You are on page 1of 34

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh dunia. Semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun. Hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian.1 Tingginya angka kesakitan diare menyebabkan diare menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). Pada survei tahun 2000 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Depkes di 10 provinsi, didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil sampel sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu 1,3 episode kejadian diare pertahun.2 Berdasarkan data dari penelitian sebelumnya, kejadian diare di Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang Jawa Tengah tahun 2009 tercatat jumlah individu yang menderita diare sebanyak 1.074 orang. Sedangkan angka kematian yang disebabkan oleh diare pada bulan September 2010 di Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang Jawa tengah tercatat 2 orang balita meninggal dunia disebabkan karena diare.3 Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak pada tempatnya, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya.4 Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, pejamu, lingkungan dan perilaku. Faktor pejamu yang menyebabkan meningkatnya kejadian diare, diantaranya tidak memberikan ASI eksklusif dan kondisi gizi yang kurang baik sehingga menurunkan daya tahan tubuh. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu belum tersedianya sarana yang memadai untuk pembuangan tinja

dan belum tersedianya tempat pembuangan sampah yang memadai. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku. Penularan diare terjadi karena faktor lingkungan tidak sehat yang berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat. 5 Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak di Desa Sukomulyo, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang karena kejadian diare pada anak di tempat tersebut masih tinggi. B. Rumusan Masalah Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak di SDN Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang? C. 1. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Kajoran, Kabupaten Magelang. 2. Tujuan Khusus a. Untuk menganalisis hubungan kebiasaan cuci tangan dengan menggunakan sabun dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. b. Untuk menganalisis hubungan kebiasaan jajan dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. c. Untuk menganalisis hubungan kebiasaan buang air besar dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. d. Untuk menganalisis hubungan kebiasaan buang sampah dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo, Kecamatan

e. Untuk menganalisis hubungan kepadatan lalat dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. f. Untuk menganalisis hubungan penggunaan air minum dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. g. Untuk menganalisis hubungan penyimpanan makanan dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. h. Untuk menganalisis hubungan penyuluhan tentang diare dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. i. Untuk menganalisis hubungan kebersihan kuku dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. D. Manfaat Penelitian Dengan diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kejadian diare, yaitu dalam: 1. Menentukan cara yang tepat dalam melakukan tindakan preventif dan promotif tentang kejadian diare. 2. Menetapkan metode dan materi penyuluhan yang tepat kepada anak agar sedapat mungkin mengurangi faktor risiko terjadinya diare. 3. Sebagai acuan yang dapat digunakan untuk penelitan-penelitian selanjutnya yang lebih komprehensif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Definisi penyakit diare Diare berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus.6 Diare merupakan keadaan abnormal pengeluaran tinja yang terlalu sering. Konsistensi tinja dalam diare dapat lembek atau cair atau dapat berupa air saja. Menurut Widjaja, diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak.7 Hal ini disebabkan adanya perubahan perubahan dalam transport air dan elektrolit dalam usus, terutama pada keadaan keadaan dengan gangguan intestinal pada fungsi digesti, absorbsi, dan sekresi.6 Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anakanak dan orang dewasa.5,7 2. Etiologi Menurut Widjaja, diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis.7 a. Faktor infeksi Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain: 1) Infeksi oleh bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhii, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas. 2) Infeksi basil (disentri), 3) Infeksi virus rotavirus, 4) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides), 5) Keracunan makanan.

b. Faktor malabsorpsi Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat pada bayi terjadi karena adanya kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula sehingga dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik. c. Faktor makanan Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita. 3. Gejala Diare Gejala-gejala diare adalah sebagai berikut : 9 a. Tinja encer, berlendir atau berdarah, b. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu, c. Lecet pada anus, d. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang, e. Muntah sebelum dan sesudah diare, f. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), dan g. Dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat pucat. 10

4. Faktor Risiko Penyakit Diare 1. Faktor Agent Salah satu faktor risiko yang berperan dalam terjadinya diare adalah faktor agent. Kejadian diare sangat ditentukan oleh faktor kekebalan tubuh dari pejamu, tetapi faktor agent selaku pembawa penyakit juga sangat berpengaruh pada kejadian diare. Beberapa agent yang dapat menyebabkan diare antara lain bakteri, virus, dan parasit misalnya cacing tanah. 2. Faktor Lingkungan a. Sumber air minum Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum dan masak air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia. 14 Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar. 14 Macam-macam sumber air minum antara lain : 14 1. Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah. Misalnya air sungai, air rawa dan danau. 2. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air dalam tanah adalah air yang diperoleh pengumpulan air pada lapisan tanah yang dalam. Misalnya air sumur, air dari mata air. 3. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan salju.

Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah : 15 1. Mengambil air dari sumber air yang bersih. 2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air. 3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber pengotoran seperti septic tank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter. 4. Menggunakan air minum dari air bersih atau air yang telah direbus. 5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup. b. Jenis tempat pembuangan tinja 16 Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah : 1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, 2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, 3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya, 4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya, 5. Tidak menimbulkan bau, 6. Pembuatannya murah, dan 7. Mudah digunakan dan dipelihara. Pembuangan kotoran yang benar sangat penting untuk mencegah berkumpulnya lalat di lingkungan rumah, yang dapat menjadi perantara penyebaran penyakit. Kepadatan lalat yang tinggi di suatu rumah dapat mencemari makanan dan minuman serta membawa kuman penyakit ke dalamnya.17

Macam-macam tempat pembuangan tinja, antara lain:17 1. Jamban cemplung (Pit latrine) Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80 120 cm sedalam 2,5 sampai 8 meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurangkurangnya 15 meter. 2. Jamban air (Water latrine) Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkanya sama seperti pembusukan tinja dalam air kali. 3. Jamban leher angsa (Angsa latrine) Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya. 4. Jamban parit (Trench latrine) Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30 - 40 cm untuk tempat defekasi. Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan. 5. Jamban empang / gantung (Overhung latrine) Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat didalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air, yang dapat menimbulkan wabah. Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi. Menurut hasil penelitian, anak balita yang berasal dari

keluarga yang menggunakan jamban yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9% di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluarga yang mempergunakan sungai sebagai tempat pembuangan tinja, yaitu 17% di kota dan 12,7 di desa.17 c. Jenis lantai rumah Syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari: ubin atau semen, kayu, dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai yang basah dan berdebu dapat menimbulkan sarang penyakit. 18 Jenis lantai rumah tinggal mempunyai hubungan yang bermakna pula dengan kejadian diare, Hal ini ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar penutup bagian bawah, dinilai dari segi bahan dan kedap air. Lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan atau penyakit pada penghuninya, oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air (disemen, dipasang keramik, dan teraso). Lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah.18 3. Faktor perilaku Faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut : 19 a. Kebiasaan cuci tangan Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare. b. Penggunaan air minum Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak

10

tertutup atau tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. Untuk mengurangi risiko terhadap diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi. c. Penggunakan jamban Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban sebaiknya membuat jamban dan harus buang air besar di jamban. Tempat buang air besar harus berjarak kurang lebih 10 meter dari sumber air. Kebiasaan BAB tidak di jamban dapat menyebabkan kotoran tertimbun di sembarang tempat dan mencemari lingkungan. Selain itu dapat menjadi tempat berkumpulnya vektor penyakit yang kemudian menyebarkan kuman kepada orang-orang di sekitarnya. d. Kebiasaan jajan Makanan dan minuman yang dibeli di sembarang tempat sangat berisiko untuk menimbulkan penyakit. Sebab belum tentu komponen yang digunakan untuk memasak makanan atau minuman tersebut menggunakan bahan-bahan yang bersih dan higienis. Sehingga kebiasaan jajan sembarangan dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya diare. e. Kebiasaan buang sampah Tidak tersedianya tempat sampah juga dapat menjadi sarana penyebaran penyakit. Sampah yang terkumpul tidak pada tempatnya akan mengundang vektor penyakit seperti lalat untuk hinggap kemudian pergi dengan membawa kumankuman penyakit. Lalat-lalat tersebut kemudian dapat hinggap di makanan dan minuman yang terbuka dan menimbulkan penyakit bagi manusia yang mengkonsumsinya. f. Penyimpanan makanan Makanan yang diletakkan tanpa ditutup akan mudah dihinggapi lalat dan terkontaminasi oleh kuman, sehingga berisiko menimbulkan penyakit, salah satunya diare. Sayangnya masih banyak keluarga yang belum menerapkan penyimpanan makanan secara benar dan menutupnya dengan tudung saji, sehingga tanpa sadar makanan tersebut menjadi sarana penyebaran penyakit bagi anggota keluarga lainnya.

