You are on page 1of 9

PT.

KARYA BUMI BARATAMA

Kajian Transportasi Batubara

BAB VIII. KAJIAN ASPEK PENGANGKUTAN BATUBARA


8.1. Tinjauan Umum Lokasi tambang batubara PT.Karya Bumi Baratama, secara geografis terletak hampir di tengah-tengah pulau Sumatera. Untuk itu perlu dilakukan kajian atau tinjauan terhadap alternatif-alternatif pengangkutan batubara ke pelabuhan. Untuk efesiensi, tentunya diperlukan rute jarak pengangkutan yang sependek mungkin. Letak pantai terdekat yang kemungkinan dapat dijadikan pelabuhan terletak di sisi barat dan timur pulau sumatera. Pengangkutan ke arah barat sumatera melalui propinsi Bengkulu sangat sulit dilakukan karena harus melalui Bukit Barisan yang morphologinya sangat terjal. Dibanding sisi barat, rute ke sisi timur relatif lebih baik dipandang dari segi morphologi daratan karena relatif lebih datar namun jaraknya relatif sangat jauh. Alternatif pengangkutan batubara ke arah ini, dapat menggunakan infrastruktur yang telah ada sejauh memungkinkan, atau sama sekali harus membuat infra struktur baru, atau kombinasi dari keduanya. Pada prinsipnya, pengangkutan batubara ini setidaknya harus memenuhi syarat adanya jaminan kemanan, efesiensi, efektivitas dan kontinuiitas. Karena letaknya yang sangat jauh ke lokasi pelabuhan, maka berbagai alternatif angkutan batubara yang mungkin dapat dilaksanakan perlu dikaji lebih mendalam terutama dari aspek teknis dan perhitungan biayanya. 8.2 Tinjauan alternatif pengangkutan Ada beberapa alternatif yang mungkin dapat dikaji untuk dipilih sebagai jalan untuk pengangkutan batubara dari ROM stockpile ke Pelabuhan Penjualan. ALTERNATIF I : Sarolangun - Lubuklinggau - Palembang Batubara diangkut dari Sarolangun menggunakan jalan darat dengan dump truk sampai di Lubuklinggau, yang dilanjutkan dengan angkutan kereta api sampai di Palembang. Jalan darat yang dilalui ini adalah jalan negara, kapasitas tonase 24 ton, konstruksi jalan aspal, terdapat jembatan timbang milik Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan. Truk yang lewat dengan angkutan khusus (batubara), harus memiliki dispensasi khusus dari Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan. Untuk itu perlu surat Ijin Perjalanan Angkutan Khusus yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan VIII - 1

PT. KARYA BUMI BARATAMA

Kajian Transportasi Batubara

dan Propinsi Jambi. Surat ijin diproses selama 3 bulan dengan biaya dispensasi sebesar Rp 2.500.000,-/truk. Alternatif ini mempunyai beberapa permasalahan yang dihadapi, yaitu : a) Terdapat jembatan dengan kapasitas desain 40 ton, sehingga hanya bisa dilalui maksimal oleh 2 buah truk batubara secara bersamaan. Untuk itu diperlukan peningkatan kapasitas jembatan baja lintas Sumatera Bagian Barat dalam waktu 6 bulan dengan biaya Rp 16.000.000.000,-/jembatan b) Pada saat memasuki Kota Lubuk Linggau dan Kabupaten Musi Rawas terjadi perpindahan lintas jalan dari jalan negara menuju jalan kabupaten/kota. Untuk menggunakan jalan kabupaten terdapat beberapa aturan, yaitu : Jalan menuju Stasiun Lubuk Linggau tidak dapat melewati Kota Lubuk Linggau dan harus memutar melewati jalan Kabupaten Musi Rawas lebih kurang 3 km. Terdapat pungutan retribusi angkutan jalan di Kota Lubuk Linggau dan dan Kabupaten Musi Rawas sebagai berikut : Perda Nomor 42 Tahun 2003 tentang Retribusi Angkutan di Kota Lubuk Linggau mensyaratkan truk dengan angkutan khusus (2 Gandar) dikenakan retribusi sebesar 2 x Rp 3.750, - = Rp 7.500,- / truk untuk sekali lewat sehingga untuk satu trip dibutuhkan biaya sebesar Rp 15.000, Perda retribusi angkutan di Kabupaten Musi Rawas menetapkan bahwa unuk angkutan khusus dengan volume yang cukup besar dan banyak dikenakan biaya sewa jalan sebesar Rp 500.000,- / truk per sekali lewat. Kondisi di Stasiun Lubuk Linggau saat ini tidak tersedia lahan untuk stock pile, untuk itu dibutuhkan pembangunan stock pile yang berlokasi lebih kurang 3 km ke arah Stasiun Bahan Bakar Pertamina (saat ini kondisi lintas kereta api ke Pertamina cukup baik).

