You are on page 1of 10

LAPORAN INDIVIDU BLOK VI NUTRISI, METABOLISME, DAN ENDOKRINOLOGI SKENARIO IV ANALISA PATOFISIOLOGI DARI MANIFESTASI KLINIS DAN PENATALAKSANAAN

KASUS MALNUTRISI

Nama NIM Kelompok Tutor

: Astrid Kusuma Wardhani : G0007005 :2 : dr. Yuwono Hadisuparto, Sp.PK.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2008

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kekurangan gizi terjadi saat pertumbuhan berat badan dan tinggi badan seseorang anak tidak seimbang. Kondisi kekurangan gizi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan meyebabkan gizi buruk yang sering disebut dengan istilah kurang kalori protein (KKP) atau kurang energi protein (KEP). KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan/atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Dalam Repelita VI, pemerintah dan masyarakat berupaya menurunkan prevalensi KEP dari 40% menjadi 30%. Namun saat ini di Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berdampak juga pada status gizi balita, dan diasumsi kecenderungan kasus KEP berat/gizi buruk akan bertambah. Berdasarkan data Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Terjadinya kasus gizi buruk sangat terkait dengan berbagai faktor yang mempengaruhi, antara lain anak tidak mendapat cukup makanan bergizi seimbang, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai, dan anak menderita penyakit infeksi seperti diare, TB paru, dll. Menghadapi fenomena ini diperlukan perhatian dan penanganan lebih lanjut agar tidak mengakibatkan dampak yang buruk di kemudian hari. Sistem Problem Based Learning yang diterapkan dalam fakultas kedokteran UNS memasuki blok endokrinologi, metabolisme dan nutrisi. Oleh karena dampakya yang dapat menurunkan kualitas generasi penerus bangsa dan angka prevalensi kasus yang tinggi maka kasus malnutrisi dapat dijadikan bahan pembahasan dalam blok ini. B. RUMUSAN MASALAH Permasalahan yang dibahas dalam laporan dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa saja zat-zat nutrisi yang dibutuhkan manusia? 2. Bagaimana metabolisme dan peran zat nutrisi tersebut dalam tubuh? 3. Apa saja bentuk malnutrisi, defisiensi zat gizi, dan gangguan tumbuh kembang anak? 4. Bagaimana manifestasi klinis dari marasmus, kwarshiorkor, defisiensi zat gizi, dan gangguan tumbuh kembang anak? 5. Bagaimana mekanisme patogenesis dan patofisiologi terjadinya manifestasi klinis ? 6. Bagaimana penegakan diagnosisnya kasus malnutrisi? 7. Bagaimana penatalaksanaan terhadap penderita malnutrisi dan gangguan tumbuh kembang anak? C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. Mengetahui prinsip ilmu dan dasar yang relevan dalam memahami etiologi, patofisiologi, dan patogenesis kasus malnutrisi, defisiensi gizi, dan gangguan tumbuh kembang. 2. Memahami langkah penegakan diagnosis yang tepat untuk kasus malnutrisi, defisiensi zat gizi, dan gangguan tumbuh kembang 3. Mengetahui tujuan, manfaat, dan perubahan proses patofisiologi setelah terapi dan pengobatan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. NUTRIEN Nutrien ialah zat penyusun bahan makanan yang diperlukan oleh tubuh untuk metabolisme yaitu protein, air, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. PROTEIN Protein berfungsi: menggantikan protein hilang selama proses metabolisme dan pengausan normal, menghasilkan jaringan baru, diperlukan dalam pembentukan enzim, hormon dan haemoglobin, dan sebagai sumber energi.

