You are on page 1of 11

PEMERIKSAAN PADA BAHAN BUKTI Pemeriksaan Laboratorium Forensik Darah Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan

yang paling sering dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer pada hampir semua bentuk tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap bercak darah ini sangat berguna untuk mengungkapkan suatu tindakan kriminil. a. Persiapan:Bercak yang menempel pada suatu objek dapat dikerok kemudian direndam dalam larutan fisiologis, atau langsung direndam dengan larutan garam fisiologis bila menempel pada pakaian. b. Pemeriksaan Penyaringan (presumptive test): Prinsip pemeriksaan penyaringan: H2O2 > H2O + On Reagen -> perubahan warna (teroksidasi) Pemeriksaan penyaringan yang biasa dilakukan adalah dengan reaksi benzidine dan reaksi fenoftalin. Reagen dalam reaksi benzidine adalah larutan jenuh Kristal Benzidin dalam asetat glacial, sedangkan pada reaksi fenoftalin digunakan reagen yang dibuat dari Fenolftalein 2g + 100 ml NaOH 20% dan dipanaskan dengan biji biji zinc sehingga terbentuk fenolftalein yang tidak berwarna. 1. Reaksi Benzidine (Test Adler) Cara pemeriksaan reaksi Benzidin: Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian diteteskan 1 tetes H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin. 2. Reaksi Phenolphtalein (Kastle Meyer Test) Cara Pemeriksaan reaksi Fenolftalein: Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai langsung diteteskan reagen fenolftalein. c. Pemeriksaan Meyakinkan/Test Konfirmasi PadaDarah Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah darah maka dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan meyakinkan darah berdasarkan terdapatnya pigmen atau kristal hematin (hemin) dan hemokhromogen. Terdapat empat jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan bercak darah tersebut benar berasal dari manusia, yaitu : 1. Cara kimiawi

Terdapat dua macam tes yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa itu bercak darah, atas dasar pembentukan kristal-kristal hemoglobin yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan mikroskopik. Tes tersebut antara lain tes Teichmann dan tes Takayama. a. Test Teichman (Tes kristal haemin) Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan chloride untuk membentuk derivate hematin. Kristal yang terbentuk kemudian diamati di bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul dalam bentuk belah-belah ketupat dan berwarna coklat. Cara pemeriksaan: Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan 1 butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca penutup dan dipanaskan. b. Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen) Apabila heme sudah dipanaskan dengan seksama dengan menggunakan pyridine dibawah kondisi basa dengan tambahan sedikit gula seperti glukosa, Kristal pyridine ferroprotoporphyrin atau hemokromogen akan terbentuk. (2) Cara kerja: Tempatkan sejumlah kecil sampel yang berasal dari bercak pada gelas objek dan biarkan reagen takayama mengalir dan bercampur dengan sampel. Setelah fase dipanaskan, lihat di bawah mikroskop. Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk memastikan bercak tersebut berasal dari darah, yaitu : c. Pemeriksaan Wagenaar Cara pemeriksaan: Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan juga sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca obyek dan kaca penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Kemudian pada satu sisi diteteskan aseton dan pada sisi lain di tetes kan HCL encer, kemudian dipanaskan. 2. Cara serologik Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan darah. Untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (anti human globulin) serta terhadap protein hewan dan juga antisera terhadap golongan darah tertentu. Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan antibody (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi aglutinasi.

a. Test Presipitin Cincin Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana antara dua cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan ekstrak dari bercak darah yang diminta untuk diperiksa. Cara pemeriksaan : Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak bercak darah ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum. Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan kedua cairan. b. Reaksi presipitasi dalam agar. Cara pemeriksaan : Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang di tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber) pada temperature ruang selama satu malam. Pembuatan agar buffer : 1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100 mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air mendidih sampai terbentuk agar cair. Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila akan digunakan dapat dicairkan kembali dengan menempatkan labu di dalam air mendidih. Untuk melapisi gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang dituangkan ke atasnya dengan menggunakan pipet. Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk mengkonfirmasi bercak darahtersebut, yaitu : 3. Pemeriksaan Mikroskopik Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah. Cara pemeriksaan : Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek

kemudian ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan kaca penutup, lihat dibawah mikroskop. Cara lain, dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau Giemsa.

