You are on page 1of 21

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Petani dan nelayan merupakan mata pencaharian utama masyarakat Jawa Tengah. Petani dan nelayan merujuk pada suatu subjek yang melakukan kegiatan ekonomi melalui berbagai bidang yang secara garis besar mendasarkan pada pemanfaatan alam.Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain-lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain. Mereka juga dapat menyediakan bahan mentah bagi industri. Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Perairan yang menjadi daerah kegiatan nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut. Hakikat kegiatan ekonomi manusia dalam hal ini adalah manusia hidup dengan jalan memanfaatkan alam, mengeksplorasi alam, dan memanipulasi alam. Hal yang unik dari masyarakat petani dan nelayan Indonesia, khususnya masyarakat Jawa adalah bahwa mereka tidak sebatas melakukan kegiatan memanfaatkan alam, mengeksplorasi alam, dan memanipulasi alam. Ada kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya metafisik, yakni berupa ritual-ritual sebagai wujud permohonan, wujud rasa syukur, syarat keberhasilan, dan lain sebagainya, yang ditujukan kepada alam. Ritual ini sekaligus merupakan bentuk ide untuk hidup selaras, serasi, dan seimbang dengan lingkungan hidup manusia. Ritual-ritual ini memiliki nilai tertentu bagi masyarakat petani dan nelayan Jawa, yang pelaksanaannya merupakan keniscayaan, dan yang memiliki dampak psikologis bagi motivasi masyarakat dalam menjalani kegiatan ekonominya. Ritual-ritual inilah yang menjadi isu utama dalam makalah ini, yakni betapa uniknya masyarakat petani dan nelayan Jawa, yang mungkin tidak akan sama dengan beberapa tradisi masyarakat petani dan nelayan belahan dunia lainnya. Bagain awal makalah ini akan menampilkan beberapa ritual-ritual yang dilakukan masyarakat petani dan nelayan di Jawa, yang meliputi ritual sebelum, saat, dan setelah kegiatan bertani dan melaut dilakukan. Bagian kedua berisi kajian teoretis tentang kegiatan ekonomi masyarakat petani dan nelayan. Bagian akhir akan ditarik simpulan dari dikotomi tersebut di atas. Semua pembahasan ini akan secara lengkap di bahas dalam makalah berjudul Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Analisis Sosio-Antropologis.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa ritual-ritual yang dilakukan masyarakat petani dan nelayan masyarakat Jawa? 2. Bagaimana kajian keilmuan memaknai ritual-ritual yang dilakukan masyarakat petani dan nelayan masyarakat Jawa?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH


Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui ritual-ritual yang dilakukan masyarakat petani dan nelayan masyarakat Jawa. 2. Mengetahui kajian keilmuan memaknai ritual-ritual yang dilakukan masyarakat petani dan nelayan masyarakat Jawa.

D. MANFAAT PENULISAN MAKALAH


Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis Menambah khasanah keilmuan tentang ritual-ritual yang dilakukan masyarakat petani dan nelayan masyarakat Jawa. 2. Manfaat Praktis Kajian tentang ritual-ritual yang dilakukan masyarakat petani dan nelayan masyarakat Jawa merupakan sarana menerapkan teori dan konsep yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

BAB II RITUAL DI SEPUTAR KEHIDUPAN MASYARAKAT PETANI JAWA


A. RITUAL SEBELUM MASA TANAM
Petani memiliki ritual-ritual yang dilakukan sebelum masa tanam, secara garis besar ritual ini ditujukan sebagai permohonan doa agar tanamannya kelak berhasil dan dapat dipanen sesuai target. Secara garis besar ritual-ritual sebelum masa tanam di masyarakat petani Jawa adalah sebagai berikut:
No 1. Ritual Slametan AdegAdeg Lokasi BanyuwangiSuku Osing Deskripsi Ritual Ritual ini dilakukan sebelum menanam padi, ritual dilakukan oleh petani dengan cara gotong royong oleh kerabat dan tetangga dengan sajian khas sego adeg-adeg atau sego urap. Doa-doa dipanjatkan diserta dengan kemenyan sebagai pelengkap ritual, setelah itu dilakukan penanaman padi secara simbolis merupakan ritual menanam tembakau pertama yang bertujuan memohon kepada Tuhan YME agar selama proses menanam hingga panen tembakau bisa berhasil dengan kualitas dan harga tinggi. Ritual diawali sejumlah petani mengusung beberapa tumpeng dan perlengkapan lain dari rumah Kades Subakir menuju lokasi ritual. Selain itu, para petani yang datang ke lokasi tersebut juga membawa sebuah tumpeng nasi. Setelah sampai di sebuah jalan--lokasi upacara--sekitar lereng bukit segala perlengkapan ditata di sebuah terpal, kemudian para petani mengelilingnya sambil duduk bersila untuk memanjatkan doa yang dipimpin oleh seorang tokoh agama. Usai dipanjatkan doa, sejumlah tumpeng tersebut dimakan bersama-sama oleh warga. Ada tujuh macam tumpeng yang disajikan dalam ritual ini. Tujuh macam tumpeng tersebut diantaranya yakni tumpeng putih untuk keselamatan warga, tumpeng hitam untuk menghormati Ki Ageng Makukuhan sebagai orang pertama yang membawa tanaman tembakau ke Gunung Sumbing, tumpeng kuning melambangkan agar warga menjaga kelestarian tembakau. Tumpeng megono terdiri atas sayuran dan lauk-pauk mengandung makna agar petani tembakau tetap bersatu dalam menjaga keselestarian tembakau. Adapun tumpeng blorok untuk mohon kekuatan agar Tuhan selalu memberi perlindungan kepada para petani tembakau, sedangkan tumpeng robyong melambangkan

2.

Ritual Among Tebal

Lereng Gunung Sumbing- Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo Temanggung

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

3.

Ritual Sengkolo

Nganjuk Jawa Timur

4.

Ruwat Rigen

Kab. Temanggung Jawa Tegah

5.

Ritual Pengantin Tebu

Mojokerto Jawa Timur

6.

