You are on page 1of 19

HIPERBILIRUBIN

KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya Jualah sehingga tugas makalah Keperawatan Anak yang berjudul Hiperbilirubin dapat terselesaikan. Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua anggota kelompok yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Penyusun mengharapkan makalah yang sederhana ini dapat membantu memberikan tambahan khasanah pengetahuan kepada para pembaca, khususnya bagi kami sendiri. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermaanfaat dan mohon maaf apabila terdapat kekeliruan yang tidak disengaja dan kekurang-lengkapan makalah ini karena penyusun menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini sehingga saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan makalah selanjutnya. Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kendari, 11 November 2011

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka

kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut

penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka fokus permasalahan dalam makalah ini adalah: 1. Apa yang dimaksud dengan hiperbilirubunemia pada bayi 2. Bagaimana proses keperawatan pada klien dengan hiperbilirubinemia

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka makalah ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan hiperbilirubinemia 2. Mampu menguasai pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada klien dan keluarga dengan bayi Ikterus (Hiperilirubinemia)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.(Doenges, Marilyn E., Maternal.1988).

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam d a r a h melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Hiperbilirubin adalah suatu keadaandimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998).

Hiperbilirubin adalah kondisi dimana t e r j a d i a k u m u l a s i b i l i r u b i n d a l a m d a r a h ya n g m e n c a p a i k a d a r t e r t e n t u d a n d a p a t menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai jaudince pada sclera mata, kulit,membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).

Hiperbilirubin

adalah p e n i n g k a t a n

kadar

bilirubin

serum

( h i p e r b i l i r u b i n e m i a ) ya n g d i s e b a b k a n o l e h k e l a i n a n b a w a a n , j u g a d a p a t menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)

Hiperbilirubinemia

adalah

kadar

bilirubin

yang

dapat

menimbulkan

efek

pathologis.(Markum, 1991:314).

Hiperbilirubinemia adalah keadaan meningginya kadar bilirubindidalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. ( Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, p 197 ).

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis, terdapat tiga jenis ikterus, yaitu: 1. Ikterus fisiologis Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987): a. Timbul pada hari kedua-ketiga

b. Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan c. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari

d. Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg % e. f. Ikterus hilang pada 10 hari pertama Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu

2. Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin total> 12 mg %. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg % atau lebih dalam 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada BBLR dan 12,5 mg % pada bayi cukup bulan. I k t e r u s y a n g d i s e r t a i p r o s e s h e m o l i s i s ( i n k o m p t a b i l i t a s d a r a h , defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis ). Bilirubin direk lebih dari 1 mg % atau kenaikan bilirubin serum 1 mg% /dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari.

Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari ( bayi cukup bulan ) dan lebih dari 14 hari pada BBLR Berikut adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis : a. Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO, dsb. b. Kelainan dalam sel darah merah seperti pada defisiensi G -6-PD c. Hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.

d. I n f e k s i : s e p t i s e m i a , m e n i n g i t i s , i n f e k s i s a l u r a n k e m i h , p e n y a k i t k a r e n a toksoplasmosis, sifilis, rubela, hepatitis e. f. Kelainan metabolik, hipoglikemia, galaktosemia Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan

a l b u m i n s e p e r t i : sulfonamid, salisilat , sodium benzoat, gentamisin. g. Pirau enteropatik yang meninggi, obstruksi usus letak

t i n g g i , p e n y a k i t hirschsprung, stenosis pilorik, mekonium ileus, dsb. (Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, p 198)

3. Kern Ikterus

Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

B. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa factor : 1. Peningkatan produksi meliputi : a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase e. f. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia 2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada

Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine 3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik 5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

Pohon Masalah Penghancuran eritrosit tua (80-85%) + eritrosit muda (15-20%) + hasil metabolism protein yang mengandung heme + enzim yang mengandung heme