Proses metabolisme protein dimulai dari pemecahan protein menjadi asam amino di usus dan masuk dalam darah. Untuk transpor ke dalam sel, asam amino dapat ditranspor secara aktif maupun pasif dengan sistem carier. Setelah masuk sel, asam amino bergabung dengan ikatan peptida, di bawah petunjuk mRNA dan sistem ribosom membentuk protein seluler. Protein seluler dapat dipecah (kecuali protein struktural) menjadi asam amino oleh enzim lisosom dan ditranspor keluar sel masuk dalam darah bila konsentrasi asam amino plasma menurun. Pengaturan hormonal dalam metabolisme protein antara lain: Growth Hormone dan Insulin berperan dalam pembentukan protein jaringan sedangkan hormon glukokortikoid meningkatkan meningkatkan konsentrasi asam amino dalam sirkulasi. Jika semua sel mencapai batas penyimpanan protein, asam amino berlebih di sirkulasi akan dibentuk energi atau disimpan dalam bentuk lemak/glikogen melalui proses deaminasi. Protein tersusun atas unsur C,O,N,H,dan S. Keseimbangan Nitrogen mengacu pada perbedaan asupan total dan kehilangan total dari nitrogen dalam feses, urin, dan keringat. Keseimbangan protein positif ialah ingesti nitrogen dengan jumlah yang lebih banyak daripada yang disekresikan biasanya pada ibu hamil dan bayi sedang tumbuh. Kesimbangan protein negatif ialah pengeluaran nitrogen yang melebihi asupannya dapat terjadi setelah mengalami pembedahan, menderita kanker stadium lanjut, kegagalan konsumsi protein mutu tinggi dan jumlah memadai misal penyakit marasmus dan kwarshiorkor. LEMAK Beberapa fungsi lemak antara lain: sebagai sumber energi yang dipadatkan dengan memberikan 9 kal/gr, ikut serta membangun jaringan tubuh, perlindungan, penyekatan/isolasi panas, perasaan kenyang, lemak dapat menunda waktu pengosongan lambung dan mencegah timbul rasa lapar kembali segera setelah makan, dan melarutkan vitamin. Lipid dalam tubuh ada 3 bentuk yakni trigliserida, fosfolipid, dan kolesterol. Lemak trigliserida dalam traktus gastrointestinal dipecah menjadi asam lemak dan monogliserida kemudian diabsorbsi usus. Di epitel usus, diubah kembali menjadi trigliserida dan dibawa ke pembuluh limfe. Di limfe, trigliserida bergabung dengan fosfolipid, kolesterol, dan aporotein B membentuk kilomikron. Kilomikron dibawa ke duktus toraksikus dan masuk aliran darah vena. Ketika aliran darah melewati jaringan adiposa dan hati yang banyak memiliki enzim lipoprotein lipase, maka kilomikron akan mengalami hidrolisis. Asam lemak yang terlepas akan berdifusi ke jaringan adiposit dan hati membentuk trigliserida sebagai cadangan. Cadangan trigliserida dapat dihidrolisis karena rangsangan persedian glukosa yang rendah menjadi gliserol dan asam lemak. Asam lemak akan berikatan dengan albumin membentuk asam lemak bebas. Lipoprotein merupakan bentuk gabungan dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan apoprotein yang dibagi menjadi kilomikron & VLDL yang membawa trigliserida ke jaringan lemak dan otot, LDL yang membawa kolesterol ke jaringan perifer, HDL yang membawa kolesterol dari jaringan perifer ke hati, dan IDL. Vitamin adalah bahan organic yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan berfungsi sebagai katalisator proses metabolisme tubuh. Vitamin ada yang larut dalam lemak yakni vitamin A, D, E, dan K. Namun, ada juga yang larut dalam air yakni vitamin B kompleks dan vitamin C. Mineral merupakan unsure esensial bagi fungsi normal sebagian enzim, dan sangat penting dalam pengendalian system cairan tubuh. Mineral merupakan konstituen esensial pada jaringan lunak, cairan dan rangka. Rangka mengandung sebagian besar mineral. Tubuh tidak dapat mensintesis sehingga harus disediakan lewat makanan. B. Protein Energy Malnutrition(PEM) Penyebab umum insufisiensi gizi antara lain ketidaktahuan akan asupan gizi yang baik, alkoholisme kronis, penyakit akut kronis yang dapat meningkatkan kebutuhan nutrien, pembatasan makanan secara sengaja seperti pada anoreksia nervosa, penyebab malnutrisi lain seperti sindrom malabsorbsi, penyakit genetik, dll MARASMUS Marasmus adalah bentuk malnutrisi energi protein akut yang terutama disebabkan oleh kekurangan kalori berat dalam jangka waktu lama dan terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan. Marasmus akibat masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup,

kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang mengalami gangguan hubungan orangtuaanak, kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi. (Behrman et al, 2000 : 212; Newman, 2006 : 1288) Awalnya, penderita marasmus gagal menaikkan berat badan disertai kehilangan berat sampai berakibat kurus. Keadaan mencolok pada penderita ini adalah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan hilangnya lemak subkutan. Jika asupan kalori tidak mencukupi seperti pada marasmus, maka energi didapatkan dari penghancuran jaringan tubuh sendiri yang juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu, kadar asam amino normal terkadang masih ditemukan pada penderita marasmus berat. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2007: 365) Karena lemak terakhir hilang dari bantalan pipi, muka penderita dapat tetap tampak relatif normal selama beberapa waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Akibatnya ialah wajah si anak menjadi lonjong, berkeriput, dan tampak lebih tua (old man face). Hilangnya lemak subkutan menyebabkan anggota gerak terlihat hanya seperti kulit yang membungkus tulang dan tulang rusuk tampak lebih jelas. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Kesadaran menurun (apati) pada penderita marasmus yang berat. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotonus. Suhu biasanya subnormal (suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang), nadi mungkin lambat, dan angka metabolisme basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, kemudian menjadi lesu dan nafsu makannya hilang. Bayi biasanya mengalami konstipasi, tetapi dapat juga muncul diare tipe kelaparan dengan frekuensi buang air besar yang tinggi, tinja berisi mukus, dan sedikit. (Behrman et al, 2000 : 212; Lubis, 2002) Tujuan pengobatan pada penderita marasmus dengan pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit. (Lubis, 2002) KWARSHIORKOR Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi energi protein yang ditimbulkan oleh defisiensi protein yang berat dan masukan kalori tidak cukup. Gejala utama malnutrisi protein disebabkan masukan protein tidak cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu seperti pada diare kronik. (Behrman et al, 2000 : 212; Newman, 2006 : 1159) Gejala pada penderita kwashiorkor adalah pertumbuhan yang terganggu dengan berat dan tinggi badan kurang, anak cengeng dan menjadi apatis pada stadium lanjut akibat perubahan mental. Sebagian besar penderita ditemukan edema ringan maupun berat. Gejala gastrointestinal yang mungkin timbul adalah anoreksia dan diare. Sangat khas pada penderita kwashiorkor ialah rambut kepala mudah dicabut. Rambut penderita kwashiorkor lanjut akan tampak kusam, kering, halus, jarang, dan berubah warnanya menjadi putih. Kulit penderita biasanya kering dengan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian penderita ditemukan perubahan kulit yang khas yaitu crazy pavement dermatosis (bercakbercak putih atau merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan, terutama bila tekanan tersebut terus menerus dan dan disertai kelembaban oleh keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagainya. Pembesaran hati dan anemia merupakan gejala yang sering ditemukan. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2007 : 363-364) Pada pemeriksaan laboratorium yang khas adalah penurunan kadar albumin serum. Ketonuria sering pada stadium awal kekurangan makan tapi seringkali menghilang pada stadium akhir. Harga glukosa darah rendah, tetapi kurva toleransi glukosa dapat bertipe diabetik. Ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan kreatinin dapat turun. Angka asam amino esensial dapat turun relatif terhadap angkan asam amino non-esensial dan menambah aminoasiduria. Defisiensi kalium dan magnesium sering ada. Kadar kolesterol serum rendah, tetapi kembali ke normal sesudah beberapa hari pengobatan. Anemia dapat normositik, mikrositik, atau makrositik. Tanda-tanda defisiensi

vitamin dan mineral biasanya jelas. Sekresi hormon pertumbuhan mungkin bertambah. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan yang kadang menyebabkan hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar akibat perlemakan yang hebat. Hasil autopsi penderita kwashiorkor yang berat menunjukkan hampir semua organ mengalami perubahan, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, dan sebagainya. (Behrman et al, 2000 : 213, Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2007 : 364). MARASMIK-KWARSHIORKOR adalah Kombinasi gejala marasmus dan Kwarshiorkor ditandai dengan edema khas kwarshiorkor, atrofi otot khas marasmus Terdapat 3 fase dalam proses pelayanan KEP berat atau gizi buruk, yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor. Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut: No FASE 1 2 3 4 5 6 STABILISASI Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 TRANSISI REHABILITASI Minggu ke-2 Minggu ke 3-7

