You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Study wisata merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
pengetahuan tentang berbagai tempat wisata. Laporan study wisata dibuat untuk
memenuhi salah satu standar kompetensis mata pelajaran Bahasa Indonesia, yaitu
siswa diharapkan mampu melaksnakan dan mengomunikasikan hasil pengamatan
pada saat melakukan study wisata di Kraton Yogyakarta.
Hal ini dilakukan dan ditentukan pada siswa agar mereka lebih peduli pada
tempat-tempat bersejarah yang menjadi komunitas atau museum benda-benda
sejarah. Selain itu salah satu tempat yang kami tuju yaitu Kraton Yogyakata. Para
siswa menjadi lebih mengetahui tempat-tempat yang bersejarah di Indonesia dan
mengetahui begitu besar kekayaan Indonesia dengan budaya yang khas yang
menjual karakteristik bangsa Indonesia. Dan mereka akan terangsang untuk
mengembangkan budaya bangsa.
Mengingat akan pentingnya study wisata ini kami tertarik untuk
membukukan karya tulis study wisata yang kami laksanakan.

B. Tujuan Karya Tulis


Karya tulis ini dibuat agar pembaca dapat mengetahui tentang study wisata
yang kami tuju dan keadaannya.

C. Metode
Study wisata ini dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2008 dengan tujuan
wisata Kraton Yogyakarta. Sebagai bahan pembuatan karya tulis ini kami
melakukan pengamatan dan mencatat data-data penting yang terdapat pada tempat
tujuan.

D. Kegunaan Studi Wisata


1. Mengetahui tempat-tempat bersejarah.
2. Mendorong siswa untuk lebih menghormati dan menghargai pahlawan yang
telah gugur.
3. Seperti pada tempat yang dituju yaitu kraton Yogyakarta siswa menjadi lebih
mengetahui dan terangsang untuk melinduni melestarikan, adat dan budaya
bangsa Indonesia.
E. Meninjau Kraton Yogyakarta
Dari Kantor Pos Yogyakarta kita pergi ke selatan dan melalui gladag
panurakan, sampailah kita di Alun-alun Utara. Tentang nama Pangurakan ini
banyak keterangan.
1. Tuan Goricke dan Roorda, mengartikan tempat ini sebagai suatu tempat
dimana “urak” atau “daftar juga” diserahkan kepada yang berkewajiban.
2. Sedang BPH. Suryodiningrat berpendapat bahwa tempat ini dahulu adalah
sebuah tempat dimana pegawai kraton yang mendapat hukuman buang diurak
(diusir) dari kota.
Keliling alun-alun terdapat 62 batang pohon beringin dan di tengah-tengah
2 batang, jadi semuanya 64 batang, sesuai dengan usia Nabi Muhammad SAW.
Pohon beringin di tengah-tengah alun-alun berpagar batu bata, maka disebut juga
”Waringin Kurung”. Diberi nama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru,
menggambarkan bahwa kedua Waringin Kurung ini menggambarkan sirnuolis,
macro cosmos dan micro cosmos.
Di sela-sela pohon beringin kelilig alun-alun berdiri bangunan-bangunan
berbentuk pendapa, disebut Pekapalan Tempat Bupati-Bupati dahulu lugur
(singgah untuk beberapa hari) kalau ada sesuatu upacara. Sekarang dipakai untuk
bermacam-macam Kantor Jawatan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Di sebelah barat alun-alun berdiri Masjid Besar, berbentuk pendapa tertutup
dengan serambi terbuka dimukanya. Atapnya bertingkat, tiang-tiang Masjid Besar
di sebelah dalam terdiri dari batang-batang kayu jati bulat-bulat, menjulang ke
atas menahan kedua atap masjid itu. Konstruksi dan arsiteknya Jawa Asli.
Di halaman Masjid sebelah kanan kiri ada dua bangunan berlantai tinggi
bernama Pagongan, tempat gamelan sekali dibunyikan selama satu minggu
menjelang perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW.
Alun-alun utara ini satu bagian dari kompleks kraton yang sangat penting,
dari dahulu sampai sekarang, sebab disinilah Raja dapat berhubungan langsung
dengan rakyat, seperti pada latihan-latihan watangan (tournoi), rampongan macan,
garebeg, maleman Sekaten dan lain-lain. Kejadian-kejadian tersebut tadi
mengambil tempat di seluruh alun-alun oleh karenanya sukar bagi pemerintah
untuk menanaminya dengan tanaman bunga-bungaan dan sebagainya.
Sekarang kita mendekati kompleks kraton yang membujur dari utara ke
selatan sepanjang kurang 1 Km terdiri atas 7 halaman, satu dengan yang lainnya
dihubungkan dengan sebuah pintu gerbang. Regol namanya.
BAB II
ISI (OBYEK)