Bilirubin

Over produksi Penurunan ambilan hepatik

Eritrosit hemolisisintravaskuler (kelainan autoimun, Mikroangiopati/hemoglobinopati)

Penurunan konjugasi hepatik Hemoglobin ikterus hemolitik normal

konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung

Disebabkan : Hemoglobin abnormal (cickle sel anemia hemoglobin) Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer) Antibody serum (Rh, Inkompatibilitas transfuse) Obat-obatan Tapi suplai bilirubin Tak terkonjugasi melampaui Kemampuan sel hati

Disebabkan : Defisiensi enzim glukoronil transferase Terjadi pada : Syndrome Gilberth, syndrome CriglerNajjar I, syndrome Crigler Najjar II Bilirubin tak terkonjugasi Meningkat dalam darah

Tidak larut dalam air

Tidak dapat diekskresikan

Tidak terjadi bilirubinuria

Tapi pembentukan urobilinogen meningkat

C. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis. Diagram Metabolisme Bilirubin

KANDUNG EMPEDU KE DUODENUM BILIRUBIN DIREK DIEKSKRESI KE KANDUNG EMPEDU BILIRUBIN DIREK DI EKSKRESI MELALUI URINE &FESES MELALUI DUKTUS BILLIARIS ERITROSIT HEMOGLOBIN BESI/FE MELALUI HATI BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN ALBUMIN BILIRUBIN INDIREK (tidak larut dalam air) GLOBIN BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN GLUKORONAT/GULA RESIDU BILIRUBIN DIREK (larut dalam air) HEME

HATI
TERJADI DALAM PLASMA DARAH TERJADI PADA LIMPHA MAKROFAG

D. Patofisiologi
Terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi. (Markum, 1991).

Skema Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Hemoglobin

Globin

Heme

Biliverdin Fe (zat besi)

Peningkatan destruksi eritrosit ( Gangguan konjungasi bilirubin / gangguan transport bilirubin / peningkatan siklus enterohepatik ) Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjungasi

Sebagian masuk kembali ke siklus emerohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran meronium terlambat /obstruksi usus, tinja berwarna pucat

Ikterus pada sclera leher dan badan

peningkatan bilirubin indirex > 12 mg/dl

Indikasi fototerapi Sinar dengan Intensitas tinggi

Resiko injuri/cedera

Risiko kurang vol. cairan

gangguan interaksi

E. Manifestasi Klinis
1. Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek) 2. Anemia 3. Perbesaran lien dan hepar 4. Perdarahan tertutup 5. Gangguan nafas 6. Gangguan sirkulasi 7. Gangguan saraf 8. Pasien tampak lemah 9. Nafsu makan berkurang 10. Urine pekat 11. Perut buncit 12. Gangguan neurologik 13. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl. 14. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.

15. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetik atau infeksi. 16. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak padah a r i k e 3 - 4 d a n m e n u r u n h a r i k e 5 - 7 y a n g b i a s a n y a m e r u p a k a n jaundice fisiologi.

F. Komplikasi
1. Bilirubin encephahalopathi 2. Kernikterus ; kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yangmelengking 3. Asfiksia 4. Hipotermi 5. Hipoglikemi

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bilirubin serum- P a d a b a y i c u k u p b u l a n , b i l i r u b i n m e n c a p a i kurang lebih 6mg/dl antara 2 - 4 h a r i s e t e l a h l a h i r . A p a b i l a n i l a i n y a lebih dari 10mg/dl t i d a k fisiologis.- P a d a bayi premature, kadar

b i l i r u b i n m e n c a p a i p u n c a k 1 0 - 1 2 m g / d l antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis. b. Pemeriksaan radiology d i p e r l u k a n u n t u k m e l i h a t a d a n y a m e t a s t a s i s d i p a r u a t a u p e n i n g k a t a n diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma c. Ultrasonografi digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstrahepatic. d. Biopsy hati d i g u n a k a n u n t u k m e m a s t i k a n d i a g n o s a t e r u t a m a p a d a k a s u s y a n g s u k a r seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selainitu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma. e. Peritoneoskopi dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasiuntuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini. f. Laparatomi dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasiuntuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

H. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan : Pengawasan antenatal yang baik M e n g h i n d a r i o b a t ya n g d a p a t m e n i n g k a t k a n i k t e r u s p a d a b a yi d a n m a s a kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir Pemberian makanan yang dini. Pencegahan infeksi.

I. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia.

Pengobatan mempunyai tujuan : 1. Menghilangkan Anemia 2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi 3. Meningkatkan Badan Serum Albumin 4. Menurunkan Serum Bilirubin

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

1. Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus padacahaya dengan intensitas yang tinggi (a bound of fluorencent light bulbs orbulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsijaringan

mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yangdisebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darahmelalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Foto degradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.

Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

2. Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat di indikasikan adanya faktor-faktor : a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu

b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama

d. Tes Coombs Positif e. f. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama

g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl h. Bayi dengan Hidrops saat lahir i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk : a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan) c. Menghilangkan Serum Bilirubin

d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh

negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

3. Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif, baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

J. Prognosis
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gajala ensefalopati pada neonates mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin kejang, spastic, dan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin di dapatkan adanya atitosis ditai gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari kemudian. BAB III TINJAUAN TEORI TENTANG ASKEP

A. Pengkajian Anamneses Orang Tua/keluarga

Ibu dengan rhesus (-)atau golongan darah Odan anak yang mengalami neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis (Rh, ABO, inkompatibilitas lain golongan darah). Ada saudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspect spherochytosis herediter kelainan enzim warna merah. Minum air susu ibu, ikterus kemungkinan karena pengaruh pregnanediol.

Anamnesa riwayat ibu, mungkin pernah menderitasakit kuning, mungkin minum obatobatan tertentu selama hamil (sulfonamit, nitrofurantoin, dan antimalaria).

Riwayat Kelahiran Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan merupakan predisposisi terjadinya infeksi Pemberian obat anestesi, analgesic yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan nafas (hipoksia), asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin Bayi dengan apgar scor rendah memungkinkan terjadinya hypoksia, asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin

Kelahiran premature berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh (hepar) R i w a ya t k e l u a r g a A p a k a h a n a k sudah mendapat imunisasi hepatitis B, Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan.

Pemeriksaan fisik Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertermi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot

(kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas (skin resh), sclera mata kuning (kadang-kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine dan feses. Kepala dan leher a. Inspeksi warna : sclera, konjungtiva, membrane mukosa mulut, kulit, urine, dan tinja. b. Dapat juga dijumpai sianosis pada bayi yang hipoksia. Dada Ditemukan tanda peningkatan frekuensi napas, takikardia khususnya ikterus yang disebabkan oleh adanya infesi. Abdomen a. Peningkatan dan penurunan bising usus/peristaltic usus perlu dicermati karena berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan fototherapi.

b. Perut membuncit, muntah, mencret merupakan akibat gangguan metabolism bilirubin enterohepatik. c. Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan denga sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella. Urogenital a. Urin kuning dan pekat. b. Adanya fees yang pucat/acholis/seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan/ atresia saluran empedu. Ekstremitas Menunjukan tonus otot yang lemah. Kulit Tanda dehidrasi ditunjukan dengan turgor yang jelek, elastisitas menurun, dan perdarahan pada kulit di tunjukan dengan ptechia dan echimosis.

Pemeriksaan Neurologis Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain-lain yang menunjukan adanya tanda-tanda kern ikterrus.

Hasil Laboratorium :

Kadar bilirubin 12mg/dl pada cukup bulan. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl. Darah : Bilirubin > 10 mg % CRP menunjukkan adanya infeksi Sekrening enzim G6PD menunjukkan adanya penurunan Screening Ikterus

B.

Diagnose Keperawatan

1.