11

g. Menjaga kebersihan kuku Setiap anggota keluarga harus dibiasakan memotong kuku secara teratur, jangan sampai kuku menjadi terlalu panjang dan hitam karena banyak kotoran tertimbun di bawahnya. Tangan khususnya bagian kuku adalah bagian tubuh yang langsung kontak dengan makanan, sehingga sangat berbahaya apabila kuku tangan kita kotor. Hal tersebut dapat menjadi faktor risiko terjadinya diare, karena kuman yang berada di kuku akan menempel di makanan, dan mengakibatkan penyakit bagi keluarga yang mengkonsumsinya. 4. Faktor Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan yang tidak memadai juga menjadi salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit diare. Kurangnya penyuluhan tentang diare di masyarakat mengakibatkan mereka kurang memahami apa itu diare, bagaimana bisa terjadi diare, hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah diare, dan penanganan diare. Oleh karena itulah diperlukan penyuluhan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat, khususnya mengenai diare, untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai diare sehingga dapat menurunkan angka kejadian diare. 5. Komplikasi Diare Diare dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Sebagian komplikasi disebabkan oleh ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh. Komplikasi yang paling sering berupa dehidrasi. Komplikasi yang lebih serius dapat berupa sepsis (pada infeksi sistemik) dan abses liver. A. Dehidrasi Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat,

berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik. Menurut keadaan klinisnya dehidrasi dibagi menjadi:

12

1. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB) : turgor berkurang, suara serak, pasien syok. Menurut klasifikasi WHO, dehidrasi ringan ditandai dengan penurunan cairan 5 % dari total berat badan tanpa ada keluhan mencolok selain anak terlihat lesu, haus, dan agak rewel. 2. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8 % BB) : suara serak, pasien dalam keadaan pre syok atau syok, nadi cepat, nafas cepat dan dalam. Menurut klasifikasi WHO, dehidrasi berat ditandai dengan penurunan cairan 5-10 % dari total BB dengan tanda berupa gelisah, cengeng, kehausan, mata cekung dan kulit keriput. 3. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10 % BB) : tanda sama dengan dehidrasi sedang, disertai dengan kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, dan sianosis. Menurut klasifikasi WHO, dehidrasi berat ditandai dengan penurunan cairan tubuh lebih dari 10 % dari total berat badan dengan tanda berupa berak cair terus menerus, muntah terus-menerus, kesadaran menurun, sangat lemas, terus mengantuk, tidak bisa minum, tidak mau makan, mata cekung, bibir kering dan biru. Selain itu, terdapat pula tanda berupa cubitan kulit baru kembali setelah > 2 detik, tidak kencing selama 6 jam atau lebih, dan terkadang disertai panas tinggi dan kejang.20 Panduan IMCI (Integrated Management of Childhood Illness) dari WHO, dehidrasi dinilai melalui : 1. Kesadaran 2. Ada tidaknya mata yang cekung 3. Kemauan anak untuk minum 4. Mencubit kulit untuk melihat turgor B. Syok Hipovolemik Hipovolemia adalah keadaan berkurangnya volume darah yang bersirkulasi dalam tubuh. Keadaan ini tergolong darurat dimana jumlah darah dan cairan yang hilang membuat jantung tidak mampu memompa darah dalam

13

jumlah yang cukup. Kehilangan cairan pada syok hipovolemik dapat disebabkan oleh luka bakar yang luas, diare, muntah-muntah, dan kekurangan asupan makanan. Untuk mempertahankan perfusi jantung dan otak, maka terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormon stress, serta ekspansi besar untuk pengisian kembali cairan interstitial dan ekstraseluler, serta penurunan volume urin.21 Gejala klinis syok hipovolemik : Ringan ( < 20 % volume darah) Ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler meningkat, diaphoresis, vena kolaps, cemas Sedang ( 20-40 % volume darah) Sama dengan yang ringan, ditambah takikardia, takipnea, oliguria, dan hipotensi ortostatik Berat ( > 40 % volume darah) Sama, ditambah ketidakstabilan hemodinamik, takikardia bergejala hipotensi, dan penurunan kesadaran

6. Penatalaksanaan Diare Pengelolaan diare menurut Depkes adalah penggantian cairan dan elektrolit disertai dengan pemberian makanan, antiobiotika, dan antiparasit untuk kasus-kasus tertentu. Sesuai rekomendasi WHO, penggantian cairan juga disertai pemberian seng. Menurut UKK Gastrohepatologi IDAI perlu diberikan edukasi pada orang tua tentang tatalaksana diare. 7,8,10 Pemberian rehidrasi peroral menjadi pilihan utama dalam terapi menggangtikan cairan dan elektrolit yang hilang pada diare. Rekomendasi terbaru dari WHO (2005) adalah penggunaan cairan rehidrasi oral dengan osmolaritas lebih rendah, yaitu berupa natrium 75 mEq/l, glukosa 75 mmol/l dengan osmolaritas total 245 mOsm/l. Pemberian cairan dengan osmolaritas rendah ini terbukti dapat memperpendek durasi diare. 7,9,10 Penggunaan antibiotik juga terkadang diperlukan pada kasus diare tertentu, seperti pada kasus diare berdarah. Trimetropin/sulfametoksazol paling sering digunakan untuk kasus diare dengan etiologi shigela, e.coli, dan sebagian salmonela pada penderita immunocompromised. Obat pilihan untuk pengobatan disentri berdasarkan WHO 2005 adalah dengan antibiotik golongan quinolon untuk