A. Lokasi Obyek
Kompleks Kraton terletak ditengah-tengah, tetapi daerah kraton
membentang antara Sungai Code dan Sungai Winanga, dari utara ke selatan, dati
Tugu sampai Krapyak. Nama kampung-kampung jelas memberi bukti kepada kita
bahwa ada hubungannya antara penduduk kampung itu dengan tugasnya di
Kraton pada waktu dahulu, misalnya ; Gandekan = tempat tinggal gandek-gandek
(koerier) dari Sri Sultan, Wirobrajan tempat tinggal prajurit kraton Wirobraja,
Pasindenan tempat tinggal pesinden-pesinden (penyanyi-penyanyi) kraton.
Daerah kraton di hutan Garjitawati, dekat desa Beringin dan desa
Pacetokan. Karena daerah ini dianggap kurang memadai untuk membangun
sebuah kraton dengan bentengnya, maka aliran Sungai Code di belokkan sedikit
ke timur dan aliran Sungai Winanga sedikit ke barat.
Kraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 atau tahun Jawa 1682,
diperingati dengan sebuah condrosengkolo memet dipintu gerbang Kemagangan
dan di pintu gerbang Gadung Mlati, berupa dua ekor naga berlilitan satu sama
lainnya. Dalam bahasa Jawa : “Dwi naga rasa tunggal”. Artinya : Dwi = 2, naga
= 8, rasa = 6, tunggal = 1. Dibaca dari belakang : 1682. Warna naga hijau. Hijau
ialah symbol dari pengharapan.
Di sebelah luar dari pintu gerbang itu, di atas tebing tembok kanan-kiri ada
hiasan juga terdiri dari 2 ekor naga bersiap-siap untuk mempertahankan diri.
Dalam bahasa Jawa : “Dwi naga rasa wani” Artinya : dwi = 2, naga = 8, rasa = 6,
wani = 1. jadi tahun 1682. Tahunnya sama, tetapi dekorasinya tak sama. Ini
tergantung dari arsitektur, tujuan dan sudut yang dihiasinya. Warna naga merah.
Merah ialah symbol keberanian. Di halaman Kemagangan ini dahulu diadakan
ujian-ujian bela diri menggunakan tombak antar calon prajurit-prajurit kraton.
Mestinya meraka pada waktu itu sedang marah dan brani.
Luas Kraton Yogyakarta adalah 14.000 m2. Di dalamnya terdapat banyak
bangunan-bangunan, halaman-halaman dan lapangan-lapangan.
B. Sejarah Obyek
Yang disebut Kraton ialah tempat bersemayam ratu-ratu, berasal dari kata-
kata : ka + ratu + an = Kraton. Juga disebut kedaton, yaitu Indonesianya ialah
istana, jadi kraton ialah sebuah istana, tetapi istana bukanlah Kraton. Kraton ialah
sebuah istana yang mengandung arti, arti keagamaan, arti filsafat dan arti kulturil
(kebudayaan).
Dan sesungguhnya Kraton Yogyakarta itu penuh dengan arti-arti tersebut di
atas. Arsitektur bangunan-bangunannya, letak bangsal-bangsalnya, ukiran-
ukirannya, hiasannya, sampai pada warna gedung-gedungnyapun mempunyai arti
pohon-pohon yang ditanam di dalamnya bukan sembarang pohon. Semua yang
terdapat di sini seakan-akan memberi nasehat kepada kita untuk cinta dan
menyerahkan diri kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, berlaku sederhana dan
tekun, berhati-hati dalam tingkah laku kita sehari-hari dan lain-lain.
Siapakah gerangan arsitek dari Kraton ini ? Beliau ialah Sri Sultan
Hamengku Buwana I sendiri. Waktu masih muda, baginda bergelar Pangeran
Mangkubumi Sukowati dan dapat julukan, menurut Dr. F. Pigeund dan Dr. L.
Adam di Majallah Jawa tahun 1940: “de bouwmeester van zjin broer Sunan P.B.
II” (“arsitek dari kakanda Sri Susuhunan Paku Buwana II”).
Kraton Yogyakarta memiliki beberapa bagian, diantaranya Sitihinggil Utara,
Kemandungan Utara, Sri Manganti, Pelataran Kedaton, Kemagangan,
Kemandungan Selatan, Sitihinggil Selatan.
Bagian pertama merupakan bagian dari halaman. Disini Patih beserta para
pegawai bawahannya menghadap Sri Sultan pada upacara-upacara tertentu
misalnya Upacara Grebeg. Tiangnya juga berjumlah 64. sekarang 2 diantaranya
diganti 4 pilar besar-besar. Di atas gerbang terlihatlah beberapa hiasan relief
dengan condro sangkolo “poncogono saliro tunggal”, ponco =5, gono = 6, saliro
= 8, tunggal =1. Dibaca dari belakang = 1965, yakni tahun Jawa pada waktu yang
mana Pagelaran ini dimuliakan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Sebelumnya
mempunyai atap anyaman bambu dan disebut “tratag rambat”. Gerbang sebelah
selatan dihiasi pula dengan relief-relied berisikan sebuah suryo sangkolo ”catur
trisulo kembang lata” atau tahun 1934 M.
Antara sayap kanan-kiri Pagelaran ada dua buah bangsal kecil dengan dua
selogilang tempat singgasana Sri Sultan dan Putera Mahkota. Hiasan ukiran di
bangsa ini bagus sekali. Bangsa ini adalah Bangsal Pangrawit tempat Sri Sultan
mengangkat seorang Patih. Dahulu juga untuk memeriksa ”Gelar-gelar”
(slagorde-barisan) prajurit yang hendak diberangkatkan ke medan perang. Juga
untuk menerima laporan-laporan para senopati perang. (Dr. Th. Pgeaud, Majalah
Jawa 1940). Di tempat ini juga Sri Sultan melihat watangari (toumoi) yang
diadakan di alun-alun utara. Sebuah dataran persis di alun-alun, di bawah rindang
pohon-pohon beringin, di muka pagelaran namanya : Bakung, tempat kuda-kuda.
Kanan-kiri pagelaran ada dua buah bangsal besar beratap klabang
sinander, atap kedua terlepas dari atap pertama, disebut bangsal pangapit atau
bangsal pasewakan. Disinilah panglima-panglima perang menerima perintah-
perintah perang dari Sri Sultan atau menunggu giliran untuk melaporkan sesuatu.
Kemudian hari dipakai untuk caos (tempat jaga) para Bupati Anom Jaba.
Sekarang untuk keperluan kepariwisataan. Kanan-kiri dan sejajar dengan
Pagelaran terpancang dua buah bangsal kecil disebut Bangsal Pemandengan.
Tapnya berbentuk ”kutuk kemambang”. Bangsal ini disebut juga Bangsal Kori,
tempat abdi dalam Kori yang bertugas menyampaikan permohonan rakyat kepada
Sri Sultan. Maka dari itu bangsal ini dapat disamakan dengan pundak yang
menyokong badan Sri Sultan (Pemerintahan Sri Sultan).