Ritual Kenduren Lekas Macul

Jawa

kemakmuran agar hasil tanaman tembakau bisa menyejahterakan dan membawa kemakmuran petani tembakau di lereng Sumbing. Terakhir adalah tumpeng tolak untuk menolak segala gangguan termasuk serangan hama, kemaungkinan ada bahaya bagi petani tembakau dan juga regulasi yang tidak protembakau mudah-mudahan bisa ditolak dan disingkirkan oleh Tuhan. Merupakan ritual untuk menyambut guyuran hujan pertama. Ritual ini digelar di tengah area persawahan, dengan membawa puluhan makanan dan jajanan pasar. Petani berharap, musim hujan kali ini membawa berkah dan dijauhkan dari musibah. Ritual ini dimulai dengan doa oleh sesepuh desa. Dengan bahasa jawa, sesepuh desa berharap agar hujan kali ini memberikan berkah bagi petani dan warga dijauhkan dari musibah. Usai doa berakhir, sejumlah makanan dan jajanan pasar, dimakan beramai ramai oleh warga di tengah sawah mereka. Kegiatan ini bertujuan agar panen tembakau 2013 ini bagus. Pelaksanaan ruwat dan gelar budaya berlangsung dua 1314 April 2013 diikuti 13 perwakilan desa di Kledung dan melibatkan 28 kesenian terdisional. Ritual ruwatan diawali dengan mengambil air dari Sendang Kamulyan di Kledung lalu diarak ke lokasi ruwatan, diiringi grup kesenian dan perwakilan masyarakat dari 13 desa di Kecamatan Kledung, masing-masing membawa satu rigen atau lembaran dari anyaman bambu yang biasa digunakan petani untuk menjemur tembakau. Ritual ini merupakan kegiatan untuk menandai musim giling tebu. Kedua pengantin tebu itu sama-sama lelaki, tidak ada mempelai puteri. Penari penyambut kedua pengantin juga lelaki yang berdandan mirip penari remo perempuan. Arak-arakan dilakukan di halaman salah satu pabrik tebu setempat. Kedua mempelai ini membawa tebu yang diberi nama Bagus Saroko dan Sri Manis. Jarak tempuh arakarakan hanya 200-an meter. Layaknya tradisi pengantin adat Jawa, kedua pengantin tebu ini diiringi para pengiring mempelai dengan membawa tebu yang siap dipanen. Ritual mengarak pengantin tebu ini merupakan salah satu tradisi turun-temurun yang dilakukan para petani sebagai pertanda dimulainya giling tebu. Tradisi itu juga sebagai simbol kebersamaan para petani dengan pabrik gula penggiling tebu. Ritual ini diadakan sebelum melakukan pencangkulan lahan yang akan ditanami tembakau. Waktu

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

7.

Selamatan Kepungan atau Kenduren Lekas Nandur Ritual Kenduren Wiwit

Jawa

8.

Jawa

9.

Ritual membuat jenang untuk tembakau srinthil

Jawa

10.

11.

Ritual membuat membuat larapan dan anjapanjapan Ritual Ngarot

Jawa

pencangkulannya disesuaikan dengan weton atau hari lahir si petani pemilik lahan. Petani yang akan lekas macul mengundang tetangga dan tokoh desa, kiai, atau kaum(penghulu desa) yang biasa mendoakan. Kepada mereka para petani minta didoakan keselamatan, rezeki yang baik, juga tolak bala. Kemudian tumpeng dipotong dan lauk ayam dibagikan kepada para tetangga, kemudian dimakan bersama-sama. Selamatan ini dilakukan sebelum tanam di lahan yang akan ditanami. Tapi petani tidak mengundang orang selain keluarga terdekat. Sesajinya juadah bakar, beras Kabiroto, dan jajan pasar. Alat yang dipakai untuk melubangi lahan diberi kunir. Ritual ini dilakukan di lahan yang akan ditanami tembakau. Sesajinya juadah bakar, nasi bakar, ayam ingkung, bucu, rokok, jajan pasar, telak, sayap ayam, cakar (kaki) ayam. Setiap lahan diberi ayam ingkung sendiri-sendiri. Jika seorang petani punya 7 lahan, maka dia harus menyediakan 7 ingkung ayam plus ingkung seekor yang digunakan untuk kepungan di rumah. Tembakau protolan atau tembakau bagus semua dibuatkan jenang merah putih. Pada ritual ini tetangga tidak diundang. Yang dipanggil untuk hadir hanyalah mereka yang bekerja di lahan, juga kiai atau kaum yang diminta memanjatkan doa untuk memulai wiwit tembakau Sesajinya berupa nasi bakar, beras kabiroto, telur, cabai, dan bawang merah, digantung di pinggir larapan dengan menggunakan bambu. Dalam ritual ini 54 gadis muda berdandan bak bidadari dengan kebaya putih dan berkain batik. Ada pula 50 lelaki remaja berbaju hitam, bercelana tanggung, dan berikat kepala hitam. Mereka diarak, diperlakukan bak warga istimewa. Sejak pagi mereka didandani secantik dan seganteng mungkin untuk tampil dalam arak-arakan. Mereka diundang kepala desa untuk diarak ke sawah guna menanam padi. Setelah itu, mereka kembali ke balaidesa dengan sambutan tabuhan genjring, penari topeng, dan ronggeng. Ritual ini ditujukan untuk meminta hujan yang dilakukan petani sebelum masa tanam. Alat musik khas Jawa terus ditabuh, mengajak warga segera datang guna menyaksikan ritual. Sebelum dimulai, mereka terlebih dahulu melakukan Salat Istisqa (minta hujan). Mereka berdoa agar kekeringan yang tengah melanda kampung segera berakhir. Dalam tradisi ini, sepasang kucing jantan dan kucing betina dihadirkan di tengah-tengah lahan yang tandus dan tanah retak. Satwa menyusui yang akan dikawinkan ini

Kec. Lelea Kab. Indramayu

12.

Ritual Kawin Kucing

Pasuruan Jawa Timur

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

merupakan kucing khusus. Setelah dikawinkan, nantinya kucing tidak boleh lagi dipelihara oleh pemilik aslinya. Usai melangsungkan ritual, warga mengadakan kesenian Ojung dengan harapan hujan segera turun sehingga mereka bisa bercocok tanam kembali.

