juga sama dengan dioda, tetapi belakangan ditemukan bahwa elektron yang menembus sambungan P-N juga melepaskan energi berupa energi panas dan
7

Modul 2 energi cahaya. Untuk mendapatkan emisi cahaya pada semikonduktor, doping yang dipakai adalah galium, arsenic dan phosporus. Jenis doping yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula.

Gambar 4.7. Simbol LED Warna-warna cahaya LED umumnya adalah warna merah, kuning dan hijau, tetapi sekarang ini sudah banyak warna-warna LED yang lain biru, ungu dengan pancaran yang kuat (super bright). Dalam memilih LED selain warna, perlu diperhatikan tegangan kerja, arus maksimum dan disipasi daya-nya. Tabel berikut macam-macam warna LED dan karakteristiknya

Tabel karakteristik beberapa type PED


Type Standard Standard Colour Red Bright r 30mA e d Yellow Green Blue Red Red 30mA 25mA 30mA 30mA 30mA 2.0V 2.5V 5V 80mcd @ 10mA 32mcd @ 10mA 32mcd @ 10mA 60mcd @ 20mA 500mcd @ 20mA 5mcd @ 2mA 60 625nm IF max. 30mA VF typ. VF max. VR max. 1.7V 2.1V 5V Luminous intensity 5mcd @ 10mA Viewing angle 60 Wavelength 660nm

Standard Standard High intensity Super bright Low current

2.1V 2.2V 4.5V 1.85V 1.7V

2.5V 2.5V 5.5V 2.5V 2.0V

5V 5V 5V 5V 5V

60 60 50 60 60

590nm 565nm 430nm 660nm 625nm

Modul 2 Rumah (chasing) LED dan bentuknya juga bermacam-macam, ada yang persegi empat, bulat dan lonjong. Ada pula LED yang memiliki 2 warna (merah dan hijau), memiliki 3 kaki A1, A2 dan K dengan konstruksi seperti pada gambar dibawah :

Gambar 4.8. LED dengan 2 warna Menghitung nilai tahanan pada LED LED dalam aplikasinya harus diberi tahanan pembatas arus yang dipasang seri dengan LED seperti pada gambar dibawah : Dimana : VS = tegangan sumber VL = tegangan LED (biasanya 2V, 4V untuk LED biru dan putih) I = arus LED, besarnya harus lebih rendah dari yang diijinnkan (misal 20mA)

4.2.4. LED Display LED pada umumnya digunakan sebagai lampu indikator on/off, atau memberikan informasi mengenai kondisi tertentu dari suatu sistem. LED juga digunakan untuk menampilkan angka atau display digital atau dot matriks seperti pada gambar dibawah ini. Beberapa LED tersusun sedemikian rupa membentuk digit dengan kaki Anoda/Katoda menjadi satu sebagai common

Modul 2

a. Bargraph

b. 7-segment

c. Alphanumeric

d.Dot Matrix

Gambar 4.9. macam display dari LED 4.2.5. Diode Zener Diode ini terbentuk dari pertemuan PN Silikon yang di desain khusus untuk dipakai dalam daerah breakdown sebagai regulator tegangan dan tegangan referensi. Pada forward bias diode zener mempunyai karakteistik seperti diode biasa, tetapi pada reverse bias mempunyai resistansi sangat tinggi sampai tegangan tembus terlampaui (Vz). Pada saat tegangan tembus terlampaui resistansi akan jatuh dan terjadilah peningkatan cepat pada arus terbalik. Selama disipasi daya zener tidak terlampaui, arus terbalik ini tidak akan merusak diode. Ada beberapa Diode Zener dipasaran dengan tegangan Vz 2.7 volt sampai 75 volt, dengan disipasi daya 500mW, 5W dan 20W.

Gambar 4.10. Simbol Zener Diode zenner sebagai regulator tegangan

Gambar 4.11. pembatas arus pada zenner dioda


10

Modul 2 4.2.6. CATU DAYA PrinsipKerja Perangkat elektronika pada umumnya dicatu oleh suplai arus searah DC ( direct current) yang stabil agar dapat bekerja dengan baik. Baterai atau accu adalah sumber catu daya DC yang paling baik. Namun untuk aplikasi yang membutuhkan catu daya lebih besar, sumber dari baterai tidak cukup. Sumber catu daya yang besar adalah sumber bolak-balik AC (alternating current) dari pembangkit tenaga listrik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat catu daya yang dapat mengubah arus AC menjadi DC. Pada tulisan kali ini disajikan prinsip rangkaian catu daya (power supply) linier mulai dari rangkaian penyearah yang paling sederhana sampai pada catu daya yang ter-regulasi. PENYEARAH (RECTIFIER) Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar-1 berikut ini. Transformator diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih rendah pada kumparan sekundernya.

Gambar 4.12. rangkaian penyearah setengah gelombang

11

Modul 2

Gambar 4.13. bentuk gelombang input (warna biru) output (warna merah) Pada rangkaian ini, dioda berperan untuk meneruskan tegangan positif ke beban RL. Ini yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). Untuk mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan transformator dengan center tap (CT) seperti pada gambar-2.

Gambar 4.14. rangkaian full-wave dengan transformator Center Tap (CT)

12

Modul 2

Gambar 4.15. bentuk gelombang input (warna biru) output (warna merah) Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai common ground.. Dengan demikian beban R1 mendapat suplai tegangan gelombang penuh seperti gambar di atas. Untuk beberapa aplikasi seperti misalnya untuk men-catu motor dc yang kecil atau lampu pijar dc, bentuk tegangan seperti ini sudah cukup memadai. Walaupun terlihat di sini tegangan ripple dari kedua rangkaian di atas masih sangat besar.