1. Upacara Grebeg
Grebeg ialah upacara keagamaan di kraton, yang diadakan tiga kali
setahun, bertepatan dengan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW (Gerbeg
Maulud), Hari Raya Idul Fithri (Grebeg Sawal) dan hari raya Aidil Adha
(Grebeg Besar).
Pada hari itu Sri Sultan berkenan memberi sedekah berupa gunungan-
gunungan berisikan makanan dan lain-lain kepada rakyat. Upacara semacam
itu disertai dengan upacara panembahan Tuhan Yang Maha Kuasa oleh Sri
Sultan sendiri di sitihinggil – utara dan kemudian pembacaan do’a oleh Kyai
Pengulu untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, keagungan agama dan
kebahagiaan serta keselamatan kraton, nusa dan bangsa pada umumnya.
Setelah keluar dari Regol Sri Manganti, Sri Sultan melihat
dihadapannya Bangsal Ponconiti. Ponco berarti lima, symbol dari panca-
Indriya kita. Niti berarti meneliti, menyelidiki, memeriksa. Di sinilah Sri
Sultan mulai meneliti panca – indriyanya, mempersatukan pikirannya untuk
sujud kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, menjunjung tinggi perintahNya.
Karena itulah kanan-kiri Bangsal Ponconiti ditanami pohon-pohon Tanjung.
Halaman di mukanya disebut Kemandungan. Mandung berarti
mengumpulkan. Tanaman yang terlihat di sebelah utara halaman ini adalah
pohon Kepel dan Cengkirgading.
Kepel atau kempel berarti menjadi padat atau beku. Cengkirgading
berwarna kuning. Warna kuning adalah symbol segala sesuatu yang
mengandung makna Ketuhanan. Jadi semuanya mempunyai arti :
“Kumpulkan dan padatkanlah tuan punya panca-indriya dan fikiran, sebab
tuan akan bersujud di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa”. Melalui Regol
Brajanala, Sri Sultan naik tangga-lantai dan di mukanya terlihatlah olehnya
sebuah tembok dari batu bata disebut “Renteng Mentog Baturana”.
Braja berarti : senjata
Nala berarti : hati
Renteng berarti : susah atau khawatir atau sangsi
Baturana berarti : batu pemisah
Semuanya mempunyai arti : “Ta” usahlah tuan khawatir atau sangsi,
kalau menjadi alat Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menjalankan hukum
negara yang adil.
Sri Sultan kemudian naik tangga-lantai membelok ke kanan, tampaklah
olehnya di hadapannya Pohon Jambu Tlampok Arum. Ini mengandung arti :
“Berkatalah selalu yang harum-harum. Bicaralah selalu bijaksana, supaya
nama tuan berbau harum di seluruh dunia”. Sekarang Sri Sultan telah berada
di sitihinggil betul-betul. Di sebelah kiri beliau, Sri Sultan melihat pohon-
pohon Kemuning, ditanam berjejer empat di sebelah selatan Bangsal Witono.
Artinya “Heningkanlah fikiran tuan”. Kemudian baginda naik Bangsal
Witono. Witono asal bahasa Jawa perkataan : wiwitan, artinya : mulailah.
Bangsal Witono itu tempat pusaka-pusaka kraton pada upacara-upacara
Grebeg. Di tebing lantainya sebelah barat terdapat sebuah condrosengkolo
berbunyi “Tinata pirantining Madya Witono” atau tahun 1855 (Jawa) dan di
sebelah timur “Linungid kembar gantraning ron” atau tahun 1926 (Masehi).
Tahun-tahun waktu bangsal ini dimulyakan oleh Sri Sultan H.B. VIII.
Sebelum Sri Sultan duduk di singgasana, singgasana diatur dahulu di
Bangsal Manguntur Tangkil oleh dua orang abdi dalem kraton yang namanya
berawalan Wignya dan Derma. Tiap-tiap pegawai kraton yang telah dilantik,
dapat nama baru dari kraton menurut golongan jabatannya, misalnya
Wignyasekarta, Wignyamanggala dan sebagainya atau Dermosemono,
Dermokalpito dan sebagainya. Awalan Wignya menunjukkan jabatan tukang
membawa “ampilan” Sri Sultan, misalnya tombak, pedang dan lain-lain,
sedang awalan Dermo menunjukkan jabatan ahli ukir-mengukir. Ini
mempunyai arti : “Hendaknya tuan Wignya (pandai, bisa, mampu) duduk di
singgasana, dihadap oleh rakyat tuan, karena tuan hanya saderma (sekedar)
mewakili Tuhan Yang Maha Kuasa”. Itulah sebabnya maka Sri Sultan
mempunyai gelar : Abdurrachman Sayidin Panatagama Kalifatullah.