B. RITUAL SAAT MASA TANAM


Ritual juga dilakukan pada saat masa tanam berlangsung, kegiatan ini ditujukan agar tanaman dapat bertahan hidup sehingga sampai pada saatnya nanti dapat dipanen dengan hasil yang optimal. Secara garis besar ritual-ritual saat masa tanam di masyarakat petani Jawa adalah sebagai berikut:
No 1. Ritual Selametan Sawah Slametan Labuh Tandur Ritual Nylameti Pari Lokasi Banyuwangi Suku Osing Banyuwangi Suku Osing Deskripsi Ritual Kebiasaan para petani Using yang sedang menggarap sawahnya, yakni berupa pangharapan kepada Dewi Sri agar diberi berkah selama menanam padi. Ritual ini dilakukan pada saat menanam padi, sebelum menanam padi petani biasanya meletakkan sajian berupa makanan dan kinangan pada uwangan Ritual ini dilakukan pada saat bulir padi mulai berisi atau masyarakat biasanya menyebut istilah melecuti. Selametan dilakukan sebagai tujuan agar terhindar dari serangan hama. Pada saat inilah biasanya Kiling yaitu kincir angin tradisional khas suku using mulai dipasang atau dipanjer untuk mengusir burung yang memakan padi sekaligus sebagai penyalur hobi para petani Using. Ritual ini merupakan tradisi sakral tinggalan leluhur warga Sumbing, yang hanya dilakukan apabila ada permasalahan atau dalam keadaan mengkhawatirkan. Tujuannya memohon kepada Tuhan, keselamatan para petani tembakau dalam bercocok tanam Dalam ritual ini masyarakat mengusung seribu lebih nasi uleh golong berisi urap sayur, dan telur goreng mata sapi, mereka berjalan kaki kurang lebih dua kilometer dari halaman balai desa menuju Punthuk Dongkeng. Kegiatan dalam ritual ini adalah doa bersama. Ritual tersebut dimaksudkan untuk memohon pada Tuhan Yang Maha Esa agar hasil tembakau rajangan yang dihasilkan berkualitas baik dan laku mahal. Ritual mimiti semacam kulanuwun atau permisi masyarakat petani sebelum memanen. Tanpa mimiti maka padi belum di panen. Acara mimiti diawali dengan membawa sesaji ke tengah sawah. Rombongan sesaji diikuti para petani yang membawa ani-ani atau alat pemetik padi. Sampai di tengah sawah, sesepuh membacakan doa.

2.

3.

4.

Ritual Golong Sewu & Among Tani

Dusun Lamuk Legok, dan Lamuk GunungDesa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung Kab. Temanggung

5.

Ritual Awal Petik Tembakau

6.

Ritual Mimiti

Desa Somakaton, Kecamatan Somagede Kab. Banyumas

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

7.

Ritual Wiwitan

Sanden, Bantul, Yogyakarta

8.

Ritual Methil

Desa Banjarsari Kab. Madiun Jawa Timur Kab. Temanggung

9.

Ritual Semar Gugat

Usai doa dipanjatkan, para petani perempuan yang mengenakan pakaian tradisional dan tutup kepala caping mulai memetik padi. Padi yang dipetik merupakan padi terbaik sebanyak satu jalang sebagai bentuk syarat. Satu jalang merupakan ikatan padi terkecil sebesar ibu jari. Jalang kemudian dibawa pulang dan ditaruh di dekat sesaji yang ada di rumah. Kemudian masyarakat petani menggelar selamatan Tradisi ini dilakukan sebagai awal dimulainya panen raya tanaman padi. Ritual wiwitan sendiri dimulai dengan menyiapkan berbagai sesaji, berupa makanan tradisional ke areal persawahan. Dipimpin oleh seorang tokoh adat setempat, para petani kemudian berdoa dengan khusuk untuk memulai tradisi wiwitan. Dalam tradisi ini, tanaman padi yang sudah layak dipanen kemudian dipotong untuk selanjutnya disimpan, dan sebagian untuk dijadikan benih pada masa tanam yang akan datang. Tradisi wiwitan merupakan wujud ungkapkan syukur kepada Sang Pencipta, yang telah memberikan hasil tanam yang melimpah. Untuk memeriahkan tradisi, warga Kampung Puluhan juga menggelar kesenian gejog lesung, dengan tembangtembang Jawa yang berisi tentang kemakmuran para petani. Setelah ritual wiwitan selesai, aneka sesaji yang terdiri dari berbagi makanan tradisional ini dibagikan kepada warga yang datang untuk dimakan secara bersama-sama. Tujuan acara ini untuk menghindarkan petani dari gagal panen akibat kekeringan dan serangan wereng. Acara methil padi biasanya digelar secara individu oleh pemilik sawah menjelang tanaman padi berisi atau merapu. Ritual ini merupakan aksi demonstrasi menentang pengesahan PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Adiktif Tembakau bagi Kesehatan. Aksi dimulai dengan mengarak tiga gunungan besar berisi nasi, ingkung, dan hasil bumi. Selain itu, ribuan warga dari 12 desa di Kecamatan Tlogomulyo, juga membawa ratusan tumpeng dan digelar di kompleks Tuk Budaya, lempeng Gunung Sumbing Ritual ini diwarnai aksi mujahadah dan ritual pembakaran 109 kemenyan, serta pengibaran bendera setengah tiang lambang berkabungnya petani tembakau. Ritual ini dilakukan karena masyarakat memaknai secara filosofis bahwa menanam tembakau bukan hanya bertani saja, melainkan sudah merupakan sudah menjadi budaya masyarakat.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