Gambar 4.16. rangkaian penyearah setengah gelombang dengah filter C

13

Modul 2

Gambar 4.17. bentuk gelombang input (warna biru) output (warna merah) dengan filter kapasitor C yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata. Gambar-4 menunjukkan bentuk keluaran tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor. Garis b-c terjadi akibat pengosongan (discharge) pada kapasitor sebagai fungsi eksponensial. Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus I yang mengalir ke beban R. Jika arus I = 0 (tidak ada beban) maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal. Namun jika beban arus semakin besar, kemiringan kurva b-c akan semakin tajam. Tegangan yang keluar akan berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang besarnya adalah : (1) dan tegangan dc ke beban adalah (2) Rangkaian penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan ripple paling kecil. VL adalah tegangan discharge atau pengosongan kapasitor C, sehingga dapat ditulis : (3)

14

Modul 2 Jika persamaan (3) disubsitusi ke rumus (1), maka diperoleh : (4) Jika T << RC, dapat ditulis : e T/RC = 1 T/RC (5)

sehingga jika ini disubsitusi ke rumus (4) dapat diperoleh persamaan yang lebih sederhana : Vr = VM(T/RC) (6)

VM/R tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara beban arus I dan nilai kapasitor C terhadap tegangan ripple Vr. Perhitungan ini efektif untuk mendapatkan nilai tengangan ripple yang diinginkan. Vr = I T/C (7)

Rumus ini mengatakan, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan ripple akan semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan ripple akan semakin kecil. Untuk penyederhanaan biasanya dianggap T=Tp, yaitu periode satu gelombang sinus dari jala-jala listrik yang frekuensinya 50Hz atau 60Hz. Jika frekuensi jala-jala listrik 50Hz, maka T = Tp = 1/f = 1/50 = 0.02 det. Ini berlaku untuk penyearah setengah gelombang. Untuk penyearah gelombang penuh, tentu saja fekuensi gelombangnya dua kali lipat, sehingga T = 1/2 Tp = 0.01 det. Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan menambahkan kapasitor pada rangkaian gambar 2. Bisa juga dengan menggunakan transformator yang tanpa CT, tetapi dengan merangkai 4 dioda seperti pada gambar-5 berikut ini.

15

Modul 2

Gambar 4.18. rangkaian full-wave dengan bridge rectifier belum dipasang filter

Gambar 4.19. rangkaian full-wave dengan bridge rectifier setelah dipasang filter perata
16

Modul 2

Gambar 4.20. rangkaian full-wave dengan trafo center-tap setelah dipasang filter perata Sebagai contoh, anda mendisain rangkaian penyearah gelombang penuh dari catu jala-jala listrik 220V/50Hz untuk mensuplai beban sebesar 0.5 A. Berapa nilai kapasitor yang diperlukan sehingga rangkaian ini memiliki tegangan ripple yang tidak lebih dari 0.75 Vpp. Jika rumus (7) dibolak-balik maka diperoleh. C = I.T/Vr = (0.5) (0.01)/0.75 = 6600 uF. Untuk kapasitor yang sebesar ini banyak tersedia tipe elco yang memiliki polaritas dan tegangan kerja maksimum tertentu. Tegangan kerja kapasitor yang digunakan harus lebih besar dari tegangan keluaran catu daya. Anda barangkalai sekarang paham mengapa rangkaian audio yang anda buat mendengung, coba periksa kembali rangkaian penyearah catu daya yang anda buat, apakah tegangan ripple ini cukup mengganggu. Jika dipasaran tidak tersedia kapasitor yang demikian besar, tentu bisa dengan memparalel dua atau tiga buah kapasitor.
17

Modul 2 Type diode bridge dapat dilihat seperti pada gambar dibawah:

Gambar 4.21. Variasi diode bridge rectifier

4.2.7. REGULATOR TEGANGAN Rangkaian penyearah sudah cukup bagus jika tegangan ripple-nya kecil, namun ada masalah stabilitas. Jika tegangan PLN naik/turun, maka tegangan outputnya juga akan naik/turun. Seperti rangkaian penyearah di atas, jika arus semakin besar ternyata tegangan dc keluarnya juga ikut turun. Untuk beberapa aplikasi perubahan tegangan ini cukup mengganggu, sehingga diperlukan komponen aktif yang dapat meregulasi tegangan keluaran ini menjadi stabil. Rangkaian regulator yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 6. Pada rangkaian ini, zener bekerja pada daerah breakdown, sehingga menghasilkan tegangan output yang sama dengan tegangan zener atau Vout = Vz. Namun rangkaian ini hanya bermanfaat jika arus beban tidak lebih dari 50mA.

Gambar 4.22. regulator zener


18

Modul 2 Prinsip rangkaian catu daya yang seperti ini disebut shunt regulator, salah satu ciri khasnya adalah komponen regulator yang paralel dengan beban. Ciri lain dari shunt regulator adalah, rentan terhadap short-circuit. Perhatikan jika Vout terhubung singkat (short-circuit) maka arusnya tetap I = Vin/R1. Disamping regulator shunt, ada juga yang disebut dengan regulator seri. Prinsip utama regulator seri seperti rangkaian pada gambar 7 berikut ini. Pada rangkaian ini tegangan keluarannya adalah :

Gambar 4.23. regulator zener follower Vout = VZ + VBE (8)

VBE adalah tegangan base-emitor dari transistor Q1 yang besarnya antara 0.2 - 0.7 volt tergantung dari jenis transistor yang digunakan. Dengan mengabaikan arus I B yang mengalir pada base transistor, dapat dihitung besar tahanan R2 yang diperlukan adalah : R2 = (Vin Vz)/Iz (9)

Iz adalah arus minimum yang diperlukan oleh dioda zener untuk mencapai tegangan breakdown zener tersebut. Besar arus ini dapat diketahui dari datasheet yang besarnya lebih kurang 20 mA. Jika diperlukan catu arus yang lebih besar, tentu perhitungan arus base I B pada rangkaian di atas tidak bisa diabaikan lagi. Dimana seperti yang diketahui, besar
19

Modul 2 arus IC akan berbanding lurus terhadap arus I B atau dirumuskan dengan IC = IB. Untuk keperluan itu, transistor Q1 yang dipakai bisa diganti dengan tansistor darlington yang biasanya memiliki nilai yang cukup besar. Dengan transistor darlington, arus base yang kecil bisa menghasilkan arus IC yang lebih besar. Teknik regulasi yang lebih baik lagi adalah dengan menggunakan Op-Amp untuk men-drive transistor Q, seperti pada rangkaian gambar 8. Dioda zener disini tidak langsung memberi umpan ke transistor Q, melainkan sebagai tegangan referensi bagi Op-Amp IC1. Umpan balik pada pin negatif Op-amp adalah cuplikan dari tegangan keluar regulator, yaitu : Vin(-) = (R2/(R1+R2)) Vout (10)