2. Rintangan-Rintangan dalam Semadi


Tepat di muka Tratag Sitihinggil dan Bangsal Manguntur Tangkil,
terdapat sebuah bangunan bernama Tarub Hangung. Bangunan ini berdiri di
atas 4 tiang tinggi dari besi (pilar besi) dan mempunyai bentuk empat persegi.
Arti bangunan ini ialah : siapa yang sedang semadi atau gemar semadi, sujud
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berada selalu dalam Keagungan. Menuruti
garis lurus pandangan mata ke utara, kita lalui Pagelaran, tempat dimana patih
dan pegawai bawahannya “sowan” atau duduk menunggu “dawuh” atau
perintah Sri Sultan. Gelar berarti terang. Siapa yang sedang menjalankan
semadi berada dalam suasana terang benderang, karena dapat penerangan dari
Tuhan sendiri.
Di tengah-tengah terlihat gerbang Pagelaran. Arsitektur pagar Pohon
Beringin terdiri dari garis-garis tegak lurus, berbeda dengan pagar Supit-
Urang di alun-alun selatan. Arti dan fungsinyapun berbeda. Sayang sekali
pemandangan “dikotori” oleh tiang-tiang listrik.
Sampailah kita di alun-alun. Menggambarkan suasana “nglangut”
suasana tanpa tepi, suasana hati kita dalam semadi. Pohon Beringin di tengah-
tengah alun-alun menggambarkan suasana, seakan-akan kita terpisah dari diri
kita, seakan-akan kita kembar. Microcosmos bersatu menjadi macrocosmos.
Simpang empat di sebelah utara Pengurakan menggambarkan goda-goda
dalam semadi. Kita tak boleh ke kanan atau ke kiri, tetapi terus ketujuan kita.
Sampailah kita ke pasar Beringharja. Gambaran rintangan-rintangan
atau goda-goda dalam semadi yang hebat. Apakah yang tidak ada di pasar ?
Semua ada : wanita-wanita cantik, makanan lezat, minuman segar, kain bagus
berwarna-warni, bau-bauan yang wangi dan sedap.
Setelah ini kita sampai di Kepatihan. Seorang patih adalah seorang
pegawai tertinggi dari Sri Sultan yang besar sekali kekuasaannya. Memuat arti
godaan dalam semadi berupa kekuasaan, drajat, pangkat dan semat (uang).
Sampailah kita sekarang di akhir tujuan kita, Tugu, symbol dari tempat
Alif Mutakalliman Wachid, badan Ilafi, bersatunya Kawula dan Gusti,
bersatunya Hamba dan Tuhannya, suatu suasana dalam cita-rasa kita, yang
memberi keyakinan mutlak kita, bahwa segala sesuatu dapat terjadi karena
kemauan dan izin dari Tuhan Yang Maha Kuasa. La chaula wala chuata Illa
billahil’alahil alim: tiada ada kekuasaan, selain dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kemudian Sri Sultan memberi isyarat memberangkatkan prajurit-
prajurit kraton, terdiri dari 9 peleton. Ini untuk memperingati jasa-jasa Wali
Sanga, sembilan orang penyebar agama Islam di Jawa.
Selesai prajurit-prajurit berdefile di muka Sri Sultan menyusul keluar
sedekah Sri Sultan berupa gunungan-gunungan, laki-laki dan perempuan,
berisi makan-makanan, jadah dan lain-lain dibawa ke masjid besar
Yogyakarta. Disana oleh Kyai Penghulu dibacakan doa – doa untuk
keselamatan Sri Sultan, kesejahteraan rakyat dan keagungan agama, nusa dan
bangsa.
Perlu juga diterangkan disini, bahwa keluarnya gunung-gunungan dari
kraton menuju ke masjid besar itu sepanjang jalan diberi penghormatan salvo
dari prajurit-prajurit kraton dan dikawal oleh 2 peleton prajurit pula, sampai
ke pintu gerbang masjid besar. Prajurit-prajurit pengawal gunungan ini
beruniform hitam dan satunya putih.
Hitam symbol dari ketepatan hati. Putih symbol dari kesucian.
Kedua peleton itu merupakan symbol dari sifat : tetap suci.