C. RITUAL SETELAH MASA PANEN


Setelah masa panen pun, masyarakat petani mengadakan ritual sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan panennya. Secara garis besar ritualritual setelah masa panen di masyarakat petani Jawa adalah sebagai berikut
No 1. Ritual Seblang & keboKeboan Selamatan PanenNggampung Lokasi Banyuwangi Suku Osing Bekasi-Suku Osing Deskripsi Ritual Merupakan ritual yang dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat petani atas limpahan hasil pertanian kepada yang maha kuasa. Merupakan ungkapan rasa syukur pada hasil panen yang telah diberikan. Petani pemilik sawah biasanya juga mengundang Angklung Paglak, yaitu kesenian kegemaran para petani Using yang terdiri dari dua angklung dan dua gendang kecil yang dimainkan di sebuah gubug setinggi 1015 meter yang disebut paglak. Ritual ini diselenggarakan pada hari Jumat Wage sehabis panengadhu atau panen yang jatuh pada mangsa ketiga atau mangsa karo. Biasanya menurut kalender nasional jatuh pada bulan Agustus atau September. Antara bulan itu dicari yang ada hari Jumat Wage karena hari Jumat Wage merupakan hari kelahiran dan kematian Ki Singadrana dan Ki Erakopa, penguasa sendhang tersebut. Tujuan utamanya yaitu untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberi berkah sehingga hasil panennya melimpah dan memohon agar tahun-tahun yang akan datang hasil pertanian dan peternakannya akan semakin baik. Sesajinya berupa sesaji di sendhang ini yang berupa nasi tumpeng, memotong daging yang dimasak dengan bumbu becek dan minuman dhawet ayu. Ritual ini sebagai ungkapan rasa syukur mereka dalam menyambut tibanya saat panen raya. Keunikan dalam ritual Mapag Sri yakni petani setempat mengarak pengantin padi keliling desa mereka sambil diakhiri doa bersama dengan menikmati berbagai hidangan khas daerah Pantura. Upacara ini dilaksanakan setiap menjelang panen raya, kata dia, biasanya dalam satu tahun dua kali. Selanjutnya petani menggelar Wayang Kulit Purwa dengan lakon Sulanjana (cerita mengenai asal-usul padi). Ritual ini merupakan bentuk rasa syukur petani bisa menanam padi di musim penghujan dan berharap memperoleh berkah dan rejeki melimpah. Ritual ini sebagai rasa syukur kepada Tuhan. Tradisi ini dilakukan usai panen kopi, antara bulan Juli hingga September, dilaksanakan pada Jumat Kliwon. Usai ritual

2.

3.

Upacara Bersih Sendhang Pokak

Desa Pokak-Kec. Ceper-Kab. Klaten

4.

Ritual Mapag Sri

Kab. Indramayu Jawa Barat

5.

Ritual tutup tandur Ritual Seribu Ketupat

Lumajang Jawa Timur Kab. Temanggung

6.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

ketupat, warga juga menggelar kesenian wayang kulit yang menjadi kegemaran Ki Lengging. Ratusan warga berjalan kaki menuju tempat upacara di lembah Dawuhan di utara Dusun Gedongan. Mereka membawa sebuah "gunungan ketupat" yang diusung empat pemuda dan pemuda yang lain secara berpasangan membawa ketupat yang digantungkan di sejumlah tongkat.

Ketiga tabel di atas menunjukkan bahwa banyak ritual-ritual yang dilakukan oleh petani di Jawa. Ritual-ritual ini tentunya memiliki makna tertentu seperti yang sudah dijelaskan secara rinci di atas. Fakta ini menunjukkan bahwa manusia dalam hidupnya membutuhkan interaksi yang selaras, serasi, dan seimbang dengan lingkungannya. Individu yang menjaga dan melestarikan lingkungan tentu akan mendapat dampak baik pula kepada masyarakat.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

BAB III RITUAL DI SEPUTAR KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN JAWA


A. DAFTAR RITUAL
Masyarakat nelayan Jawa juga memiliki beberapa ritual yang ditujukan kepada alam. Ritual ini memiliki tujuan yang beragam, mulai dari tujuan demi lancarnya perjalanan berlayar, agar mendapatkan hasil yang memuaskan, agar selamat, wujud rasa syukur atas hasil yang telah diperoleh, dan tujuan-tujuan lainnya. Secara ringkas, deskripsi masing-masing ritual masyarakat nelayan Jawa dijelaskan sebagai berikut,
No 1. Ritual Sedekah laut (nadran) Lokasi Tegal Deskripsi Ritual Prosesi ini diawali dengan melarung sebuah perahu berisi beraneka macam sesaji, seperti buah-buahan, nasi tumpeng lengkap dengan lauk-pauknya hingga kepala seekor kerbau ke tengah laut. Setelah dilarung, ratusan nelayan dan masyarakat sekitar berlomba memperebutkan aneka persembahan dan mengambil air laut yang disiramkan ke tubuh. Prosesi labuhan ini dilakukan dengan cara meletakkan sesaji di daerah gunung atau tempat yang dianggap keramat kemudian diempaskan ke ombak kembali ke pantai dan diperebutkan oleh masyarakat. Mereka berkeyakinan bahwa sesaji tersebut memiliki daya untuk memberikan keselamatan, kesehatan, dan kehidupan yang lebih baik bagi mereka yang mendapatkannya. Sedekah bumi dapat diartikan sebagai syukuran masyarakat Desa Mojorembun atas segala nikmat dari Allah terutama nikmat pada desa mereka. Sebagian orang mempunyai penafsiran lain tentang arti sedekah bumi. Menurut mereka bumi berasal dari bahasa arab. Kata bu berasal dari kata abun, yang artinya ayah. Sedangkan mi, berasal dari kata umi, yang artinya ibu. Menjadi tanah ayah dan ibu, sehingga sedekah bumi dapat diartikan sebagai rasa bakti kepada ayah dan ibu, atau para sesepuh dan nenek moyang desa dengan cara mendoakan mereka dan bersedekah pada sesama. ritual akan mendatangkan berkah keselamatan dan hasil laut yang melimpah. Selain sebagai bentuk syukur, ritual ini digelar untuk melestarikan budaya para leluhur dan mengantipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Sedekah laut di Cilacap dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rejeki laut yang

2.

Upacara Labuhan

Gunung Merapi, dan Gunung Lawu (Karanganyar, Jawa Tengah)

3.

Sedekah Bumi

Desa Mojorenbun, Kecamatan Kaliori (Rembang)

4.

Swalan (Larung Sesaji)

Demak

5.

Sedekah laut (Larung sesaji)

Cilacap

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

10

6.