Hipoglikemia Hipotermia Dehidrasi Elektrolit Infeksi MulaiPemberian makanan 7 Tumbuh kejar (Meningkatkan Pemberian Makanan) 8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe 9 Stimulasi 10 Tindak lanjut (Nasar, tt) Diagnosis KEP berat atau gizi buruk dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui penyebabnya, harus dilakukan anamnesis mengenai kebiasaan makan dan riwayat penyakit dahulu. Pencegahan terhadap gizi buruk ditujukan kepada penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan dan penyuluhan yang baik. Beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun (ASI merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi) ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi setelah umur 6 bulan ke atas, pencegahan penyakit infeksi dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan, pemberian imunisasi lengkap, mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap, penyuluhan atau pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat (usaha pencegahan jangka panjang), dan pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan. (Lubis, 2002). BAB III PEMBAHASAN Seorang ibu membawa anak balita berobat ke puskesmas setempat karena badan anaknya kurus dan setelah dilihat pada kartu menuju sehat KMS oleh dokter setempat diyatakan bahwa status gizi anak tersebut dibawah garis merah dan dikatakan anaknya kekurangan gizi, kemudian disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit. Berdasarkan anamnesis, dari ibunya dikeluhkan badan anaknya kurus sejak 3 bulan. Anak sulit makan, kalau disisir rambut mudah rontok, tangan dan kaki sering kram, diwaktu senja di dalam rumah kalau berjalan sering menabrak. Pada pemeriksaan didapati seorang anak umur 4 tahun dengan berat badan 10 kg, tinggi badan 95 cm, nampak kurus, lemah, lemak subkutan menghilang, sehingga tulang terlihat jelas, kulit berkeriput,

otot nampak atropi, tugor jelek, wajah nampak lebih tua dari umurnya, dan rambut tipis mudah di cabut. Pada pemeriksaan mata didapatkan bintik bitot. Abdomen nampak sejajar thorak, gambaran usus jelas terlihat pada dinding abdomen, hepar teraba membesar, badan teraba dingin. Pada ekstremitas bawah nampak edema (pitting oedema), edema tidak terlihat di scrotum, tidak terdapat crazy pavement dermatosis dan reflek patella negatip. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter spesialis anak penderita didiagnosis Marasmik kwashiorkor, defisiensi vitamin dan mineral di haruskan di rawat saja. Status gizi di bawah garis merah menurut KMS menunjukkan bahwa anak tersebut berada dalam status gizi buruk, mengalami gangguan pertumbuhan, dan memerlukan perhatian khusus sehingga perlu perhatian khusus. Selain itu, menurut tabel rujukan penilaian status gizi menurut WHO-NCHS, anak umur 4 tahun dengan BB 4 kg termasuk gizi buruk. Anak sulit makan akibat berkurangnya nafsu makan dan gejala ini lebih sering muncul pada penderita kwarshiorkor. Penderita kwarshiorkor kekurangan asupan protein, tetapi asupan makanan padat yang kaya karbohidrat masih normal. Asupan makanan padat yang cukup dan normal dapat menimbulkan rangsang kenyang dan memberikan rangsangan pada hipotalamus inti ventromedalis untuk menekan nafsu makan. Rambut tipis, mudah rontok, dan mudah dicabut akibat kurangnya protein yang berguna untuk regenerasi