Penentuan Golongan Darah American Association of Blood Banks mendefinisikan golongan darah sebagai kumpulan antigen yang diproduksi oleh alel gen. Bagaimanapun, golongan darah secara genetic dikontrol dan merupakan karakteristik yang seumur hidup dapat diperiksa karena berbeda pada tiap individual. Darah yang telah mengering dapat berada dalam pelbagai tahap kesegaran. Bercak dengan sel darah merah masih utuh. Bercak dengan sel darah merah sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan antigen yang masih dapat di deteksi; Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih dapat dideteksi namun sudah terjadi kerusakan aglutinin. Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan agglutinin yang juga sudah tidak dapat dideteksi.

Figure1. Penentuan golongan darah ABO cara makroskopik Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi, absorpsi elusi atau aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan adalah cara absorpsi elusidengan prosedur sebagai berikut: Cara pemeriksaan : 2-3 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi dengan metil alcohol selama 15 menit. Benang diangkat dan dibiarkan mengering. Selanjutnya dilakukan penguraian benang tersebut menjadi serat-serat halus dengan menggunakan 2 buah jarum. Lakukan juga terhadap benang yang tidak mengandung bercak darah sebagai control negative.

Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama diteteskan serum anti-A dan kedalam tabung kedua serum anti-B hingga serabut benang tersebut teredam seluruhnya. Kemudian tabung-tabung tersebut disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4 derajat Celcius selama satu malam.Lakukan pencucian dengan menggunakan larutan garam faal dingin (4 derajat Celcius) sebanyak 5-6 kali lalu tambahkan 2 tetes suspense 2% sel indicator (sel daram merah golongan A pada tabung pertama dan golongan B pada tabung kedua), pusing dengan kecepatan 1000 RPM selama 1 menit. Bila tidak terjadi aglutinasi, cuci sekali lagi dan kemudian tambahkan 1-2 tetes larutan garam faal dingin. Panaskan pada suhu 56 derajat Celcius selama 10 menit dan pindahkan eluat ke dalam tabung lain. Tambahkan 1 tetes suspense sel indicator ke dalam masing-masing tabung, biarkan selama 5 menit, lalu pusing selama 1 menit pada kecepatan 1000 RPM. Histopatologi Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara dalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.Hasil suction yang diduga janin pelu dihantar ke bagian patologi untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi bagi memastikan apakah hasil suction itu benar janin ataupun bagian plasenta semata. INTEPRETASI Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut.Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita harus dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan guna menentukan : a. Bercak tersebut benar darah b. Darah dari manusia atau hewan c. Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia

Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang hasilnya positif saja yang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.Pertama-tama sekali dibedakan dengan pemeriksaan penyaringan. A Pemeriksaan Penyaringan (presumptive test)

Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil negative pada kedua reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut bukan darah. 1. Reaksi Benzidine (Test Adler) Hasil: Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap pada kertas saring. 2. Reaksi Phenolphtalein (Kastle Meyer Test) Hasil: Hasil positif pada reaksi Fenoftalin adalah bila timbul warna merah muda pada kertas saring. Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah darah maka dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan meyakinkan darah berdasarkan terdapatnya pigmen atau kristal hematin (hemin) dan hemokhromogen.

Pemeriksaan Meyakinkan/Test Konfirmasi PadaDarah

Terdapat empat jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan bercak darah tersebut benar berasal dari manusia, yaitu : 1. Cara kimiawi a. Test Teichman (Tes kristal haemin) Hasil: Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik. Kesulitan : Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu panas atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada sampel. b. Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen) Hasil : Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal halus berwarna merah jambu yang terlihat dengan mikroskopik. Kelebihan:

Test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel atau bercak yang sudah lama dan juga dapat memunculkan noda darah yang menempel pada baju. Selain itu test ini juga memunculkan hasil positif pada sampel yang mempunyai hasil negative pada test Teichmann. Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk memastikan bercak tersebut berasal dari darah, yaitu : c. Pemeriksaan Wagenaar Hasil: Hasil positif bila terlihat Kristal aseton hemin berbentuk batang berwarna coklat. Hasil negative selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan bercak darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak darah yang struktur kimiawinya telah rusak, misalnya bercak darah yang sudah lama sekali, terbakar dan sebagainya. 2. Cara serologik a. Test Presipitin Cincin Hasil: Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian antara dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak akan muncul reaksi apapun. b. Reaksi presipitasi dalam agar. Hasil : Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang tengah dan lubang tepi. Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk mengkonfirmasi bercak darah tersebut, yaitu : 3. Pemeriksaan Mikroskopik Hasil : Pemeriksaan mikroskopik kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan kelas dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak berinti, sedangkan kelas lainnya berbentuk oval atau elips dan tidak berinti Bila terlihat adanya drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%, dapat dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita. Kelebihan: Dapat terlihatnya sel sel leukosit berinti banyak. Dapat terlihat adanya drum stick pada pemeriksaan darah seorang wanita. Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan setelah suatu bercak merah benar bercak darah dan benar bercak darah manusia, meliputi