Terkait permasalahan butir b) di atas, perlu ada solusi dan pekerjaan tambahan sebagai berikut. VIII - 2

PT. KARYA BUMI BARATAMA

Kajian Transportasi Batubara

1) Peningkatan jalan kota Lubuk Linggau sepanjang 1 Km lebar 9 m selama 3 Bulan dengan biaya Rp 900.000.000,2) Peningkatan jalan kabupaten Musi Rawas sepanjang 2 km lebar 9 m selama 3 bulan dengan biaya Rp 1.800.000.000,3) Biaya untuk sewa Dump Truck Kapasitas 8 ton Rp 191.512,60,- per jam (belum termasuk bahan bakar dan oli sebesar Rp 1.200,-/km). 4) Biaya retribusi untuk sekali perjalanan/trip Rp 1.015.000,-/truk 5) Sewa tanah seluas 5 hektar adalah Rp 75.000.000,-/hektar/tahun untuk mengatasi permasalahan stock pile. Dari aspek teknis, penggunaan fasilitas jalan negara (jalan umum) yang ramai dan relatif sempit, nampaknya akan sangat sulit untuk dapat memenuhi tuntutan akan kelancaran transportasi batubara secara kontinu, dan apalagi dalam jumlah yang sangat besar yaitu > 8 juta ton per tahun atau >27.000 ton per hari. Dengan Dump truck 12 ton, diperkirakan akan dibutuhkan >2000 rate truck setiap hari (ini akan sangat padat). Hal lain terkait dengan transportasi alternatif ini, adalah adanya faktor ketergantungan dengan pihak luar (eksternalitas) sangat tinggi, dan juga adanya kemungkinan protes keberatan dari masyarakat atas gangguan keramaian transportasi batubara dan gangguan pencemaran lingkungan karena debu akan sangat mungkin terjadi. ALTERNATIF II : Sarolangun-Lubuklinggau menggunakan rel KA, disambungkan dengan sistem angkutan KA Lubuk Linggau Palembang yang sudah ada. Untuk alternatif ini, perusahaan (PT. KBB) harus membangun sendiri Lintas rel KA dari Stockpile Tambang - Sarolangun - Karang Gianyar - Tugu Mulyo Niling sepanjang + 150 km, yang akan disambungkan dengan rel PT.KAI (lintas Lubuk Linggau Lahat) yang ada sekarang. Pembangunan Infrastruktur yang diperlukan terkait dengan alternatif ini, adalah : a. b. c. d. Pembebasan lahan : 150 km x 40 m Pembuatan jalan KA : 150 km Pembuatan emplasement Pembuatan sistem persinyalan VIII - 3

PT. KARYA BUMI BARATAMA

Kajian Transportasi Batubara

e. f.

Pembuatan jembatan Pembuatan perlintasan

Lintas Sarolangun-Lubuk Linggau : Biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan jalur KA dari Sarolangun Lubuk Linggau sepanjang 150 km ini diperkirakan sebesar Rp 27.208.510.000,-/km dan memerlukan waktu konstruksi selama 5 tahun dengan total biaya kurang lebih Rp.4 triliun. Konsep ini sejalan dengan Rencana Jangka Panjang-Menengah (RPJM) Pembangunan Kabupaten Musi Rawas untuk program tahun 2005-2011 bidang transportasi, Program Pembangunan Perkeretaapian di Kabupaten Musi Rawas. Program Pemerintah ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan angkutan umum dengan biaya murah dan lancar. Lintas Lubuk Linggau Palembang : Lintas ini menggunakan rel KA milik PT. KAI Divisi Regional III Sumatera selatan yang sudah ada (merupakan jalan Lintas kereta api di Sumatera Selatan), yang terdiri dari : Lintas Raya : yang menghubungkan Lubuk Linggau (Km 549+448) - Muara Enim (Km 396+093) dengan panjang 153,355 km. Lintas Babaranjang/Raya: Lintas Babaranjang /Raya menghubungkan Muara Enim (Km 396+093) Prabumulih X.6 (Km 21+530) sepanjang 74,563 km. Lintas Raya Prabumulih X.6 (Km 21+530) - Kertapati Palembang (Km 400+102) sepanjang 78,572 km. Kondisi lintasan kereta api ini adalah : Lintas Raya Lubuk Linggau - Muara Enim menggunakan rel R-52 (Berat Jenis Rel 52 kg/m). Lintas Babarajang/Raya Muara Enim - Prabumulih X.6 menggunakan rel R-100. Pada lintas Lubuk Linggau - Kertapati Palembang, kegiatan angkutan yang tersedia sampai saat ini adalah : VIII - 4

