You are on page 1of 3

Bencana Alam Ataukah Bencana Lingkungan ?

Oleh : Indra Yusuf Seperti tahun-tahun sebelumnya, memasuki musim hujan beberapa daerah diseluruh Indonesia mengalami bencana longsor dan banjir. Demikian juga ketika musim kemarau, bencana kekeringan, kebakaran hutan juga terjadi. Ada juga bencana yang yang tak mengenal musim yang setiap saat bisa terjadi, tinggal menunggu waktu saja yakni gempa bumi. Bencana tersebut seolah-olah telah menjadi siklus alam di negeri ini, sehingga kita tidak berdaya untuk mengatasinya. Meski korban jiwa terus berjatuhan dan kerugian materi pun terbilang cukup besar akibat bencana-bencana tersebut. Bencana tersebut sebenarnya dapat kita kelompokan menjadi dua, yaitu bencana alam (natural disaster) dan bencana lingkungan (ecological disaster). Sementara nampaknya sampai dengan saat ini kita belum dapat mengatasi bencana lingkungan atau terlebih lagi bencana alam.

Bencana longsor dan banjir yang kini melanda berbagai daerah tidaklah tepat dikatakan sebagai bencana alam, melainkan lebih tepat dikatakan sebagai bencana lingkungan. Menurut hemat saya bencana alam adalah bencana yang terjadi murni karena gejala atau faktor alam tanpa pengaruh dari aktifitas manusia. Contoh bencana yang paling tepat dikatakan sebagai bencana alam adalah gempa bumi, tsunami dan gunung meletus. Bencana tersebut terjadi tanpa adanya campur tangan manusia tapi murni karena faktor alam.

Sedangkan yang dimaksud dengan bencana lingkungan adalah bencana yang terjadi karena kedua faktor diatas, yakni karena adanya pengruh faktor aktifitas manusia yang telah merusak keseimbangan lingkungan alam dan faktor gejal itu alam sendiri. Contoh tepat yang dapat dikatakan sebagai bencana lingkungan adalah banjir dan tanah longsor. Banjir terjadi karena adanya faktor alam, yakni curah hujan yang tinggi dan di dukung juga adanya faktor lingkungan yang rusak karena ulah manusia. Seperti pendangkalan sungai karena tersumbat sampah atau erosi yang tinggi di daerah hulu sebagai akibat hutan yang gundul. Atau juga karena daerah resapan air (cathment area) yang telah berubah fungsi menjadi lahan pemukiman dan villa-villa mewah. Meskipun curah hujan tinggi, jika lingkungan alamnya terjaga, tidak akan terjadi banjir,

karena pada dasarnya alam telah memiliki keseimbangan sendiri. Air akan mengalir hanya ke tubuh-tubuh air sesuai dengan hukumnya. Yang menyebabkan banjir adalah terganggunya tubuh-tubuh air oleh aktifitas pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, sehingga air mencari jalan yang lain. Sementara tanah longsor sebenarnya terjadi karena tidak mampunya lapisan tanah menahan gaya beratnya sendiri akibat bertambahya kandungan air hujan. Ketidak mampuan tanah menahan gaya beratnya sendiri diakibatkan karena hilangnya vegetasi penutup. Akar-akar pohon yang berfungsi sebagai penguat telah ditebangi, sementara lapisan tanah yang berupa batuan telah digali sebagai barang tambang yang bernilai ekonomis.

Sementara dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dijelaskan bahwa pengertian bencana secara umum adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sedangkan bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah langsor. Seharusnya pemerintah dalam undang-undang tersebut memberikan pemahaman tentang perbedaan antara bencana alam dan bencana lingkungan kepada masyarakat. Karena keduanya memiliki pengertian yang berbeda, sehingga bagaimana menyikapinya pun berbeda. Demikian juga dengan bencana sosial yang diartikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Operasi premanisme yang saat ini sedang gencar dilakukan pihak kepolisian adalah salah satu upaya menanggulangi bencana sosial. Oleh karena berbeda karakterisitik antara bencana alam dan bencana lingkungan, maka upaya penanggulangannya pun berbeda. Pola penanggulangan pada bencana alam tentu bukanlah bertujuan untuk mencegah melainkan hanya untuk meminimalisir dampak atau kerugian yang akan ditimbulkan, sebaliknya bencana lingkungan masih dimungkinkan untuk dicegah selain upaya untuk meminimalisir dampak kerugian yang ditimbulkan. Upaya yang perlu dilakukan dalam menghadapi bencana alam adalah dengan melatih masyarakat agar tanggap terhadap ancaman bencana yang sewaktu-waktu datang. Pelatihan dapat dilakukan melalui sosialisasi maupun simulasi tentang apa yang harus

dilakukan ketika bencana terjadi. Sehingga masyarakat memiliki sikap kesiapsiagaan dan tanggap darurat dalam menghadapi bencana alam. Kesiapsiagaan disini merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Sedangkan tanggap darurat bencana dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Disamping itu pemerintah terus berupaya untuk membangun sistem peringatan dini (early warning system) yang modern sehingga informasi dapat disampaikan ke masyarakat secara cepat dan akurat. Sementara untuk menanggulangi bencana lingkungan masyarakat dapat diberi penyuluhan atau pemahaman tentang pentingnya menjaga lingkungannya. Karena bencana lingkungan sebetulnya dapat dicegah melalui perilaku arif kita terhadap lingkungan sekitar. Salah satu solusinya adalah dengan pendidikan lingkungan sejak dini terhadap masyarakat. Pendidikan lingkungan agaknya perlu dijadikan sebagai kurikulum nasional yang wajib dilaksanakan di sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar hingga menengah atas. Tentunya dengan muatan dan kebutuhan yang sesuai dengan kondisi geografis daerahnya masing-masing. Pendidikan lingkungan yang diberikan bukanlah berupa pengajaran atau sekedar materi pengetahuan lingkungan melainkan berupa penanaman sikap dan perilaku ramah terhadap lingkungan. Dengan diberikannya pendidikan lingkungan diharapkan masyarakat Indonesia mendatang menyadari betul kondisi geografisnya yang kaya akan potensi bencana alam maupun lingkungan. Kesadaran tersebut selanjutnya ditunjukan dengan sikap masyarakat yang selalu siap siaga menghadapi bencana alam maupun lingkungan. Sehingga ketika terjadi bencana alam ataupun lingkungan korban jiwa maupun materi dapat diminimalisir sekecil mungkin. Penulis adalah Guru Pendidikan Lingkungan Hidup SMA di Kota Cirebon, Alumni Jurusan Geografi UPI Bandung.

You might also like