Sedekah laut (Nyadran)

Pekalongan

telah diperoleh selama 1 tahun melaut dan memohon agar dimasa mendatang dapat menghasilkan lebih banyak lagi (ikan). Sedekah Laut di Kota Pekalongan ini digelar oleh masyarakat nelayan setiap bulan Syuro sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil laut yang melimpah. Pada tradisi ini para nelayan bersama masyarakat mengadakan ritual Sadranan dengan menghias kapal-kapal nelayan yang berisi sesaji, antara lain berupa kepala kerbau, aneka jajan pasar, wayang Dewi Sri dan Pandawa Lima, dan aneka mainan anak-anak. Acara Sedekah Laut ini akan dilaksanakan melalui beberapa prosesi dan doa selamatan yang kemudian dibawa ke tengah laut untuk dilarung yang diawali pelarungan kepala kerbau oleh seorang tokoh spiritual setempat. Isi perahu yang telah dilarung akan menjadi rebutan anakanak nelayan dengan harapan mendapat barokah dari Tuhan Yang Maha Esa melalui barang-barang yang dilarung tersebut. Pada saat yang bersamaan juga diselenggarakan ritual pementasan wayang kulit dengan cerita "Bedog Basu" yang menceritakan terjadinya ikan di darat dan di laut.

B. DESKRIPSI LANJUTAN
1. Tradisi sedekah laut di daerah Tegal yang dikenal dengan istilah Nadran. Prosesi ini diawali dengan melarung sebuah perahu berisi beraneka macam sesaji, seperti buah-buahan, nasi tumpeng lengkap dengan lauk-pauknya hingga kepala seekor kerbau ke tengah laut. Setelah dilarung, ratusan nelayan dan masyarakat sekitar berlomba memperebutkan aneka persembahan dan mengambil air laut yang disiramkan ke tubuh. Berebut sesaji dan mengambil air laut dipercaya membawa keberuntungan bagi nelayan di kawasan Pantai Utara Pulau Jawa (Pantura) tersebut. Usai melarung sesaji, malam harinya acara berlanjut dengan pergelaran wayang kulit semalam suntuk. Ritual ini digelar setahun sekali secara turun-temurun. Selain sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, tradisi ini juga dianggap sebagai tolak balak agar dijauhkan dari bencana. Tradisi Upacara Labuhan di daerah sekitar di Gunung Merapi, dan Gunung Lawu (Karanganyar, Jawa Tengah). Prosesi labuhan ini dilakukan dengan cara meletakkan sesaji di daerah gunung atau tempat yang dianggap keramat kemudian diempaskan ke ombak kembali ke pantai dan diperebutkan oleh masyarakat. Mereka berkeyakinan bahwa sesaji tersebut memiliki daya untuk memberikan keselamatan, kesehatan, dan kehidupan yang lebih baik bagi mereka yang mendapatkannya. Upacara ritual ini banyak dikunjungi oleh orang guna ngalap berkah. Sesaji ditujukan kepada Eyang Kanjeng Pangeran Sapujagad, Pangeran Anom Suryangalam, Eyang Kyai Udononggo, Nyai Udononggo, dan Kyai Jurutaman. Tempat tinggal

2.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

11

mereka ada di beberapa tempat di Merapi, seperti di Turgo, Plawangan, dan Wukir Rinenggo di dekat Selo. Upacara doa dilakukan di Kinahrejo, dipimpin oleh abdi dalem kraton, Mas Ngabehi Suraksohargo alias Mbah Maridjan. Sesaji diletakkan di satu tempat bernama Kendit, letaknya di lereng selatan Gunung Merapi. Uborampe (perlengkapan sesaji) terdiri dari kain, setagen, minyak wangi, kemenyan, dan lain-lain. 3. Prosesi Swalan (Larung Sesaji) di daerah Demak. Ritual ini bertujuan untuk mendatangkan berkah keselamatan dan hasil laut yang melimpah. Selain sebagai bentuk syukur, ritual ini digelar untuk melestarikan budaya para leluhur dan mengantipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Tradisi ini rutin digelar tujuh hari setelah Idul Fitri. Acara diawali dengan arak-arakan yang dikawal sembilan orang berpakaian adat jawa sebagai simbol Wali Songo. Nasi tumpeng yang dimasukkan dalam miniatur perahu ditandu oleh empat orang sebagai simbol empat cantrik yang berguru kepada Sunan Kalijogo. Nasi tumpeng dan aneka hasil laut kemudian dibawa ke atas perahu untuk dilarung ke tengah lautan. Berbagai kesenian tradisional turut mengiringi arak-arakan hingga tepi pantai. Bahkan ribuan warga yang menunggu prosesi larungan telah memadati area pantai sejak pagi tadi. Sebelum tumpeng dilarung, seorang sesepuh terlebih dulu memimpin doa agar para nelayan tetap dikaruniai rezeki melimpah. Iskandar Rohmat, seorang sesepuh desa setempat, mengatakan selain sebagai bentuk syukur, acara larung sesaji juga bertujuan untuk melestarikan budaya para leluhur. Prosesi Sedekah laut (Larung sesaji) di daerah Cilacap. Tradisi ini bertujuan untuk Sedekah laut di Cilacap dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rejeki laut yang telah diperoleh selama 1 tahun melaut dan memohon agar dimasa mendatang dapat menghasilkan lebih banyak lagi (ikan). Pada malam sebelum prosesi arak arakan dimulai, kabupaten dan setiap kelurahan akan mengadakan ritual dan kemudian pada pagi harinya semua masyarakat Cilacap akan berkumpul di pendopo daerah. Menurut masyarakat Cilacap, ritual sedekah laut merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil tangkapan ikan oleh masyarakat Cilacap yang memang pada dasarnya mata pencaharian utama mereka adalah nelayan. Pada prosesi sedekah laut juga melibatkan para pengawal dan dayang dayang lengkap dengan pakaian adat jawa. Selain itu prosesi juga dimeriahkan dengan berbagai kesenian yang ditampilkan oleh kelompok kelompok nelayan seperti calung, sisiangan, ebeg dan lain lain. Setelah selesai arak arakan kemudian sesedekahan akan dilarung ketengah laut. Biasanya masyarakat akan mengikuti dengan menggunakan kapal kapal nelayan. Ketika itu ketakjuban saya semakin besar saat melihat ribuan masyarakat yang antusiasnya sangat besar untuk mengikuti dan menyaksikan tradisi ini. Sampainya ditengah laut jolen tunggul dan jolen jolen lain akan dibuang ketengah laut. Kemudian saya menyaksikan beratus ratus orang melompat dari kapal kedalam laut. Pemandanga yang sungguh membuat saya semakin heran. Ternyata dari sumber yang saya dapat, masyarakat sksn mengambil sesedekahan yang telah dibuang dan air disekitar jolen tunggul dan jolen jolen yang lain dibuang. Masyarakat meyakini air tersebut akan membawa keberuntungan. Dari sedikit proses proses yang saya ketahui dan dipandang menurut segi budaya tradisi ini sangatlah unik dan indah. Sebuah kebudayaan dari sekian banyak