Penentuan Golongan Darah Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuhPenentuan golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti pada penentuan golongan darah orang hidup, yaitu dengan meneteskan 1 tetes antiserum ke atas 1 tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi. Aglutinasi yang terjadi pada suatu antiserum merupakan golongan darah bercak yang diperiksa, contoh bila terjadi aglutinasi pada antiserum A maka golongan darah bercak darah tersebut adalah A. Bila sel darah merah sudah rusak,penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan cara menentukan jenis aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil dibandingkan dengan aglutinin. Di antara system-sistem golongan darah, yang paling lama bertahan adalah antigen dari system golongan darah ABO. Hasil : Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti darah mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indicator.Pemeriksaan golongan darah juga dapat membantu mengatasi kasus paternitas. Hal ini berdasarkan Hukum Mendel yang mengatakan bahwa antigen tidak mungkin muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat pada salah satu atau kedua orang tuanya. Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen tersebut kepada anaknya. (Anak dengan golongan darah O tidak mungkin mempunyai orang tua yang bergolongan darah AB).Perlu diingat bahwa Hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan (probabilitas), sehingga penentuan ke-ayahan dari seorang anak tidak dapat dipastikan, namun sebaliknya kita dapat memastikan seseorang adalah bukan ayah seorang anak (singkir ayah/paternity exclusion). Bayi tertukar. Dilakukan pemeriksaan sistim golongan darah dari bayi serta kedua orang tuanya. Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan bercasarkan golongan darah ABO. Bayi I A Pria Wanita O O Bayi II O AB O

Jelas bayi II adalah anak dari pasangan I, sedangkan bayi I anak anak pasangan II. Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO. Bayi I AB Pria A Bayi II A AB

Wanita

Jelas bayi I adalah anak pasangan I, tidak mungkin sebagai anak pasangan II, sedangkan bayi II adalah anak dari pasangan II, walaupun pasangan I mungkin saja mempunyai anak bergolongan darah A. Ragu ayah (disputed paternity). Dalam kasus ini siapa saja ayah yang sebenarnya dari seorang anak masih diragukan. Table. Kasus ragu ayah. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO. Golongan darah Bayi Ibu Pria I Pria II Pria III B MNS Rhesus + A MNS Rhesus + AB MNS Rhesus + O MS Rhesus + A MNS Rhesus +

Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak, sedangkan Pria II dan III pasti bukan ayah anak tersebut. Ayah yang curiga si anak bukanlah anaknya yang sejati. Table. Kasus ragu ayah. Curiga bukan anak yang sejati. Golongan Darah Anak Ibu Ayah Anak tersebut pasti bukan anak dari Ayah tersebut. Demikian pula kasus-kasus lainnya dapat dibantu penyelesaiannya dengan cara yang sama seperti diatas. Histopatologi Hasil suction sekiranya dijalankan pemeriksaan histopatologi perlu mempunyai beberapa karakteristik untuk memastikan apakah benar ianya hasil konsepsi .Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion). O MNS Rhesus + A MS Rhesus + B MS Rhesus +

Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah, sehingga dinamakan mola kruenta. Bentuk ini akan menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan sisanya akan mengalami organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk yang lain dapat berbentuk mola tuberosa; dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi: janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi; kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.

DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

3. 4. 5. 6. 7. 8.

9.

10.

Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and Bloodstain. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 181-98 Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Munim A Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 47: 68-69: 92-100: 10506: 111: 113: 125-26: 136-37: 144-46: 16796 Sheperd R. Simpsons Forensic Medicine. 12th ed. New York: Oxford University Press, Inc.; 2003. p. 58 Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. 2nd ed. New York: Appleton-Century-Croft, Inc.; 1954. p624-36: 389 Mansjoer, Arif M. Kapita Selekta. 3 rd ed. Jakarta : Media Aesculapius; 2003. p.233-36 Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008. p. 172-76 Idries, A. M, Tjiptomartono, A. L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses penyelidikan. Jakarta: Sagung seto; 2008. p. 174 Kubic TA, Petraco N. Microanalysis and Examination of Trace Evidence. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 264-66 Greenfield, Andrew and Monica M Sloan. Identification of Biological Fluids and Stains. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 203-20 http://hukumonline.com/detail.asp?.id=18467&c1=berita

You might also like