3. Jengkar Dalem
Jengkar dalem artinya pulang ke kraton, menggambarkan pulangnya
kita semua ke alam baka. Setelah meninggalkan Sitihinggil, sampailah Sri
Sultan di Kemandungan lor. Disitu dilihatnya pohon-pohon Keben. Ini
mengandung arti : “Tangkeben (tutuplah!) mata saudara, telinga Saudara, rasa
Saudara, sebab Saudara sebentar lagi akan menginjak zaman sakaratul maut:.
Kemudian masuk Regol Sri Manganti, Dahulu Sri Sultan berkenan
duduk sebentar di Bangsal Sri Manganti, dijemput oleh permaisuri serta putra-
putra Sri Sultan. Ini menggambarkan waktu kita telah menginjak di alam
Barzah. Kemudian datanglah dua orang bupati nayaka kepadanya untuk
mohon perintah Sri Sultan atau untuk menghaturkan minuman kepadanya. Ini
menggambarkan datangnya dua malaekat yang memberi pelajaran-pelajaran
atau petunjuk-petunjuk agama Islam berdasarkan Kitab Al Qur’an di alam
Barzah.
Di halaman Sri Manganti ada sebuah bangsal lagi, disebut Bangsa Traju
Mas. Ini mengandung arti supaya pandailah kita menimbang-nimbang mana
yang betul, mana yang salah, jangan sampai ingat lagi pada keduniawian,
isteri dan anak-anak yang kita tinggalkan.
Di sebelah selatan Sri Sultan melihat sebuah gedung tinggi, besar, yaitu
gedung, Purwaretna. Ini mempunyai arti : “Kita harus selalu ingat kepada
asal mula kita”.
Gedong tinggi disebelah kanan adalah Gedong Purwaretna. Diatas regol
ada sebuah bulatan atau dengku mengelilingi jagad atau buwana, mengelilingi
dalam bahasa Jawanya : Hamengku. Keduanya dapat dibaca : Hamengku
Buwana, nama Sri Sultan. Dua ekor binatang dibawahnya namanya slira. Slira
adalah delapan. Semua berarti : Hamengku Buwana VIII.
Perhatikanlah patung raksasa putih kanan-kiri regol !
Purwa = pertama = asal
Retna = intan, cahaya
Gedong Purwaretna ini bertingkat tiga, gambaran dari Baital Makmur, Baital
Mucharam dan Baital Muchaddas (Betal makmur, Betal mukaram dan Betal
mukaddas). Jendela ada 4, menggambarkan 4 keblat atau 4 tingkat ketauhidan,
yaitu Syari’at, Tharikat, Chakekat dan Ma’rifat.
Kemudian Sri Sultan melihat Regol Danapratapa. Kanan kiri ditanami
pohon Jambu Dersono. Dersono berarti baik, utama. Regol Danapratapa
memberi nasehat kepada kita : “Sebaik-baik manusia, ialah ia yang suka
memberi dengan ikhlas serta suka membrantas hawa nafsunya”.
Arca raksasa di kanan kiri regol menggambarkan nafsu baik dan nafsu
jahat pada tiap-tiap manusia. Pohon Jambu Dersono dengan arca di mukanya
memberi nasehat kepada kita : “Sebaik-baik manusia ialah ia yang dapat
membedakan antara baik dan jahat”.
Setelah melalui Regol Danapratapa, Sri Sultan sampai di Plataran
Kedaton dan naik di Bangsal Kencana. Perkataan “kencana” itu mengandung
sifat-sifat, anasir-anasir yang bercahaya. Bangsal kencana adalah gambaran
bersatunya kawula-gusti. Maka dari itu condrosengkolo berdirinya Bangsal
Kencana ini berbunyi : “Trus satunggal panditaningrat” atau tahun 1719.
Kemudian Sri Sultan masuk ke Gedong Prabayeksa. Di dalam gedong
ini ada sebuah lampu yang tak pernah padam, bernama Kyai Wiji. Praba
artinya cahaya, yeksa berarti besar, jadi, cahaya yang besar / terang.
Semua di atas itu mengandung arti : Menurut kepercayaan, perjalanan roch di
zaman akherat itu mengikuti jalannya cahaya sampai di sebuah tempat yang
tetap, yang terang dan langgeng.
Sebelah kanan Gedong Prabayeksa berdirilah sebuah bangunan besar,
bercat kuning. Gedong kuning namanya. Gedong ini ialah gambaran tempat
roch-roch yang telah hening, bening, murni, yaitu sorga langgeng.
Kuning adalah warna segala sesuatu yang bersifat Ketuhanan. Semua di atas
itu hanyalah gambaran-gambaran saja, suatu nasehat dari orang tua kepada
turun-turunannya secara visuil-educatief. Nyatanya, terserah kepada Tuhan
Maha Tahu

C. Gambaran Obyek
1. Krapyak
Krapyak adalah sebuah podium tinggi dari batu bata untuk Sri Sultan,
kalau baginda sedang memperhatikan tentara atau kerabatnya memperlihatkan
ketangkasannya mengepung, memburu atau mengejar rusa.

2. Plengkung
Plengkung adalah pintu gerbang yang ada di dalam beteng yang
menghubungkan komplek kraton dengan dunia luar. Plengkung-plengkung itu
adalah :
1. Plengkung Terunasura atau Plengkung Wajilan
2. Plengkung Jogosura atau Plengkung Ngasem
3. Plengkung Jogoboyo atau Plengkung Tamansari
4. Plengkung Nirboyo atau Plengkung Gading
5. Plengkung Tambakboyo atau Plengkung Gondomanan

3. Tratag
Tratag adalah bangunan yang biasanya digunakan untuk berteduh,
beratapkan anyaman-anyaman bambu dengan tiang-tiang tinggi, tanpa
dinding. Di pemerintahan Sri Sultan H.B.VIII semua tratag kraton
dimuliakannya dan diberi atap seng, tetapi arsitekturnya tetap tak berubah.
4. Sitihinggil
Sitihinggil adalah sebuah tempat tinggi yang dulu terdapat sebuah
bangunan berbentuk pendopo untuk tempat duduk Sri Sultan. Halaman
sitihinggil ditanami pohon “Soka” dan pohon “Pelem Cempora”. Di kanan-
kiri sitihinggil terdapat kamar mandi.

5. Bangsal
Bangsal adalah bangunan terbuka yang dahulu digunakan sebagai
pesanggrahan Sri Sultan H.B.I di desa Pandak Karangnangka waktu perang
Giyanti. (1746-1755).

6. Selo Gilang
Yang disebut selo gilang yaitu tempat singgasana Sri Sultan. Kanan-kiri
tempat duduk kerabat kraton dan abdi dalem lainnya serta para rakyatnya pria
dan wanita berkumpul menghormati Sri Sultan.

7. Bangsal Pacikeran
Bangsal pacirekan tempat jaga pegawai-pegawai kraton yang tugasnya
melaksanakan keputusan-keputusan hakim, yaitu abdi dalam Singonegoro dan
Mertolutut (algojo-algojo kraton). Menurut KPH. Suryodiningrat sampai
dengan tahun 1926 bangsal-bangsal ini masih dipakai.

8. Tarub Agung
Tarub Agung yaitu tempat pembesar-pembesar menunggu rombongan
untuk bersama-sama masuk kraton.

9. Bangsal Sitihinggil
Dahulu memang sebuah tratag, berapat anyaman bambu, tetapi pada
tahun 1926 dimulikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII menjadi sebuah
bangsal yang sangat megah. Hiasan relief di tebing sebelah muka
menggambarkan bangsal yang sangat megah. Hiasan relief di tebing sebelah
muka menggambarkan sebuah condrosasongkolo ”Pendito cokor nogo wani”
(1857) dan dibelakangnya sebuah suryosasongkolo ”Gono asto kembang
lata” (1926). Disinilah tempat pangeran-pangeran serta tamu-tamu Sri Sultan
duduk pada upacara-upacara kebesaran misalnya garebeg, penobatan Sri
Sultan dan sebagainya.