4.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

12

budayaIndonesiayang mampu menarik beratus ratus orang dari manapun untuk merasakan ketakjuban, yang perlu dipertahankan untuk kekayaan budaya bangsa. Budaya yang nantinya akan tetap menjadi cirri khas bagi daerah daerah dijawa. Dari inilah kita juga dapat melihat contoh dari sekian banyak contoh, betapa masyarakat kita memiliki konsistensi dalam menjaga tradisi dan rasa gotong royong, kebersamaan serta toleransi yang besar. 5. Ritual Sedekah laut (Nyadran), biasa disebut di daerah Pekalongan. Sedekah Laut di Kota Pekalongan ini digelar oleh masyarakat nelayan setiap bulan Syuro sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. atas hasil laut yang melimpah. Pada tradisi ini para nelayan bersama masyarakat mengadakan ritual Sadranan dengan menghias kapal-kapal nelayan yang berisi sesaji, antara lain berupa kepala kerbau, aneka jajan pasar, wayang Dewi Sri dan Pandawa Lima, dan aneka mainan anak-anak. Acara Sedekah Laut ini akan dilaksanakan melalui beberapa prosesi dan doa selamatan yang kemudian dibawa ke tengah laut untuk dilarung yang diawali pelarungan kepala kerbau oleh seorang tokoh spiritual setempat. Isi perahu yang telah dilarung akan menjadi rebutan anak-anak nelayan dengan harapan mendapat barokah dari Tuhan Yang Maha Esa melalui barangbarang yang dilarung tersebut. Pada saat yang bersamaan juga diselenggarakan ritual pementasan wayang kulit dengan cerita "Bedog Basu" yang menceritakan terjadinya ikan di darat dan di laut.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

13

BAB IV KAJIAN TEORETIS TENTANG RITUAL DI SEPUTAR KEHIDUPAN MASYARAKAT PETANI & NELAYAN JAWA
A. ANALISIS KELINGKUNGAN
Pendekatan ekologi/kelingkungan merupakan pendekatan berdasarkan interaksi yang terjadi pada lingkungan. Pendekatan ekologi dalam geografi berkenaan dengan hubungan kehidupan manusia dengan lingkungan fisiknya. Interaksi tersebut membentuk sistem keruangan yang dikenal dengan ekosistem. Salah satu teori dalam pendekatan atau analisis ekologi adalah teori tentang lingkungan. Geografi berkenaan dengan interelasi antara kehidupan manusia dan faktor fisik yang membentuk sistem keruangan yang menghubungkan suatu region dengan region lainnya. Adapun ekologi, khususnya ekologi manusia berkenaan dengan interelasi antara manusia dan lingkungan yang membentuk sistem ekologi atau ekosistem. Dalam analisis ekologi, kita mencoba menelaah interaksi antara manusia dengan ketiga lingkungan tersebut pada suatu wilayah atau ruang tertentu.Dalam geografi lingkungan, pendekatan kelingkungan memiliki peranan penting untuk memahami fenomena geosfer. Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada eksistensi ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena geosfera tertentu dengan varaibel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan, kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan: 1) fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik tindakan manusia; dan 2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan. Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan fenomena (phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek, yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek penting dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan budaya gagasangagasan geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting adalah perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya. Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan manusia dan fenomena alam. Relik fisik tindakan manusia mencakup penempatan urutan lingkungan dan manusia sebagai agen perubahan lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses organik termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik. Studi mandalam mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer tertentu pada wilayah formal dengan variabel
Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

14

kelingkungan inilah yang kemudian diangap sebagai ciri khas pada pendekatan kelingkungan. Ritual-ritual yang dilakukan masyarakat petani dan nelayan merupakan wujud interaksi harmonis antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Ini menunjukkan bahwa manusia memerlukan keselarasan dalam hidupnya, antara hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia lain, dan hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Ketika petani dan nelayan sudah banyak mengeksplorasi alam sekitar, kemudian ada perlakuan-perlakuan tertentu yang dilakukan manusia sebagai wujud rasa terima kasih (syukur) kepada Tuhan dan alam semesta. Masyarakat Jawa mengekspresikannya dalam bentuk ritual-ritual seperti yang telah banyak dijelaskan di atas. Ritual-ritual ini sekaligus menegaskan tesis Kirk tentang ruang lingkup lingkungan geografi, yakni bahwa lingkungan geografi adalah lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan fenomena (phenomena environment). Ritual-ritual masyarakat petani dan nelayan termasuk dalam lingkungan perilaku. Hal ini dapat dijelaskan bahwa ritual-ritual mengandung nilai-nilai luhur kehidupan, yang kemudian dikembangkan dan dilestarikan dalam setiap pelaksanaannya dalam periode-periode tertentu. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa lingkungan perilaku mencakup dua aspek, yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Kaitannya dengan aspek kedua dari lingkungan perilaku, yakni kesadaran lingkungan, ritual-ritual yang dilakukan masyarakat petani dan nelayan juga mengusung nilai-nilai luhur untuk melestarikan lingkungan melalui upaya sadar. Upaya sadar ini berupaya ditumbuhkan dari ritual-ritual.