dan pembentukkan jaringan rambut. Selain itu, dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin A dimana jumlah asam retinoat yang membantu diferensiasi dan proliferasi dari sel epitel kulit kepala dan sekresi kelenjar minyak juga berkurang. Akibatnya sel-sel epitel menjadi kering dan digantikan oleh sel-sel epitel berkeratin sehingga akar rambut tidak kuat dan mudah dicabut. Di waktu senja sering menabrak menunjukkan gangguan penglihatan yang khas dari defisiensi vitamin A. Pigmen -karoten sebagai bentuk provitamin A dalam epitel usus akan dipecah menjadi dua retinal. Retinal ini berperan dalam sintesis rodopsin dari retinal. Retinal mengoksidasi menjadi alltrans retinal dan mengalami isomerisasi menjadi 11-cis retinal. Selanjutnya 11-cis retinal berinteraksi protein sel batang opsin membentuk rodopsin. Bila rodopsin terkena satu foton cahaya, maka akan mengalami perubahan konfigurasi menjadi all trans retina dan opsin disertai dengan timbulnya impuls saraf yang disalurkan neuron dari retina ke otak. Sewaktu adaptasi gelap, sebagian all-trans retinal diubah kembali menjadi 11-cis retinal dan retinol yang kemudian hilang di retina. Oleh karena itu, defisiensi vitamin A mengakibatkan berkurangnya jumlah retinal yang dibutuhkan untuk sintesis rodopsin sehingga jumlah rodopsin juga berkurang. Rodopsin merupakan pigmen paling peka cahaya sehingga penting untuk penglihatan keadaan temaram seperti saat senja. Akibatnya bila jumlah rodopsin berkurang maka penglihatan di waktu senja juga berkurang dan sering menabrak. Tulang terlihat jelas akibat lemak subkutan menghilang. Lemak subkutan merupakan jaringan adiposa yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan energi dari lemak berupa trigliserida. Pada keadaan kekurangan asupan karbohidrat yang terjadi marasmus mengakibatkan glukosa darah menurun sehingga merangsang penurunan sintesis hormon insulin dan peningkatan hormon kortisol. Kekurangan hormon insulin menyebabkan tidak terhambatnya hormon lipase sensitif akibatnya terjadi peningkatan hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak yang terlepas dalam darah. Hidrolisis trigliserida yang merupakan penyusun cadangan lemak di jaringan adiposa menyebabkan hilangnya lemak subkutan. Kehilangan lemak subkutan mengakibatkan kulit kehilangan turgornya, menjadi keriput dan tampak berlipat-lipat. Hilangnya lemak subkutan pada dinding abdomen mengakibatkan gambaran usus terlihat jelas. Pada keadaan yang berat, lemak subkutan pada pipi pun akan habis sehingga menyebabkan wajah terlihat lebih tua dari umurnya. Kehilangan jaringan lemak di seluruh bagian tubuh tentu akan menyebabkan penderita tampak kurus. Cadangan lemak yang menipis juga berdampak pada penurunan jumlah energi yang dihasilkan dan bila energi untuk beraktivitas turun mengakibatkan penderita tampak lemah. Otot nampak atropi merupakan gejala khas pada penderita marasmus. Marasmus dapat terjadi akibat konsumsi karbohidrat yang berkurang. Berkurangnya kadar glukosa darah dalam tubuh akibat konsumsi karbohidrat yang berkurang mengakibatkan sintesis hormon insulin berkurang dengan kadar kortisol tinggi. Hormon kortisol berperan dalam katabolisme protein otot sebagai respon untuk meningkatkan glukoneogenesis. Akibatnya protein otot berkurang sehingga terjadi atrofi otot. Selain

