Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
C. Metode
Study wisata ini dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2008 dengan tujuan
wisata Kraton Yogyakarta. Sebagai bahan pembuatan karya tulis ini kami
melakukan pengamatan dan mencatat data-data penting yang terdapat pada tempat
tujuan.
A. Lokasi Obyek
Kompleks Kraton terletak ditengah-tengah, tetapi daerah kraton
membentang antara Sungai Code dan Sungai Winanga, dari utara ke selatan, dati
Tugu sampai Krapyak. Nama kampung-kampung jelas memberi bukti kepada kita
bahwa ada hubungannya antara penduduk kampung itu dengan tugasnya di
Kraton pada waktu dahulu, misalnya ; Gandekan = tempat tinggal gandek-gandek
(koerier) dari Sri Sultan, Wirobrajan tempat tinggal prajurit kraton Wirobraja,
Pasindenan tempat tinggal pesinden-pesinden (penyanyi-penyanyi) kraton.
Daerah kraton di hutan Garjitawati, dekat desa Beringin dan desa
Pacetokan. Karena daerah ini dianggap kurang memadai untuk membangun
sebuah kraton dengan bentengnya, maka aliran Sungai Code di belokkan sedikit
ke timur dan aliran Sungai Winanga sedikit ke barat.
Kraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 atau tahun Jawa 1682,
diperingati dengan sebuah condrosengkolo memet dipintu gerbang Kemagangan
dan di pintu gerbang Gadung Mlati, berupa dua ekor naga berlilitan satu sama
lainnya. Dalam bahasa Jawa : “Dwi naga rasa tunggal”. Artinya : Dwi = 2, naga
= 8, rasa = 6, tunggal = 1. Dibaca dari belakang : 1682. Warna naga hijau. Hijau
ialah symbol dari pengharapan.
Di sebelah luar dari pintu gerbang itu, di atas tebing tembok kanan-kiri ada
hiasan juga terdiri dari 2 ekor naga bersiap-siap untuk mempertahankan diri.
Dalam bahasa Jawa : “Dwi naga rasa wani” Artinya : dwi = 2, naga = 8, rasa = 6,
wani = 1. jadi tahun 1682. Tahunnya sama, tetapi dekorasinya tak sama. Ini
tergantung dari arsitektur, tujuan dan sudut yang dihiasinya. Warna naga merah.
Merah ialah symbol keberanian. Di halaman Kemagangan ini dahulu diadakan
ujian-ujian bela diri menggunakan tombak antar calon prajurit-prajurit kraton.
Mestinya meraka pada waktu itu sedang marah dan brani.
Luas Kraton Yogyakarta adalah 14.000 m2. Di dalamnya terdapat banyak
bangunan-bangunan, halaman-halaman dan lapangan-lapangan.
B. Sejarah Obyek
Yang disebut Kraton ialah tempat bersemayam ratu-ratu, berasal dari kata-
kata : ka + ratu + an = Kraton. Juga disebut kedaton, yaitu Indonesianya ialah
istana, jadi kraton ialah sebuah istana, tetapi istana bukanlah Kraton. Kraton ialah
sebuah istana yang mengandung arti, arti keagamaan, arti filsafat dan arti kulturil
(kebudayaan).
Dan sesungguhnya Kraton Yogyakarta itu penuh dengan arti-arti tersebut di
atas. Arsitektur bangunan-bangunannya, letak bangsal-bangsalnya, ukiran-
ukirannya, hiasannya, sampai pada warna gedung-gedungnyapun mempunyai arti
pohon-pohon yang ditanam di dalamnya bukan sembarang pohon. Semua yang
terdapat di sini seakan-akan memberi nasehat kepada kita untuk cinta dan
menyerahkan diri kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, berlaku sederhana dan
tekun, berhati-hati dalam tingkah laku kita sehari-hari dan lain-lain.
Siapakah gerangan arsitek dari Kraton ini ? Beliau ialah Sri Sultan
Hamengku Buwana I sendiri. Waktu masih muda, baginda bergelar Pangeran
Mangkubumi Sukowati dan dapat julukan, menurut Dr. F. Pigeund dan Dr. L.