Jika tegangan keluar Vout menaik, maka tegangan Vin(-) juga akan menaik sampai tegangan ini sama dengan tegangan referensi Vz. Demikian sebaliknya jika tegangan keluar Vout menurun, misalnya karena suplai arus ke beban meningkat, Op-amp akan menjaga kestabilan di titik referensi Vz dengan memberi arus IB ke transistor Q1. Sehingga pada setiap saat Op-amp menjaga kestabilan : Vin(-) = Vz (11)

Gambar 4.24. regulator dengan Op-amp


20

Modul 2 Dengan mengabaikan tegangan VBE transistor Q1 dan mensubsitusi rumus (11) ke dalam rumus (10) maka diperoleh hubungan matematis : Vout = ( (R1+R2)/R2) Vz (12)

Pada rangkaian ini tegangan output dapat diatur dengan mengatur besar R1 dan R2. Sekarang mestinya tidak perlu susah payah lagi mencari op-amp, transistor dan komponen lainnya untuk merealisasikan rangkaian regulator seperti di atas. Karena rangkaian semacam ini sudah dikemas menjadi satu IC regulator tegangan tetap. Saat ini sudah banyak dikenal komponen seri 78XX sebagai regulator tegangan tetap positif dan seri 79XX yang merupakan regulator untuk tegangan tetap negatif. Bahkan komponen ini biasanya sudah dilengkapi dengan pembatas arus ( current limiter) dan juga pembatas suhu (thermal shutdown). Komponen ini hanya tiga pin dan dengan menambah beberapa komponen saja sudah dapat menjadi rangkaian catu daya yang ter-regulasi dengan baik. Misalnya 7805 adalah regulator untuk mendapat tegangan 5 volt, 7812 regulator tegangan 12 volt dan seterusnya. Sedangkan seri 79XX misalnya adalah 7905 dan 7912 yang berturut-turut adalah regulator tegangan negatif 5 dan 12 volt. Selain dari regulator tegangan tetap ada juga IC regulator yang tegangannya dapat diatur. Prinsipnya sama dengan regulator OP-amp yang dikemas dalam satu IC misalnya LM317 untuk regulator variable positif dan LM337 untuk regulator variable negatif. Bedanya resistor R1 dan R2 ada di luar IC, sehingga tegangan keluaran dapat diatur melalui resistor eksternal tersebut. Hanya saja perlu diketahui supaya rangkaian regulator dengan IC tersebut bisa bekerja, tengangan input harus lebih besar dari tegangan output regulatornya. Biasanya perbedaan tegangan Vin terhadap Vout yang direkomendasikan ada di dalam datasheet komponen tersebut. Pemakaian heatshink (aluminium pendingin)

21

Modul 2 dianjurkan jika komponen ini dipakai untuk men-catu arus yang besar. Di dalam datasheet, komponen seperti ini maksimum bisa dilewati arus mencapai 1 A.

Gambar 4.25. regulator dengan IC 78XX / 79XX

22

Modul 2 4.3. RANGKUMAN 1. Bahan Diode Bahan Diode terdiri dari dua jenis yaitu Silicon dan Germanium 2. Menurut fungsinya diode a) Sebagai penyearah b) Sebagai regulator tegangan 3. Untuk penyearah ada beberapa macam a) Half Wave (=Penyearah Setengah Gelombang) b) Full Wave (=Penyearah Gelombang Penuh) terdiri dari Dengan trafomator yang ada Center Tap nya Dengan trafomator tanpa Center Tap (=tunggal sekundernya)

23

Modul 2 4.4. REFERENSI 1. Ganti Dapari, 1990, Pokok Pokok Elektronika, Gramedia Pustaka Umum Jakarta 2. Malvino Albert Paul, 1994, Prinsip-Prinsip Elektronika, Penerbit Erlangga Jakarta 3. Zuhal, 2004, Prinsip Dasar Elektroteknik , Gramedia Pustaka Umum Jakarta

24

Modul 2 4.5. LATIHAN SOAL


1. 2. 3.

Ada berapa jenis diode menurut bahannya ? Menurut fungsinya diode dibagi menjadi berapa uraikan masing-masing ? Ada berapa macam penyearah uraikan ?

25

Modul 2 4.6. JAWABAN

26

Modul 2 Bab 5

THYRISTOR (SCR, TRIAC, DIAC)


5.1. Tujuan Perkuliahan : Memberikan penjelasan kepada mahasiswa mengenai komponen thyristor macam-macam tyristor dan contoh aplikasi.

5.2. Outline Pembahasan : 1. Prinsip kerja dan karakteristik Tyristor 2. SCR 3. TRIAC 4. DIAC

27

Modul 2 5.2.1. Prinsip kerja dan karakteristik Tyristor Thyristor berakar kata dari bahasa Yunani yang berarti pintu'. Dinamakan demikian barangkali karena sifat dari komponen ini yang mirip dengan pintu yang dapat dibuka dan ditutup untuk melewatkan arus listrik. Ada beberapa komponen yang termasuk thyristor antara lain PUT (programmable uni-junction transistor), UJT (uni-junction transistor ), GTO (gate turn off switch), photo SCR dan sebagainya. Namun pada kesempatan ini, yang akan kemukakan adalah komponen-komponen thyristor yang dikenal dengan sebutan SCR (silicon controlled rectifier), TRIAC dan DIAC. Pembaca dapat menyimak lebih jelas bagaimana prinsip kerja serta aplikasinya. Struktur Thyristor Ciri-ciri utama dari sebuah thyristor adalah komponen yang terbuat dari bahan semiconductor silicon. Walaupun bahannya sama, tetapi struktur P-N junction yang dimilikinya lebih kompleks dibanding transistor bipolar atau MOS. Komponen thyristor lebih digunakan sebagai saklar (switch) ketimbang sebagai penguat arus atau tegangan seperti halnya transistor.

Gambar 5.1. Struktur Thyristor Struktur dasar thyristor adalah struktur 4 layer PNPN seperti yang ditunjukkan pada gambar-1a. Jika dipilah, struktur ini dapat dilihat sebagai dua buah
28

Modul 2 struktur junction PNP dan NPN yang tersambung di tengah seperti pada gambar-1b. Ini tidak lain adalah dua buah transistor PNP dan NPN yang tersambung pada masing-masing kolektor dan base. Jika divisualisasikan sebagai transistor Q1 dan Q2, maka struktur thyristor ini dapat diperlihatkan seperti pada gambar-2 yang berikut ini.