itu, kurangnya asupan kalori menyebabkan mobilisasi asam amino yang berlebihan di otot sehingga terjadi deplesi asam amino di otot. Sebagai kompensasi, otot-otot akan bekerja lebih keras untuk mendapatkan sumber energi. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya kontraksi otot yang berlebihan (tonus otot) dan mengakibatkan kram. Bintik bitot juga merupakan manifestasi klinis dari defisiensi vitamin A. Retinal dapat mengalami oksidasi yang irreversible menjadi asam retinoat. Asam retinoat berperan dalam regulator diferensiasi sel epitel penghasil mukus atau membran mukosa. Membran mukosa terdiri dari sel epitel dan sel goblet yang menghasilkan mukus. Jika diferensiasi dan pertumbuhan sel goblet terhambat maka sekresi dari mukus sel goblet juga berkurang akibatnya terjadi kekeringan mata. Selain itu, dalam keadaan defisiensi vitamin A, sel epitel penghasil mukus dan lakrimalis mengalami metaplasia skuamosa sehingga berdiferensiasi menjadi epitel berkeratin. Penumpukan keratin dalam plak-plak opak kecil dinamakan bintik bitot. Hepar teraba membesar merupakan tanda klinis khas pada kwarshiorkor. Kwarshiorkor terjadi akibat kekurangan asupan protein, tetapi asupan karbohidrat masih normal. Asupan protein yang berkurang mengakibatkan defisiensi asam amino. Berkurangnya asam amino yang merupakan bahan dasar sintesis protein plasma (albumin, globulin, dll), Hb, transferin, protein pengangkut menyebabkan sintesis protein-protein ini berkurang. Pengangkutan lemak trigliserida dari hati ke jaringan memerlukan pengikatan dengan protein membentuk lipoprotein. Berkurangnya sintesis protein pengangkut mengakibatkan pengangkutan trigliserida keluar dari hati semakin sedikit akibatnya terjadi penumpukan lemak di hati sehingga hepar teraba membesar. Badan teraba dingin dapat terjadi pengaruh hilangnya lemak subkutan dan penurunan basal metabolisme rate. Lemak subkutan yng merupakan jaringan adiposa yang selain sebagai cadangan energi juga sebagai penyekat panas tubuh. Asupan protein yang berkurang menyebabkan defisiensi asam amino yang merupakan bahan penyusun enzim-enzim yang berperan dalam proses metabolisme. Penurunan sintesis enzim-enzim ini mengakibatkan laju metabolisme melambat sehingga panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme juga berkurang akibatnya suhu basal menurun dan badan teraba mendingin. Asupan asam amino yang tidak memadai dari protein dapat mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati sehingga menyebabkan keadaan hipoalbuminemia yang berdampak pada penurunan konsentrasi protein plasma. Tekanan osmotik plasma sangat dipengaruhi oleh albumin sehingga pada keadaan defisiensi albumin menimbulkan penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang kemudian mengakibatkan peningkatan filtrasi kapiler di seluruh tubuh sehingga menyebabkan keluarnya cairan plasma yang ada di dalam pembuluh darah menuju jaringan. Cairan plasma yang terakumulasi dalam jaringan akan mengakibatkan terjadinya edema ekstraseluler. Cairan plasma ini terakumulasi di ruang antarsel sehingga menimbulkan edema pitting. Adanya reflek patella negatif pada pasien dapat dikaitkan juga dengan kurangnya asupan protein. Kurangnya sintesis protein menyebabkan produksi struktural selubung mielin tidak sempurna sehingga neurotransmiter tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Akibatnya, penghantaran saraf terganggu dan reflek terhadap rangsangan pun tidak terjadi. Selain itu, kemungkinan anak ini mengalami defisiensi vitamin B1 dan B12. Vitamin B1 memiliki tempat khusus pada membran sel saraf dan otot yang memengaruhi respon reflek. Vitamin B12 memelihara dan mendukung pertumbuhan normal serabut saraf. Pengobatan pasien dalam skenario adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Tindakan pertama yang harus dilakukan terhadap penderita gizi buruk, baik dengan komplikasi maupun tidak, adalah memberikan air gula 50 ml. Tanda-tanda defisiensi vitamin A pada kasus segera diobati dengan pemberian vitamin A dengan dosis 200.000 SI peroral atau 100.000 SI intramuskulus. Pada hari kedua, diberikan kembali vitamin A dengan dosis 200.000 SI peroral. Selain itu, perlu pemantauan kadar gula darah, keseimbangan elektrolit, dan suhunya agar tetap dalam batas normal. Pada masa penyembuhan, makananan energi tinggi yang terbuat dari susu, minyak, dan gula diperlukan. Bila diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein) diberikan terlalu awal dan cepat, dapat terjadi hepatomegali, abdomen menjadi kembung, dan pemulihan keadaan pasien menjadi lebih lambat.