10. Bangsal Manguntur Tangkil


Tempat Singgasana Sri Sultan. Belakang singgasana ada sebuah
bangunan besar berbentuk pendapa berlantai marmer dihiasi ukir-ukiran indah
sekali disebut Bangsal Wilopo.

11. Bangsal Wilopo


Pada upacara garebeg disinilah tempat pusaka-pusaka kraton. Pada
tebing belakang dari lantai tengah bangsal Wilopo bertulis sebuah
condrosangkolo ”Tinoto purantining madya Wilono’ (1855) dan sebuah
suryosangkolo ”Linungit kembar gatraning ron” (1925). Kedua-duanya
menunjukkan tahun dimuliakannya bangsal ini oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono VIII.

12. Bangsal Bale Bang


Dahulu dipakai untuk menyimpan gamelan Sekati. Disebelah barat
terletak Bale Angun-angun, disini dahulu disimpan sebuah pusaka kraton
Kanjeng Kyai Sura Angun-angun, sebuah tombak untuk membunuh banteng.
Di sitihinggil inilah Sri Sultan dinobatkan. Selogilang di sebelah kanan
Bangsal Tangklik agak ke muka adalah tempat untuk putra mahkota.

13. Kemandungan Lor (Kaben)


Sebelum sampai Kaben kita lalui sebuah tembok pemisah yang tebal da
tinggi yaitu Benteng Mentok Baturetno kalau kita sudah sampai pintu gerbang
Brojolono, terbentanglah di mukakita halaman Kemandungan Lor.
Dinamakan oleh rakyat Keben karena disini terdapat pohon-pohon Keben.
Di tengah-tengah halaman terpancang bangsal Ponconiti, dihias dengan ukir-
ukiran kayu yang indah. Bangsal ini dahulu dipakai untuk mengadili sesuatu
perkara dengan hukuman mati.
Sidang pengadilan dipimpin oleh Sri Sultan sendiri. Tetapi menurut
GPH Mangkukusomo sejak pemerintah Sri Sultan HB. VIII (Jaman Raffles)
tidak dipakai lagi. Tamu-tamu kraton turun dari kendaraannya di Bale Anti
Wahana sebelah selatan bangsal Ponconiti.
14. Srimanganti
Melalui pintu gerbang (regol) Srimanganti kita sampai halaman
Srimanganti, bagian Kraton III. Di halaman ini terdapat dua bangsal yaitu
bangsa Srimanganti disebelah barat dan Trajumas di sebelah timur. Di bangsal
Srimanganti sekarang disimpan pusaka-pusaka kraton berupa gamelan seperti
Kyai Gunturmadu dan Kyai Nogowilogo, juga masyhur dengan nama
Gamelan sekali. Hanya sekali dalam setahun di halaman kita dapat mendengar
gamelan ini pada bulan Maulud, 7 hari lamanya di halaman Masjid Besar
untuk memperingati naluri pada zaman masuknya Islam di Jawa. Pada waktu
itu Sunan Kalijaga memberi dakwah Islam dengan memukul gamelan di
Masjid Demak. Kyai Guntur Laut seperangkat gamelan kraton, hanya
dibunyikan untuk menghormati Sri Sultan atau tamu resmi/agung. Kyai Kebo
Ganggang adalah seperangkat gamelan kraton yang dibunyikan pada upacara
sunatan putra-putra Sri Sultan. Kyai Tanda Lawak adalah sebuah tandu Sri
Sultan Hamengkubuwono I.

15. Bangsal Trajumas


Bangsal Trajumas disimpan bermacam-macam Tandu Jempono,
Plongko, Joli, Meja Hias dan lain-lain. Melalui gerbang Danapertapa
sampailah kita di halaman kraton bagian IV dan yang terpenting, oleh karena
Sri Sultan Putra Mahkota berdiam disini. Pintu gerbang Danapertapa inipun
dihias dengan sangat indah, menggambarkan sebuah suryosangkolo ”jagad
ing asta neng wiwara narpati” (1921) dan di sebelah belakangnya sebuah
condrosangkolo ”Esti sara esti aji” (1858). Hiasan sebelah muka
menggambarkan juga nama Sri Sultan dan cita-citanya, yaitu memakmurkan
rakyat dan negaranya. ”Pepetan” (hiasan) semacam ini disebut
”Sangkalmemet”. Paling atas nama Sri Sultan digambarkan dengan jagad
dilingkari oleh bulatan (jagad = buana, lingkaran = wengku = mengku) jadi
Hamengku Buwana. Sengkalan memet (chronogram) ini menunjukkan tahun
waktu Sri Sultan HB. VIII memulai memegang tampuk pemerintah. ”Daun
Kluwih” (luwih = lebih) ”padi” dan ”kapas” lambang sandang pangan =
kemakmuran. Di muka gerbang sebelah kiri kanan berdiri dua buah patung
raksasa kembar simbol penjaga kraton atau penjaga diri manusia pribadi, yaitu
bahwa nasib baik dan buruk. Pada hakikatnya baik dan buruk itu sama, tinggal
kita memilih mana yang kita sukai tanggung jawab sendiir.
16. Regol Danpertapa
Dalam Regol Danpertapa di dinding belakang sebuah lambang kraton
Yogyakarta. Sebelah atas adalah mahkoda Sri Sultan, dibawahnya kanan kiri
”Sumping” kerajaan. Kedua sayap menggambarkan sikap waspada dan
bijaksana. Di tengah terlukis nama Sri Sultan dengan hurug Jawa : HB =
Hamengku Buwana. Warna simbol keemasan berarti warna segala apa yang
mengandung keagamaan. Dasar merah berarti berani. Semuanya sesuai
dengan gelar Sri Sultan = Sayidin Panatagama Kalifatullah.