Resiko injury internal b.d peningkatan serum bilirubin sekunder dari pemecahan seldarah merah dan gangguan eksresi bilirubin Tujuan : Bayi terbebas dari injuri yang ditandai dengan bilirubin serum

menurun, tidak ada jaundice, refleks moro normal, tidak terdapat sepsis, refleks hisap

danmenelan baik Intervensi : - Kaji hiperbilirubin tiap 1- 4 jam dan catat Berikan fototerapi sesuai program Monitor kadar bilirubin 4 8 jam sesuai program Antsipasi kebutuhan transfusi tukar Monitor Hb dan Ht

2. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare. Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output, beri air diantara menyusui atau memberi botol. 3. Gangguan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5 - 37 C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam. 4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya. 5. Kecemasan meningkat sehubungan dengan status kesehatan Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan Intervensi : Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah. C. I m p l e m e n t a s i

1. Mencegah adanya injury : Mengkaji hiperbilirubin tiap 1- 4 jam dan catat Memberikan fototerapi sesuai program Memonitor kadar bilirubin 4 8 jam sesuai program Mengantisipasintsipasi kebutuhan transfusi tukar Memonitor Hb dan Ht

2. M e n c e g a h t e r j a d i n ya k u r a n g n ya v o l u m e c a i r a n Pertahankan intake cairan

Berikan minum sesuai jadwal Monitor intake dan output Berikan terapi infus sesuai program bila ada indikasi Kaji dehidrasi, membran mukosa, ubun2, turgor kulit, mata Monitor temperatur tiap 2 jam

3. Mencegah terjadinya peningkatan suhu tubuh : Mengkaji tanda-tanda vital tiap 2 jam Memberikan suhu lingkungan yang netral Mempertahankan suhu antara 35,5 - 37 C, cek

4. M e n c e g a h g a n g g u a n i n t e g r i t a s K u l i t . Inspeksi kulit tiap 4 jam Gunakan sabun bayi Merubah posisi bayi dengan sering Gunakan pelindung daerah genital Gunakan pengalas lembut

5. M e n g u r a n g i r a s a c e m a s p a d a o r a n g t u a Pertahankan kontak mata orang tua dan bayi Jelaskan kondisi bayi, perawatan dan pengobatannya Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaanya, dengarkan rasa takutnya, dan perhatian orang tua.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Terdapat tiga jenis ikterus, yaitu: 1. Ikterus fisiologis 2. Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia 3. Kern Ikterus

B. Saran
Kami selaku penulis berharap kepada pembaca khususnya kami sendiri agar dapat meningkatkan lagi ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dibidang mata kuliah maternitas khususnya terkait asuhan keperawatan pada klien dengan hiperbilirubinemia.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, J. (1985). Materity and Gynecologic Care. Precenton. Cloherty, P. John (1981). Manual of Neonatal Care. USA. Harper. (1994). Biokimia. EGC, Jakarta. Hazinki, M.F. (1984). Nursing Care of Critically Ill Child. , The Mosby Compani CV, Toronto. Markum, H. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta. Mayers, M. et. al. ( 1995). Clinical Care Plans Pediatric Nursing. Mc.Graw-Hill. Inc., New York. Pritchard, J. A. et. al. (1991). Obstetri Williams. Edisi XVII. Airlangga University Press, Surabaya. http://botol-infus.blogspot.com/2010/01/askep-hiperbilirubinemia.html. (Diakses tanggal 11 Januari 2011)Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika. http://duta4diagnosaanak.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-anak hiperbilirubin.html. (Diakses tanggal 11 Januari 2011) http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-mula%20tarigan.pdf. (Diakses tanggal 11 Januari 2011) http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. (Diakses tanggal 11 Januari 2011) http://www.trinoval.web.id/2010/04/askep-hiperbilirubin.html. (Diakses tanggal 11 Januari 2011) Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Susan, R. J. et. al. (1988). Child Health Nursing. Californi

You might also like