Vitamin (terutama vitamin A) dan mineral, kalium, dan magnesium diperlukan sejak awal pengobatan. Jika terdapat infeksi bakteri yang menyertai keadaan gizi buruk ini, maka harus diobati bersamaan dengan terapi diet, sedangkan pengobatan infeksi parasit dapat dilakukan pada masa penyembuhan (jika infeksinya tidak berat). Sesudah pengobatan dimulai, pasien dapat kehilangan berat badannya selama beberapa minggu karena menghilangnya oedema, baik yang tampak maupun tidak. Penyerapan lemak dan protein di usus akan berangsur-angsur membaik. Bila berat badan anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makanan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah pasien dipulangkan. Pasien yang mengalami keterbelakangan mental dan perilaku dapat diberikan edukasi pada orang tuanya untuk memberikan kasih sayang dan menciptakan suasana menyenangkan, dan memberikan sang anak aktivitas fisik segera setelah sembuh. Pencegahan gizi buruk dapat dilakukan dengan memberikan asupan gizi yang cukup dan seimbang pada anak. Selain itu, diperlukan peran aktif orang tua untuk memantaukan pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan anak di sarana kesehatan.

SIMPULAN DAN SARAN


1. Tubuh memerlukan nutrien dalam jumlah yang cukup dan proporsi seimbang untuk melakukan aktivitas hidup, pertumbuhan, perkembangan yang normal. 2. Tipe-tipe malnutrisi antara lain defisiensi nutrien, marasmus, kwarshiorkor, dan marasmickwarshiorkor. 3. Anak laki-laki berusia empat tahun pada kasus skenario 4 menderita KEP berat, yaitu marasmikkwashiorkor disertai dengan defisiensi beberapa vitamin dan mineral. 4. Penatalaksanaan yang dapat diberikan untuk pasien dalam skenario terdiri dari tiga tahap, yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. 5. Apabila gejala klinis yang dialami pasien telah reda, sang ibu sebaiknya mengikuti anjuran dokter dalam hal pemberian makanan anak dan rutin memantaukan status gizi anaknya di posyandu atau tempat pelayanan kesehatan lain.

DAFTAR PUSTAKA
Chandrasoma, Parakrama dan Clive R. Taylor. 2007. Ringkasan Patologi Anatomi Ed.2. Jakarta: EGC. Despopoulos, Agamemnon dan Stefan Silbernagl. 2000. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi Ed. IV. Jakarta: Hipokrates. Dorland, W.A. Newnmaan. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. Greenspan, Francis S dan David S. Gardner. 2004. Basic and Clinical Endocrinology. New York: Lange Medical Books. Guyton dan Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:EGC. Katzung, Bertram G. 2006. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta: EGC. Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Ed.7 Vol.2. Jakarta: EGC. Murray, Robert K ,dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC. Robbins, Stanley L, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi & Volume 1. Jakarta:EGC. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : Infomedika. Syarif, Amir, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru. Tim Field Lab FK UNS dan UPTD Puskesmas Sibela Surakarta. 2008. Manual FIELD LAB. Keterampilan Pemantuan Status Gizi Balita. Solo: Field Lab Fakultas Kedokteran UNS. Wilson, Lorine Mc Carthy dkk. 1989. Patofisiologi Konsep Klinik Proses Penyakit Edisi 6 Jilid 2 . Philadelphia: W.B. Saunders Company. Badaloo, Asha V., Terrence Forrester, Marvin Reid, and Farook Jahoor. 2006. Lipid Kinetic Differences between Children with Kwashiorkor and those with Marasmus. http://www.ajcn.org/cgi/reprint/83/6/1283 (27 April 2008) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2005. Pedoman Upaya Penanggulangan Gizi Buruk di Jawa Tengah. http://www.health-lrc.or.id/mpu/pedoman_gibur_agust05.pdf (27 April 2008) Lubis, Nuchsan Umar dan Arlina Yunita Marsida. 2002. Penatalaksanaan Busung Lapar pada Balita.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_PenatalaksanaanBusungLaparPadaBalita.pdf/06_ PenatalaksanaanBusungLaparPadaBalita.html (27 April 2008) Mentor Health Care. 2008. Kekurangan dan Kelebihan Gizi. http://www.mentorhealthcare.com/news.php?nID=220&action=detail (27 April 2008) Nasar, Sri S. Tt. Pedoman Tata Laksana KEP Berat. http://www.gizi.net/pedoman-gizi/download/pedtata-kurang-protein-pkm-rt.doc (27 April 2008) LAMPIRAN Marasmus Bayi < 2tahun Disebabkan malabsorbsi atau protein, energi, vitamin dan mineral Kronik PEM Penurunan berat badan drastis Atrofi otot hebat Tidak terdeteksi edema Tidak ada perlemakan hati Cemas dan apati Masih ada nafsu makan Rambut jarang, tipis, kering,mudah dicabut Kwarshiorkor Balita umur 1-3 tahun kehilangan Asupan protein yang tidak adekuat, Infeksi

PEM akut Penurunan badan tidak terlalu drastis Atrofi otot ringan Edema Pembesaran dan perlemakan hati Apati, mudah marah, sedih Kehilangan nafsu makan Rambut rapuh, kering,mudah dicabut, beruban, menjadi lurus Kulit kering dan mudah keriput Kulit mudah terkena lesi Tabel 1. Perbandingan manifestasi klinis Marsmus dan Kwarshiorkor

You might also like