Adam di Majallah Jawa tahun 1940: “de bouwmeester van zjin broer Sunan P.B.
II” (“arsitek dari kakanda Sri Susuhunan Paku Buwana II”).
Kraton Yogyakarta memiliki beberapa bagian, diantaranya Sitihinggil Utara,
Kemandungan Utara, Sri Manganti, Pelataran Kedaton, Kemagangan,
Kemandungan Selatan, Sitihinggil Selatan.
Bagian pertama merupakan bagian dari halaman. Disini Patih beserta para
pegawai bawahannya menghadap Sri Sultan pada upacara-upacara tertentu
misalnya Upacara Grebeg. Tiangnya juga berjumlah 64. sekarang 2 diantaranya
diganti 4 pilar besar-besar. Di atas gerbang terlihatlah beberapa hiasan relief
dengan condro sangkolo “poncogono saliro tunggal”, ponco =5, gono = 6, saliro
= 8, tunggal =1. Dibaca dari belakang = 1965, yakni tahun Jawa pada waktu yang
mana Pagelaran ini dimuliakan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Sebelumnya
mempunyai atap anyaman bambu dan disebut “tratag rambat”. Gerbang sebelah
selatan dihiasi pula dengan relief-relied berisikan sebuah suryo sangkolo ”catur
trisulo kembang lata” atau tahun 1934 M.
Antara sayap kanan-kiri Pagelaran ada dua buah bangsal kecil dengan dua
selogilang tempat singgasana Sri Sultan dan Putera Mahkota. Hiasan ukiran di
bangsa ini bagus sekali. Bangsa ini adalah Bangsal Pangrawit tempat Sri Sultan
mengangkat seorang Patih. Dahulu juga untuk memeriksa ”Gelar-gelar”
(slagorde-barisan) prajurit yang hendak diberangkatkan ke medan perang. Juga
untuk menerima laporan-laporan para senopati perang. (Dr. Th. Pgeaud, Majalah
Jawa 1940). Di tempat ini juga Sri Sultan melihat watangari (toumoi) yang
diadakan di alun-alun utara. Sebuah dataran persis di alun-alun, di bawah rindang
pohon-pohon beringin, di muka pagelaran namanya : Bakung, tempat kuda-kuda.
Kanan-kiri pagelaran ada dua buah bangsal besar beratap klabang
sinander, atap kedua terlepas dari atap pertama, disebut bangsal pangapit atau
bangsal pasewakan. Disinilah panglima-panglima perang menerima perintah-
perintah perang dari Sri Sultan atau menunggu giliran untuk melaporkan sesuatu.
Kemudian hari dipakai untuk caos (tempat jaga) para Bupati Anom Jaba.
Sekarang untuk keperluan kepariwisataan. Kanan-kiri dan sejajar dengan
Pagelaran terpancang dua buah bangsal kecil disebut Bangsal Pemandengan.
Tapnya berbentuk ”kutuk kemambang”. Bangsal ini disebut juga Bangsal Kori,
tempat abdi dalam Kori yang bertugas menyampaikan permohonan rakyat kepada
Sri Sultan. Maka dari itu bangsal ini dapat disamakan dengan pundak yang
menyokong badan Sri Sultan (Pemerintahan Sri Sultan).
1. Upacara Grebeg
Grebeg ialah upacara keagamaan di kraton, yang diadakan tiga kali
setahun, bertepatan dengan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW (Gerbeg
Maulud), Hari Raya Idul Fithri (Grebeg Sawal) dan hari raya Aidil Adha
(Grebeg Besar).
Pada hari itu Sri Sultan berkenan memberi sedekah berupa gunungan-
gunungan berisikan makanan dan lain-lain kepada rakyat. Upacara semacam
itu disertai dengan upacara panembahan Tuhan Yang Maha Kuasa oleh Sri
Sultan sendiri di sitihinggil – utara dan kemudian pembacaan do’a oleh Kyai
Pengulu untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, keagungan agama dan
kebahagiaan serta keselamatan kraton, nusa dan bangsa pada umumnya.