B. ANALISIS SOSIO-ANTROPOLOGIS
Ritual-ritual yang dilakukan masyarakat petani dan nelayan Jawa merupakan implikasi dari hakikat masalah dasar dalam hidup yang menentukan orientasi nilai-budaya manusia, sebagaimana dikemukakan oleh Kluckhohn. Salah satu masalah dasar dalam hidup adalah pandangan manusia tentang alam. Masalah ini kemudian memunculkan orientasi nilai-budaya masyarakat, bahwa sebagian orang memandang bahwa: 1) manusia tunduk pada alam yang dahsyat; 2) manusia berusaha menjaga keselarasan dengan alam; dan 3) manusia berusaha menguasai alam (Koentjaraningrat, 2000: 194). Berdasarkan tesis Kluckhohn ini, dapat disimpulkan bahwa ritual-ritual yang dilakukan masyarakat petani dan nelayan Jawa merupakan implikasi dari pandangan masyarakat Jawa yang selalu berusaha menjaga keselarasan dengan alam. Masyarakat berpandangan bahwa di dalam alam semesta ini ada kekuatan-kekuatan yang tidak kelihatan yang sifatnya Maha Besar, manusia tidak bisa menjangkau ini semua. Sebagai wujud ketertundukkan ini masyarakat Jawa mengadakan ritual-ritual persembahan kepada alam dan/atau Tuhan sebagai wujud permohonan, pengharapan, dan rasa syukur. Tujuan akhir dari ritual-ritual ini adalah kesuksesan, kelancaran, kemudahan, dan keberkahan dari aktivitas-aktivitas yang akan dan telah dilakukan manusia.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

15

Frans Magnis Suseno membedakan empat unsur pandangan dunia Jawa yang berhubungan dengan yang Illahi atau Adikodrati. Kesatuan dengan yang Illahi disebut numinus yang berasal dari kata numen artinya cahaya Illahi atau adikodrati. Kesatuan numinus menunjuk pada suatu keadaan jiwa (state of mind) yang mampu menghubungkan realitas dengan gejala-gejala adikodrati yang dialami dengan perasaan penuh misteri, kekaguman, takut, dan cinta. Unsur pertama adalah kesatuan numinus antara alam, masyarakat, dan alam adikodrati. Kesatuan numinus antara alam, keluarga dengan yang adikodrati dicapai lewat ritual-ritual. Hal ini merupakan upaya untuk memelihara keserasian dengan kekuatan gaib yang menguasai alam agar panen berhasil. Jika menilik daftar ritual-ritual masyarakat Jawa di atas, menunjukkan bahwa masyarakat petani dan nelayan Jawa masih mengimani nilai-nilai luhur dalam hal pelestarian alam sekitar. Unsur yang kedua yaitu kesatuan numinus dengan kekuasaan. Dalam paham Jawa kekuasaan adalah ungkapan energi Illahi yang tanpa bentuk, suatu kekuatan yang berada dimana- mana. Pusat kekuatan itu ada pada raja. Konsep kerajaan jawa adalah suatu lingkaran konsentris mengelilingi Sultan sebagai pusat. Lingkungan yang terdekat dengan sultan adalah keraton. Lingkaran yang kedua yang mengitari keraton adalah ibukota negara, lingkungan ketiga adalah Negaragung yang secara harafiah berarti ibukota yang besar, lingkaran terakhir adalah mancanegara atau negara asing. Unsur ketiga adalah dasar numinus keakuan. Pada dasarnya keakuan manusia manunggal dengan dasar Illahi dari mana ia berasal, karena itu orang Jawa sepanjang hidupnya akan berusaha untuk menemukan dasar Illahi, usaha untuk mencari realitas diri ini tersirat dalam istilah manunggaling kawulo lan gusti atau mencari sangkan paraning dumadi. Pengalaman manusia Jawa dalam mencari dasar Illahi keakuannya terbentuk menjadi rasa yaitu suatu pengertian tentang asal dan tujuan segala mahluk hidup. Bagi petani pengertian rasa ini adalah suatu keadaan batin yang tenang, bebas dari ancaman atau kekacauan. Unsur keempat adalah kepercayaan atau kesadaran akan takdir yaitu kesadaran bahwa hidup manusia sudah ditetapkan dan tidak bisa dihindari. Hidup atau mati, nasib buruk dan penyakit merupakan nasib yang tidak dapat dilawan. Menentang nasib hanya akan mengacaukan keselarasan kosmos. Setiap orang mempunyai tempat yang spesifik yang sudah ditakdirkan, tempat ini ditentukan secara jelas melalui kelahiran, kedudukan sosial, dan lingkungan geografis. Pemenuhan kewajiban kehidupan yang spesifik sesuai dengan tempatnya masing-masing akan mencegah konflik, sehingga dicapai ketentraman batin dan keseimbangan dalam masyarakat serta kosmos. Analsis Frans Magnis Suseno ini sangat merepresentasikan masyarakat petani dan nelayan di Jawa. Mereka dapat dikategorikan ke dalam kesatuan numinus antara alam, masyarakat, dan alam adikodrati. Ritual-ritual dan bentuk-bentuk persembahan lainnya adalah dalam rangka mencari ridho, persetujuan, dan rahmat Tuhan YME sehingga sebelum, saat, dan setelah bercocok tanam atau berlayar/melaut berjalan dengan lancar dan menghasilkan materi yang dicitacitakan.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

