You are on page 1of 21

PRESENTASI KASUS

FRAKTUR TERTUTUP KRURIS SINISTRA

Pembimbing : Dr. Arsanto Triwidodo, Sp. OT, FISC, K.Spine

Oleh : Astika Dewi (030.08.153) Yovita Devi (030.08.261)

KEPANITRAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA PERIODE 6 MEI 12 JULI 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Pekerjaan Alamat : Tn. M P : 25 tahun 11 bulan 26 hari : Pegawai swasta : Warakas gang 23 Rt 03/07

Jenis kelamin : Laki-laki

I. ANAMNESIS autoanamnese, tanggal 8 Mei 2013 1. Keluhan utama Nyeri tungkai kiri sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit. 2. Keluhan tambahan Tungkai kiri bengkak, tidak bisa berjalan 3. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tungkai kiri sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas tujuh hari yang lalu, saat berjalan pasien ditabrak motor yang melintas dengan kecepatan kurang lebih 40 km/jam, pasien jatuh ke aspal tidak ada bagian tubuh yang terbentur. Pasien mengaku saat itu pasien merasakan nyeri di tungkai kiri, tungkai kiri terlihat bengkok, dan tidak dapat dipakai untuk berjalan akrena nyeri. Pasien mengaku terdapat luka lecet pada tungkai kiri, setelah kejadian pasien sadar sepenuhnya, tidak muntah, dan tidak ada kesulitan bernapas. Pasien dibawa warga sekitar ketukang urut dan dipijat oleh tukang urut selama tujuh hari. Pasien merasa tungkai tambah bengkak, tidak ada rasa kesemutan dan baal, kelima jari kaki masih dapat digerakkan. Pasien mengatakan warna kulit tungkai kanan sama dengan kiri. Pasien merasa tidak terdapat perbaikan lalu memutuskan berobat ke RSUD Koja. 4. Riwayat penyakit dahulu Maag disangkal, hipertensi disangkal, DM disangkal, asma disangkal. 5. Riwayat penyait keluarga Disangkal. 6. Riwayat alergi

Disangkal.

II. PEMERIKSAAN FISIK PRIMARY SURVEY A. Airway Bebas /tidak ada sumbatan jalan nafas, lidah tidak jatuh ke belakang, stridor negative. B. Breathing Thorax : nafas spontan RR=18x/menit Pulmo : Inspeksi : tidak ada gerakan hemithorax yang tertinggal saat bernafas, jejas (-), deformitas (-). Palpasi Perkusi : nyeri tekan (-), vocal fremitus kanan dan kiri sama. : sonor.

Auskultasi : suara nafas kanan dan kiri sama. Assessment Action Reassessment C. Circulation Bibir : tidak sianosis : baik, tidak ada gangguan ventilasi. ::-

Ekstremitas : tidak sianosis, hangat TD : 120/80 Nadi : 88x/menit : sirkulasi baik :-

Assessment Action

Reassessment : D. Disability Glasgow Coma Scale (GCS) E4 M6 V5 score 15 Assessment Action : baik :-

Reassessment : E. Exposure

Terdapat luka-luka lecet di tungkai kiri.

SECONDARY SURVEY EXPOSURE 1. Status generalis Keadaan umum : sakit sedang Tanda vital : TD : 120/80 Nadi : 88x/menit

Suhu : 36,8C RR : 18x/menit Kepala Mata : jejas (-), hematom (-), oedem (-) : jejas (-), hematom (-), oedem (-), conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik /-, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tak langsung +/+ Hidung Telinga : jejas (-), hematom (-), oedem (-), darah (-) : jejas (-), hematom (-), oedem (-), darah (-)

Tenggorokkan : faring hipermenis -/-, tonsil T1-T1 tenang Mulut Leher Thoraks pulmo Inspeksi : jejas (-), deformitas (-), retraksi sela iga (-), gerak nafas tidak ada yang tertinggal. Palpasi Perkusi : nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri-kanan sama : sonor seluruh lapang paru : suara nafas vasikuler, wheezing -/-, ronchi -/: bibir sianosis (-), kering (-) : jejas (-), hematom (-), oedem (-) :

Auskultasi -

Cor : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-) : : jejas (-), hematom (-), datar

Abdomen

Inspeksi

Auskultasi : bising usus (+) normal Palpasi teraba. Perkusi : timpani : supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar dan lien tidak