Setelah keluar dari Regol Sri Manganti, Sri Sultan melihat
dihadapannya Bangsal Ponconiti. Ponco berarti lima, symbol dari panca-
Indriya kita. Niti berarti meneliti, menyelidiki, memeriksa. Di sinilah Sri
Sultan mulai meneliti panca – indriyanya, mempersatukan pikirannya untuk
sujud kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, menjunjung tinggi perintahNya.
Karena itulah kanan-kiri Bangsal Ponconiti ditanami pohon-pohon Tanjung.
Halaman di mukanya disebut Kemandungan. Mandung berarti
mengumpulkan. Tanaman yang terlihat di sebelah utara halaman ini adalah
pohon Kepel dan Cengkirgading.
Kepel atau kempel berarti menjadi padat atau beku. Cengkirgading
berwarna kuning. Warna kuning adalah symbol segala sesuatu yang
mengandung makna Ketuhanan. Jadi semuanya mempunyai arti :
“Kumpulkan dan padatkanlah tuan punya panca-indriya dan fikiran, sebab
tuan akan bersujud di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa”. Melalui Regol
Brajanala, Sri Sultan naik tangga-lantai dan di mukanya terlihatlah olehnya
sebuah tembok dari batu bata disebut “Renteng Mentog Baturana”.
Braja berarti : senjata
Nala berarti : hati
Renteng berarti : susah atau khawatir atau sangsi
Baturana berarti : batu pemisah
Semuanya mempunyai arti : “Ta” usahlah tuan khawatir atau sangsi,
kalau menjadi alat Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menjalankan hukum
negara yang adil.
Sri Sultan kemudian naik tangga-lantai membelok ke kanan, tampaklah
olehnya di hadapannya Pohon Jambu Tlampok Arum. Ini mengandung arti :
“Berkatalah selalu yang harum-harum. Bicaralah selalu bijaksana, supaya
nama tuan berbau harum di seluruh dunia”. Sekarang Sri Sultan telah berada
di sitihinggil betul-betul. Di sebelah kiri beliau, Sri Sultan melihat pohon-
pohon Kemuning, ditanam berjejer empat di sebelah selatan Bangsal Witono.
Artinya “Heningkanlah fikiran tuan”. Kemudian baginda naik Bangsal
Witono. Witono asal bahasa Jawa perkataan : wiwitan, artinya : mulailah.
Bangsal Witono itu tempat pusaka-pusaka kraton pada upacara-upacara
Grebeg. Di tebing lantainya sebelah barat terdapat sebuah condrosengkolo
berbunyi “Tinata pirantining Madya Witono” atau tahun 1855 (Jawa) dan di
sebelah timur “Linungid kembar gantraning ron” atau tahun 1926 (Masehi).
Tahun-tahun waktu bangsal ini dimulyakan oleh Sri Sultan H.B. VIII.
Sebelum Sri Sultan duduk di singgasana, singgasana diatur dahulu di
Bangsal Manguntur Tangkil oleh dua orang abdi dalem kraton yang namanya
berawalan Wignya dan Derma. Tiap-tiap pegawai kraton yang telah dilantik,
dapat nama baru dari kraton menurut golongan jabatannya, misalnya
Wignyasekarta, Wignyamanggala dan sebagainya atau Dermosemono,
Dermokalpito dan sebagainya. Awalan Wignya menunjukkan jabatan tukang
membawa “ampilan” Sri Sultan, misalnya tombak, pedang dan lain-lain,
sedang awalan Dermo menunjukkan jabatan ahli ukir-mengukir. Ini
mempunyai arti : “Hendaknya tuan Wignya (pandai, bisa, mampu) duduk di
singgasana, dihadap oleh rakyat tuan, karena tuan hanya saderma (sekedar)
mewakili Tuhan Yang Maha Kuasa”. Itulah sebabnya maka Sri Sultan
mempunyai gelar : Abdurrachman Sayidin Panatagama Kalifatullah.