14

mengatasi resistensi yang sering terjadi dan pada pasien rawat jalan dianjurkan pemberian sefalosporin golongan ketiga. Pemberian antibiotika yang tidak rasional justru akan memperpanjang diare. 10 Rekomendasi WHO 2005 menganjurkan pemberian tablet seng selama 10-14 hari dengan dosis 10 mg pada usia kurang dari 6 bulan dan 20 mg pada usia lebih dari 6 bulan. Pemberian seng ini efektif mengurangi durasi diare. 7,10 C. Kerangka Teori

Faktor Agent: A. Infeksi Bakteri B. Infeksi Virus C. Infeksi Parasit

Faktor Lingkungan: -Sumber air minum -Jenis tempat pembuangan tinja -Jenis lantai rumah -Kepadatan lalat Kejadian Diare Faktor Pelayanan Kesehatan: -Penyuluhan kesehatan tentang diare Faktor Perilaku: -Kebiasaan cuci tangan -Kebiasaan jajan sembarangan -Kebiasaan buang sampah -Penggunaan air minum -Penyimpanan makanan -kebersihan kuku

15

D.Kerangka Konsep Kebiasaan cuci tangan Kebiasaan jajan sembarangan Kebiasaan BAB

Kebiasaan buang sampah Kejadian Diare kebersihan kuku Penyimpanan makanan Kepadatan lalat Penggunaan air minum Penyuluhan tentang diare

D. Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare. 2. Terdapat hubungan antara kebiasaan jajan sembarangan dengan kejadian diare 3. Terdapat hubungan antara penggunaan jamban dengan kejadian diare. 4. Terdapat hubungan antara pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya dengan kejadian diare. 5. Terdapat hubungan antara menjaga kebersihan kuku dengan kejadian diare. 6. Terdapat hubungan antara penyimpanan makanan dengan kejadian diare. 7. Terdapat hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare.

16

8. Terdapat hubungan antara pengguaan air minu dengan kejadian diare. 9. Terdapat hubungan antara penyuluhan kesehatan dengan kejadian diare. BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ilmu Waktu : Ilmu Kesehatan Masyarakat : 12-16 Mei 2013 Tempat : Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang

B. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional. C. Variabel Penelitian Variabel Bebas (Variabel Independen) Perilaku cuci tangan dengan sabun sebelum makan Perilaku cuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar Perilaku sering jajan sembarangan di pinggir jalan Buang air besar tidak di jamban/WC ( BAB di sungai/ kolam ikan/kebun) Buang sampah tidak di tempat sampah Kepadatan lalat di rumah Air dimasak sebelum diminum Makanan di rumah selalu ditutup dengan tudung saji Adanya penyuluhan tentang diare di sekolah Kuku pendek dan bersih

Variabel Tergantung (Variabel Dependen) : kejadian diare

17

D. Definisi Operasional Variabel No 1. Variabel Kejadian Diare Definisi Operasional Cara mengukur/ mengetahui Kejadian diare yang Berdasarkan dialami responden wawancara langsung dalam kurun waktu pada responden satu bulan. menggunakan kuesioner. Kategori Skala

1= diare (jika Nominal dalam satu bulan dikotomi ini pernah sekali diare). 2= tidak diare (jika dalam satu bulan ini tidak pernah diare). 1= Tidak pernah Nominal mencuci tangan dikotomi dengan sabun baik sebelum makan dan sesudah BAB 2= selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah BAB Nominal dikotomi

2.

Kebiasaan cuci tangan

Kebiasaan cuci Berdasarkan tangan responden. wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.

3.

Kebiasaan jajan sembaranga n Kebiasaan BAB

Kebiasaan responden Berdasarkan jajan sembarangan di wawancara langsung pinggir jalan. pada responden menggunakan kuesioner.

4.

5.