Gambar 5.2. visualisasi dengan transistor Terlihat di sini kolektor transistor Q1 tersambung pada base transistor Q2 dan sebaliknya kolektor transistor Q2 tersambung pada base transistor Q1. Rangkaian transistor yang demikian menunjukkan adanya loop penguatan arus di bagian tengah. Dimana diketahui bahwa Ic = Ib, yaitu arus kolektor adalah penguatan dari arus base. Jika misalnya ada arus sebesar Ib yang mengalir pada base transistor Q2, maka akan ada arus Ic yang mengalir pada kolektor Q2. Arus kolektor ini merupakan arus base Ib pada transistor Q1, sehingga akan muncul penguatan pada pada arus kolektor transistor Q1. Arus kolektor transistor Q1 tdak lain adalah arus base bagi transistor Q2. Demikian seterusnya sehingga makin lama sambungan PN dari thyristor ini di bagian tengah akan mengecil dan hilang. Tertinggal hanyalah lapisan P dan N dibagian luar. Jika keadaan ini tercapai, maka struktur yang demikian tidak lain adalah struktur dioda PN (anoda-katoda) yang sudah dikenal. Pada saat yang demikian,

29

Modul 2 disebut bahwa thyristor dalam keadaan ON dan dapat mengalirkan arus dari anoda menuju katoda seperti layaknya sebuah dioda.

Gambar 5.3. Thyristor diberi tegangan Bagaimana kalau pada thyristor ini kita beri beban lampu dc dan diberi suplai tegangan dari nol sampai tegangan tertentu seperti pada gambar 3. Apa yang terjadi pada lampu ketika tegangan dinaikkan dari nol. Ya betul, tentu saja lampu akan tetap padam karena lapisan N-P yang ada ditengah akan mendapatkan reverse-bias (teori dioda). Pada saat ini disebut thyristor dalam keadaan OFF karena tidak ada arus yang bisa mengalir atau sangat kecil sekali. Arus tidak dapat mengalir sampai pada suatu tegangan reverse-bias tertentu yang menyebabkan sambungan NP ini jenuh dan hilang. Tegangan ini disebut tegangan breakdown dan pada saat itu arus mulai dapat mengalir melewati thyristor sebagaimana dioda umumnya. Pada thyristor tegangan ini disebut tegangan breakover Vbo. 5.2.2. SCR Telah dibahas, bahwa untuk membuat thyristor menjadi ON adalah dengan memberi arus trigger lapisan P yang dekat dengan katoda. Yaitu dengan membuat kaki gate pada thyristor PNPN seperti pada gambar-4a. Karena letaknya yang dekat dengan katoda, bisa juga pin gate ini disebut pin gate katoda ( cathode gate). Beginilah SCR dibuat dan simbol SCR digambarkan seperti gambar-4b. SCR dalam banyak literatur disebut Thyristor saja.
30

Modul 2

Gambar 5.4. Struktur SCR Melalui kaki (pin) gate tersebut memungkinkan komponen ini di trigger menjadi ON, yaitu dengan memberi arus gate. Ternyata dengan memberi arus gate Ig yang semakin besar dapat menurunkan tegangan breakover (Vbo) sebuah SCR. Dimana tegangan ini adalah tegangan minimum yang diperlukan SCR untuk menjadi ON. Sampai pada suatu besar arus gate tertentu, ternyata akan sangat mudah membuat SCR menjadi ON. Bahkan dengan tegangan forward yang kecil sekalipun. Misalnya 1 volt saja atau lebih kecil lagi. Kurva tegangan dan arus dari sebuah SCR adalah seperti yang ada pada gambar-5 yang berikut ini.

Gambar 5.5. Karakteristik kurva I-V SCR

31

Modul 2

Gambar 5.6. Rangkaian untuk karakteristik kurva I-V SCR Pada gambar tertera tegangan breakover Vbo, yang jika tegangan forward SCR mencapai titik ini, maka SCR akan ON. Lebih penting lagi adalah arus Ig yang dapat menyebabkan tegangan Vbo turun menjadi lebih kecil. Pada gambar ditunjukkan beberapa arus Ig dan korelasinya terhadap tegangan breakover. Pada datasheet SCR, arus trigger gate ini sering ditulis dengan notasi IGT (gate trigger current). Pada gambar ada ditunjukkan juga arus Ih yaitu arus holding yang mempertahankan SCR tetap ON. Jadi agar SCR tetap ON maka arus forward dari anoda menuju katoda harus berada di atas parameter ini. Sejauh ini yang dikemukakan adalah bagaimana membuat SCR menjadi ON. Pada kenyataannya, sekali SCR mencapai keadaan ON maka selamanya akan ON, walaupun tegangan gate dilepas atau di short ke katoda. Satu-satunya cara untuk membuat SCR menjadi OFF adalah dengan membuat arus anoda-katoda turun dibawah arus Ih (holding current). Pada gambar-5 kurva I-V SCR, jika arus forward berada dibawah titik Ih, maka SCR kembali pada keadaan OFF. Berapa besar arus holding ini, umumnya ada di dalam datasheet SCR. Cara membuat SCR menjadi OFF tersebut adalah sama saja dengan menurunkan tegangan anoda-katoda ke titik nol. Karena inilah SCR atau thyristor pada umumnya tidak cocok digunakan untuk aplikasi DC. Komponen ini lebih
32

Modul 2 banyak digunakan untuk aplikasi-aplikasi tegangan AC, dimana SCR bisa OFF pada saat gelombang tegangan AC berada di titik nol. Ada satu parameter penting lain dari SCR, yaitu VGT. Parameter ini adalah tegangan trigger pada gate yang menyebabkab SCR ON. Kalau dilihat dari model thyristor pada gambar-2, tegangan ini adalah tegangan Vbe pada transistor Q2. VGT seperti halnya Vbe, besarnya kira-kira 0.7 volt. Seperti contoh rangkaian gambar-8 berikut ini sebuah SCR diketahui memiliki IGT = 10 mA dan VGT = 0.7 volt. Maka dapat dihitung tegangan Vin yang diperlukan agar SCR ini ON adalah sebesar : Vin = Vr + VGT Vin = IGT(R) + VGT = 4.9 volt

Gambar 5.7. Rangkaian SCR 5.2.3. TRIAC Boleh dikatakan SCR adalah thyristor yang uni-directional, karena ketika ON hanya bisa melewatkan arus satu arah saja yaitu dari anoda menuju katoda. Struktur TRIAC sebenarnya adalah sama dengan dua buah SCR yang arahnya bolakbalik dan kedua gate-nya disatukan. Simbol TRIAC ditunjukkan pada gambar6. TRIAC biasa juga disebut thyristor bi-directional.