3. Jengkar Dalem
Jengkar dalem artinya pulang ke kraton, menggambarkan pulangnya
kita semua ke alam baka. Setelah meninggalkan Sitihinggil, sampailah Sri
Sultan di Kemandungan lor. Disitu dilihatnya pohon-pohon Keben. Ini
mengandung arti : “Tangkeben (tutuplah!) mata saudara, telinga Saudara, rasa
Saudara, sebab Saudara sebentar lagi akan menginjak zaman sakaratul maut:.
Kemudian masuk Regol Sri Manganti, Dahulu Sri Sultan berkenan
duduk sebentar di Bangsal Sri Manganti, dijemput oleh permaisuri serta putra-
putra Sri Sultan. Ini menggambarkan waktu kita telah menginjak di alam
Barzah. Kemudian datanglah dua orang bupati nayaka kepadanya untuk
mohon perintah Sri Sultan atau untuk menghaturkan minuman kepadanya. Ini
menggambarkan datangnya dua malaekat yang memberi pelajaran-pelajaran
atau petunjuk-petunjuk agama Islam berdasarkan Kitab Al Qur’an di alam
Barzah.
Di halaman Sri Manganti ada sebuah bangsal lagi, disebut Bangsa Traju
Mas. Ini mengandung arti supaya pandailah kita menimbang-nimbang mana
yang betul, mana yang salah, jangan sampai ingat lagi pada keduniawian,
isteri dan anak-anak yang kita tinggalkan.
Di sebelah selatan Sri Sultan melihat sebuah gedung tinggi, besar, yaitu
gedung, Purwaretna. Ini mempunyai arti : “Kita harus selalu ingat kepada
asal mula kita”.
Gedong tinggi disebelah kanan adalah Gedong Purwaretna. Diatas regol
ada sebuah bulatan atau dengku mengelilingi jagad atau buwana, mengelilingi
dalam bahasa Jawanya : Hamengku. Keduanya dapat dibaca : Hamengku
Buwana, nama Sri Sultan. Dua ekor binatang dibawahnya namanya slira. Slira
adalah delapan. Semua berarti : Hamengku Buwana VIII.
Perhatikanlah patung raksasa putih kanan-kiri regol !
Purwa = pertama = asal
Retna = intan, cahaya
Gedong Purwaretna ini bertingkat tiga, gambaran dari Baital Makmur, Baital
Mucharam dan Baital Muchaddas (Betal makmur, Betal mukaram dan Betal
mukaddas). Jendela ada 4, menggambarkan 4 keblat atau 4 tingkat ketauhidan,
yaitu Syari’at, Tharikat, Chakekat dan Ma’rifat.
Kemudian Sri Sultan melihat Regol Danapratapa. Kanan kiri ditanami
pohon Jambu Dersono. Dersono berarti baik, utama. Regol Danapratapa
memberi nasehat kepada kita : “Sebaik-baik manusia, ialah ia yang suka
memberi dengan ikhlas serta suka membrantas hawa nafsunya”.
Arca raksasa di kanan kiri regol menggambarkan nafsu baik dan nafsu
jahat pada tiap-tiap manusia. Pohon Jambu Dersono dengan arca di mukanya
memberi nasehat kepada kita : “Sebaik-baik manusia ialah ia yang dapat
membedakan antara baik dan jahat”.
Setelah melalui Regol Danapratapa, Sri Sultan sampai di Plataran
Kedaton dan naik di Bangsal Kencana. Perkataan “kencana” itu mengandung
sifat-sifat, anasir-anasir yang bercahaya. Bangsal kencana adalah gambaran
bersatunya kawula-gusti. Maka dari itu condrosengkolo berdirinya Bangsal
Kencana ini berbunyi : “Trus satunggal panditaningrat” atau tahun 1719.
Kemudian Sri Sultan masuk ke Gedong Prabayeksa. Di dalam gedong
ini ada sebuah lampu yang tak pernah padam, bernama Kyai Wiji. Praba
artinya cahaya, yeksa berarti besar, jadi, cahaya yang besar / terang.
Semua di atas itu mengandung arti : Menurut kepercayaan, perjalanan roch di
zaman akherat itu mengikuti jalannya cahaya sampai di sebuah tempat yang
tetap, yang terang dan langgeng.