Kebiasaan buang

1= Selalu jajan sembarangan di pinggir jalan 2= Tidak pernah jajan sembarangan di pinggir jalan Kebiasaan responden Berdasarkan 1= Responden BAB di sembarang wawancara langsung memiliki kebiasaan tempat pada responden BAB di sembarang menggunakan tempat kuesioner. 2= Responden tidak pernah BAB di sembarang tempat Kebiasaan responden Berdasarkan 1= Responden untuk buang sampah wawancara langsung memiliki kebiasaan

Nominal dikotom

Nominal dikotomi

18

sampah

6.

7.

8.

9.

di sembarang tempat pada responden membuang sampah tidak di tempatnya menggunakan di sembarang kuesioner. tempat 2= Responden tidak memiliki kebiasaan membuang sampah di sembarang tempat Kepadatan Kepadatan lalat di Berdasarkan 1= Kepadatan lalat lalat rumah responden. wawancara langsung tinggi di rumah pada responden responden menggunakan 2= Kepadatan lalat kuesioner. rendah di rumah responden Penggunaa Penggunaan air yang Berdasarkan 1= Responden n air dimasak terlebih wawancara langsung selalu minum dahulu untuk pada responden menggunakan air diminum menggunakan yang dimasak kuesioner. terlebih dahulu 2= responden tidak pernah menggunakan air yang dimasak terlebih dahulu Penyimpan Penyimpanan Berdasarkan 1= Responden an makanan makanan di rumah wawancara langsung selalu responden pada responden menggunakan menggunakan menggunakan tudung saji untuk tudung saji kuesioner. menutup makanan yang ada di rumah 2= Responden tidak pernah menggunakan tudung saji untuk menutup makanan yang ada di rumah Penyuluhan Penyuluhan diare Berdasarkan 1= Responden diare yang didapatkan wawancara langsung tidak pernah responden di pada responden mendapat sekolah menggunakan penyuluhan tentang kuesioner. diare di sekolah 2= Responden pernah mendapat penyuluhan tentang diare di sekolah

Nominal dikotomi

Nominal dikotomi

Nominal dikotomi

Nominal dikotomi

19

10.

Kebersihan kuku

Kebersihan responden dan pendek

kuku Berdasarkan bersih wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner. :

1= Kuku responden Nominal kotor dan panjang dikotomi 2= Kuku responden bersih dan pendek

E. Bahan Penelitian 1. Populasi Populasi target penelitian adalah semua anak di wilayah Desa Populasi terjangkau adalah semua siswa SD di wilayah Desa Sukomulyo 2. Sampel penelitian Siswa SD Negeri Kajoran 1 di Desa Sukomulyo yang memenuhi kriteria inklusi. 3. 4. 5. Kriteria inklusi Kriteria eksklusi : : :

Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang

Siswa SD yang bersedia untuk diwawancarai Siswa SD yang tidak kooperatif saat wawancara. Cara pengambilan sampel

Sampel diambil dengan cara consecutive sampling dimana setiap sampel yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sehingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. 6. Estimasi besar sampel :

= = 66 Keterangan

20

P=

= 0,22

Q=1P Q 1 = 1 P1= 1 0,32 = 0,78 Q 2 = 1 P2 = 1 -0,12 = 0,88 Sampel minimal 66 responden.

F. Cara Penelitian 1. Cara Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan cara wawancara langsung dengan siswa SD Kajoran 1 di Desa Sukomulyo Keacamatan Kajoran Kabupaten Magelang sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat. 2. Data yang dikumpulkan Data yang dikumpulkan berupa data primer yang meliputi: Data identitas responden (nama, umur, dan alamat) Data yang dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare Kebiasaan cuci tangan Kebiasaan jajan sembarangan Kebiasaan buang air besar Kebiasaan buang sampah Kepadatan lalat Penggunaan air minum Penyimpanan makanan Penyuluhan tentang diare Kebersihan kuku

B. Analisis Data

21

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan editing, coding, skrining, tabulasi dan analisis data dengan menggunakan program pengolahan data dengan komputer. Uji statistik yang dipergunakan untuk menguji hubungan antar variabel adalah meliputi: 1. Analisa univariat untuk mengetahui sebaran data umum responden 2. Analisa bivariat dengan komparasi Chi Square yang dilanjutkan dengan penghitungan Rasio Prevalensi