17. Plataran Kraton


Plataran ini ditanami pohon-pohon sawo kecik. Dengan daun-daunnya
yang rindah pohon sawo memberi suasana aman dan tenteram. Di sebelah
barat menghadap ke timur berdirilah Bangsal Kencana berbentuk pendapa
dilingkari dengan emper (kaki lima) pada keempat sisinya. Bentuk semacam
ini disebut bentuk Sinom. Lantainya dari marmer, tiang-tiangnya kayu jati,
plafonnya dihias ukir-ukiran amat ndah, warna tiang dan bentuk bangsal
merupakan suatu keserasian (harmoni) yang amat indah. Pada upacara-
upacara kebesaran Sri Sultan duduk di Singgasana di tengah-tengah keempat
tiang utamanya (Saka Guru) menghadap ke timur. Bangsal ini dikelilingi
tratag, berlantai marmer bertiang besi dan beratap seng. Disinilah dahulu
diadakan latihan-latihan beksan (tari Jawa) oleh abdi dalem dan kerabat
keraton. Tempat dimuka tratag. Disinilah pula pemain beksa bersiap-siap
menunggu gilirannya. Juga dipakai tempat gamelan kalau ada tamu agung.
Tratag di sebelah barat bangsal kencana adalah tempat latihan penari-penari
putri.

18. Bangsal Proboyakso


Tempat penyimpanan pusaka-pusaka kraton. Di dalamnya ada lampu
yang tak pernah padam, Kyai WijiNamanya. Menurut KPH. Brontodiningrat
lampu ini adalah simbol dari sinar yang tak pernah padam. Sedang menurut
Dr. Th. Pigeaud simbol dari ”Het Light van once geest” (sinar semangat jiwa
kita). Di sebelah utara angsal Proboyakso terlihat sebuah gedung besar
menghadap timur berwarna gading dihias ukir-ukiran sangat indah/halus.
Arsitek gedung, warna gedung dan hiasannya merupakan suatu keharmonisan
yang amat indah sekali. Gedung ini disebut menurut warnanya ialah ”gedong
kuning” tepat bersemayam Sri Sultan.
Belakang Gedong Kuning dan Gedong Proboyakso adalah Kaputren. Di
muka Gedong Kuning agak sedikit ke utara berdiri sebuah gedung bertingkat
menghadap ke bangsal kencana, disebut Gedung Purworetno ialah kantor
Sekretaris Pribadi Sri Sultan. Di sebelahnya ada ruangan untuk berhias tamu-
tamu kraton, diberi nama Panti Sumbaga.

19. Bangsal Mandalasana


Sebuah bangsal tempat pemain musik. Di sebelah selatan bangsal
Kencana kita lihat sebuah bangsal berbentuk limasan berlantai marmer yang
menghadap ke timur yaitu bangsal Manis. Di atas pagar kuncungnya di
sebelah barat dan timur yaitu bangsal Manis. Di atas pagar kuncungnya di
sebelah barat dan timur ada hiasan ukiran kayu menggambarkan dua naga di
tengahnya ada raksasa. Di dahi raksasa ada lintahnya. Inipun condrosangkolo
yaitu tahun dibuatnya bangsal ini, bunyinya ”Werduyakso nogo rojo” werdu
= lintah = 3, yakso = 5, nogo = 8, rojo = mahkota = 1 (1853). Bangsal ini
dipakai untuk pesta-pesta. Sekarang untuk membersihkan pusaka-pusaka
kraton pada bulan Suro.

20. Gedung-gedung dalam Kraton


Gedung PatehanSebuah gedung untuk mempersiapkan minuman teh
bagi tamu-tamu, disampingnya adalah gedung kas kraton. Kedua gedung ini
menghadap ke utara. Kemudian gedung siliran untuk menyimpan lampu-
lampu. Gedung surang bayang untuk menyimpan minuman dan alat makan,
dan kemudian dua buah gedung untuk menyimpan gamelan, yaitu sebelah
selatan untuk menyimpan gamelan slendro dan yang utara gamelan polog.
Ditengah-tengah kedua gedung gamelan ada gerbang, Regol Gapura untuk
masuk ke Ksatriyan, semuanya menghadap ke barat.
Gedung Pemerintah Agung Kraton, untuk mengatur administrasi kraton.
Melalui pintu gerbang gapura dan regol ksatriyan, kita sampailah di
kasatriyan, yang dahulu adalah tempat putra Mahkota dan keluarganya. Oleh
karena sekarang tidak ada putra mahkota, bagian ini dipergunakan untuk
keperluan kesenian. Pada hari-hari tertentu disini diadakan latihan beksan,
memukul gamelan dan siaran-siaran karawitan kraton yang dipancarkan RRI
Nusantara II.
Sebelum sampai di dalam sesungguhnya kita melalui bangunan-
bangunan danbekas kandang kuda, sekarang dirombak jadi untuk menyimpan
gamelan-gamelan dan inventaris kraton, serta tempat bacaan Banjar Wilopo
namanya (Bibliotheek).
Sebuah gedung dimana dahulu disimpan pakaian kuda yaitu Gedung
Kapa, sekarang dijadikan museum kraton. Gedung pringgondani, sekarang
dipakai untuk menyimpan lukisan-lukisan Raden Shaleh dan beberapa potret
tentang perkawinan putra-putri Sri Sultan.
Kembali ke halaman Pelataran Kedaton, di sebelah selatan ada sebuah
pintu gerbang disebut Regol Kemagangan. Magang berarti calon. Di
halaman ini dahulu calon-calon prajurit diuji ketangkasannya dalam
mempergunakan tombak, dihadiri oleh pangeran-pangeran serta kerabat
kraton lainnya. Bangunan-bangunan ini di dua sudut selatan adalah untuk
membuang gunungan. Sedekah makan dibuat gunung pada hari garebeg,
halaman ini adalah bagian ke V kompleks kraton.
Regol Kemagangan di sebelah dalam dihiasi dengan condrosangkolo
juga, dua ekor naga berlilitan satu sama lain dalam bahasa Jawa ”Dwi nogo
roso tunggal” dwi = 2, nogo = 8, roso = 6, tunggal 1 =. Dibaca dari belakang
1682 tahun Jawa yaitu tahun didirakannya Kraton Ngayogyakarta.
Di bagian luar regol, menghadap ke selatan terlihat di atas dinding
kanan kiri sebuah dekorasi terdiri dari seekor naga merah dalam keadaan siap
menerkam. Dekorasi ini sebuah condrosengkolo yang harus dibaca ”Dwi
nogo roso”.