Sebelah kanan Gedong Prabayeksa berdirilah sebuah bangunan besar,
bercat kuning. Gedong kuning namanya. Gedong ini ialah gambaran tempat
roch-roch yang telah hening, bening, murni, yaitu sorga langgeng.
Kuning adalah warna segala sesuatu yang bersifat Ketuhanan. Semua di atas
itu hanyalah gambaran-gambaran saja, suatu nasehat dari orang tua kepada
turun-turunannya secara visuil-educatief. Nyatanya, terserah kepada Tuhan
Maha Tahu
C. Gambaran Obyek
1. Krapyak
Krapyak adalah sebuah podium tinggi dari batu bata untuk Sri Sultan,
kalau baginda sedang memperhatikan tentara atau kerabatnya memperlihatkan
ketangkasannya mengepung, memburu atau mengejar rusa.
2. Plengkung
Plengkung adalah pintu gerbang yang ada di dalam beteng yang
menghubungkan komplek kraton dengan dunia luar. Plengkung-plengkung itu
adalah :
1. Plengkung Terunasura atau Plengkung Wajilan
2. Plengkung Jogosura atau Plengkung Ngasem
3. Plengkung Jogoboyo atau Plengkung Tamansari
4. Plengkung Nirboyo atau Plengkung Gading
5. Plengkung Tambakboyo atau Plengkung Gondomanan
3. Tratag
Tratag adalah bangunan yang biasanya digunakan untuk berteduh,
beratapkan anyaman-anyaman bambu dengan tiang-tiang tinggi, tanpa
dinding. Di pemerintahan Sri Sultan H.B.VIII semua tratag kraton
dimuliakannya dan diberi atap seng, tetapi arsitekturnya tetap tak berubah.
4. Sitihinggil
Sitihinggil adalah sebuah tempat tinggi yang dulu terdapat sebuah
bangunan berbentuk pendopo untuk tempat duduk Sri Sultan. Halaman
sitihinggil ditanami pohon “Soka” dan pohon “Pelem Cempora”. Di kanan-
kiri sitihinggil terdapat kamar mandi.
5. Bangsal
Bangsal adalah bangunan terbuka yang dahulu digunakan sebagai
pesanggrahan Sri Sultan H.B.I di desa Pandak Karangnangka waktu perang
Giyanti. (1746-1755).
6. Selo Gilang
Yang disebut selo gilang yaitu tempat singgasana Sri Sultan. Kanan-kiri
tempat duduk kerabat kraton dan abdi dalem lainnya serta para rakyatnya pria
dan wanita berkumpul menghormati Sri Sultan.
7. Bangsal Pacikeran
Bangsal pacirekan tempat jaga pegawai-pegawai kraton yang tugasnya
melaksanakan keputusan-keputusan hakim, yaitu abdi dalam Singonegoro dan
Mertolutut (algojo-algojo kraton). Menurut KPH. Suryodiningrat sampai
dengan tahun 1926 bangsal-bangsal ini masih dipakai.
8. Tarub Agung
Tarub Agung yaitu tempat pembesar-pembesar menunggu rombongan
untuk bersama-sama masuk kraton.
9. Bangsal Sitihinggil
Dahulu memang sebuah tratag, berapat anyaman bambu, tetapi pada
tahun 1926 dimulikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII menjadi sebuah
bangsal yang sangat megah. Hiasan relief di tebing sebelah muka
menggambarkan bangsal yang sangat megah. Hiasan relief di tebing sebelah
muka menggambarkan sebuah condrosasongkolo ”Pendito cokor nogo wani”
(1857) dan dibelakangnya sebuah suryosasongkolo ”Gono asto kembang
lata” (1926). Disinilah tempat pangeran-pangeran serta tamu-tamu Sri Sultan
duduk pada upacara-upacara kebesaran misalnya garebeg, penobatan Sri
Sultan dan sebagainya.
D. Koleksi Kraton
Pembangunan Kraton pertama tahun 1750, disana banyak isi dan koleksi
yang menarik yang perlu kita ketahui. Karena halamannya luas dan terbagi
menjadi beberapa ruangan maka koleksi kraton banyak sekali antara lain:
1. Gmm. Dorojatun sewaktu masih kecil + 6 tahun, menjadi putra mahkota yang
nantinya akan menjadi pengganti sultan.