16

Ritual-ritual yang dijalankan menunjukkan adanya hubungan emosional antara manusia dengan alam sekitarnya. Ketika terjadi bencana, orang Jawa mengatakan bahwa alam sedang murka. Langkah selanjutnya adalah mereka mencoba melakukan refleksi diri, tentang apa sebenarnya yang dilakukan manusia di bumi ini sehingga alam marah dan menghukum manusia. Tentu tidak hanya manusia dan alam yang terlibat di sini, Tuhan pun turut diikutsertakan. Fenomena ritual-ritual masyarakat petani dan nelayan di Jawa jika dianalisis dari perspektif teori perkembangan kebudayaan yang dikemukakan Van Peursen dapat dikategorikan ke dalam kriteria tahap mitis/mitos. Petani dan nelayan masih menjaga nilai-nilai tentang Ketuhanan dan kekuatan-kekuatan di alam semesta yang tidak terlihat. Upaya adaptif mereka adalah dengan jalan mengadakan ritual-ritual religi tertentu. Perkembangannya kini, masyarakat petani dan nelayan sudah mulai menerapkan teknologi dalam usahanya. Ilmu pengetahuan dan teknologi terkait pertanian dan perikanan sudah banyak dikembangkan oleh pakar di bidangnya. Tahap inilah yang oleh Van Peursen disebut tahap ontologis. Tahap di mana ilmu pengetahuan menempati posisi tertinggi yang digunakan dalam penentuan segala macam keputusan, baik di skala individu maupun masyarakat, dan negara. Kemajuan ini tentunya berdampak yang signifikan bagi usaha pertanian dan perikanan. Teknologi traktor, pupuk, website tentang pertanian telah banyak dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemajuan pertanian Indonesia. Di bidang pelayaran kita kenal adanya perahu motor, sistem scanning keberadaan ikan, dan lain sebagainya. Di sisi lain, ketika masyarakat petani dan nelayan saat ini masih melakukan ritual-ritual religi berarti dapat dikatakan bahwa masyarakat saat ini berada dalam posisi tengah, antara mitis dan ontologis. Yang perlu digarisbawahi dalam hal ini adalah proporsi masing-masing tahapan. Apakah lebih besar proporsi untuk tahap mitis atau tahap ontologis. Maksudnya, masyarakat petani dan nelayan disamping mereka telah mengamini ilmu pengetahuan, mempelajari dan melaksanakannya, tetapi juga masih melakukan ritual-ritual yang sifatnya mitis.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

17

BAB V PENUTUP
A. SIMPULAN
Masyarakat petani dan nelayan Jawa memiliki berbagai macam ritual, ritual yang dilakukan sebelum, saat, dan setelah melakukan aktivitas kehidupannya. Ritualritual ini berkaitan dengan kelancaran, kesuksesan, keselamatan, permohonan, dan rasa syukur atas keberhasilan yang telah dicapai. Selain tujuan-tujuan tersebut, ternyata ada juga ritual yang dilakukan masyarakat yang sebagai wujud protes terhadap kelompok-kelompok tertentu. Analisis kelingkungan terhadap ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat petani dan nelayan Jawa adalah bahwa ini merupakan salah satu wujud lingkup lingkungan perilaku (behavioral environment). Dalam ritual-ritual tersebut terdapat nilai-nilai luhur yang dikembangkan dan juga dalam rangka menumbuhkan rasa kesadaran lingkungan. Analisis sosio-antropologis melihat fenomena ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat petani dan nelayan Jawa merupakan wujud nyata dari masalah hakikat hubungan manusia dengan alam, yang berusaha menjaga keselarasan dengan alam. Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat petani dan nelayan Jawa merupakan wujud kesatuan numinus antara alam, masyarakat, dan alam adikodrati. Analisis dari perspektif teori Van Peursen menghasilkan simpulan bahwa masyarakat petani dan nelayan Jawa masih berada dalam tahap mitis, disamping ada beberapa hal di mana mereka juga mendasarkan aktivitas ekonominya berdasarkan pemikiran-pemikiran ontologis. Tinggal bagaimana proporsi dari masing-masing tahap (mitis dan ontologis) dalam menyikapi masalah-masalah yang nampak ke permukaan.

B. SARAN
Kajian tentang ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat petani dan nelayan Jawa hendaknya dijadikan tambahan perspektif bagi kita dalam memandang permasalahan dan penentuan kebijakan. Alasannya adalah bahwa bagaimanapun msayarakat Indonesia sangatlah plural, masing-masing memiliki karakteristik khas dan pandangan yang berbeda-beda dalam menyikapi masalah yang sebenarnya relatif sama. Kondisi ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan khusus dalam menetukan kebijakan pembangunan yang lebih memperhatikan kearifan-kearifan lokal. Pada akhirnya pembangunan yang dicanangkan tepat guna bagi masyarakat.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

18

DAFTAR PUSTAKA
http://arsitekkampung.wordpress.com/2013/02/12/selametan-sawah-ungkapansyukur-dan-harapan-petani-using/ http://www.javanologi.info/sib/index.php?page=detail&hal=karya&kode=BUD00077 http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/kejawen/2013/02/06/626/RitualGolong-Sewu-Petani-Sumbing http://oase.kompas.com/read/2013/04/01/13155628/Petani.Gelar.Ritual.Mapag.S ri http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=76563#.UZdvpaKnroI http://www.indosiar.com/ragam/petani-gelar-ritual-sengkolo_100165.html http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/04/14/6/146521/PetaniTembakau-Ritual-Ruwat-Rigen http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/05/10/3/152610/-MusimGiling-Tiba-Petani-Gelar-Ritual-Pengantin-Tebu http://www.bisnis-jateng.com/index.php/2012/07/ritual-petik-tembakau-ratusanpetani-ikuti-doa-bersama-pada-ritual-awal-petik-tembakau/ http://ensiklopediakretek.com/page.php?id=59 ttp://www.beritajatim.com/detailnews.php/6/Politik_&_Pemerintahan/2012-1212/155482/Bupati_Lumajang_Hadiri_Budaya_Tutup_Tandur_Petani http://jogja.tribunnews.com/2012/03/17/petani-gelar-ritual-mimiti-jelang-panenraya http://www.indosiar.com/ragam/tradisi-jelang-panen-raya-padi_83580.html http://antarajateng.com/detail/index.php?id=67934#.UZd2QqKnroI http://regional.kompas.com/read/2011/09/30/16462387/Petani.Gelar.Ritual.Methil http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/01/19/142256/Peta ni-Tembakau-Gunung-Sumbing-Gelar-Ritual-Semar-Gugat http://krjogja.com/read/160840/petani-gelar-ritual-golong-sewu-dan-tandatangah-darah.kr

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

19

http://tanahair.kompas.com/read/2011/04/05/1328314/Ngarot.Regenerasi.Petani. yang.Tergerus.Zaman http://mranggendemak.blogspot.com/2013/04/sekelumit-tentang-ritual-dan.html http://surabaya.okezone.com/read/2012/09/27/521/695629/ritual-kucing-kawinuntuk-meminta-hujan Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Makalah | Ritual di Seputar Alur Kegiatan Masyarakat Petani dan Nelayan Jawa: Suatu Alanisis Kelingkungan dan Sosio-Antropologis

20

You might also like