D. Koleksi Kraton
Pembangunan Kraton pertama tahun 1750, disana banyak isi dan koleksi
yang menarik yang perlu kita ketahui. Karena halamannya luas dan terbagi
menjadi beberapa ruangan maka koleksi kraton banyak sekali antara lain:
1. Gmm. Dorojatun sewaktu masih kecil + 6 tahun, menjadi putra mahkota yang
nantinya akan menjadi pengganti sultan.
2. Pecis, topi upacara dan tanda pangkat gubernur milik Sri Sultan.
3. Tongkat Komando Gubernur Provinsi DIY.
4. Seragam pramuka milik Sri Sultan.
5. Berbagai pakaian, Mantek milik Sri Sultan.
6. Banyak piagam tanda kehormatan (laha putra), sebagai Bintang RI Angkatan
perang.
7. Ada lambang-lambang dari Swiss, Malaysia, Jepang, Thailand dan lain-lain.
8. Guci dari keramik berwarna hijau tua berhias lukisan wanita dan pria
memakai pakaian tradisional/cina.
9. Hiasan meja yaitu vas bunga dari bahan porselin.
Memasuki ruangan lain yaitu tempat yang berisi batik. Di depan ruangan itu
ada patung orang yang sedang membatik. Banyak terdapat motif batik yang
beraneka ragam.
1. Batik Semen Romo
2. Batik Parang Seling Kawangundil
3. Batik Kontemporer
4. Batik Kawang Seling Tritik
5. Batik Kokasono
6. Batik Perang Seling Yondo Suli, dan lain-lain.
Di dalam ruangan itu selain beragam batik juga ada topeng motif batik,
sumur (set) yang ditutupi. Ada sepeda pada masa lalu salah satu alat angkut untuk
membawa batik. Tembulan yang akan dibawa ketempat prosesing batik (Hibah
dari GBPH H. Yudaningrat).
Macam-macam hiasan di ruangan itu:
1. Stempel untuk batik cao
2. Berbagai macam lilin batik
3. Malam konte
4. Malam lonceng
5. Crampung dan foto berbusana batik, dan lain-lain.
Ada juga bahan-bahan pewarna yang digunakan untuk membuat batik dan
proses pembuatan batik. Bahan pewarna antara lain kayu suwing, mahoni, ratus,
terak bunga srigading dan kayu jambal.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah melakukan study wisata dengan tujuan Kraton Yogyakarta dapat
ditarik kesimulan sebagai berikut:
1. Menambah wawasan tentang tempat-tempat hiburan yang belum banyak
diketahui.
2. Mendidik kita untuk mencintai kebudayaan sendiri dan mengembangkannya.
3. Mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan.
4. Mendorong kita untuk mengenalkan budaya Indonesia kepada negara lain

B. Saran
Setelah terselesaikan karya tulis study wisata kami selaku penulis
menyampaikan saran sebagai berikut :
1. Dalam melakukan study tour harus selalu mempersiapkan diri dengan matang
agar tidak sakit setelah sampai tempat tujuan/ketika berangkat.
2. Hendaklah selalu dengan guru dan pembimbing agar tidak tersesat.
3. Dalam pembuatan sebuah laporan study wisata ini bersifat kelompok.
Hendaklah seluruh kelompok bekerja sama dan jangan terpaku pada salah satu
anak saja agar hasilnya maksimal.
4. Dalam membuat laporan study wisata pengetahuan yang cukup, maka dari itu
jangan hanya terpaku pada satu buku panduan saja. Tetapi carilah
pengetahuan dari buku-buku lain sehingga laporan yang dibuat akan lebih
maksimal dan usaha menentukan keberhasilan pula.
BAB IV
PENUTUP

Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang selalu memberi kita petunjuk. Kami tim
penyusun telah melaksanakan dan menyelesaikan tugas karya tulis ini sebagai salah
satu syarat untuk menempuh UAS dan UAN dengan sederhana dan dengan
kemampuan kami seadanya. Sebagai upaya untuk menciptakan situasi yang lebih baik
dalam rangka mengangkat harkat dan martabat manusia menuju pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya, maka diharapkan kita semua untuk bersama-sama
mengerti dan menghayati maksud yang terkandung dalam pelaksanaan “KARYA
WISATA”.

Dengan begitu kami berharap untuk lebih bisa membangun diri sendiri,
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

a. Foto-Foto Koleksi
b. Denah/Peta
c. Dokumen-dokumen

Logo Kraton Yogyakarta

You might also like