2. Status lokalis

Regio : Cruris sinistra a. Look : deformitas : angulasi (-), rotasi (-), shortening (-), Skin lost (-), excoriation wound (+), oedem (+), kemerahan (+), balut (+), splint (+), rembes (-) b. Feel : nyeri tekan (+), NV distal : a. tibialis posterior ++/++, a. dorsalis pedis ++/++, perabaan hangat, parestesi (-), CRT <2 c. Move : ROM aktif (-), pasif tidak dinilai karena nyeri

III. LABORATORIUM Hemoglobin : 14,4 g/dL Leukosit : 12.400 /uL

Hematokrit : 41% Trombosit : 368.000 /uL

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Rontgen cruris sinistra : terdapat garis fraktur di diafisis tibia complete long oblique, terdapat garis fraktur di diafisis fibula complete long oblique.

V. RESUME Os datang dengan keluhan nyeri pada kaki kiri sejak sehari SMRS. Os mengatakan nyeri sejak pulang dari tukang urut. Os mengaku sebelumnya kaki terkilir saat bermain futsal, os tidak mengingat posisi jatuhnya. Os merasa kaki kiri menjadi lebih besar dari kanan dan tidak dapat digerakkan, tetapi ibu jari masih dapat digerakkan. Os tidak mengeluh baal. Os dibawa ke UGD RSUD Koja dengan taxi dan dibantu dengan kursi roda. Pada pemeriksaan fisik status lokalis, region cruris sinistra ; (Look) skin lost (-), oedem (+), kemerahan (+), (feel) NVD (+), nyeri tekan (+), (move) ROM aktif (-). Pada pemeriksaan penunjang, region cruris sinistra ; fraktur tibia fibula sinistra VI. DIANOGSIS KERJA] Fraktur tertutup kruris sinistra (diafisis tibia sinistra complete long oblique dan diafisis fibula sinistra complete long oblique). VII. PENATALAKSANAAN 1. Pertahankan splint 2. Merawat luka excoriasi (wound toilet) 3. Ceftriaxone 2x1gr 4. Ketorolak 3x30 mg 5. Ranitidine 2x150 mg 6. Operatif: ORIF VIII. PROGNOSIS Ad Vitam: bonam Ad Sanationam: bonam Ad Functionam: dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI TULANG Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis. Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi : 1. Tulang panjang ditemukan di ekstremitas 2. Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan 3. Tulang pipih pada tengkorak dan iga 4. Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang-tulang wajah,dan rahang. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini, lapisan terluar dari tulang (cortex) tersusun dari jaringan tulang yang padat, sementara pada bagian dalam di dalam medulla berupa jaringan sponge. Bagian tulang paling ujung dari tulang panjang dikenal sebagai epiphyse yang berbatasan dengan metaphysis. Metaphysis merupakan bagian dimana tulang tumbuh

memanjang secara longitudinal. Bagian tengah tulang dikenal sebagai diaphysis yang berbentuk silindris.

Gambar 2. Anatomi tulang panjang

Unit struktural dari cortical tulang compacta adalah system havers, suatu jaringan saluran yang kompleks yang mengandung pembuluh-pembuluh darah

(network) yang

mikroskopis

mensuplai nutrient dan oksigen ke tulang, lacuna, dan ruang-ruangkecil dimana osteosit berada. Jaringan lunak di dalam trabeculae diisi oleh sumsum tulang : sumsum tulang merah dan kuning. Sumsum tulang merah berfungsi dalam hal hematopoesis, sementara sumsum

kuning mengandung sel lemak yang dapat dimobilisasi dan masuk ke aliran darah. Osteogenic cells yang kemudian berdiferensiasi ke osteoblast (sel pembentuk tulang) dan osteoclast (sel penghancur tulang) ditemukan pada lapisan terdalam dari periosteum. Periosteum adalah lembar jaringan fibrosa dan terdiri atas banyak pembuluh darah. Vaskularisasi Tulang merupakan jaringan yang kaya akan vaskuler dengan total aliran darah sekitar 200 sampai 400 cc/menit. Setiap tulang memiliki arteri penyuplai darahyang membawa nutrient masuk didekat pertengahan tulang, kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh-pembuluh darah mikroskopis. Pembuluh darah ini mensuplai cortex, marrow, dan system haverst. Persarafan, Serabut syaraf sympathetic dan afferent (sensori) mempersyarafi tulang.Dilatasi kapiler darah di kontrol oleh syaraf symphatetic, sementara serabut syaraf afferent mentransmisikan rangsangan nyeri. TULANG CRURIS