PT. KARYA BUMI BARATAMA

Kajian Transportasi Batubara

a) KA BBM Pertamina yang menghubungkan Stasiun BBM Pertamina Lubuk Linggau - Stasiun BBM Pertamina Kertapati Palembang sebanyak minimal 2 kali dalam seminggu. b) KA Barang sebanyak 1 kali seminggu. c) Lintasan Lubuk Linggau - Muara Enim dengan kondisi yang ada sekarang ini dapat dilewati kereta api sebanyak 20 trip per hari. d) Lintasan Muara Enim - Palembang terdapat 8 KA penumpang. e) Kondisi rel R-100 f) Pada lintasan Muara Enim - Prabumulih X.6 melintas juga KA Babaranjang (Batubara Rangkaian Panjang) PT. Batubara Bukit Asam dengan jurusan Tambang PT.BA TLS I/II/III - Muara Enim - Prabumulih X.6 - Baturaja Kotabumi - Tanjungkarang - Tarahan (Km 6+821) - RCD PT.BA. g) Pada lintasan ini beroperasi pula angkutan batubara milik PT. BA yang menghubungkan Tambang PT.BA TLS I/II/III - Muara Enim - Prabumulih X.6 Prabumulih - Stock Pile PT. BA di Stasiun Kertapati Palembang. Kondisi lintasan kereta api ini adalah : Untuk lintas Lubuk Linggau - Muara Enim perlu dilakukan penggantian jembatan. Pelurusan lengkungan rel pada beberapa lokasi. Mengganti rel dengan R-100 (minimal) Mengganti bantalan rel. Stock Pile di Stasiun Lubuk Linggau tidak tersedia dan harus dibuat baru dengan pilihan yaitu : Ke arah Stasiun Bahan bakar Pertamina Lubuk Linggau Atau membangun rel baru ke arah Niling lebih kurang 15 km. Biaya Pembangunan jalan KA per km Rp 27.208.510.000,-/km selama 3 tahun dengan biaya 408 Milyar. Untuk Stasiun Kertapati Palembang : Stasiun Kertapati Palembang yang berada di pinggir sungai Musi tidak tersedia lahan untuk Stock Pile. Yang ada adalah Stock pile milik PT. BA dengan jumlah terbatas. Kondisi Sungai Musi pada musim kemarau surut tetapi masih dapat dilewati tongkang dengan kapasitas 18.000 ton (ditarik 3 tug boat), VIII - 5

PT. KARYA BUMI BARATAMA

Kajian Transportasi Batubara

direkomendasikan tongkang dengan kapasitas 15.000 ton (Untuk itu diperlukan ijin lewat di bawah Jembatan Sungai Musi dari Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera Selatan. Kemungkinan lokasi Stock Pile adalah di sekitar Jembatan Musi 2 (dengan skenario pembuatan jalur KA baru). Dari aspek teknis, pilihan terhadap jalur transportasi ini nampaknya bisa dilaksanakan namun faktor eksternalitas masih sangat tinggi. Pengelolaan jalur transportasi ini masih 100% dikendalikan oleh PT.KIAI. Di samping itu, waktu pembangunan jalur rel KA Sarolangun Lubuk Linggo membutuhkan waktu 5 tahun dan harus berkoordinasi dengan PT.KAI, dan diperkirakan akan banyak kendali yang mempengaruhi kelancaran pembangunan sehingga rawan untuk tidak menepati target waktu penyelesaian. Di samping itu, biaya konstruksi sebesar Rp 4. triliun nampaknya terlalu mahal. ALTERNATIF III : Pembuatan jalan baru dari Sarolangun langsung ke pesisir timur pantai Sumatera. Pembuatan jalur baru dengan pengangkutan menggunakan Truk Gandeng 2 dengan kapasitas angkut sangat besar (120 ton) untuk menekan biaya angkut. Jalur ini langsung dari Sarolangun menuju ke pesisir pantai timur Sumatera, namun masih di wilayah Propinsi Jambi. Di Kabupaten Sarolangun, jalur ini melintasi Kecamatan Pauh. Selanjutnya lintasan dapat melewati sisi timur Kecamatan Muarabulian Kabupaten Batanghari, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kecamatan Kumpeh Ilir Kabupaten Muara Jambi, dan berakhir di pesisir Teluk Licin Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Panjang lintas 200Km dengan jumlah jembatan 20 buah. ALTERNATIF IV : Pembuatan rel KA baru Sarolangun langsung ke pesisir timur pantai Sumatera. Sama dengan alternatif III di atas, namun menggunakan Rel Kereta Api, jalur alternatif ini langsung dari Sarolangun menuju ke pesisir pantai timur Sumatera, namun masih di wilayah Propinsi Jambi. Di Kabupaten Sarolangun, jalur ini melintasi Kecamatan Pauh, selanjutnya lintasan dapat melewati sisi timur Kecamatan Muarabulian Kabupaten Batanghari, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kecamatan Kumpeh Ilir Kabupaten Muara Jambi, dan berakhir di pesisir Teluk Licin Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung VIII - 6