33

Modul 2

Gambar 5.8. Simbol TRIAC TRIAC bekerja mirip seperti SCR yang paralel bolak-balik, sehingga dapat melewatkan arus dua arah. Kurva karakteristik dari TRIAC adalah seperti pada gambar-7 berikut ini.

Gambar 5.9. Karakteristik kurva I-V TRIAC Pada datasheet akan lebih detail diberikan besar parameter-parameter seperti Vbo dan Vbo, lalu IGT dan IGT, Ih serta Ih dan sebagainya. Umumnya besar parameter ini simetris antara yang plus dan yang minus. Dalam perhitungan desain, bisa dianggap parameter ini simetris sehingga lebih mudah di hitung.

34

Modul 2

Gambar 5.10. Rangkaian untuk karakteristik kurva I-V TRIAC 5.2.4. DIAC Kalau dilihat strukturnya seperti gambar-8a, DIAC bukanlah termasuk keluarga thyristor, namun prisip kerjanya membuat ia digolongkan sebagai thyristor. DIAC dibuat dengan struktur PNP mirip seperti transistor. Lapisan N pada transistor dibuat sangat tipis sehingga elektron dengan mudah dapat menyeberang menembus lapisan ini. Sedangkan pada DIAC, lapisan N di buat cukup tebal sehingga elektron cukup sukar untuk menembusnya. Struktur DIAC yang demikian dapat juga dipandang sebagai dua buah dioda PN dan NP, sehingga dalam beberapa literatur DIAC digolongkan sebagai dioda.

Gambar 5.11. Struktur dan simbol DIAC


35

Modul 2 Sukar dilewati oleh arus dua arah, DIAC memang dimaksudkan untuk tujuan ini. Hanya dengan tegangan breakdown tertentu barulah DIAC dapat

menghantarkan arus. Arus yang dihantarkan tentu saja bisa bolak-balik dari anoda menuju katoda dan sebaliknya. Kurva karakteristik DIAC sama seperti TRIAC, tetapi yang hanya perlu diketahui adalah berapa tegangan breakdown-nya. Simbol dari DIAC adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar-8b. DIAC umumnya dipakai sebagai pemicu TRIAC agar ON pada tegangan input tertentu yang relatif tinggi. Contohnya adalah aplikasi dimmer lampu yang berikut pada gambar-9.

Gambar 5.12. Rangkaian Dimmer Jika diketahui IGT dari TRIAC pada rangkaian di atas 10 mA dan VGT = 0.7 volt. Lalu diketahui juga yang digunakan adalah sebuah DIAC dengan Vbo = 20 V, maka dapat dihitung TRIAC akan ON pada tegangan : V = IGT(R)+Vbo+VGT = 120.7 V

36

Modul 2

Gambar 5.13. input output dimmer, warna biru sumber tegangan, warna merah arus gate TRIAC dan warna hijau daya yang mengalir ke rangkaian dan beban

Pada rangkaian dimmer, resistor R biasanya diganti dengan rangkaian seri resistor dan potensiometer. Di sini kapasitor C bersama rangkaian R digunakan untuk menggeser phasa tegangan VAC. Lampu dapat diatur menyala redup dan terang, tergantung pada saat kapan TRIAC di picu.

Gambar 5.14. Contoh fisik dari thyristor arus besar

37

Modul 2 5.3. RANGKUMAN

38

Modul 2 5.4. REFERENSI 1. Ganti Dapari, 1990, Pokok Pokok Elektronika, Gramedia Pustaka Umum Jakarta 2. Malvino Albert Paul, 1994, Prinsip-Prinsip Elektronika, Penerbit Erlangga Jakarta 3. Zuhal, 2004, Prinsip Dasar Elektroteknik , Gramedia Pustaka Umum Jakarta

39

Modul 2 5.5. LATIHAN SOAL

40

Modul 2 5.6. JAWABAN

41

Modul 2 BAB 6

TRANSISTOR
6.1. Tujuan Perkuliahan : Memberikan penjelasan kepada mahasiswa mengenai komponen transistor, prinsip kerja, karakteristik, perhitungan dan contoh aplikasi oada rangkaian elektronika.

6.2.

Outline Pembahasan : 1. Pembiasan arus pada transistor 2. Parameter-parameter 3. Kurva karakteristik 4. Datasheet transistor 5. Transistor sebagai saklar elektronik 6. Rangkaian amplifier

42

Modul 2

Transistor adalah komponen elektronika yang sangat penting. Menjadi cikal


bakal perkembangan elektronika dewasa ini. Sampai pada era mikroprosesor dan mikrokontroller adalah bermula dari transistor. Transistor pada mulanya dibuat dari tabung, selain bentuknya yang besar, dibutuhkan arus yang besar untuk pengoperasiannya. Dengan ditemukannya bahan semikonduktor sekarang telah dapat dinuat transistor dalam bentuk yang sangat kecil ( micro). Seperti pada pembahasan Dioda, terdapat 2 type semikonduktor yaitu type N dan type P. Terdapat 2 type transistor : type NPN dan PNP.Symbol dan contoh susunan kakikaki transistor seperti berikut. C B B C

E NPN

E PNP

Gambar 6.1.