22

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat Tabel 4.1 Proporsi Kebiasaan Cuci Tangan pada Anak VARIABEL Kebiasaan cuci tangan - Tidak menggunakan sabun - Menggunakan sabun JUMLAH 12 (16,67%) 60 (83,33%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa (83,33%) sudah memiliki kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun. Tabel 4.2 Proporsi Kebiasaan Jajan Sembarangan pada Anak VARIABEL Kebiasaan jajan sembarangan - Ya - Tidak JUMLAH 10 (13,89%) 62 (86,11%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa (86,11%) tidak memiliki kebiasaan jajan sembarangan. Tabel 4.3 Proporsi Kebiasaan Buang Air Besar pada Anak VARIABEL Kebiasaan BAB - Tidak di jamban - Di jamban JUMLAH 16 (22,22%) 56 (77,78%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui sebanyak 56 siswa (77,78%) sudah memiliki kebiasaan BAB di jamban.

23

Tabel 4.4 Proporsi Kebiasaan Buang Sampah VARIABEL Kebiasaan buang sampah - Tidak di tempat sampah - Di tempat sampah JUMLAH 10 (13,89%) 62 (86,11%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa (86,11%) memiliki kebiasaan membuang sampah di tempat sampah. Tabel 4.5 Proporsi Kepadatan Lalat VARIABEL Kepadatan lalat - Tinggi - Rendah JUMLAH 41 (56,94%) 31 (43,06%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui sebanyak 41 siswa (56,49%) tinggal di rumah dengan kepadatan lalat yang tinggi. Tabel 4.6 Proporsi Penggunaan Air Minum VARIABEL Penggunaan air minum - tidak dimasak - dimasak JUMLAH 8 (11,11%) 64 (88,89%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa (88,89%) menggunakan air minum yang sudah dimasak Tabel 4.7 Proporsi Penyimpanan Makanan VARIABEL Penyimpanan makanan - Tidak ditutup - Ditutup JUMLAH 17 (23,61%) 55 (76,39%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 55 siswa (76,39%) makan makanan yang tidak ditutup.

24

Tabel 4.8 Proporsi Kebersihan Kuku VARIABEL Kebersihan kuku - Kuku panjang dan kotor - Kuku pendek dan bersih JUMLAH 32 (44,44%) 40 (55,56%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 40 siswa (55,56%) memiliki kuku yang pendek dan bersih, sedangkan masih terdapat 32 siswa (44,44%) yang memiliki kuku yang panjang dan kotor. Tabel 4.9 Proporsi Penyuluhan Diare VARIABEL Penyuluhan diare - Tidak ada - Ada JUMLAH 43 (59,72%) 29 (40,28%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa (59,72%) siswa belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang diare.

2. Analisis Bivariat Analisis hasil penelitian dilakukan secara bertahap, dimulai dengan analisis deskriptif dengan menghitung besarnya persentase setiap variabel bebas, dilanjutkan dengan analisis statistic menggunakan tabel 2 x 2 untuk mengetahui besarnya rasio prevalensi (RP).

25

Tabel 4.10 Tabel Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak NO 1. VARIABEL Kebiasaan cuci tangan - Tidak menggunakan sabun - Menggunakan sabun Kebiasaan jajan sembarangan - Ya - Tidak Kebiasaan BAB - Tidak di jamban - Di jamban Kebiasaan buang sampah - Tidak di tempat sampah - Di tempat sampah Kepadatan lalat - Tinggi - Rendah Penggunaan air minum - tidak dimasak - dimasak Penyimpanan makanan - Tidak ditutup - Ditutup Penyuluhan diare - Tidak ada - Ada Kebersihan kuku - Kuku panjang dan kotor - Kuku pendek dan bersih KEJADIAN DIARE YA TIDAK 8 (66,7%) 18 (30%) 5 (50%) 2 (33,9%) 8 (50%) 18(32,1%) 3 (30%) 23(37,1%) 20(48,8%) 6 (19,4%) 3 (37,5%) 23(35,9%) 10(58,8%) 16(29,1%) 19(44,2%) 7 (24,1%) 11(34,4%) 15(37,5%) 4 (33,3%) 42 (70%) 5 (50%) 41(66,1%) 8 (50%) 38(67,9%) 7 (70%) 39(62,9%) 21(51,2%) 25(80,6%) 5 (62,5%) 41(64,1%) 7 (41,2%) 39(70,9%) 24(55,8%) 22(75,9%) 21(65,6%) 25(62,5%) P 0,016 RP(95% CI) 2,22 (1,2743,876)

2.

0,342

1,476 (0,7253,005) 1,556 (0,8362,893) 0,809 (0,2972,20) 2,520 (1,1515,520) 1,043 (0,4032,705) 2,022 (1,1403,587) 1,831 (0,8843,789) 0,917 (0,4911,711)

3.