FRAKTUR Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Klasifikasi fraktur 1. Etiologi Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur stress : terjadi karena adanya trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu. 2. Klinis Fraktur tertutup (simple fracture) : suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. Fraktur terbuka (compound fracture) : fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) : fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delay union, nonunion, infeksi tulang. 3. Radiologis Lokalisasi

Konfigurasi

Ekstensi : fraktur total, fraktur tida total (fracture crack), fraktur buckle/torus, fraktur garis rambut, dan fraktur green stick. Hubungan antara fragmen dengan fragmen tulang lainya

FRAKTUR TERTUTUP I. DEFINISI Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

Fraktur Tertutup II. ETIOLOGI 1. Fraktur Traumatik, terjadi karena trauma yang tiba-tiba seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian dan lain-lain. Trauma bisa bersifat: a. Trauma langsung, menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi pada daerah tekanan. b. Trauma tidak langsung, apabila tekanan dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur (contoh: jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada daerah klavikula). Pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh. 2. Fraktur patologis, terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis dalam tulang (infeksi, tumor, osteoporosis tulang). 3. Fraktur stress, terjadi karena adanya trauma terus-menerus pada tempat tertentu.

III. PENYEMBUHAN FRAKTUR Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima fase, yaitu: 1. Fase hematoma Apabila terjadi fraktur maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem haverssian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong

dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa millimeter dari daerah raktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma. 2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang member pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen. 3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis) Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garamgaram kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologic pertama terjadinya penyembuhan fraktur. 4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik) Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap. 5. Fase remodeling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediate berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem harcersian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.

IV. GAMBARAN KLINIK 1. Riwayat, biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan

menggunakan organ yang mengalami cedera. 2. Tanda-tanda lokal Terdapat pembengkakan, memar, dan deformitas.

Terdapat nyeri tekan setempat, perlu memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi, pengisian arteri pada kuku, dan untuk menguji sensasi. Karena cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.

Krepitasi dan nyeri hebat pada setiap gerakan.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto Polos, pemeriksaan radiologis dilakukan dengan prinsip dua: Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu antero-posterior dan lateral. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak trutama pada fraktur epifisis. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian. VI. METODE PENGOBATAN FRAKTUR TERTUTUP A. Konservatif Terdiri atas: 1. Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi) Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut misalnya dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. Indikasi: terutama diindikasi pada fraktur-fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falangs dan metacarpal atau fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang belakang, impaksi fraktur pada humerus proksimal serta fraktur yang sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi radiologik. 2. Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)

Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi, biasanya memeprgunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Indikasi: digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan. 3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna, mempergunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi, dilakukan dengan baik dengan pembiusan umum ataupun lokal. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini. Indikasi: sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama, imobilisasi sebagai pengobatan definitife pada fraktur, diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan diharapkan dapat direduksi dengan cara tertutup dan dapat dipertahankan. Fraktur yang tidak stabil atau bersifat kominutif akan bergerak di dalam gips sehingga diperlukan pemeriksaan radiologis berulang, imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis, sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat. 4. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi berlanjut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi kulit dan traksi tulang. 5. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai brown bohler, bidai Thomas dengan pearson knee flexion attachment. Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi. Indikasi: bilamana reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan serta untuk mencegah tindakan operatif misalnya pada fraktur batang femur, fraktur vertebra servikalis. Bilamana terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang tungkai bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan angulasi, overriding, dan rotasi yang dapat menimbulkan malunion, nonunion atau delayed union. Bilamana terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur spiral atau kominutif pada tulang panjang. Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil. Fraktur femur pada anakanak. Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan pergeseran yang hebat serta tidak stabil, misalnya pada fraktur suprakondiler humerus.

B. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-Wire. Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, maka reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-wire perkutaneus misalnya pada fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak atau pada fraktur Coller. Juga dapat dilakukan pada fraktur leher dengan memasukkan batang metal, serta pada fraktur batang femur dengan teknik tertutup dan hanya membuat lubang kecil pada daerah proksimal femur. Teknik ini biasanya memerlukan bantuan alat rontgen image intensifier (Garm). C. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang. Tindakanoperasi harus diputuskan dengan cermat dan dilakukan oleh ahli bedah serta pembantunya yang berpengalaman dalam ruangan aseptik. Operasi harus dilakukan secepatnya (dalam satu minggu) kecuali bila ada halangan. Alat-alat yang dipergunakan dalam operasi yaitu kawat bedah, kawat kirscher, screw, screw and plate, pin kuntscher intrameduler, pin rush, pin Steinmann, pin Trephine (pin Smith Peterson), plate and screw Smith Peterson, pin plate teleskopik, pin Jewett and protesis. 1. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna Indikasi : Fraktur intra-artikuler, misalnya fraktur maleolus, kondilus, patella, olekranon. Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan Bila terdapat interposisi jaringan diantara kedua fragmen Bila diperlukan fiksasi rigid, pada fraktur leher femur Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan reduksi tertutup, misalnya fraktur monteggia dan fraktur Bennett Fraktur terbuka Bila terjadi kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat Eksisi fragmen yang kecil Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis avaskuler Fraktur avulsi Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV (Salter-Harris) pada anak-anak Fraktur multiple

Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya fraktur vertebra yang disertasi paraplegia

2. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna Indikasi : Fraktur terbuka grade II dan grade III Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan tulang yang hebat Fraktur dengan infeksi dan infeksi pseudoartrosis Fraktur yang miskin jaringan ikat Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes mellitus

Kontraindikasi : Infeksi (osteomielitis) Kerusakan pembuluh darah dan saraf Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed union atau nonunion Emboli lemak

D. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis. Pada fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion, oleh karena itu dilakukan pemasangan protesis yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian yang nekrosis. Sebagai bahan tambah/an sering dipergunakan metilmetakrilat.

VII.

KOMPLIKASI FRAKTUR TERTUTUP

1. Komplikasi segera Komplikasi vaskuler o Trauma pada arteri besar : terputus, kontusio, dan spasme arteri o Trauma pada vena besar : terputus, kontusio o Perdarahan local : eksterna (keluar permukaan tubuh), interna (kedalam jaringan lunak maupun rongga tubuh) Komplikasi pada otot biasanya bersifat tidak total

2. Komplikasi lanjut Komplikasi lokal

o Komplikasi pada sendi Kekakuan sendi yang menetap Penyakit degenerative sendi pasca trauma

o Komplikasi pada tulang Penyembuhan raktur yang abnormal : malunion, delayed union, dan nonunion Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada lempeng epifisis Infeksi yang menetap (osteomielitis kronik) Osteoporosis pasca trauma Atrofi sudeck Refraktur

o Komplikasi pada otot Miositis osifikans pasca trauma Rupture tendon lanjut

o Komplikasi saraf Tardy nerve palsy

Komplikasi pada organ lain o Batu ginjal o Neurosis akibat kecelakaan

FRAKTUR KRURIS I. PENGERTIAN Fraktur kruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya.

II. KLASIFIKASI

1. Fraktur kondilus tibia Lebih sering mengenai kondilus lateralis daripada medialis serta fraktur pada kedua kondilus. Terjadi karena adanya trauma abduksi tibia terhadap femur dimana kaki terfiksasi pada dasar, misalnya trauma sewaktu mengendarai mobil. 2. Fraktur diafisis tibia dan atau fibula Lebih sering ditemukan bersama-sama, bisa hanya pada tibia atau fibula saja. Terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dengan 1/3 bagian proksimal, sehingga fraktur tidak terjadi pada ketinggian yang sama.

3. Fraktur dan fraktur dislokasi sendi pergelangan kaki. Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam beberapa macam trauma: a. Trauma abduksi: menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulse atau robekan pada ligament bagian medial. b. Trauma adduksi: menimbulkan fraktur maleolus medialis bersifat oblik atau avulse maleolus lateralis atau keduanya. c. Trauma rotasi eksterna: biasanya disertai dengan trauma abduksi terjadi pada fraktur fibula diatas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligament medial atau fraktur avulse pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus. d. Trauma kompresi vertikal: dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan robekan diastasis.

DAFTAR PUSTAKA 1. Apley AG Solomon L. Apley,s System of Orthopaedics and Fractures. 8th ed. England:ELBS withButter worth-Heinmann;2001: 238-245 2. Koval K, Zuckerman JD. Lower extremity fracture and dislocations. In: KovalK, Zuckerman JD, editor. Handbook of fractures. 3 rd ed. Lippincot Williamsand Walkins;2006.p.345-354 3. McRae E. The diagnosis of fracture and principles of treatment, In: McRae E.Esser R, editor. Practical fracture treatment. 4th ed. Churchil Livingstone. P.25-54 4. Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: BintangLamumpatue, 2000. Hal.343-536. 5. Sjamsuhidajat r, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC,2003.

You might also like