Beberapa contoh dan susunan kaki-kaki transistor


43

Modul 2 6.2.1. Pembiasan Arus pada Transistor Mempunyai 3 kaki yang masing-masing dinamakan Basis, Collector dan Emitter. Sebagai rangkuman, prinsip kerja transistor adalah arus bias base-emiter yang kecil mengatur besar arus kolektor-emiter. Bagian penting berikutnya dalah bagaimana caranya memberi arus bias yang tepat sehingga transistor dapat bekerja optimal. Arus bias Ada tiga cara yang umum untuk memberi arus bias pada transistor, yaitu rangkaian CE (Common Emitter), CC (Common Collector) dan CB (Common Base). Namun saat ini akan lebih detail dijelaskan bias transistor rangkaian CE. Dengan menganalisa rangkaian CE akan dapat diketahui beberapa parameter penting dan berguna terutama untuk memilih transistor yang tepat untuk aplikasi tertentu. Tentu untuk aplikasi pengolahan sinyal frekuensi audio semestinya tidak menggunakan transistor power, misalnya. Arus Emiter Dari hukum Kirchhoff diketahui bahwa jumlah arus yang masuk kesatu titik akan sama jumlahnya dengan arus yang keluar. Jika teorema tersebut diaplikasikan pada transistor, maka hukum itu menjelaskan hubungan : IE = IC + IB ........(1)

Gambar 6.2.

Arus basis kolektor dan emitor

44

Modul 2 Persamanaan (1) tersebut mengatakan arus emiter I E adalah jumlah dari arus kolektor IC dengan arus base IB. Karena arus IB sangat kecil sekali atau disebutkan I B << IC, maka dapat dinyatakan IE = IC ......... .(2)

6.2.2. Parameter-parameter Alpha () Pada tabel data transistor (databook) sering dijumpai spesifikasi dc (alpha dc) yang tidak lain adalah : dc = IC/IE .............. (3)

Defenisinya adalah perbandingan arus kolektor terhadap arus emitor. Karena besar arus kolektor umumnya hampir sama dengan besar arus emiter maka idealnya besar dc adalah = 1 (satu). Namun umumnya transistor yang ada memiliki dc kurang lebih antara 0.95 sampai 0.99. Beta () Beta didefenisikan sebagai besar perbandingan antara arus kolektor dengan arus base. = IC/IB............. (4)

Dengan kata lain, b adalah parameter yang menunjukkan kemampuan penguatan arus (current gain) dari suatu transistor. Parameter ini ada tertera di databook transistor dan sangat membantu para perancang rangkaian elektronika dalam merencanakan rangkaiannya. Misalnya jika suatu transistor diketahui besar =250 dan diinginkan arus kolektor sebesar 10 mA, maka berapakah arus bias base yang diperlukan. Tentu jawabannya sangat mudah yaitu : IB = IC/ = 10mA/250 = 40 uA
45

Modul 2 Arus yang terjadi pada kolektor transistor yang memiliki = 200 jika diberi arus bias base sebesar 0.1mA adalah : IC = IB = 200 x 0.1mA = 20 mA Dari rumusan ini lebih terlihat defenisi penguatan arus transistor, yaitu sekali lagi, arus base yang kecil menjadi arus kolektor yang lebih besar. Common Emitter (CE) Rangkaian CE adalah rangkain yang paling sering digunakan untuk berbagai aplikasi yang mengunakan transistor. Dinamakan rangkaian CE, sebab titik ground atau titik tegangan 0 volt dihubungkan pada titik emiter.

Gambar 6.3. Sekilas Tentang Notasi

Rangkaian Common Emitter (CE)

Ada beberapa notasi yang sering digunakan untuk mununjukkan besar tegangan pada suatu titik maupun antar titik. Notasi dengan 1 subscript adalah untuk menunjukkan besar tegangan pada satu titik, misalnya VC = tegangan kolektor, VB = tegangan base VE = tegangan emiter.

46

Modul 2 Ada juga notasi dengan 2 subscript yang dipakai untuk menunjukkan besar tegangan antar 2 titik, yang disebut juga dengan tegangan jepit. Diantaranya adalah : VCE = tegangan jepit kolektor- emitor VBE = tegangan jepit base emitor VCB = tegangan jepit kolektor base Notasi seperti VBB, VCC, VEE berturut-turut adalah besar sumber tegangan yang masuk ke titik base, kolektor dan emitor. 6.2.3. Kurva Karakteristik Hubungan antara dan tentu saja akan berupa kurva dioda. Karena memang

telah diketahui bahwa junction base-emitor tidak lain adalah sebuah dioda. Jika hukum Ohm diterapkan pada loop base diketahui adalah : IB = (VBB - VBE) / RB ......... (5) VBE adalah tegangan jepit dioda junction base-emitor. Arus hanya akan mengalir jika tegangan antara base-emitor lebih besar dari VBE. Sehingga arus IB mulai aktif mengalir pada saat nilai VBE tertentu.

Gambar 6.4.

Kurva IB -VBE

47

Modul 2 Besar VBE umumnya tercantum di dalam databook. Tetapi untuk penyerdehanaan umumnya diketahui VBE = 0.7 volt untuk transistor silikon dan VBE = 0.3 volt untuk transistor germanium. Nilai ideal VBE = 0 volt. Sampai disini akan sangat mudah mengetahui arus I B dan arus IC dari rangkaian berikut ini, jika diketahui besar = 200. Katakanlah yang digunakan adalah transistor yang dibuat dari bahan silikon.

Gambar 6.5. IB = (VBB - VBE) / RB = (2V - 0.7V) / 100 K = 13 uA

Rangkaian Common Emittor

Dengan = 200, maka arus kolektor adalah : IC = IB = 200 x 13uA = 2.6 mA Kurva Kolektor Sekarang sudah diketahui konsep arus base dan arus kolektor. Satu hal lain yang menarik adalah bagaimana hubungan antara arus base I B, arus kolektor IC dan tegangan kolektor-emiter VCE. Dengan mengunakan rangkaian-01, tegangan VBB dan VCC dapat diatur untuk memperoleh plot garis-garis kurva kolektor. Pada gambar berikut telah diplot beberapa kurva kolektor arus I C terhadap VCE dimana arus IB dibuat konstan.
48

Modul 2

CutOff

Gambar 6.6.