0,190

4.

0,665

5. 6. 7. 8.

0,010 0,931 0,026 0,082

9.

0,784

Berdasarkan tabel di atas, secara analitik dapat diketahui bahwa kebiasaan jajan sembarangan (p=0,342), kebiasaan BAB tidak di jamban (p=0,190), kebiasaan buang sampah tidak di tempat sampah (p=0,665), penggunaan air minum yang tidak dimasak (p=0,931), tidak adanya penyuluhan

26

diare (p=0,082), dan kebersihan kuku (p=0,784) tidak berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak dengan didapatkan nilai p>0,05. Sedangkan kebiasaan cuci tangan tidak menggunakan sabun (p=0,016), kepadatan lalat yang tinggi di rumah (p=0,010), dan penyimpanan makanan yang tidak ditutup dengan menggunakan tudung saji (p=0,026) berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak dengan didapatkan nilai p<0,05. Anak yang tidak mempunyai kebiasaan cuci tangan dengan menggunakan sabun sebelum makan dan atau setelah BAB berisiko 2,22 kali terkena diare dibandingkan dengan anak yang mempunyai kebiasaan cuci tangan dengan menggunakan sabun. Anak yang tinggal di rumah dengan kepadatan lalat yang tinggi berisiko 2,52 kali terkena diare dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah dengan kepadatan lalat yang rendah. Anak yang makan makanan yang tidak ditutup dengan tudung saji berisiko 2,02 kali terkena diare dibandingkan dengan anak yang makan makanan yang ditutup dengan tudung saji.

B. Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan hasil penelitian berdasarkan hasil uji statistik data dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap 72 responden yang dilakukan pada tanggal 14 Mei 2013 di SDN Sukomulyo dan dari tinjauan pustaka. a. Kebiasaan Cuci Tangan Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,016, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan cuci tangan tidak menggunakan sabun sebelum makan dan atau setelah BAB berhubungan secara bermakna terhadap kejadian diare. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ira Indriyati. Mencuci tangan merupakan kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam pencegahan penularan kuman diare. Mencuci tangan dengan sabun,

27

terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare. b. Kebiasaan jajan sembarangan Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,342, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan jajan sembarangan tidak berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ira Indriyati yang menyatakan bahwa kebiasaan jajan sembarangan berhubungan dengan kejadian diare pada anak SD di kota Surabaya (p=0.028). Hal ini disebabkan oleh tempat penelitian yang berbeda dimana pada penelitian ini dilakukan di desa yang masyarakatnya mempunyai tingkat sosial ekonomi dan daya beli yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat kota sehingga jajan bukan merupakan kebiasaan masyarakat di desa. c. Kebiasaan BAB Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,190, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan BAB tidak di jamban tidak berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan sebagian besar masyarakat yang memanfaatkan sungai yang mempunyai aliran deras sebagai tempat pembuangan kotoran. d. Kebiasaan buang sampah Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,665, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan buang sampah sembarangan tidak berhubungan secara bermakna terhadap kejadian diare. Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar masyarakat membakar sampah-sampah yang tidak dapat terurai (anorganik), sedangkan untuk sampahsampah yang dapat terurai dibuang di kebun. e. Kepadatan lalat Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,010, dapat disimpulkan bahwa rumah dengan kepadatan lalat yang tinggi berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak. Lalat

28

merupakan salah satu vektor penyakit yang senang hidup di tempat kotor sehingga dapat mencemari makanan dan minuman yang dihinggapinya dengan membawa kuman penyakit ke dalamnya.17 f. Penggunaan Air Minum Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,931, dapat disimpulkan bahwa penggunaan air minum yang tidak dimasak tidak berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak. Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Oleh karena itu, untuk keperluan minum air dimasak terlebih dahulu. 14 g. Penyimpanan Makanan Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,026, dapat disimpulkan bahwa penyimpanan makanan yang tidak ditutup menggunakan tudung saji berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku bersih dan sehat sehingga masih banyak lalat yang ditemukan di dalam rumah. Makanan yang tidak ditutup akan mudah dihinggapi lalat dan terkontaminasi oleh kuman sehingga berisiko menimbulkan diare. h. Penyuluhan Diare Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,082, dapat disimpulkan bahwa tidak adanya penyuluhan diare di sekolah tidak berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak. Hal ini disebabkan oleh adanya peran serta guru dalam menjelaskan tentang diare dan pencegahannya kepada siswa di dalam kelas sehingga meningkatkan pengetahuan siswa tentang diare. i. Kebersihan Kuku Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,784, dapat disimpulkan bahwa kuku yang tidak bersih tidak berhubungan secara bermakna terhadap kejadian diare pada anak. Hal ini disebabkan oleh

29

adanya kegiatan inspeksi kuku yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya secara rutin setiap minggu, sehingga siswa terbiasa memotong kukunya. Kuku yang panjang akan menjadi tempat persembunyian kuman-kuman penyebab diare sehingga harus dipotong untuk mencegah terjadinya diare.