PT. KARYA BUMI BARATAMA

Kajian Transportasi Batubara

Jabung Timur. Panjang lintas 180Km dengan jumlah jembatan 20 buah. Pola pembangunan, mungkin dapat bekerjasama dengan Pemda dalam hal penyediaan lahan dengan kompensasi Pemda dapat memungut retribusi, misalnya $ 0.5 per ton batubara. Kelebihan kapasitas penggunaan jalur, oleh perusahaan PT. KBB dapat dikerjasamakan untuk dapat dipakai oleh perusahaan lain, dengan kompensasi mereka membayar biaya penggantian. Setelah umur tambang habis, jalur diserahkan kepada Pemda dan menjadi milik Pemda. 8.3 Rekomendasi alternatif pengangkutan Dari ulasan tersebut di atas dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1) Alternatif I, penggunaan fasilitas jalan negara tidak direkomendasikan untuk dipilih terutama karena tidak memenuhi untuk transportasi batubara dalam jumlah besar, dan rawan diprotes masyarakat dengan alasan mengganggu dan pencemaran lingkungan akibat debu akibat lalu-lintas dump truck.Alternatif I, penggunaan fasilitas jalan negara untuk jangka pendek sampai dengan pembangunan jalan tambang sendiri masih diumungkinkan, namun kurang sesuai untuk transportasi batubara dalam jumlah besar. 2) Alternatif II dengan melibatkan pembangunan jalan KA yang baru dianggap juga tidak layak, karena pembangunan memerlukan waktu yang sangat lama dan biaya yang sangat mahal (pembangunan rel kereta 150km dari Sarolangun ke Lubuklinggo diperlukan waktu 5 tahun dengan biaya 4 trilyun). Jadi, alternatif ini tidak direkomendasikan. 3) Alternatif III, yaitu alternatif membangun sendiri jalan tambang khusus untuk transportasi batubara dari Sarolangun menuju ke pantai timur Sumatera dapat direkomendasikan untuk dipilih, namun perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut : a. Pembebasan lahan, selebar 60 m x 200 km, b. Izin dari gubernur dan bupati setempat

VIII - 7

PT. KARYA BUMI BARATAMA

Kajian Transportasi Batubara

c. Disarankan

untuk

membuat

sebuah

format

kerjasama

saling

menguntungkan antara perusahaan dan pihak Pemda. Misalnya Pemerintah daerah membantu dalam penyediaan lahan dan perusahaan membangun jalan dengan biaya sendiri. Sebagai kompensasinya, Pemda mendapatkan hak memiliki jalan, dan selama digunakan oleh perusahaan untuk transportasi batubara, berhak memungut semacam retribusi jalan, misalnya $ 0.5 /ton, dan selanjutnya setelah umur tambang habis, dapat digunakan untuk mendukung percepatan pembangunan di daerahnya. 4) Alternatif IV, yang polanya hampir sama dengan alternatif III, hanya yang dibangun adalah jalur Rel kereta api khusus untuk pengangkutan batubara, dapat direkomendasikan untuk dikaji khusus sebelum dipilih, namun perlu mempertimbangkan beberapa hal, antara lain: a. Pembebasan lahan, selebar 50 m x 200 km, b. Izin dari gubernur dan bupati setempat c. Ijin dari Departemen Perhubungan d. Disarankan untuk membuat sebuah format kerjasama saling

menguntungkan antara perusahaan dan pihak Pemda. Misalnya Pemerintah daerah membantu dalam penyediaan lahan dan perusahaan membangun Rel KA dengan biaya sendiri. Sebagai kompensasinya, Pemda mendapatkan hak memiliki jalan, dan selama digunakan oleh perusahaan untuk transportasi batubara, berhak memungut semacam retribusi jalan, misalnya $ 0.5 /ton, dan selanjutnya setelah umur tambang habis, dapat digunakan untuk mendukung percepatan pembangunan di daerahnya. e. Perlu pengkajian khusus terutama aspek teknis dan juga aspek legal dan ekonomi. Jika dikerjakan sendiri, mungkin biaya konstruksi dapat menjadi lebih murah.

VIII - 8

PT. KARYA BUMI BARATAMA

Kajian Transportasi Batubara

VIII - 9

You might also like