Kurva Arus kolektor terhadap Tegangan kolektor emitor

Dari kurva ini terlihat ada beberapa region yang menunjukkan daerah kerja transistor. Pertama adalah daerah saturasi, lalu daerah cut-off, kemudian daerah aktif dan seterusnya daerah breakdown. Daerah Aktif Daerah kerja transistor yang normal adalah pada daerah aktif, dimana arus I C konstans terhadap berapapun nilai VCE. Dari kurva ini diperlihatkan bahwa arus I C hanya tergantung dari besar arus IB. Daerah kerja ini biasa juga disebut daerah linear (linear region). Jika hukum Kirchhoff mengenai tegangan dan arus diterapkan pada loop kolektor (rangkaian CE), maka dapat diperoleh hubungan : VCE = VCC - ICRC .............. (6) Dapat dihitung dissipasi daya transistor adalah : PD = VCE.IC ............... (7)

49

Modul 2 Rumus ini mengatakan jumlah dissipasi daya transistor adalah tegangan kolektoremitor dikali jumlah arus yang melewatinya. Dissipasi daya ini berupa panas yang menyebabkan naiknya temperatur transistor. Umumnya untuk transistor power sangat perlu untuk mengetahui spesifikasi PDmax. Spesifikasi ini menunjukkan temperatur kerja maksimum yang diperbolehkan agar transistor masih bekerja normal. Sebab jika transistor bekerja melebihi kapasitas daya P Dmax, maka transistor dapat rusak atau terbakar. Daerah Cut-Off Daerah saturasi adalah mulai dari VCE = 0 volt sampai kira-kira 0.7 volt (transistor silikon), yaitu akibat dari efek dioda kolektor-base yang mana tegangan VCE belum mencukupi untuk dapat menyebabkan aliran elektron. Daerah Saturasi Jika kemudian tegangan VCC dinaikkan perlahan-lahan, sampai tegangan VCE tertentu tiba-tiba arus IC mulai konstan. Pada saat perubahan ini, daerah kerja transistor berada pada daerah cut-off yaitu dari keadaan saturasi (OFF) lalu menjadi aktif (ON). Perubahan ini dipakai pada system digital yang hanya mengenal angka biner 1 dan 0 yang tidak lain dapat direpresentasikan oleh status transistor OFF dan ON.

Gambar 6.7.

Rangkaian driver LED


50

Modul 2 Misalkan pada rangkaian driver LED di atas, transistor yang digunakan adalah transistor dengan = 50. Penyalaan LED diatur oleh sebuah gerbang logika ( logic gate) dengan arus output high = 400 uA dan diketahui tegangan forward LED, VLED = 2.4 volt. Lalu pertanyaannya adalah, berapakah seharusnya resistansi R L yang dipakai. IC = IB = 50 x 400 uA = 20 mA Arus sebesar ini cukup untuk menyalakan LED pada saat transistor cut-off. Tegangan VCE pada saat cut-off idealnya = 0, dan aproksimasi ini sudah cukup untuk rangkaian ini. RL = (VCC - VLED - VCE) / IC = (5 - 2.4 - 0)V / 20 mA = 2.6V / 20 mA = 130 Ohm Daerah Breakdown Dari kurva kolektor, terlihat jika tegangan VCE lebih dari 40V, arus IC menanjak naik dengan cepat. Transistor pada daerah ini disebut berada pada daerah breakdown. Seharusnya transistor tidak boleh bekerja pada daerah ini, karena akan dapat merusak transistor tersebut. Untuk berbagai jenis transistor nilai tegangan V CEmax yang diperbolehkan sebelum breakdown bervariasi. VCEmax pada databook transistor selalu dicantumkan juga. 6.2.4. Datasheet transistor Sebelumnya telah disinggung beberapa spesifikasi transistor, seperti tegangan VCEmax dan PD max. Sering juga dicantumkan di datasheet keterangan lain tentang arus ICmax VCBmax dan VEBmax. Ada juga PDmax pada TA = 25o dan PDmax pada TC = 25o. Misalnya pada transistor 2N3904 dicantumkan data-data seperti :

51

Modul 2 VCBmax VCEOmax VEBmax = 60V = 40V =6V

ICmax = 200 mAdc PDmax = 625 mW TA = 25o PDmax = 1.5W TC = 25o

TA adalah temperature ambient yaitu suhu kamar. Sedangkan TC adalah temperature cashing transistor. Dengan demikian jika transistor dilengkapi dengan heatshink, maka transistor tersebut dapat bekerja dengan kemampuan dissipasi daya yang lebih besar. Beberapa type yang lain dapat dilihat pada table dibawah ini :

NPN transistors
Code Structure BC107 BC108 NPN NPN Case I max. VCEmax. hFEmin. style C TO18 100mA TO18 100mA 45V 20V 110 110 300mW 300mW Category (typical Possiblesubstitutes use)
Audio, low power General purpose, low power General purpose, low power Audio (low BC184 BC549 BC182 BC547

BC108C BC183 BC548

BC108C

NPN

TO18 100mA

20V

420

600mW

BC109 BC182 BC182L BC547B

NPN NPN NPN NPN

TO18 200mA TO92C 100mA TO92A 100mA TO92C 100mA

20V 50V 50V 45V

200 100 100 200

300mW noise), low


power General purpose, 350mW low power

BC107 BC182L

350mW 500mW

General purpose, low power Audio, low power

BC107 BC182 BC107B

52

Modul 2 BC548B BC549B 2N3053 NPN NPN NPN TO92C 100mA TO92C 100mA TO39 700mA 30V 30V 40V 220 240 50 500mW
General purpose, low power Audio (low BC108B

625mW noise), low


power

BC109

500mW

General purpose, low power

BFY51

BFY51 BC639 TIP29A TIP31A TIP31C TIP41A 2N3055

NPN NPN NPN NPN NPN NPN NPN

TO39 TO92A TO220 TO220 TO220 TO220 TO3

1A 1A 1A 3A 3A 6A 15A

30V 40 80V 40 60V 40 60V 10 100 10 V

800mW 800mW 30W 40W 40W 65W 117W

General purpose, medium power General purpose, medium power General purpose, high power

BC639 BFY51

General purpose, TIP31C TIP41A high power General purpose, TIP31A TIP41A high power General purpose, high power General purpose, high power

60V 15 60V 20

Please note: the data in this table was compiled from several sources which are not entirely consistent! Most of the discrepancies are minor, but please consult information from your supplier if you require precise data.