30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan Berdasarkan hasil survey dan wawancara yang dilaksanakan pada 14 Mei 2013 di SDN Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabuaten Magelang didapatkan hasil 1. Kebiasaan cuci tangan memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada anak karena didapatkan nilai p < 0,05 (p = 0,016), dimana jika anak tidak terbiasa mencuci tangan maka akan semakin berisiko terjadi diare. 2. Kepadatan lalat memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada anak karena didapatkan nilai p<0,05 ( p=0,01), dimana jika di dalam rumah anak kepadatan lalat tinggi maka akan semakin berisiko terjadi diare. 3. Penyimpanan makanan memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada anak didapatkan nilai p<0,05 ( p=0,026), dimana jika di rumah anak penyimpanan makanan tidak ditutup dengan tudung saji maka akan semakin berisiko terjadi diare. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kebiasaan jajan sembarangan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,342) Kebiasaan buang air besar tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,190) Kebiasaan buang sampah tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (0,655) Penggunaan air minum tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,931) Penyuluhan tentang diare tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,082) Kebersihan kuku tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,784)

31

B. Saran 1. Perlu ditingkatkannya kesadaran siswa mengenai pentingnya cuci tangan dengan menggunakan sabun dengan mengikutsertakan peran orang tua, guru, dan petugas kesehatan untuk menurunkan angka kejadian diare. 2. Perlu ditingkatkannya kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di lingkungan rumah khususnya dalam pengelolaan sampah sehingga dapat menurunkan populasi lalat. 3. Perlu ditingkatkanya kesadaran masyarakat mengenai pemakaian tudung saji dalam penyimpanan makanan sehingga dapat mencegah penularan kuman penyebab diare yang dibawa lalat melalui makanan.

32

DAFTAR PUSTAKA 1. Zubir, Juffrie, M., dan Wibowo T. 2006. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut pada Anak 0-35 bulan di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19. No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197:319-332 2. Soebagyo, 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press 3. Anonim. 2009. SPM Puskesmas Kajoran 1 Kabupaten Magelang Jawa Tengah. 4. Sander, M. A., 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya dengan Kejadian Diare di Desa Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol.2, No.2 Juli-Desember 2005 5. Depkes, R.I., 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen PPM dan PL. 6. Zein, U. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara 7. Widjaja, 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita . Jakarta : Kawan Pustaka. 8. Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. maret 2004 : 41-48. 9. Yulisa., 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita (Studi pada Masyarakat Etnis Dayak Kelurahan Kasongan Baru Kecamatan Kentingan Hilir Kabupaten Kentingan Kalimantan Tengah). (Skripsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro. 10. Irianto, J., Soesanto. S., Supraptini, Inswiasri, Irianti, S., dan Anwar, A., 1996. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita (Analisis

33

Lanjut Data SDKI 1994). Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 24 (2 dan 3) 1996 : 77-96. 11. Widyastuti, P., (ed). 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar, edisi 2. Jakarta : EGC. 12. Mantra, I. B., 2000. Demografi Umum. Jakarta : Pustaka Pelajar. 13. Lembaga Demografi FE UI. 2000. Dasar-Dasar Demografi. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI. 14. Soemirat, J., 2002. Kesehatan Lingkungan, cetakan kelima. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press 15. Sanropie, D., 1989. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat. Jakarta : PUSDIKNAKES 16. Entjang, I., 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, cetakan ke XIII. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. 17. Depkes, R. I., 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta : Ditjen PPM dan PL 18. Sukarni, M., 2002. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bandung : Kanisius 19. Mansyah, B., 2005. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Balita di Desa Sigayam Wilayah Kerja Puskesmas Wonotunggal Kabupaten Batang. (Skirpsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro. 20. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. Metabolism and temperature regulation. 11th ed. China : Elsevier Saunders; 2006, p. 889. 21. Wijaya, JP. Syok hipovolemik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Interna Publishing; 2009, hlm. 243-3

34

You might also like