2. Pecis, topi upacara dan tanda pangkat gubernur milik Sri Sultan.
3. Tongkat Komando Gubernur Provinsi DIY.
4. Seragam pramuka milik Sri Sultan.
5. Berbagai pakaian, Mantek milik Sri Sultan.
6. Banyak piagam tanda kehormatan (laha putra), sebagai Bintang RI Angkatan
perang.
7. Ada lambang-lambang dari Swiss, Malaysia, Jepang, Thailand dan lain-lain.
8. Guci dari keramik berwarna hijau tua berhias lukisan wanita dan pria
memakai pakaian tradisional/cina.
9. Hiasan meja yaitu vas bunga dari bahan porselin.
Memasuki ruangan lain yaitu tempat yang berisi batik. Di depan ruangan itu
ada patung orang yang sedang membatik. Banyak terdapat motif batik yang
beraneka ragam.
1. Batik Semen Romo
2. Batik Parang Seling Kawangundil
3. Batik Kontemporer
4. Batik Kawang Seling Tritik
5. Batik Kokasono
6. Batik Perang Seling Yondo Suli, dan lain-lain.
Di dalam ruangan itu selain beragam batik juga ada topeng motif batik,
sumur (set) yang ditutupi. Ada sepeda pada masa lalu salah satu alat angkut untuk
membawa batik. Tembulan yang akan dibawa ketempat prosesing batik (Hibah
dari GBPH H. Yudaningrat).
Macam-macam hiasan di ruangan itu:
1. Stempel untuk batik cao
2. Berbagai macam lilin batik
3. Malam konte
4. Malam lonceng
5. Crampung dan foto berbusana batik, dan lain-lain.
Ada juga bahan-bahan pewarna yang digunakan untuk membuat batik dan
proses pembuatan batik. Bahan pewarna antara lain kayu suwing, mahoni, ratus,
terak bunga srigading dan kayu jambal.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan study wisata dengan tujuan Kraton Yogyakarta dapat
ditarik kesimulan sebagai berikut:
1. Menambah wawasan tentang tempat-tempat hiburan yang belum banyak
diketahui.
2. Mendidik kita untuk mencintai kebudayaan sendiri dan mengembangkannya.
3. Mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan.
4. Mendorong kita untuk mengenalkan budaya Indonesia kepada negara lain
B. Saran
Setelah terselesaikan karya tulis study wisata kami selaku penulis
menyampaikan saran sebagai berikut :
1. Dalam melakukan study tour harus selalu mempersiapkan diri dengan matang
agar tidak sakit setelah sampai tempat tujuan/ketika berangkat.
2. Hendaklah selalu dengan guru dan pembimbing agar tidak tersesat.
3. Dalam pembuatan sebuah laporan study wisata ini bersifat kelompok.
Hendaklah seluruh kelompok bekerja sama dan jangan terpaku pada salah satu
anak saja agar hasilnya maksimal.
4. Dalam membuat laporan study wisata pengetahuan yang cukup, maka dari itu
jangan hanya terpaku pada satu buku panduan saja. Tetapi carilah
pengetahuan dari buku-buku lain sehingga laporan yang dibuat akan lebih
maksimal dan usaha menentukan keberhasilan pula.
BAB IV
PENUTUP
Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang selalu memberi kita petunjuk. Kami tim
penyusun telah melaksanakan dan menyelesaikan tugas karya tulis ini sebagai salah
satu syarat untuk menempuh UAS dan UAN dengan sederhana dan dengan
kemampuan kami seadanya. Sebagai upaya untuk menciptakan situasi yang lebih baik
dalam rangka mengangkat harkat dan martabat manusia menuju pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya, maka diharapkan kita semua untuk bersama-sama
mengerti dan menghayati maksud yang terkandung dalam pelaksanaan “KARYA
WISATA”.
Dengan begitu kami berharap untuk lebih bisa membangun diri sendiri,
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
a. Foto-Foto Koleksi
b. Denah/Peta
c. Dokumen-dokumen