53

Modul 2

PNP transistors
Code BC177 BC178 BC179 BC477 BC478 TIP32A TIP32C Structure PNP PNP PNP PNP PNP PNP PNP Case style TO18 TO18 TO18 TO18 TO18 TO220 TO220 IC max. 100mA 200mA 200mA 150mA 150mA 3A 3A VCE max. 45V 25V 20V 80V 40V 60V 100V hFE min. 125 120 180 125 125 25 10 Ptot max. 300mW 600mW 600mW 360mW 360mW 40W 40W Category Possible (typical use) substitutes
Audio, low power General purpose, low power Audio (low noise), low power Audio, low power General purpose, low power General purpose, high power General purpose, high power BC177 BC178 BC477 BC478

TIP32C

TIP32A

Please note: the data in this table was compiled from several sources which are not entirely consistent! Most of the discrepancies are minor, but please consult information from your supplier if you require precise data.

atau hFE Pada system analisa rangkaian dikenal juga parameter h, dengan meyebutkan h FE sebagai dc untuk mengatakan penguatan arus. dc = hFE ................... (8) Sama seperti pencantuman nilai dc, di datasheet umumnya dicantumkan nilai hFE minimum (hFE min ) dan nilai maksimunya (hFE max).

54

Modul 2 Contoh aplikasi Transistor pada rangkaian 6.2.5. Transistor sebagai saklar Transistor sebagai saklar akan bekerja pada daerah saturasi (Icsat) dan daerah cutoff (Ic 0). +Vcc Rc Ib Rb + VB
E

Ic

VB

IE

Gambar 6.8.

Rangkaian transistor sebagai saklar

55

Modul 2

Ic(mA) Ibmaks V c c / R c

Icsat =

Ib=0 Vcccutoff =Vcc Vce

Gambar 6.9. IB = IC =

Kurva garis beban

VB VBE RB
Vcc VCE Rc

saat saturasi VCE = 0, Icsat VB = Ibmaks RB + VBE

Vcc Icsat , Ib Ibmaks Rc hFE

saat Cutoff Ic = 0 , VCE = VCC

6.2.6. Transistor sebagai penguat (Amplifier) Transistor sebagai penguat dapat dirangkai sebagai : Common Emitter Common Colector Common Basis

56

Modul 2 Sedangkan untuk analisanya dibagi 2 yaitu analisa dc dan analisa ac.

Analisa Sinyal Kecil A. Analisa dc analisa dc digunakan untuk menentukan titik kerja transistor pada garis beban dc. Ketentuan : Semua Capacitor Open Circuit
VCC R1 RC C2 Vout
RS

C1

TR1

Vs + RL Vin R2 RE CE

Gambar 6.10. Amplifier Transistor CE Dari gambar diatas dapat dibuat rangkaian ekivalen dc nya sbb
VCC R1 RC

TR1

R2

RE

Ic Ie =

Vcc VCE Rc RE

saat saturasi VCE 0 Ic = Vcc/(Rc+RE) saat cutoff Ic 0 VCE = Vcc pembagi tegangan pada R2 VR2 = [R2/(R1 + R2)] x Vcc VR2 = VBE + VRE
57

Modul 2 = VBE + IcRE

Ic =

VR 2 VBE RE

VCE = Vcc Ic(Rc + RE)

Titik Kerja Transistor P (VCE , Ic) Ic(mA) Icsat = Vcc/Rc Ibmaks

P(Vce,I c ) Ib=0 0
Vcecutoff =Vcc

Vce

Gambar 6.11. Gambar Garis Beban dan Titik Kerja Transistor B. Analisa ac Analisa ac digunakan untuk menentukan besaran-besaran yang berkaitan dengan sifat dinamis dari amplifier, antara lain : Impedansi Input : Zi Impedansi Output : Zo Penguatan Tegangan : Avi, Avs Penguatan Arus : Ai Penguatan Daya : Ap

Dengan ketentuan sbb : Buat rangkaian ekivalen ac, dengan : Semua sumber tegangan dc : short circuit Semua capacitor : short circuit.
58

Modul 2 Antara kaki Basis dengan Emitor terdapat impedansi/hambatan : r dengan tegangan V. Antara kaki Colector dengan Emitor terdapat sumber arus tak bebas gmV.

Antara kaki Basis dengan Colector : open circuit.


RS Vs Ii + Vin R1 R2 E Zi Zo + V r gmV B C Io Vout

RC

RL

Gambar 6.12. Rangkaian ekivalen ac gm = trans-konduktansi 38,9 Ic dengan satuan : Mho (inverse dari Ohm)

r =

gm

Impedansi input : Zi = R1//R2//r

Impedansi output

Zo = RC

Penguatan Tegangan : Avi = Vout/Vin Vin = V Vout = - gmVx RC//RL Avi = - gm x RC//RL

59

Modul 2 Avs = Vout/Vs = (Vout/Vin) x (Vin/Vs)


Vin Zi xVs Zi Rs

Avs = Avi

Zi Zi Rs

Penguatan Arus : Ai = Io/Ii Io = Vo/RL Ii = Vi/Zi Ai = Avi


Zi RL

Penguatan Daya : Ap = Po/Pi Po = Vo x Io Pi = Vi x Ii Ap = Avi x Ai

Multistage Amplifier Amplifier dengan konfigurasi CE-CE


VCC R11 RC1 C2 R12 RC2 C3 Vout
RS

C1

TR1

TR2

Vs + Vin R21 RE1 CE1 R22 RE2 CE2 RL

60

Modul 2 Analisa dc Dibuat rangkaian ekivalen dc untuk menetukan garis beban dan titik kerja masingmasing transistor. Analisa ac Dibuat rangkaian ekivalen ac sbb :
RS Vs Ii + Vin R11 R21 E Zi + V1 RC1 r 1 gm1V1 R12 R22 E Zo B C + V2 r 2 gm2V2 B C Io Vout

RC2

RL

61

Modul 2 6.3. RANGKUMAN

62

Modul 2 6.4. REFERENSI 1. Ganti Dapari, 1990, Pokok Pokok Elektronika, Gramedia Pustaka Umum Jakarta 2. Malvino Albert Paul, 1994, Prinsip-Prinsip Elektronika, Penerbit Erlangga Jakarta 3. Zuhal, 2004, Prinsip Dasar Elektroteknik , Gramedia Pustaka Umum Jakarta

63

Modul 2 6.5. LATIHAN SOAL

64

Modul 2 6.6. JAWABAN

65

You might also like